CBR PSIKOLOGI PENDIDIKAN Syafira Nur Rizki

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 42

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

( Telaah Buku Psikologi Pendidikan karangan Dr. Mardianto, M.Pd )

Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mandiri Pada Mata Kuliah
Psikologi Pendidikan

DISUSUN OLEH

SYAFIRA NUR RIZKI 0306222083

DOSEN PENGAMPU

Selamat Pasaribu, M.Psi

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN
2023
KATA PENGANTAR

Puji Syukur ke khadirat Allah SWT atas Rahmat dan Karunia-Nya,


sehingga penulis bisa menyelesaikan penyusunan makalah ini serta sholawat dan
salam dihaturkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW.

Penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada Bapak Selamat


Pasaribu, M.Psi selaku Dosen yang mengajar pada Mata kuliah Psikologi
Pendidikan karena sudah berkontribusi besar dalam pembuatan CBR ini.

Penulis dalam menyusun Critical Book Review yang berjudul Psikologi


Pendidikan ( telaah Buku Psikologi Pendidikan Karang Dr. Mardianto, M.Pd )
menyadari ada kekurangan oleh sebab itu, saran dan kritik senantiasa diharapkan
demi perbaikan pada penyusunan selanjutnya. Penulis juga berharap semoga isi
dari makalah ini mampu memberikan pengetahuan dan semoga bermanfaat bagi
saya dan kita semua.

Medan, 16 Juni 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................i

DAFTAR ISI .....................................................................................................ii

BAB I (PENDAHULUAN)................................................................................1

A. Latar Belakang ........................................................................................1

B. Rumusan Masalah....................................................................................1

C. Tujuan .....................................................................................................2

BAB II (IDENTITAS BUKU) ...........................................................................3

A. Riwayat Singkat Penulis .......................................................................... 3

B. Identitas Buku..........................................................................................4

BAB III (RINGKASAN BUKU) .......................................................................5

BAB IV (KEKURANGAN DAN KELEBIHAN BUKU) ...................................36

A. Kelemahan Buku .....................................................................................36

B. Kelebihan Buku ......................................................................................36

BAB V (PENUTUP) ..........................................................................................37

A. Kesimpulan .............................................................................................37

B. Saran ......................................................................................................37

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................38

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sering kali kita bingung memilih buku referensi untuk kita baca dan pahami.
Buku yang dijadikan rujukan harus mudah dimengerti pembaca, baik dari segi
analisis bahasa, serta pemahaman yang tertulis dalam buku tersebut. oleh karena
itu, penulis membuat critical book report ini untuk mempermudah pembaca agar
dapat mengulas kelebihan dan kekurangan buku yang direview.

Critical Book merupakan salah satu instrumen yang dapat mendukung


keberhasilan dalam proses pembelajaran di bangku perkuliahan. Indikator
keberhasilan Critical Book untuk mendukung keberhasilan dalam pembelajaran
itu dapat dilihat dari terciptanya kemampuan dari setiap mahasiswa/mahasiswi
untuk mengevaluasi penjelasan, interpretasi serta analisis mengenai kelebihan
maupun kelemahan baik dari jurnal maupun artikel lainnya sehingga berdampak
besar bagi pengembangan cara berpikir dari mahasiswa yang pada akhirnya
menambah pemahaman dan pengetahuan mahasiswa itu sendiri terhadap kajian
mata kuliah yang telah diambil. Dengan kata lain, melalui Critical Book Review
mahasiswa diajak untuk menguji pemikiran dari pengarang maupun penulis
berdasarkan sudut pandang yang akan dibangun oleh setiap mahasiswa
berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang mereka miliki. Pada kesempatan
kali ini, penulis berkenan untuk mereview buku Psikologi Pendidikan yang ditulis
oleh Dr. Mardianto, M.Pd.

B. Tujuan CBR

1. Mereview (menelaah) isi buku.

2. Melatih untuk berfikir kritis dalam mencari informasi yang diberikan oleh setiap
bab dari sebuah buku.

3. Mencari dan mengetahui kelebihan dan kelemahan yang ada dalam buku.

4. Mengkritisi satu topik materi kuliah Psikologi Pendidikan dalam buku.

1
C. Manfaat CBR

1. Mahasiswa mengetahui dan memahami isi buku,

2. Mahasiswa memperoleh ilmu dan pengetahuan tentang Psikologi Pendidikan,

3. Mengetahui kelemahan dan keunggulan sebuah buku yang kita kritisi.

4. Menumbuhkan ke kreatifan dan berfikir kritis dalam menelaah sebuah buku.

2
BAB II

IDENTITAS BUKU

A. Riwayat singkat Dr. Mardianto, M.Pd

Dr. Mardianto, M.Pd lahir pada tanggal 12


Desember 1967 di Asahan. Beliau menempuh
pendidikan S1 pada tahun 1986-1990 di IAIN
Sumatera Utara dengan jurusan Pendidikan Agama.
Beliau juga melanjutkan pendidikan dan
mendapatkan gelar S2 pada tahun 19982001 di
Universitas Negeri Padang dalam bidang Teknologi
Pendidikan dengan judul tesis “Sikap Dosen IAIN
Sumatera Utara terhadap SAP. Kemudian beliau
juga melanjutkan pendidikan dan mendapatkan gelar S3 pada tahun 2002-2010 di
Universitas Negeri Jakarta dalam bidang Teknologi Pendidikan dengan disertasi
berjudul “Pengembangan Model Desain Pelatihan Berbasis Cooperative Learning
pada LK.I HMI Cabang Medan”.

Beliau juga melakukan beberapa penelitian diantaranya pada tahun 2010


dengan judul “Pengembangan Model Desain Pelatihan Berbasis Cooperative
Learning pada LK.I HMI Cabang Medan”. Pada tahun 2011 beliau juga
melakukan penelitian dengan judul “ Survey Minat Siswa SLTA Memasuki
Pilihan Prodi di Fakultas Tarbiyah IAIN Sumatera Utara”. Beliau kembali
melakukan penelitian pada tahun 2011 dengan judul “Efektifitas Penggunaan
Metode Kasus untuk Mata Kuliah Psikologi Pendidikan pada Program Studi
Matematika Fakultas Tarbiyah IAIN Sumatera Utara”. Pada tahun 2015 beliau
melakukan dua kali penelitian dengan judul “The Effect of Fairytale Interactive
Method for Improving The Honest Character on Children Ages 7-8 years of
Elementary Students at MIS Mutiara

Aulia Deli Serdang District of North Sumatera” dan “Peran Metode Bercerita
untuk Membetengi Kearifan Lokal Menghadapi Perkembangan Teknologi
Pendidikan”. Pada tahun 2016 beliau melakukan penelitian denngan judul
“Training Tutor Teacher for PPL Program Quality Improvement.
3
Beliau sudah mengeluarkan buku sebanyak 6 judul dengan tahun yang
berbeda-beda. Pesantren kilat pada tahun 2005, Psikologi Pendidikan pada tahun
2010, Pembelajaran Tematik pada tahun 2012, Teknik Pengelompokan Siswa
pada tahun 2014, Profesi Keguruan (ed) pada tahun 2015 dan Jendela Tujuh pada
tahun 2016.

B. Identitas Buku

Judul Buku : Psikologi Pendidikan

Penulis : Dr. Mardianto, M.Pd

Penerbit : Perdana Publishing

ISBN : 978-602-8935-64-7

Tahun Terbit : Maret 2012

Jumlah Halaman : 268

4
BAB III

RINGKASAN ISI BUKU

A. BAB I

Menurut etimologi (asal usul kata) Psikologi Pendidikan dapat dijabarkan


dalam dua kata yakni “Psikologi” dan “Pendidikan”. Psikologi pertama secara
etimologi adalah istilah hasil peng-Indonesia-an dari bahasa asing, yakni bahasa
Inggris “Psychology”. Istilah psychology sendiri berasal dari kata Yunani
“Psyche”, yang dapat diartikan sebagai roh, jiwa atau daya hidup, dan “logis”
yang dapat diartikan ilmu. Kedua secara terminologi (istilah) maka psikologi
berarti ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari atau menyelidiki pernyataan (A.
Sujanto, 1985:1).

Gejala jiwa yang dijadikan objek pembahasan dalam psikologi ada empat
macam yakni; gejala pengenalan (kognisi), gejala perasaan (emosi), gejala
kehenak (konasi), dan gejala campuran (kombinasi). (M. Dimyati, 1990:2).

Pendidikan yang berasal dari kata didik dalam bahasa Indonesia juga hasil
dari transeletasi peng-Indonesia-an dari bahasa Yunani yaitu “Peadagogie”.
Etimologi kata peadagogie adalah “pais” yang artinya “anak”, dan “again” yang
terjemahannya adalah “bimbing”. Jadi terjemahan bebas kata peadagogie berarti
“bimbingan yang diberikan kepada anak”. Menurut terminologi yang lebih luas
maka pendidikan adalah usaha yang dijalankan oleh seseorang atau sekelompok
orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tujuan hidup dan penghidupan
yang lebih tinggi dalam arti mental (Sudirman N, 1992:4).

Penelusuran makna dua kata psikologi dan pendidikan di atas dapat dijadikan
dasar untuk melihat lebih jauh pengertian dan definisi psikologi pendidikan.
Dengan maksud untuk memahami lebih luas psikologi dan pendidikan dari sudut
masing-masing.

