MAKALAH
LAYANAN PERAWATAN ABORTUS YANG LEGAL DAN AMAN SERTA RUJUKAN KE
LAYANAN SERUPA HINGGA BATAS YANG DI IJINKAN OLEH HUKUM
OLEH KELOMPOK lll
FIRDAYANTI (042022039)
JUNIARTI (042022046)
IMELDA RIA (042022045)
HUSNAWATI (042022044)
HIDRA (042022043)
SATRIANI7 (04202259)
WANTI (042022070)
PROGRAM STUDI KEBIDANAN DAN PROFESI BIDAN
INSTITUT KESEHATAN DAN BISNIS KURNIA JAYA PERSADA PALOPO 2023
BAB I
PENDAHULUAN
1.Latar Belakang
Aborsi didefinisikan sebagai terjadi keguguran janin, melakukan aborsi
merupakan melakukan pengguguran (dengan sengaja karena tak menginginkan
bakal bayi yang dikandung itu). Membahas persoalan aborsi sudah bukan
merupakan rahasia umum dan bukan hal yang tabu untuk dibicarakan. Hal ini
dikarenakan aborsi yang terjadi saat ini sudah menjadi hal yang aktual dan
peristiwanya dapat terjadi dimana-mana dan bisa saja dilakukan oleh berbagai
kalangan, apakah hal itu dilakukan oleh remaja yang terlibat pergaulan bebas atau
para orang dewasa yang tidak mau dibebani tanggungjawab dan tidak
menginginkan kelahiran sang bayi ke dunia ini. Ironis sekali, karena di satu sisi
sekian banyak pasangan suami isteri yang mendambakan kehadiran seorang anak
selama bertahun-tahun masa perkawinan, namun di sisi lain ada pasangan yang
membuang anaknya bahkan janin yang masih dalam kandungan tanpa
pertimbangan nurani kemanusiaan.
Melalui beberapa hasil penelitian bahwa praktik aborsi di Indonesia mencapai 2,3
juta kasus setiap tahunnya, data tersebut belum termasuk kasus aborsi yang
ditangani oleh non medis (dukun), sementara dari penelitian WHO (World Health
Organization) diperikarakan 20 – 60 % aborsi di Indonesia adalah 1 Maria Ulfah
Ansor, Fiqih Aborsi Wacana Penguatan Hak Reproduksi Perempuan,Jakarta:PT:
Kompas Media Nusantara 2002, hal. 3-5 aborsi disengaja (Induced Abortion).
Penelitian di 10 kota besar dan enam kabupaten di Indonesia yang memperkirakan
sekitar 2 juta kasus abrosi, 50% diantaranya terjadi di perkotaan. Kasus aborsi
diperkotaan dilakukan secara diam– diam oleh tenaga kesehatan (70%), sedangkan
di pedesaan dilakukan oleh dukun sekitar (84%).
Dalam memandang bagaimana kedudukan aborsi di Indonesia sangat perlu
dilihat kembali apa yang menjadi tujuan dari perbuatan aborsi tersebut.Apakah
perbuatan tersebut dilakukan untuk menolong nyawa sang ibu (indikasimedis) atau
hanya karena untuk menutupi aib keluarga dan persasaan malu saja.Sejauh ini,
persolan aborsi pada umumnya dianggap oleh sebagian besarmasyarakat sebagai
tindak pidana. Namun dalam hukum positif di Indonesia,tindakan aborsi pada
sejumlah kasus tertentu dapat dibenarkan apabila merupakan abortus provocatus
medicialis misalnya: aborsi karena Kehamilan akibat perkosaan. Sedangkan aborsi
yang digeneralisasi menjadi suatu tindak pidana lebih dikenal sebagai abortus
provocatus criminalis.
Hukum positif yang berlaku di Indonesia, masih ada perdebatan dan pertentangan
dari yang pro dan yang kontra soal persepsi atau pemahaman mengenai undang-
undang yang ada sampai saat ini. Baik dari UU Kesehatan, UU Praktik Kedokteran,
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), dan UU Hak Asasi Manusia (HAM).
Pengaturan tindakan aborsi dalam hukum positif di Indonesia, terdapat dalam dua
undang-undang yaitu KUHP Pasal 299, 346, 347, 348 dan 349 serta diatur dalam Pasal
75,76,77 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.Terdapat perbedaan antara Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dengan UU No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan dalam mengatur masalah aborsi.