Psikologi Pendidikan lebih merupakan ilmu yang dapat diterakan dalam


kehidupan sehari-hari khususnya tentang bagaimana masyarakat kita mengelola
belajar. Hubungan guru dengan murid dan lain sebagainya. Kerangka kerja ilmu

5
sebagai sebuah pengetahuan ilmiah didasarkan pada tiga syarat utama yakni;
objek, metode dan sistematika (Jujun S. Suriasumantri, 1984:9).

1. Objek.

Ada dua macam objek ilmu pengetahuan, yaitu objek materia dan objek
forma. Objek materia adalah seluruh lapangan atau bahan yang dijadikan objek
penyelidikan suatu ilmu, sedangkan objek forma ialah objek materia yang disoroti
oleh suatu ilmu sehingga membedakan ilmu satu dengan ilmu lainnya, jika
berobjek materia sama. (E.S.Ansari, 1987:50).

2. Metode.

Pada dasarnya metode itu meliputi usaha menngumpulkan data,


pengolahannya dan penyimpulannya. Beberapa metode yang lazim digunakan
dalam psikolgi pendidikan adalah sebagai berikut:

1. Metode Observasi

2. Metode Eksperimen dan Tes

3. Metode Kuestioner dan Interview

4. Metode Studi Kasus

5. Metode Sosiometri

6. Metode Statistik

Sementara itu metode lain adalah seperti pendapat pada tokoh-tokoh psikologi.
Beberapa metode yang dapat digunakan dalam penelitian di bidang psikologi
(Atkinson, 1983:25) diantaranya:

1. Metode Eksperimental

2. Metode Pengamatan/ Observasi

3. Metode Survey

4. Metode Tes

5. Riwayat Kasus

6
3. Sistematika.

Adapun sistematika Psikologi Pendidikan yang menjadi kesimpulan peneliti


tersebut terdiri dari 8 bagian utama adalah sebagai berikut :

1. Pengertian dan ruang lingkup Psikologi Pendidikan

2. Peranan psikologi Pendidikan dalam dunia Pendidikan

3. Teori teori Psikologi Belajar

4. Pertumbuhan dan perkembngan manusia

5. Pembawaan dan lingkungan dalam proses belajar

6. Ciri ciri kematangan dalam belajar

7. Kemampuan dan intelegensi

8. Tipe-tipe dan kesulitan belajar

Dalam struktur filsafat ilmu pengetahuan suatu objek dapat didekati dari
berbagai sudut pandang sesuai dengan sasaran dan tekanan pembahasan yang akan
dilakukan. Diantara bidang ilmiah dari ilmu pengetahuan adalah filsafat fisika,
filsafat astronomi, filsafat biologi dan filsafat imu sosial. (M.D. Ghony,tt:30). Ada
dua pendekatan yaitu pendekatan deduktf dan pendekatan induktif. Pendekatan
deduktif disini maksudnya melihat satu proses keilmuan dari induk (akar) sampai
kepada lahirnya Psikologi Pendidikan. Pendekatan induktif maksudnya melihat
bidang kajian praktis yang nyata kaitan antara Psikologi Pendidikan dengan ilmu
lainnya. Pendidikan adalah sebuah proses yang dilakukan anak manusia untuk
mempersiapkan generasi muda. Sebagai sebuah proses maka pendidikan
memerlukan media, ruang dan penataan, begitu juga dengan generasi maka
memerlukan pemahaman tentang manusia. Menurut Patrick Suppes (1974)
sedikitnya ada empat fungsi teori belajar yakni: (1) berguna sebagai kerangka
untuk melakukan penelitian, (2) memberikan suatu kerangka kerja bagi
pengorganisasian butir-butir informasi tertentu, (3) mengungkapkan peristiwa-
peristiwa yang kelihatannya sederhana dan (4) mengorganisasikan kembali
pengalaman-pengalaman sebelumnya. (Gredler, 1994:6).

7
B. BAB II

Istilah pertumbuhan dan perkembangan dalam dunia psikologi dan


pendidikan selalu mempunyai kaitan yang erat sekali. Istilah ini sering digunakan
secara bergantian namun sebenarnya keduanya mempunyai pengertian yang
berbeda. Tumbuh memang berbeda dengan berkembang. Sesuatu yang tumbuh
adalah sesuatu yang bersifat material dan kuantitatif, sedangkan berkembang
adalah suatu yang bersifat fungsional dan kualitatif. (Tadjab, 1994:19).

Pada diri seorang anak gejala pertumbuhan dan perkembagan selalu menyatu
dalam proses pendidikan atau proses belajar yang dialami anak. Hal ini erat
kaitannya dengan tingkat kemampuan, keinginan serta kejenuhan yang menjadi
lingkaran bagi kegiatan belajar dan tentunya akan berpengaruh pada hasil belajar
itu sendiri.

1. Peristiwa Gejala Pertumbuhan.

Mencermati gejala pertumbuhan tersebut Dalyono menegaskan bahwa;


pertumbuhan pada masing-masing individu dalam segi proses hal umum yang
sama, tetapi daam hal-hal yang khusus belum tentu sama. (M.Dalyono, 1997:63).
Pandangan yang lebih luas mengenai pertumbuhan dapat diperoleh dengan
memperhatikan beberapa generalisasi yang dapat dipergunakan sebagai prinsip-
prinsip sementara dalam memajukan dan mendorong pertumbuhan pendidikan.
(Witherington,1986:145).

2. Peristiwa Gejala Perkembangan.

Perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan kualitatif dari fungsi-


fungsi. Sementara itu fungsi-fungsi yang berkembang dalam aspek kejiwaan
secara kualitatif tampak dalam sifat kejiwaan sebagaimana pendapat Wasty
Soemanto, diantaranya:

1. Perhatian

2. Pengamatan

3. Tanggapan

4. Ingatan

8
5. Fantasi

6. Pikiran

7. Perasaan

8. Kemauan

Menurut Hurlock (1994:14), ada beberapa tahapan perkembangan individu


berdasarkan rentang kehidupannya, diantaranya:

1. Periode Pranatal : Konsepsi kelahiran.

2. Bayi : kelahiran - akhir minggu kedua.

3. Masa Bayi : akhir minggu kedua - akhir tahun kedua.

4. Awal masa kanak-kanak : 2 sampai 6 tahun.

5. Akhir masa kanak-kanak : 6 sampai 10/12 tahun.

6. Masa puber / pramasa remaja : 10/12 sammpai 13/14 tahun.

7. Masa remaja : 13/14 sampai 18 tahun.

8. Awal masa dewasa : 18 sampai 40 tahun.

9. Dewasa madya : 40 sampai 60 tahun.

10. Dewasa akhir / Masa tua / Usia lanjut : 60 sampai meninggal.

Aspek yang menjadi keprihatinan utama psikologi dalam pendidikan


adalah dalam hal perwarisan atau pemindahan budaya, nilai-nilai, ilmu-ilmu, dan
keterampilan-keterampilan dari generasi tua kepada generasi muda. ( Hasan
Langgulung, 1988:390).

Konsep Psikologi tentang perkembangan anak tentunya tidak hanya


didasarkan pada eksitensi lingkungan orang tua datu satnya pemeran pembentukan
pribadi anak. Dalam hal ini, menurut para ahli psikologi kognitif, pendayagunaan
kapasitas rana kognitif manusia sudah mulai berjalan sejak manusia itu mulai
mendayagunakan kapasitan motor dan sensoriknya, hanya cara dan intensitas
pendayagunaan kapasitas rana kognitif tersebut masih belum jelas benar.
(Muhibbin Syah, 1995:65). Jean Peaget seorang pakar psikologi terkemuka

9
menurut penulis dianggap representatif untuk mengklasifikasi urutan
perkembangan kognitif anak ini yakni sebagai berikut :

1. Fase Sensori Motor (umur 0-2 tahun).

2. Fase Intuitif - Pra Operasiona (2-7 tahun).

3. Fase Operasi - Kongkrit ( umur 7-11 tahun).

4. Fase Operasi Formal ( umur 11-16 tahun).

a. Sencory - motor schema

b. Cognitive - schema

c. Object - permanance

d. Assimilation

e. Accomodation

f. Eguilibrium

Dalam kedudukannya pada proses pendidikan, hereditas dapat diartikan


sebagai pewarisan atau pemindahan biologis karakteristik individu dari pihak
orang tuanya. Pewarisan ini terjadi melalui proses genetis. ( Wasty Soemanto,
1987:78).

1. Proses Hereditas.

Hereditas pada seorang anak adalah berupa warisan "specific genes" yang
berasal dari kedua orang tuanya "Genes" ini terhimpun di dalam kromoson-
kromoson atau "colored bodies". Kromoson- kromoson, baik dari pihak ayah
ataupun dari pihak ibu ber- interaksi membentuk pasangan pasangan. Dua anggota
dari masing masing pasangan memiliki bentuk dan fungsi yang sama. Untuk
catatan dalam hal ini bahwa dalam pendekatan biologis terdapat satu aturan sistem
yang memberikan pedoman bagi psikologi pendidikan dimana anak dalam
kelahiran dan pertumbuhan telah diawali dari adanya garis keturunan yang tidak
terpisah dengan orang tuanya. Untuk itu nativisme yang menjadi aliran dalam hal
ini sangat penting sebagai bagian kajian yang harus ditelusuri lebih jauh.

10
2. Prinsip-prinsip Hereditas.

Prinsip dalam hal ini adalah aturan yang memang menjadi hukum atau bagian
teori yang menjadi pedoman bagi ilmuan atau pengguna untuk menjadikan
hereditas sebagai landasan pendidikan. Dari beberapa penelitian tentang prinsp
hereditas menurut catatn ( Tadjab, 1994:29) bahwa dikemukakan beberapa hal
yang utama yakni :

1. Prinsip reprosuksi

2. Prinsip konformitas

3. Prinsip variasi

4. Prinsip regresi filial

Beberapa faktor utama dari kegiatan pembelajaran adalah pendidik dan


peserta didik. Peserta didik yang menjadi subyek dan obyek dari kegatan
pembelajaran, dimana pada dirinyalah awal kegiatan dilakukan, pada keadaan
dirinyalah kondisi dianalisis, dan pada dirinyalah perumusan tujuan diharapkan.
Maka tinjauan terhadap peserta didik harus dilakukan secara lengkap,
komprehensif dan lain sebagainya. Sebagaimana disebutkan dalam Undang
Undang No.2 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa Peserta
didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri
melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis
pendidikan tertentu.

Dalam hal merancang pembelajaran, maka anak secara psikologis harus


benar benar diperhatikan sesuai dengan keadaan dan kondisi obyektifnya. Anak
adalah anak, orang dewasa adalah adalah orang dewasa jadi tidak benar bila anak
adalah orang dewasa yang berukuran kecil. Untuk itu anak dengan segala
dunianya menjadi faktor penting bagaimana kita harus memberlakukan anak
dalam hal kegiatan belajar. (Mardianto, 2008:8). Sementara dalam pengembangan
strategi pembelajaran latar belakang anak yang tumbuh dan berkembang untuk
mendapatkan jati dirinya, maka strategi harus mengakomodir apakah itu dengan
strategi pembelajaran individual, pembelajaran berkelompok atau juga
pembelajaran dengan kelas besar. Sampai pada kegiatan evaluasi pembelajaran.

11
C. BAB III

Belajar adalah syarat mutlak untuk menjadi pandai dalam semua hal, baik
dalam hal ilmu pengetahuan maupun dalam hal bidang keterampilan atau
kecakapan. Berikut beberapa defenisi belajar menurut para ahli : Belajar adalah
suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu
sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. (Slameto, 1988:2).

Pengertian belajar menurut James Owhittaker sebagaimana dikutip Abu


Ahmadi yang artinya “belajar adalah proses dimana tingkah laku (dalam arti luas
ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan)”. (Abu Ahmadi dkk,
1991:119). Belajar juga diartikan sebagai usaha untuk membentuk hubungan
antara perangsang atau reaksi. (Mustaqin, 1991:60).

Keadaan-keadaan yang mengiringi kegiatan tersebut jelas mempunyai andil


bagi proses dan tujuan yang dicapai, maka hal itu disebut dengan faktor-faktor
yang mempengaruhi belajar. Berhasil tidaknya seseorang dalam belajar
bertanggung jawab pada banyak faktor, antara lain: kondisi kesehatan, keadaan
intelegensi dan bakat, keadaan, minat dan motivasi, cara belajar siswa, keadaan
keluarga dan sebagainya.(Anwar Bey, 1994:85).

Yang termasuk kedalam faktor individual antara lain; faktor


kematangan/pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi.
Sedangkan yang termasuk faktor sosial antara lain faktor keluaga/keadaan rumah
tangga, guru dan cara mengajarnya, alat alat yang dipergunakan dalam belajar
mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia, dan motivasi sosial. (M.
Ngalim Purwanto, 1987:106). Empat faktor utama yang dijadikan uraian ini
adalah sebagai berikut:

1. Faktor non sosial.

Faktor ini dapat dikatakan juga tidak terbilang banyak jumlahnya seperti
keadaan udara, suhu udara, cuaca, waktu pagi, atau siang, malam, letak tempat,
alat-alat yang dipakai untuk belajar dengan kata lain alat alat pelajaran.

12
2. Faktor sosial.

Faktor ini adalah faktor manusia baik manusianya itu ada (hadir) ataupun
tidak hadir. Faktor sosial yang telah dikemukakan tersebut umumnya bersifat
mengganggu situasi proses belajar dan prestasi belajar, sebab mengganggu
konsentrasi, hal ini perlu diatur agar belajar berlangsung dengan sebaik baiknya.

3. Faktor fisiologis.

Faktor ini harus ditinjau, sebab bisa terjadi yang melatar belakangi aktivitas
belajar, keadaan tonus jasmani, karena jasmani yang segar dan kurang segar,
lelah, tidak lelah akan mempengaruhi situasi belajar.

4. Faktor Psikologi.

Mempunyai andil besar terhadap proses berlangsungnya belajar seseoorang,


baik potensi, keadaan maupun kemampuan yang digambarkan secara psikologi
pada seorang anak selalu menjadi pertimbangan untuk menentukan hasil
belajarnya.

Teori belajar secara ideal mencakup secara luas mengenai kenapa perubahan
belajar terjadi namun tidak lengkap dalam hal implikasi praktisnya bagi pendidik.
( Nana Sudjana, 1991:6). Dekan memperhatikan aktivitas yang berlangsung dalam
belajar serta tahapan perkembangan anak, Gagne mengelompokkan belajar atas 8
tipe :

1. Signal Learning ( Belajar isyarat tanda ).

2. Stimulus Response Learning.

3. Chaening ( Mempertautkan ).

4. Verbal Associateori ( Chaeing Verbal ).

5. Discomination Learning ( Belajar membedakan ).

6. Consept Learning ( Belajar Konsep ).

7. Rule Learning ( Belajar membuat generalisasi atau hukum dan disebut juga
menghubungkan beberapa konsep ).

8. Problem Solving ( Pemecahan Masalah ).

13
Merencanakan masa depan intinya adalah pendidikan, dalam pendidikan
intinya adalah pembelajaran, dalam pembelajaran yang dibahas adalah kegiatan
belajar. Sampai disini benar kata Ivor K. Davies bahwa hakikat pendidikan adalah
belajarnya murid dan bukan mengajarnya guru. ( Ivor K. Davies, 1991:31).
Bagaimana sebenarnya belajar, hal ini pernah diuraikan oleh Kimble (1961)
sebagaimana dikutip oleh Hergenhahn sebagai berikut : (1) belajar adalah
perubahan perilaku yang dapat diukur, (2) perubahan itu relatif permanen, (3)
perubahan tidak mesti langsung terjadi tetapi dapat dengan lambat laun, (4)
perubahan terjadi akibat dari pengalaman atau pelatihan, dan (5) pengalaman dan
praktek harus diperkuat. ( B. R. Hergenhahn, 2008:2).

Tiga kata kunci dalam pembelajaran begitu penting, yakni; proses interaksi,
sumber dan lingkungan, serta pengetahuan dan keterampilan baru. Merancang
pembelajaran memerlukan input sumber dan lingkungan, atau berfikir sebaliknya,
sumber dan lingkungan yang ada harus secara tepat dimanfaatkan untuk kegiatan
belajar sesuai dengan tujuan pembelajaran. Pola pola interaksi antara siswa
dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan sumber dan lingkungan harus
didasarkan pada pendekatan psikologis.

D. BAB IV

Secara garis besar teori belajar dapat dikelompokkan menjadu dua bagian.
Pembagian ini didasarkan atas pandangan belajar dalam mengenal manusia yakni:

1. pandangan yang menyatakan bahwa manusia adalah organisme yang pasif,


yang dikuasai oleh stimulus yang terdapat dalam lingkungan.

Menurut pandangan ini manusia dapat dimanipulasi, tingkah lakunya dapat


dikontrol. Caranya adalah dengan mengontrol stimulus-stimulus yang ada dalam
lingkungannya. Hukum-hukum yang berlaku bagi alam pada umumnya berlaku
bagi manusia. Teori teori yang termasuk Behacioristik adalah :

1. Konneksionsime ( Thorndike).

2. Classical Conditioning (Ivan Pavlov).

3. Systematic Behavior Theory (Hull).

4. Descriptive Behaviorisme (Operant Conditioning) (BF. Skinner).

14
Pandangan kedua menganggap manusia adalah bebas untuk membuat semua
kegiatan.

1. Teori kognitif.

Teori yang termasuk dalam kelompok teori kognitif adalah : (1) Teori Gestalt
(Kohler), (2) Teori Medan (Kurt Lewin), (3) Teori Organistik (Whuler), (4) Teori
Sign Gestalt, (5) Teori Humanistik (A. Maslow). Dari hasil percobaan Thorndike,
maka kita mengenal 3 hukum pokok yaitu : (1) Hukum Kesiapan (Law of
readiness), (2) Hukum Latihan (Law of exercise), (3) Hukum Akibat (Law of
effect). Selain tiga hukum pokok di atas Thorndike mengemukakan adanya 5
hukum tambahan yaitu: (1) Law of multiple respnse, (2) Law of attitude, (3) Law
of partial activity, (4) Law of response by analogy, (5) Law of associative.

2. Teori Konditioning.

Pelopor teori ini adalah Ivan P. Pavlov (Rusia) seorang ahli psikologi.
Menurut kondisioning belajar adalah pembentukan kebiasaan dengan
mengasosiasikan stimulus dengan stimulus yang lebih kuat pada waktu yang
bersamaan.