KUHP dengan tegas melarang aborsi dengan alasan apapun, sedangkan UU
Kesehatan membolehkan aborsi atas indikasi medis maupun karena adanya
perkosaan. Akan tetapi ketentuan aborsi dalam UU No. 36 Tahun 2009 tetap ada
batasan-batasan yang tidak boleh dilanggar misalnya kondisi kehamilan maksimal 6
bulan setelah hari pertama haid terakhir. Selain itu berdasarkan Undang-undang
Kesehatan No. 36 Tahun 2009, tindakan medis (aborsi), sebagai upaya untuk
menyelamatkan ibu hamil dan atau janinnya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan
tanggung jawab profesi serta pertimbangan tim ahli. Hal tersebut menunjukkan bahwa
aborsi yang dilakukan bersifat legal atau dapat dibenarkan dan dilindungi secara hukum
dan segala perbuatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap hak reproduksi
perempuan bukan merupakan suatu tindak pidana atau kejahatan.
Tindakan aborsi dalam prosesnya, ada yang dilakukan sendiri, ada pula yang
menggunakan bantuan orang lain. Aborsi yang dilakukan sendiri misalnya dengan cara
memakan obat-obatan yang membahayakan janin, atau dengan melakukan perbuatan-
perbuatan yang dengan sengaja ingin menggugurkan janin. Sedangkan bila dengan
bantuan orang lain, aborsi dapat dilakukan dengan bantuan dokter, bidan atau dukun
beranak. Apabila tindak pidana aborsi ini dibantu oleh orang lain, maka peristiwa pidana
tersebut terdapat lebih dari 1 orang pelaku, sehingga harus dicari pertanggungjawaban
dan peranan masing–masing peserta dalam peristiwa tersebut. janin, atau dengan
melakukan perbuatan-perbuatan yang dengan sengaja ingin menggugurkan janin.
Sedangkan bila dengan bantuan orang lain, aborsi dapat dilakukan dengan bantuan
dokter, bidan atau dukun beranak.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana diuraikan di atas maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah Pertanggungjawaban Pidana
Dokter Yang Melakukan Tindak Pidana Aborsi (Studi Putusan
No.1106/Pid.Sus/2018/PN Plg)
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah Untuk mengetahui
Bagaimana Pertanggungjawaban Pidana Dokter Yang Melakukan Tindak Pidana
Aborsi. (Studi Putusan No.1106/Pid.Sus/2018/PN Plg)
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan dan manfaat kepada pihak-
pihak yang berkepentingan baik secara langsung maupun tidak langsung, sebagai
berikut:
a. . Secara Teoritis Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengmbangan
ilmu hokum khususnya hukum pidana pidana dan lebih khususnya dalam
memahami hukum kesehatan.
b. Secara Praktis Secara praktis tulisan ini dapat memberikan sumbangan
bagi aparat penegak hukum dan masyarakat didalam memahami hukum
kesehatan.
c. Manfaat Bagi Penulis Adapun manfaat penelitiaan bagi penulis
sebagaimana yang telah menjadi salah satu syarat dan ketentuan
akademis yaitu unntuk mencapai gelar Sarjana Hukum.dari Fakultas
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Uraian Teoritis Tentang PertanggungJawaban Pidana
1. PertanggungJawaban Pidana
Pertanggungjawaban pidana yang dikemukakan oleh Mahrus Ali dalam bukunya
yang berjudul “Asas-asas Hukum Pidana Korporasi” adalah pertanggung jawaban
seseorang terhadap kejahatan (tindak pidana) yang dilakukannya. Tegasnya
pertanggungjawaban terjadi karena adanya tindak pidana yang dilakukan seseorang.3
Pertanggungjawaban pidana dapat dikatakan sebagai suatu bentuk untuk menentukan
apakah seorang tersangka atau terdakwa dipertanggungjawabkan atas suatu tindak
pidana yang telah terjadi.
Pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan (asas culpabilitas),
yang didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa asas kesalahan yang
didasarkan pada nilai keadilan harus disejajarkan berpasangan dengan asas legalitas
yang didasarkan pada nilai kepastian. sehingga pelaku tidak dipidana kecuali
kesesatannya itu patut dipersalahkan kepadanya.