Tiga teori belajar.

1. Teori Operan Conditioning.

BF. Skinner memandang bahwa: belajar adalah perubahan dalam perilaku


yang dapat diamati dalam kondisi yang dikontrol secara baik. Ada tiga syarat
terjadinya interaksi antara organisme dan lingkungannya adalah: (1) saat respon
terjadi, (2) respon itu sendiri, (3) konsekuensi penguatan respon. (Sudjana,
1991:86). Reward menjadi penting dalam kegiatan belajar agar terulang kegiatan
yang sama. Istilah reward ini, Skinner lebih memilih istilah reinforcement
daripada reward karena reward diinterprestasikan sebagai tingkah laku subjektif
yang dihubungkan dengan kesenangan, sedangkan reinforcement adalah istilah
yang netral. (Djiwandono, 2002:131). Dalam merancang pembelajaran maka
komponen utama yang harus diperhatikan untuk mengembangkan konsep operant
conditioning adalah sebagai berikut :

1. Memilih stimulus

15
2. Memberikan penguatan

3. Waktu pemberian penguatan

4. Prosedur pembentukan tingkah laku

2. Conditioning of Learning Robert M. Gagne.

Kegiatan belajar adalah merupakan interaksi antara individu dengan


lingkungan, maka individu akan memiliki kontak dengan lingkungan secara
sempurna apabila lingkungan dijadikan rangsangan dan ini yang disebut dengan
stimulus. Gagne menetapkan bahwa asas belajar pada seseorang adalah kupasan
terhadap berbagai performance sampai pada keterampilan yang kompleks. Untuk
itu dalam asumsinya batasan belajar merupakan faktor yang luas yang dibentuk
oleh pertumbuhan perkembangan tinhkah laku itu merupakan hasil dari efek
komulatif dari belajar. (Gredler, 1994:183). Rober M.Gagne mencoba
mengembangkan satu pemikiran dimana masing masing type belajar berbeda satu
dengan yang lainnya. Ada 8 type yakni :

1. Belajar isyarat

2. Belajar stimulus-respon

3. Rantai atau rangkaian

4. Asosiasi verbal

5. Belajar diskriminasi

6. Belajar konsep

7. Belajar aturan

8. Memecahkan masalah ( Nasution, 1988:136).

Lima domain hasil belajar yang pernah dirumuskannya adalah :

1. Keterampilan motorik

2. Informasi verbal

3. Kemampuan intelektual

4. Strategi kognitif

16
5. Sikap bidang ini tidak dipelajari dengan praktek, satu cara yang paling efektif
untuk merubah sikap adalah dilakukan oleh orang tersebut dan
mempraktekkannya kepada orang lain.

3. Teori Atribusi Bernard Weiner.

Pengertian dasar dari atribusi berasal dari kata “Attribute” yang artinya (sifat,
cii, tanda) yakni sifat karakteristik yang fundamental atau pokok dari sesuatu atau
seseorang. (Chaplin, 1989:44). Teori atribusi untuk mengembangkan penjelasan
dari cara kita menilai orang secara berlainan. Bergantung pada makna apa yang
kita hubungkan sesuatu perilaku tertentu. Tetapi penentuan tersebut sebagian
besar bergantung pada tiga faktor (1) kekhususan ketersendirian, (2) konsensus,
(3) Konsistensi. (Robin, 1996:127). Artinya adalah seseorang akan melakukan
sesuatu pertama didasarkan atas keadaan secara spesifik yang ada pada dirinya
sendiri tanpa campur tangan pihak lain.

Disisi lain seseorang mempunyai perilaku dipengaruhi oleh faktor internal


dan eksternal. Perilaku yang disebabkan oleh faktor internal adalah perilaku yang
diyakini berada di bawah kendali pribad dari individu itu. Perilaku yang
disebabkan oleh faktor eksternal dilihat sebagai hasil dari sebab luar yaitu orang
itu dilihat sebagai terpaksa berperilaku itu oleh situasi. ( Robin, 1996:127). Teori
atribusi mencoba untuk mengerti mengapa seseorang itu memberi alasan sebagai
keputusan pribadi tentang keberhasilan dan kegagalan yang ia peroleh. Menurut
tokohnya Weiner bahwa sukses dan gagal itu ada tiga ciri yakni : (1) disebabkan
dari faktor internal dan eksternal, (2) stabil atau tidak stabil, (3) diterima sebagai
kontrol atau tidak. ( Djiwandono, 2002:334). Dalam teori atribusi ini ada 4
penjelasan untuk sukses dan gagal dalam mencapai prestasi yaitu : (1)
kemampuan, (2) usaha, (3) tugas yang sulit, (4) keberuntungan atau nasib.

Teori belajar secara ideal mencakup secara luas mengenai kenapa perubahan
perubahan belajar terjadi namun tidak lengkap dalam hal implikasi praktisnya
bagi pendidik. Sedangkan teori pengajaran idealnya mencakup secara luas
mengenai prinsip-prinsip praktis namun tidak lengkap mengenai bagaimana
prosedur perubahan itu terjadi. ( Sudjana, 1991: 6).

17
E. BAB V

Setiap individu adalah hasil dari dua keturunan atau dua faktor utama yakni,;
hereditas dan lingkungan. Kedua faktor inilah yang sangat berarti mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan anak. Agar individu dapat dipelajari secara utuh,
hal ini harus dilihat dari banyak factor utama yakni:

1. hereditas bekerja dengan melalui sel-sel

2. setiap jenis menghasilkan jenisnya sendiri

3. sel benih (germ-cell) mengandung banyak diterminat yang erkomunikasi


dengan cara-cara yang beraneka warna untuk menghasilkan perbedaan-
perbedaan individual

Pada konsep lainnya diketahui bahwa pendidikan dan pengajaran adalah


upaya membina perilaku anak dengan cara interaksi antara individu dengan
lingkungannya. Beberapa faktor yang turut mempengaruhi interaksi ini adalah
sebagai berikut :

1. Kesiapan

2. Motivasi

3. Tujuan yang ingin dicapai.

Berikut dijabarkan bagian utama tingkah laku penting yang harus diketahui
untuk kepentingan proses belajar mengajar sebagai berikut :

1. Motivasi

2. Perhatian

3. Ingatan

4. Fantasi

5. Berfikir

6. Perasaan

7. Bakat

18
Ada tiga rana sebagai pembahasan utata, namun harus didasari ketga itu
tetapi memiliki keterkaitan dan kesatuan yang utuh sebagai pengklasifikasian
tujuan intruksional.

1. Rana Kognitif.

Bertujuan pada orientasi kemampuan “Berfikir” mencakup kemampuan


intelektual yang lebih sederhana, yaitu “mengingat” sampai pada satu kemampuan
untuk memecahkan masalah. Dalam pemetaan kognitif, pembagian ranah penting
untuk kepentingan pengukuran intruksional. Artinya seorang perancang
pengajaran akan memanfaatkan kata kerja operasional sebagai acuan
mengevaluasi proses pembelajaran.

2. Rana Afektif.

Taksonomi ini lebih dikenal pada rana yang berorientasi pada rasa atau
kesadaran. Adapaun ciri dari organisasi rana afektif ini adalah lebih
mengorientasikan pada nilai-nilai, norma untuk diinternalisaikan dalam sistem
kerja pribadi seseorang.

3. Rana Psikomotor.

Yang termasuk dalam rana psikomotor ini adalah kemampuan yang


menyangkut kegiatan otot dan kegiatan fisik. Jadi tekanan kemampuan yang
menyangkut penggunaan anggota tubuh dan gerak.

Inteligensi terkait erat dengan tingkat kemampuan seseorang menyesuaikan


diri dengan lingkungannya, baik itu kemampuan secara fisik maupun non fisik.
Menurut William Stern inteligensi adalah kesanggupan untuk menyesuaikan diri
kepada kebutuhan baru dengan menggunakan alat berfikir yang sesuai dengan
tujuan. ( Agus Sujanto, 1986:66 ). Banyaknya lahir konsep tentang inteligensi ini
digolongkan menjadi lima golongan yakni:

1. Konsepsi yang bersifat spekulatif

2. Konsepsi yang bersifat pragmatis

3. Konsepsi yang didasarkan atas analisis faktor yang disebut konsepsi faktor

4. Konsepsi bersifat operasional

19
5. Konspsi yang didasarkan atas analisis fungsional yang disebut sebagai konsepsi
fungsional. (Sumadi Suyabrata, 1989:128).

Dalam hal ini yang dimaksud dengan tingkah laku inteligensi adalah
pernyataan dan aktivitas manusia yang dengannya dapat diketahui, diukur dan
ditentukan apa dan bagaimana keadaan inteligensi. Salah satu penegasan tentang
inteligensi ada yang menyebutkan bahwa; inteligensi sebagai kemauan yang
dibawa sejak lahir, yang memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara
tertentu. (Ahmad Mudzakir, 1997:133). Sampai disini jrlas bahwa inteligensi pada
konsepnya adalah abstrak, namun dapat dilihat dan dipahami ketika tingkah laku
manusia menunjukkan adanya usaha atau aktivitas.

Sejak awal disadari bahwa tes untuk mengukur kemampuan inteligensi


seseorang adalah tidak ada yang sempurna sama sekali. Dalam hal ini diketahui
bahwa abilitas mental yang sangat kompleks menjadikan pengukuran hanya
sebatas disusun, dibentuk dan dilengkapi. Beberapa model tes yang pernah
dikembangkan:

1. Tes Wechsler.

a. WAIS yang diperuntukkan pada anak usia 16-17 tahun hingga dewasa.

b. WISC yang diperuntukkan bagi anak usia 6 tahun 0 bulan hingga 16 tahun 11
bulan

c. WPPSI yang diperuntukkan bagi anak usia 4 tahun hingga 6 tahun 6 bulan.

2. Tes Progressive Matrices.

Dibuat pada tahun 1938 yang merupakan alat tes nonverbal dan hanya
berupa stimulus gambar saja. Ada 3 jenis tes Progressive Matrices yakni; (1)
CPM (Coloured Progressive Matrices), (2) SPM (Standard Progressive
Matrices), (3) APM (Advance Progressive Matrices). (Sattler,1988:309). 3.
Tes Army Alpha dan Beta. Digunakan untuk mentes calon tentara di Amerika
Serikat. Tes ini awalnya diciptakan untuk memenuhi keperluan yang mendesak
dengan menseleksi calon tentara waktu perang dunia II.

4. Tes Binet-Simon.

20
Intelligence adalah satu kecerdasan yang dimiliki manusia untuk merespon,
mrngadaptasi apa yang ada disekelilingnya dengan cara menggunakan berfikir,
merasa dan bertindak. Multiple intelligence sebagai satu gagasan bahwa
kecerdasan yang dimiliki manusia adalah beragam, dan masing masing individu
memiliki keunikan tidak sama satu dengan lainnya.

Kemampuan dapat berupa kemampuan kognitif yakni mengasah pengetahun,


kemampuan afektif mengasah kepekaan perasaan, dan kemampuan psikomotorik
yakni keterampilan melakukan sesuatu. Dengan tiga kemampuan ini menurut
Binyamin S. Bloom (1956) seorang peserta didik diharapkan dapat disiapkan
menjadi individu yang siap memasuki dunia di luar sekolah.

Dalam hal mengakomodir berbagai kemampuan pada seorang peserta didik,


kemampuan ganda atau multiple intellugence adalah satu bagian penting yang
harus diperkenalkan. Artinya peseta didik sejak dini sudah harus diberi wawasan,
kegiatan, orientasi yang merupakan bentuk lingkungan agar mereka dapat
mengembangkan diri sesuai dengan nilai yang ada di luar sekolah.

F. BAB VI

Yang paling rasional adalah dengan belajar manusia akan mendapat hasil,
bila belajar didayagunakan atau diprogram secara tepat dan benar, maka akan
memperoleh hasil seperti yang diinginkan. Dari sini lahir apa yang disebut dengan
pengukuran kepintaran atau yang disebut dengan intelligence quotient, begitulah
dan terus berkembang sampai beberapa dekade.

Goelman mengemukakan, bahwa kehidupan mental manusia dibentuk dari


dua pikiran yaitu pikiran rasional dan pikiran emosional yang bekerja dalam
kesadaran yang erat, dan saling melengkapi. (Goleman, 2001:11-12).

Pandangan terhadap kegandaan (multiple) kecerdasan dipelopori oleh


Gardner. Berbagai teori tentang pengukuran inteligensi selama ini banyak
memiliki kelemahan disatu sisi, sementara anatomi manusia dipakai semakin
kompleks. Dibutuhkan berbagai pendekatan untuk melihat dasar kemampuan,
bakat dan kemauan serta stabilitas seseorang, untuk itulah Gadner mencoba
memberikan tawaran bagaimana pengukuran kemampuan manusia secara lebih
lengkap.
21
Memperkenalkan kecerdasan jamak dalam kegiatan pembelajaran dapat
dilakukan dalam tiga bentuk utama yakni; orientasi kurikulum, metodologi
pengembangan pembelajaran, dan evaluasi hasil pembelajaran.

1. Orientasi kurikulum.

Kompotensi merupakan pengetahuan, keterampilan dan nilai dasar yang


direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Kebiasaan berfikir dan
bertindak secara konsisten dan terus menerus memungkinkan seseorang menjadi
kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai dasar untuk
melakukan sesuatu.

2. Pengembangan Metodologi Pembelajaran.

Ada beberapa pengembangan metodologi pengembangan antara lain; (1)


Metode bercerita, (2) Problem solving, (3) Reflective thinking/critical thinking,
(4) Group dynamic, (5) Community bulding, (6) Responsibility building, (7)
Picnic, (8) Camping study, (9) Kerja individu dan kelompok, (10) Membedakan
antara aktif fisik dan aktif mental, (11) pertanyaan efektif, (12) Membandingkan
dan mensintesiskan informasi, (13) Mengamati (mengawasi) aktif, (14) Peta
akibat, (15) Keuntungan dan kerugian, (16) Permainan peranan/konferensi meja
bundar

3. Pengembangan Evaluasi Hasil Pembelajaran.

(1) dikembangkan dengan prinsip untuk memberikan informasi kemajuan


belajar siswa dalam berbagai bidang inteligensi, (2) evaluasi harus dikembangkan
dengan berbagai macam yang dapat mengakomodir kecerdasan yang sangat
kompleks, baik itu kecerdasan dalam lingusiti, logical mathematical, interpersonal
dan lain sebagainya, (3) proses penilaian benar benar berbasis kelas dan berangkat
dari potensi apa yang dimiliki anak, kemudian kecerdasan apa yang tepat untuk
dikembangkan pada dirinya.

G. BAB VII

Bahasa lahir dari perlunya interaksi dan komunikasi baik antara individu
dengan individu lain, antar individu dengan kelompok, antar individu dengan
bukan manusia dan lain sebagainya. Seperti dijelaskan bahwa: bahasa adalah alat

22
komunikasi antar anggota masyarakat, berupa lambang bunyi suara, yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia. (Kerap, 1984:16). fungsi bahasa disamping
sebagai alat komunikasi juga bahasa untuk menyatakan ekspresi diri, sarana untuk
beradaptasi dan berintegrasi dalam masyarakat, dan sarana untuk mengontrol
masyarakat itu sendiri. (Santuri dkk, tt:3). Jadi bahasa sebagai sistem komunikasi
memiliki makna yang lebih luas dari sekedar berbicara. Setiap bahasa merupakan
komponen aset yang berharga. Aset ini perlu dibudayakan komunitas atau bangsa
yang hanya berbicara dalam satu bahasa, dari generasi ke generasi. (Najafi,
2006:151).

Bahasa lahir dari perlunya interaksi dan komunikasi baik antara individu
dengan individu lain, antar individu dengan kelompok, antar individu dengaan
bukan manusia dan lain sebagianya.

Perkembangan kecakapan berbahasa beriringan dengan pertumbuhan usia


seseorang, hal ini bila keadaan pada seorang anak berjalan normal tanpa
hambatan atau gangguan. Seorang anak tidak saja mengikuti pertumbuhan secara
alami dari keadaan fisiknya, akan tetapi ia juga harus belajar untuk
mengembangkan kemampuan berbahasanya. Nyatanya adalah; perkembangan
bahasa verbal atau bahasa yang diucapkan tidak hanya memerlukan belajar kata-
kata, tetapi juga belajar tata bahasa dan aturan dalam membuat kalimat. (
Djiwandomo, 2002:77).

Tugas-tugas perkembangan bahasa secara umum bila dipelajari akan dapat


dipilah-pilah dalam beberapa bagian yakni:

1. Perkembangan kecakapan bahasa lisan

2. Perkembangan kecakapan mengeja

3. Perkembangan kecakapan membaca

4. Perkembangan penguasaan kosakata

5. Perkembangan kecakapan bahasa tulis

Kemampuan kita menguasai berbagai bahasa selain bahasa ibu dengan baik
dan benar adalah satu anugrah dari Tuhan, disamping didukung oleh bakat dan
keinginan yang kuat. Artinya mampu berbahasa asing tidak semua orang dapat

23
memilikinya, tetapi bagi mereka yang menginginkan akan lebih mudah
mendapatkan kemampuan tersebut.

Dalam hal ini; kesulitan yang dihadapi dalam mempelajari bahasa asing
adalah jika bahasa diharapkan menjadi subjek alat yang efektif, pelajar harus
dapat berfikir dalam bahasa itu sebagai gambaran ekspresi dirinya jika seorang
individu mulai pelajaran bahasa asingnya setelah ia memperkembangkan
kebiasaan berfikir yang sukar dalam bahasa daerah, sering sulit baginya untuk
berfikir dalam bahasa asing, terutama apabila ia hanya mempergunakan waktu
tidak lebih dari dua tahun dalam studinya. ( Crow & Crow, 1987:114).

Betapa tidak karena bagaimanapun rumah dalam keluarga adalah tempat


pertama dan utama bagi anak untuk belajar. Dalam hal ini pernah ditegaskan
bahwa; rumah adalah lingkungan pertama anak di didik dengan pengetahuan
dasar. Dengan kepedulian orangtua, buah hati bisa mempraktikkan langsung
bahasa asing di rumah. ( Bernadette Lilia Nova, Sindo, Minggu.13 Juli 2008
hal.35). Faktor lain yang menjadikan keberhasilan dalam mempelajari bahasa
adalah budaya atau kebiasaan yang dilakukan oleh lingkungan.