Berbicara tentang konsep pertanggungjawaban pidana atau “liability” dilihat dari
segi falsafat hukum, yang dinyatakan oleh seorang filsat besar dalam bidang hukum
pada abad ke-20 yaitu Roscou Pound. Roscou Pound dalam “An Introduction to the
Philosophy Law”, telah mengemukakan pendapatnya :”I.. use The Simple word
“liability”for the situation wherwby the exact legally and other is legally subjected to
2. Syarat-syarat Pertanggung Jawaban Pidana
Untuk dapat dipertanggungjawabkan subjek hukum atas tindak pidana yang
dilakukan, Roeslan Saleh memberikan pendapatnya dalam bukunya yang berjudul
“perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana” yaitu sebagai berikut :
a. Melakukan perbuatan pidana Salah satu unsur yang pokok pertanggungjawaban
pidana, karena seseornag tidak dapat dipidana apabila tidak melakukan suatu
perbuatan dimana perbuatan yang dilakukan merupan perbuatan yang dilarang
oleh undangundang
b. Mampu bertanggung jawab Kemampuan untuk menentukan kehendaknya
menurut keinsyafan tentang baik dan buruknya perbuatan tadi.
c. Dengan kesengajaan atau kealpaan Adanya unsur kesengajaan atau kelalaian
merupakan salah satu syarat untuk dapat dipertanggungjawab-nya pembuat
delik. perlu diingat bahwa sebagaian besar penulis hukum pidana menagatakan
bahwa "sengaja" itu suatu pengertian yang tidak berwarna, artinya tidak perlu
pembuat mengetahui bahwa perbuatannya itu dilarang oleh undang-undang
d. Tidak adanya alasan pemaaf Dalam keadaan tertentu seseorang pelaku tindak
pidana, tidak dapat melakukan tindakan lain selain melakukan perbuatan tindak
pidana, meskipun hal itu tidak di inginkan. Sehingga dengan perbuatan tersebut
pelaku nya harus menghadi jalur hukum. Hal itu tidak dihindari oleh pelaku
meskipun hal itu tidak diinginkan oleh dirinya sendiri. Hal itu dilakukan oleh
seseorang karena factorfaktor dari luar dirinya.4
3. Kesalahan
Kesalahan dalam arti luas memiliki pengertian yang sama dengan
pertanggungjawaban dalam hukun pidana. Kesalahan dalam arti sempit: kesalahan
berarti ke-alpaan. Dapat diartikan kesalahan adalah penentu pertanggungjawaban
pidana karenanya tidak sepatutnya menjadi bagian defenisi tindak pidana.5
Kesalahan merupakan keadaan jiwa dari si pembuat dan hubungan batin antara si
pembuat dan perbuatannya. Mengenai keadaan jiwa dari seseorang yang
melakukan perbuatan, lazim disebut sebagai kemampuan bertanggung jawab.
Adapun pendapat dari pakar hukum pidana tentang kesalahan yang pada
hakikatnya adalah pertanggungjawaban:
a. Pompe memberikan pendapatnya tentang pengertian kesalahan:
kesalahan mempunyai tanda sebagai hal yang tercela (verwijtbaarheid)
yang pada hakikatnya tidak mencegah (vermijdbaarheid) kelakuan yang
bersifat melawan hukum.
b. Simon menyatakan kesalahan adalah keadaan pschis seseorang yang
melakukan perbuatan yang dilakukan sehingga orang tersebut dicela oleh
masyarakat.
c. Satochid Kartanegara memberikan penafsiran istilah kesalahan atau
schuld dalam dua arti, yaitu7 : - Schuld dalam arti “erhis social”
merupakan hubungan antara jiwa seseorang yaitu yang melakukan
perbuatan dengan perbuatannya atau hubungan jiwa sipembuat dengan
akibat perbuatannya, sehingga perbuatan atau akibat dari perbuatan yang
dilakukan itu, berdasarkan pada jiwa sipelaku, dan dapat dipersalahkan
kepadanya. - Schuld dipandangdari sudut “Hukum Pidana” atau
“instrafrehttelijkezin” yaitu bentuk kesengajaan (dolus) dan kelalaian
(culpa).
d. Teguh Prasetyo mengartikan kesalahan dalam suatu delik merupakan
pengertian logis, berhubungan antara keadaan jiwa pelaku dan
terwujudnya unsur-unsur delik karena perbuatannya. Kesalahan adalah
pertanggungjawaban dalam Hukum.
Berdasarkan rumusan pengertian yang ada maka dapat diartikan bahwa
pengertian kesalahan atau schuld adalah suatu unsur yang esensial dalam hukum
pidana karena seseorang dapat dipertanggungjawabkan akan perbuatannya apabila
orang tersebut mempunyai kesalahan. Dengan demikian, kesalahan merupakan
penilaian atas perbuatan seseorang yang bersifat melawan hukum, sehingga akibat dari
perbuatannya tersebut pelaku dapat dikenakan sanksi atau hukuman sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Alasan
Pemaaf Alasan pemaaf merupakan tindak pidana dengan kriteria tertentu yang
tidak dapat diminta pertanggungjawabannya.9 Dapat diartikan bahwa Alasan pemaaf
ialah penghapusan kesalahan terdakwa. Ada beberapa unsur alasan pemaaf dalam
KUH Pidana yang dikemukakan oleh Fitrotin Jamilah dalam bukunya yang berjudul
“KUHP” yaitu:
a. Pelaku tindak pidana yang jiwanya cacat (Pasal 44 ayat (1) KUHP)
Barang siapa melakukan perbuatan yang dapat dipertanggungjawabkan
kepada jiwanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu
karena penyakit, tidak dipidana
b. Pelaku tindak pidana belum dewasa (Pasal 45 KUHP) Penuntutan pidana
terhadap orang yang belum dewasa karena melakkan perbuatan sebelum
umur enam belas tahun, hakim dapat menentukan: Memerintahkan
supaya yang bersalah dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau
pemeliharanya
c. Perbuatan yang dilakukan dalam „keadaan darurat‟ (Pasal 48 KUHP )
Barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa
(overmacht), tidak dipidana.
d. Perbuatan karena pembelaan terpaksa yang melampaui batas (Pasal 49
ayat (2) KUHP) Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang
langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan
atau ancaman serangan itu, tidak dipidana.
e. Perbuatan yang dilakukan untuk menjalankan perintah jabatan yang tidak
sah (Pasal 51 ayat (2) KUHP) Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak
menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang diperintah, dengan
itikad baik mengira bahwa perintah diberikan dengan wewenang dan
pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya.
B. Uraian Teoritis Tentang Tindak Pidana Aborsi
1. Pengertian Tindak Pidana dan Unsur-unsur Tindak Pidana
Menurut wujud dan sifatnya, tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau
tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai
perbuatan yang dilarang dan diancam dengan hukuman pidana.
Pengertian tindak pidana yang dimuat didalam kitab undang-undang hukum
pidana (KUHP) oleh pembentuk undang-undang sering disebut dengan “starbaarfeit”
adalah kelakuan (handeling) yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan
hukum yang berhubungan dengan kesalahan yang dilakukan oleh orang mampu
bertanggungjawab. Adapun pendapat para sarjana yang memberikan pendapatnya
tentang pengertian tindak pidana:
a. Moeljatno menyatakan bahwa tidak pidana merupakan perbuatan yang
dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana yang disertai
ancaman yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang
melanggar larangan tersebut.
b. Ojak Nainggolan menggunakan istilah tindak pidana untuk strafbaarfeit
adalah: “Tindak Pidana atau delik yaitu perbuatan yang bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan pidana, baik berupa kejahatan
maupun pelanggaran yang diancam pidana (hukuman) bagi sipelaku”
c. Herlina Manullang berpendapat bahwa tindak pidana adalah perbuatan
seseorang atau sekelompok orang yang menimbulkan peristiwa pidana
atau perbuatan yang melanggar hukum pidana dan diancam dengan
hukuman. Herlina Manullang juga memberikan pendapatnya tentang
beberapa macam tindak pidana atau delik pidana. Adapun macam-
macam tindak pidana menurut Herlina Manullang yakni: - Tindak pidana
(delik) formil yaitu suatu perbuatan pidana yang sudah dilakukan dan
perbuatan itu benar-benar melanggar ketentuan yang dirumuskan
dalam pasal uu yang bersangkutan. - Delik materil yaitu suatu pebuatan
pidana yang dilarang, yaitu akibat yang timbul dari perbuatan itu. - Delik
dolous yaitu suatu perbuatan pidana yang dilakukan dengan sengaja. -
Delik culpa yaitu perbuatan pidana yang tidak sengaja, karna
kealpaannya mengakibatkan matinya seseorang. - Delik aduan yaitu
suatu perbuatan pidana yang memerlukan pengaduan orang lain, jadi
sebelum ada pengaduan belum merupan delik - Delik politik delik atau
perbuatan pidana yang ditujukan kepada keamanan negara, baik
secara lansung maupun tidak langssung.