Setelah lingkungan yang tidak baik, ternyata kesulitan belajar berbahasa juga
ada pada faktor diri anak. Maka banyak hal yang harus diperhatikan menurut
Lovitt (1989) sebagaimana dikutip Muliyono bahwa kesulitan belajar bahasa
disebabkan lima faktor yakni; (1) kekurangan kognitif, (2) kekurangan dalam
memori, (3) kekurangan kemampuan melakukan evaluasi, (d) kekurangan
kemampuan memproduksi bahasa dan, (5) kekurangan dalaam bidang pragmatik
atau penggunaan fungsional bahasa. (Abdurrahman, 1994:162).

Sebelum mempelajari bahasa asing sebagai sebuah proses pembelajaran,


maka perlu diperhatikan faktor faktor yang turut serta. Dalam melaksanakan
pendidikan dan pembelajaran bahasa maka banyak faktor yang harus diperhatikan
antara lain:

1. Hukum hukum psikologi pada umumnya

2. Psikologi anak anak yang dihadapinya

3. Tipoligi anak anak

24
4. Ciri ciri khas kelompok anak anak tertentu

5. Psikologi anak anak secara perseorangan, dan sebagainya. ( Faisal, 1995:369 ).

Perlu diingat, bahawa pembelajaran bahasa asing, telah banyak strategi dan
metode yang dikembangkan para ahli, apakah itu hasil penelitian, dari teori
tentang belajar dan lain sebagainya. Namun demikian yang harus juga
diperhatikan adalah; kemampuan guru dalam merancang pembelajaran, mengelola
kegiatan pembelajaran, menjadikan media sebagai pendukung pembelajaran,
sampai pada evaluasi untuk keterampilan berbahasa, adalah hal yang sangat utama
dalam pembelajaran. Kemahiran berbahasa harus dimiliki oleh anak anak dan
pelajar untuk menimba ilmu pengetahuan. Penguasaan bahasa membantu dalam
pemprosesan informasi yang diterima dan seterusnya disimpan dalam memori
untuk diaplikasikan dalam kehidupan seharian oleh pelajar. (Nachiappan dkk,
2008:119). Jadi yang paling penting dari kemahiran berbahasa adalah pemakaian
bahasa secara baik untuk kepentingan tiap individu dalam masyarakat, untuk
kebaikan umat manusia sendiri. (Kerap, 1984:10).

H. BAB VIII

Sekarang sudah sangat jelas bahwa kemanusiaan berada dalam keadaan yang
sangat sekarat dalam peralihan ke masyarakat global. (Karan Sing,1996:12).
Justru lahir dari satu kelebihan manusia yakni ia dapat berkreasi dan lahirlah
kreatifitas.

Jelas bahwa kedudukan kreatifitas tidak dapat dipandang hanya sebagai satu
kebetulan atau satu kemampuan biasa, akan tetapi memiliki dimensi yang unik
tetapi handal dalam pengembangan sumber daya mansuia. Rancang bangun
kreatifitas diawali dengan berfikir yang baik tepat, dan benar, dan puncak
keberhasilannya adalah peradaban.

Walau harus disadari bahwa kreatifitas hanya sedikit signifikasinya terhadap


peradaban manusia bahkan nyaris tidak tampak. Tahukah kita bahwa belajar
adalah tempat dimana ada yang mengalir, dinamis, penuh resiko, dan
menggairahkan. Belum ada “aku tahu” disana. Kesalahan, kreatifitas, potensi, dan
ketakjuban mengisi tempat tersebut. (Booby DePorter, 2001:29).

25
Berfikir adalah aktualisasi dari cara kerja otak, dalam hal ini pengetahuan
tentang anatomi otak sangat diperlukan maka lahirlah fisiologi. Kreatifitas adalah
produk dari tata cara berfikir yang baik dan benar, maka lahirlah filsafat sebagai
satu disiplin ilmu tentang tata cara berfikir. Kemudian sebagai satu gejala
kejiwaan baik berfikir maupun kreatifitas maka lahirlah psikologi yang mencoba
menjelaskan bagaimana fenomena jiwa dalam empat hal yakni; gejala mengenal
(kognisi), gejala merasa (emosi), gejala kehendak (konasi), gejala campuran
(kombinasi). (Atkinson,1981:26).

Berfikir kreatif harus memenuhi tiga syarat. (1) kreatifitas memperlihatkan


respon atau gagasan yang baru, atau yang secara statistik sangat jarang terjadi. (2)
kreatifitas ialah dapat memecahkan persoalan secara realistis. (3) kreatifitas
merupakan usaha untuk mempertahankan insight yang orisinal, menilai dan
mengembangkannya sebaik mungkin. (Mac. Kinnon, 19620.

Sementara itu menurut Coleman berfikir kreatif adalah “thinking which


produces new methods, new concept, new understandings, new inventions, new
work of art”. Guilford membedakan berfikir kreatif dengan tidak kreatif atas dasar
perbedaan berpikir konvergen dan devergen. Berfikir konvergen adalah berfikir
yang bersifat linier, konstanta sebagai contoh bila diberi pertanyaan maka
jawabannya satu, tepat dan benar. Berfikir divergen adalah berfikir yang bersifat
acak, kombinasi sebagai contoh bila diberi pertanyaan maka jawabannya dapat
banyak dan memberikan pilahan pilihan. Kreatifitas berada pada bentuk berpikir
divergen. Sampai sini jelaslah bahwa berfikir kreatif sebagai satu gejala
psikologis bergerak dari anatomi otak kiri kemudian melakukan silang dengan
otak kanan. Para psikolog menyebutkan lima tahap berpikir kreatif yakni :

1. Orientasi

2. Preparasi

3. Inkubasi

4. Iluminasi

5. Verifikasi

26
Faktor faktor yang mempengaruhi berpikir kreatif menurut Coleman dan Hammen
(1974) adalah :

1. Kemampuan kognitif

2. Sikap yang terbuka

3. Sikap yang bebas

Benarlah bahwa; kreativitas yang dimiliki manusia lahir bersamaan dengan


lahirnya manusia itu. Sejak lahir, manusia memperlihatkan kecenderungan
mengaktualkan dirinya yang mencakup kemampuan kreatif. (Conny dkk,
1991:60). Secara konsepsional dapat ditegaskan bahwa kreatifitas dapat dibentuk
lewat pengembangan filsafat ilmu yang memberikan tata cara berfikir radikal,
universal dan sistematis.

Bentuk dari kegiatan pendidikan sederhananya terdapat dalam tigal hal yakni;
pembelajaran, pelatihan, dan pembimbingan dimana ketiganya mempunyai titik
tekan berbeda, namun pada intinya adalah memanusiakan manusia sesuai dengan
kodrat dan kemampuan yang ia miliki. Berpikir kreatif tentu mempunyai
epistimologi yang kompleks tetapi mapan, intinya adalah upaya menemukan
dimensi kreatifitas dalam sistem pendidikan di Indonesia. Pengetahuan tentang
pengenalan diri (psikologi) diperlukan guna memberi bekal bagaimana kegiatan
pendidikan yang harus dilaksanakan. Salah satu dimensi dari potensi manusia
adalah kreatifitas, maka bagaimana kreatifitas dijadikan power point dalam
kegiatan pendidikan di negeri ini. Salah satu yang membantu berpikir kreatif
adalah psikologi dan filsafat. Psikologi dan filsafat ilmu menurut Beerling (1970)
merupakan suatu bentuk pemikiran secara mendalam yang bersifat lanjutan
dengan dua fungsi utama yakni: (1) dapat mengarahkan metode penyelidikan
ilmiah kejuruan kepada penyelenggaraan kegiatan ilmiah, (2) dapat menerapkan
penyelidikan kefilsafatan terhadap kegiatan ilmiah. Dalam memahami peran
psikologi dan filsafat ilmu ini untuk pengembangan kreatifitas pada pendidikan
yang ada, maka dapat ditata pada tiga pembahasan utama yakni; identifikasi,
analisis, dan konkulisi / solusi.

Dalam satu kesimpulan yang dirumuskan oleh UNESCO tentang pendidikan


bagi masa depan bangsa di muka bumi bahwa terdapat empat pilar utama yang
27
harus ditegakkan bila suatu bangsa ingin tetap eksis memasuki abad 21. Adapun
empat sendi (pilar) pendidikan yakni : (1) Belajar mengetahui, (2) Belajar berbuat,
(3) Belajar hidup bersama, (4) Belajar menjadi seseorang.

Filsafat ilmu sebagai satu disiplin pengetahuan yang mencoba menelaah satu
objek, dari sisi ontologi, epistimologi, dan aksiologi. (Jujun.1984). Dengan tiga
rana tersebut pengetahuan yang satu dapat dibedakan dengan pengetahuan lain
seperti antara ilmu, agama, seni dan lainnya.

Dalam taksonomi pembelajaran kreatifitas adalah terdapat pada ranah


psikomotorik pada tingkatan yang terakhir. Kreatifitas dalam hal ini
diterjemahkan dalam bentuk menciptakan yang baru, berinisiatif dengan kata kerja
operasional terdiri atas; merancang, menyusun, menciptakan, mendesain,
mengkombinasikan, mengatur dan merancanakan. (WS. Winkel, 1987:1600.