3. Pengaturan Tindak Pidana Aborsi
Didalam Hukum Positif Tindakan aborsi menurut KUHP di Indonesia
dikategorikan sebagai tindakan kriminal atau dikategorikan sebagai kejahatan
nyawa. Beberapa ketentuan yang mengatur tentang aborsi antara lain:
1. KUHP
Pasal 299 :
1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh
supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan bahwa
karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat
puluh lima ribu rupiah
2) . Jika yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau
menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika
dia seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga
3) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan
pencariannya, dapat dicabut haknya untuk menjalakukan pencarian itu. Pasal
346 Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun.
Pasal 347
1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling
lama dua belas tahun.
2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1.Ruang LIngkup Penelitian
Ruang lingup penelitian ini aadalah bertujan untuk membatasi pemasalahan
dalam penelitian ini, adapun dari ruang lingkup dari penelitian ini adalah seperti
penelitian yang dilakukan sesuai dengan penulisan dari skripsi ini yaitu
“Pertanggungjawaban Pidana Seorang Dokter Yang Melakukan Percobaan Tindak
Pidana Aborsi” (Studi Putusan No.1106/Pid.Pus/2018/PN Plg)
2.Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian yang besifat normatif atau jenis penelitian
doktrinal, yaitu penelitian yang didasarkan pada penelitian kepustakaan (library
research). Penelitian kepustakaan (library research) adalah penelitian yang dilakukan
dengan mengumpulkan data dari bahan kepustakaan yang berhubungan dengan
permasalahan yang diteliti.
3.Metode Pendekatan
Sesuai dengan jenis penelitian yang bersifat yuridis normatif maka pendekatan
yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Pendekatan Kasus Metode pendekatan kasus dalam penelitian ini dilakukan
dengan mengumpulkan putusan pengadilan negeri Palembang
No.1106/Pid.Sus/2018/PNPlg. Bagaimana
dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap dokter yang
melakukan pecobaan tindak pidana aborsi.
b. Pendekatan Perundang-undangan Dalam peneitian ini dilakukan dengan cara
menganalsis permasalahan peraturan perundang-undangan ( UU No.36 Tahun
2009 Tentang Kesehatan).
4. Sumber Bahan Hukum Jenis data yang penulis pergunakan dalam penelitian ini
adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder :
a. Bahan Hukum Primer : bahan-bahan hukum yang terdiri atas peraturan
perundangundangan yang diurut berdasarkan hirarki peraturan perundang-
undangan, yaitu mencakup UndangUndang Dasar Republik Indonesia Tahun
1945 Amandemen keempat (IV), KUHP, Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 Tentang Kesehatan.
b. Bahan Hukum Sekunder : Bahan yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer, seperti rancangan Undang-Undang KUHP. Sebagai
pendukung dari data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu buku-buku
teks yang ditulis paara ahli hukum, jurnal hukum, artikel dansumber lainnya
yang memiliki korelasi untuk mendukung penelitian ini.
c. Bahan Hukum Tersier : Bahan hukum tersier (tertiary law material) adalah
bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap
bahan hukum primer dan skunder, yaitu kamus hukum serta hal-hal yang
biasa memberi petunjuk yang erat hubungannya dengan masalh yang diteliti
5. Analisis Bahan Hukum Analisis data dirumuskan sebagai suatu proses
penguraian secara sistematis dan konsistenterhadap gejala-gejala tertentu.
Sebagai cara untuk menarik kesimpulan dari penelitian yang sudah
terkumpul, penulis akan menggunakan metode analisis data YuridisKualitatif.
yang dimaksud dengan analisis Yuridis-Kualitatif adalah : Cara penelitian
yang dihasilkan dari data Yuridis-Kualitatif yaitu dinyatakan oleh responden
secara tertulis atau lisan serta tingkah laku yang nyata, yang teliti dan
dipelakari sebagai sesuatu yang utuh tanpa harus menggunakan rumus
matematika. Digunakannya metode Yuridis-Kualitatif karena penelitian ini
bertitik tolak dari peraturan-peraturan yang ada.