I. BAB IX

Satu defenisi tentang motivasi diawali dari pendapat sebagai berikut:


Motivation pertains to why behavior occurs. Tho important features of
motivastion are that it energizes and directs behavior. (Benjamin, 1987:290).
pendapat kedua menyebutkan bahwa; motivasi adalah proses yang memberi
semangat, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya perilaku yang termotivasi adalah
perilaku yang penuh energi, terarah dan bertahan lama. (Santrock, 2007:510). Dan
pendapat ketiga lebih fungsional lagi adalah menegaskan; motif ialah segala
sesuatu yang mendorong seseorang untuk bertindak melakukan sesuatu.
(Purwanto, 1985:69).

Dari tiga defenisi di atas, secara prinsip motivasi terkait dengan dorongan
yang terdapat pada diri seseorang untuk melakukan sesuatu. Tiga kata kunci
dalam motivasi adalah sebagai berikut: (a) dalam motivasi terdapat dorongan yang
menjadikan seseorang mengambil tindakan atau tidak mengambil tindakan, (b)
dalam motivasi terdapat satu pertimbangan apakah harus memprioritaskan
tindakan alternatif, baik itu tindakan A atau tindakan B, dan ( c ) dalam motivasi
terdapat lingkangan yang memberi atau menjadi sumber masukan atau
pertimbangan seseorang untuk melakukan tindakan pertama atau kedua.

28
Motivasi instrinsik adalah motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi
sesuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri). (Santrock, 2007:514). Pada setiap proses,
seseorang harus selalu diberi kondisi yang baik, artinya ia jangan sekali kali
melakukan sesuatu atas dasar tekanan, atau tuntutan yang berlebihan. Suasana
yang nyaman, dengan cara seperti itu motivasi dapat dikelola dikendalikan dan
diarahkan sesuai dengan yang diinginkan oleh pendidik, oleh orang tua, oleh
lingkungan dan sesungguhnya untuk masa depan anak itu sendiri. Harus dicatat,
tidak ada motivasi memberi alternatif yang tepat apabila dibalik, bahwa prestasi
adalah menjadi motivasi belajar bagi anak.

Kedudukan motivasi dalam belajar tidak hanya memberikan arah kegiatan


belajar secara benar, lebih dari itu dengan motivasi seseorang akan mendapat
pertimbangan positif dalam kegiatannya termasuk kegiatan belajar. Hal terakhir
yang paling penting dalam mengembangkan motivasi untuk kegiatan belajar
adalah bahwa; motivasi instrinsik lebih baik daripada motivasi ekstrinsik.

J. BAB X

Rintangan atau hambatan yang dialami siswa tersebut dalam psikologi


pendidikan disebut dengan hambatan atau kesulitan belajar. Kesulitan belajar
dapat diterjemahkan dari fenomena dimana siswa mengalami kesulitan ketika
yang bersangkutan tidak berhasil mencapai taraf kualifikasi hasil belajar tertentu
berdasarkan ukuran kriteria keberhasilan seperti yang dinyatakan dalam tujuan
instruksional atau tingkat perkembangannya. (Abin Syamsuddin M, 1998:107).
Banyaknya variabel dari kesulitan belajar ini selalu diidentikkan dengan faktor
yang menjadi pendukung kegiatan belajar.

Secara garis besar faktor-faktor yang menjadi penyebab timbulnya kesulitan


belajar ada dua macam yakni :

1. Faktor intern siswa, yakni hal hal atau keadaan keadaan yang muncul dari
dalam diri siswa sendiri

2. Faktor ekstern siswa, yakni hal hal atau keadaan keadaan yang datang dan
muncul dari luar siswa. (Muhibbin Syah, 1995:173).

29
Secara umum ada enam tahapan yang akan dilakukan orang untuk mengatasi
kesulitan belajar yang terlanjur dialami siswa yakni :

1. Pengumpulan data

2. Pengolahan data

3. Diagnosis

4. Prognosa

5. Tratmen / Perlakuan

6. Evaluasi. ( Abu Ahmadi, Widodo S, 1991:92).

Beberapa hal yang dapat mempengaruhi kesulitan belajar pada anak, diantaranya:

1. Perkembangan fisik

2. Emosi yang tidak stabil

3. Kemampuan intelektual dibawah rata-rata / mental retardation

Lupa dalam konteks pembelajaran merupakan bagian integral dari proses itu
sendiri artinya terjadinya lupa sangat tergantung dengan kegiatan yang dilakukan
pada saat proses pembelajaran berlangsung. Lupa menurut pengertian dasarnya
adalah lepas dari ingatan; tidak dalam pikiran (ingatan) lagi. (Departemen P dan K
RI, 1990:538). Lupa juga diartikan sebagai; ketidakmampuan mengenal atau
mengingat sesuatu yang pernah dipelajari atau dialami. (Reber Athur S, 1998).

Lupa lebih bermakna psikologis dimana terjadinya pada saat sederhana lupa
dapat diartikan sebagai; keadaan dimana terjadi proses penghapusan informasi
yang mengakibatkan jejak jejak ingatan hilang atau menjadi kabur (info jarang
digunakan lagi). Dalam Al Qur’an terminologi Lupa dimaknai dengan “Nasiya”
atau “Nisyaanan” yang berarti melupakan atau lupa. Tidak lebih dari 12 kali
dalam 8 surat terdapat kata lupa dalam Al Qur’an, itu berarti lebih sedikit
dibanding dengan kata ingat yakni lebih dari 300 ayat.

Tiga bagian penting untuk memaknai lupa yakni; (1) lupa adalah sebuah
proses yang terjadi pada seseorang dimana ia telah melakukan penyimpanan
informasi, (2) lupa dapat terjadi pada saat kapan saja tergantung pada situasi
pemanggilan memori, dan (3) lupa dapat dihindari atau dikurangi dengan cara-
30
cara tertentu. Dalam hal ini dijelaskan bahwa penyebab lupa sedikitnya ada enam
yakni sebagai berikut;

1. Lupa dapat terjadi karena gangguan konflik antara item item informasi atau
materi yang ada dalam sistem memory siswa.

2. Lupa dapat terjadi pada seorang siswa karena adanya tekanan terhadap item
yang telah ada, baik sengaja ataupun tidak.

3. Lupa dapat terjadi pada siswa karena perubahan situasi lingkungan antara
waktu belajar dengan waktu mengingat kembali.

4. Lupa dapat terjadi karena perubahan sikap minat siswa terhadap proses dan
situasi belajar tertentu.

5. Lupa dapat terjadi karena materi pelajaran yang telah dikuasai tidak pernah
digunakan atau dihafalkan siswa.

6. Lupa dapat terjadi karena perubahan urat syaraf otak. (Muhibbin


Syah,1995:158).

Dalam proses pembelajaran sedikitnya ada tujuh fase yang dialami oleh peserta
didik yakni;

1. Fase motivasi

2. Fase Konsentrasi

3. Fase mengolah

4. Fase menyimpan

5. Fase……… menggali 1

……….menggali 2

6. Fase prestasi

7. Fase umpan balik. (WS. Winkel, 1997:209).

Usaha yang dapat dilakukan secara praktis oleh peserta didik dalam mengatasi
lupa adalah;

1. Belajar lebih

31
2. Tambahan waktu belajar

3. Muslihat memori

4. Pengelompokan

5. Latihan terbagi

6. Pengaruh letak bersambung. (Muhibbin Syah, 1995:161).

Jeannette Vos sebuah pesan dalam lokakarya Learning Revolution


internasional, yang mencaku teknik memori berbasis otak (Gordon Dryden,
2001:131). Artinya bahwa belajar dengan cara mencari berbagai hal yang terkait
dengan objek, maka akan memperkaya berbagai informasi. Dan ternyata daya
tampung otak pada usia tertentu akan mendukung pengkayaan tersebut. Lupa
menurut Usman Najati (1985:228) dibedakan dalam tiga jenis:

1. Lupa yang terjadi pada benak mengenai berbagai peristiwa dan informasi yang
telah diperoleh sebelumnya. (Qs. 87:6).

2. Lupa mengandung makna lalai. (Qs. 18:63).

3. Lupa dengan pengertian hilang perhatian terhadap sesuatu hal. (Qs. 9:67).
Terjadinya kesulitan dan kepayahan inilah yang dijadikan alasan maka siswa
memerlukan jalan keluar dan tugas pendidik adalah memberikan bimbingan tes
kepada individu dalam menghadapi persoalan persoalan yang (dapat) timbul
dalam hidupnya. (WS Winkel, 1998:11).

K. BAB XI

Seorang antropolog dan psikolog Clyde Kuckhon fan Henry Muray (1954)
bersatu untuk berpendapat, mereka membuat kategori manusia dalam tiga
kelompok yakni;

1. Seperti semua orang lain

2. Seperti sejumlah orang lain

3. Seperti tak seorang lainpun.

(Calvin S. Hall & Gardner Lindzey,1994:5). Psikologi transpersonal adalah


nama yang diberikan untuk suatu mazhab yang tengah bangkit dalam bidang

32
psikologi oleh suatu kelompok yang tertarik pada kapasitas dan potensi dasar pada
manusia yang tidak mendapatkan tempat sistematik dalam teori behavioristik
(mazhab pertama), teori psikoanalitik klasik (mazhab kedua), atau psikologi
humanistik (mazhab ketiga), psikologi transpersonal yang tenagh timbul ini
(mazhab keempat), secara khusus berbicara mengenai nilai-nilai dasar, kesadaran
yang mempersatukan pengalaman puncak, ektase, pengalaman mistik, perasaan
terpesona, ada, aktualisasi diri, hakikat, kebahagiaan, keajaiban, arti dasar,
transendensi diri, roh ketunggalan, kesadaran kosmik dan konsep, pengalaman
serta aktivitas yang berhubungan. (Calvin S. Hall &Gardner Lindzey,1994:233).

Menurut William James bahwa kebanyakan orang secara fisik, intelektual


maupun secara moral hidup dalam lingkaran potensi mereka yang sangat terbatas
yang disebut manusia normal. (Frank G. Goble, 1993:248). Banyaknya lahir teori
tentang kepribadian bermunculan diabad ke-20 akibat dari semakin ramainya teori
psikologi menangkap penomena perkembangan kebuadayaan manusia. Oleh para
ahli pengkategorian teori kepribadian ditinjau atas dasar komponen yang dipakai
sebagai landasan dalam penyusunan rumusan teoritis adalah sebagai berikut;

1. Teori konstitusional.

2. Teori temperament

3. Teori ketidak sadaran

4. Teori faktor

5. Teori kebudayaan

Memandang manusia sebagai satu keutuhan kepribadian tentu harus disadari


oleh adanya pengetahuan bahwa manusia sebagai individu terdiri dari komponen
fisik, mental dan eksistensi. Artinya komponen fisik yang tampak memberi
kontribusi terhadap perkembangan fisik dan pada gilirannya akan menciptakan
satu kondisi pada individu ditengah tenagh makhluk lainnya. Diketahui bahwa
temperamen dan watak yang tetap dan watak adalah suatu yang dapat berubah
karenanya dapat dipengaruhi, diperbaiki dan dimajukan. (Agus Sujanto,
1985:102).

33
1. Sifat. Merupakan suatu karakteristik yang membedakan satu individu dengan
individu lainnya. Kata “sifat” dalam istilah psikologi, berarti ciri ciri tingkah
laku yang tetap (hampir tetap) pada tiap seseorang.

2. Temperamen. Kata “temperamen” berarti “campuran” dari hasil hasil cairan


yang terdapat di badan manusia karenanya ia termasuk konstitusi psikis
manusia. Menurut para ahli temperamen dapat diartikan sebagai sifat
kehidupan perasaan manusia yang umum dan formal dimana sifat itu timbul
dalam reaksi, gerak tindak dan sebagainya. a. Steming Dasar

b. Sifat normal penghayatan

c. Sifat formal reaksi dan penghayatan

3. Watak. Ialah pribadi jiwa yang menyetakan dirinya dalam segala tindakan dan
pernyataan, dalam hubungannya dengan; bakat, pendidikan, pengelaman dan
alam sekitarnya. Watak juga dapat diartikan sebagai karakter seluruh aku yang
ternyata dalam tindakannya terlibat dalam situasi, jadi memang di bawah
pengaruh dari pihak bakat, temperamen, keadaan tubuh dan lain sebagainya.

1. Watak biologis

2. Watak intelijen

Keluarga adalah persekutuan atau organisasi terkecil yang ada dimuka bumi
ini tetapi mempunyai peran yang terbesar dalam menentukan perkembangan
kepribadian anggotanya. Dalam agama islam keluarga dibangun atas dasar syari’at
dalam hal ini terdapat nilai nilai tujuan pembentukan keluarga yang sangat penting
artinya yakni :

1. Mendirikan syari’at Allah dalam segala permasalahan rumah tangga

2. Mewujudkan ketentraman dan ketenangan psikologis

3. Mewujudkan sunnah Rasulullah dengan melahirkan anak anak saleh sehinga


umat manusia merasa bangga dengan kehadirannya 4. Memenuhi kebutuhan
cinta kasih anak anak

5. Menjaga fitrah anak agar anak tidak melakukan penyimpangan. (Abdurrahman


An Nahlawi,1995:139).

34
Pada bagian berikutnya maka tanggung jawab sebuah keluarga terhadap
pendidikan anak begitu besar dan sangat strategis, artinya dikeluargalah penentuan
anak apakah ia akan dijadikan orang baik atau tidak baik. Dalam hal ini pihak
sekolah harus memperhatikan hal hal berikut :

1. Mengerti anak anak dan orang tua yang bukan berasal dari middle class.

2. Punya kesan baik terhadap sekolah maupun kelompok lain diluar sekolah.

3. Diusahakan mendapatkan kurikulum bagi keduanya. (Koestoer


Partowisastro,1983:90).

Keluarga itu terdiri dari pribadi pribadi, tetapi merupakan bagian bagian dari
jaringan sosial yang lebih besar. Oleh sebab itu kita selalu berada di bawah
pengawasan saudara saudara kita, yang merasakan bebas untuk mengkritik,
menyarankan, memerintah, membujuk, memuji atau mengancam agar kita
melakukan kewajiban yang telah dibebankan kepada kita. (Williem J. Goode,
1985 : 9). Membangun keluarga sebagai pusat pembinaan kepribadian anak dalam
hal ini ditegaskan pada tiga fungsi utama yakni :

1. Keluarga sebagai rumah ibadah

2. Keluarga sebagai rumah sakit

3. Keluarga sebagai rumah sekolah

Salah satu kewajiban orang tua dalam keluarga terhadap anak adalah;
memberikan rasa aman pada anak-anak, membentuk intelektualitas seraya
memenuhi kebutuhan fisik mereka. Dengan demikian akan terjadi perkembangan
kualitas manusia secara berkesinambungan. (Ibnu Hasan Najati, 2006: 43).

35
BAB IV

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN BUKU

A. Kekurangan Buku

1. Cover kurang menarik.

2. Di bagian akhir tidak terdapat glosarium.

3. Banyaknya tanda baca yang salah atau tidak sesuai dengan tempatnya.

4. Adanya tulisan yang tidak EYD.

5. Adanya kata kata yang sulit dimengerti seperti adanya kata lain yang tidak
memiliki arti.

B. Kelebihan Buku

1. Buku ini terdapat tabel sehingga pembaca dapat lebih mudah memahami isi
buku tersebut.

2. Buku ini dapat dijadikan refrensi karena buku ini terdapat banyak rujukan dari
buku lain.

3. Buku ini mudah di pahami bagi kalangan mahasiswa/i.

4. Menggunakan bodynote sehingga mempermudah pembaca dalam mencari


sumber tersebut.

5. Menggunakan beberapa pendapat para ahli bukan hanya sekedar pendapat saja.

6. Isi buku tersebut sudah lengkap dalam pembahasannya.

36
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Buku ini menjelaskan tentang Psikologi Pendidikan yang ditujukan pada


mahasiswa/i dalam ilmu pendidikan. Buku ini menjabarkan secara teratul dan
detail baik dari pengertian ilmu psikologi, pendidikan serta ilmu terapan dari
psikologi pendidikan. Dasar-dasar dari ilmu Psikologi Pendidikan ini juga
ditujukan untuk anak kecil, remaja, dewasa maupun orang tua tetapi lebih
menonjol ke Psikologi Pendidikan tentang anak. Buku ini sangat baik dan layak
dipelajari dan digunakan khususnya dalam Psikologi Pendidikan. Buku ini tidak
hanya ditujukan kepada para mahasiswa/I dikalangan perguruan tetapi juga bisa
untuk kalangan umum karena pembahasannya yang sederhana tetapi jelas dan
masih dapat diterima dengan baik.

B. Saran

Buku ini terdapat beberapa kelemahan yang dapat menjadi patokan untuk
menyempurnakan isi buku ini. Penulis diharapkan untuk lebih memperhatikan
ejaan dalam penulisan. Namun demikian, buku ini juga terdapat kelebihan yang
patut dipertahankan karena hampir keseluruhan kelebihan buku ini lebih timbul
ketimbang kelemhannya.

37
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman An Nahwali (1995), Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan


Masyarakat, Jakarta : Grafiti Press.

Agus Sujanto (1985), Psikologi Perkembangan, Jakarta : Rajawali.

Barbara K. Given (2007), Brain - Based Teaching, Bandung : Kaifa. (Terj. Lala
Hermawati Dharma).

Beerling, dkk (1970), Inleiding tot de Wetnshapsleer, Bonn : Ultrecht.

Calvin S. Hall, Gardner Lindzey (1993), Teori Teori Psikodinamik (Klinis), (Terj.
A. Supratiknya), Yogyakarta : Kanisius.

Chalidjah Hasan (1994), Dimensi-Dimensi Psikologi Pendidikan, Surabaya : Al


Ikhlas.

Departemen Agama RI (1994), Al Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta : Bumi


Restu.

Departemen P dan K RI (1990), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai


Pustaka.

Endang Saifuddin Ansari (1987), Ilmu Filsafat dan Agama, Surabaya : Bina Ilmu.

Frank G. Goble (1993), Mazhab Ketiga Psikologi Humanistik Abraham Maslow,


Yogyakarta : Kanisius. (Terj.)

Gredler M.E.B (1994), Belajar dan Membelajarkan, Jakarta : Rajawali. (Terj.)

Hasan Langgulung (1988), Asas Asas Pendidikan Islam, Jakarta : Pustaka Al


Husnah.

Ibnu Hasan Najati & Mohamed A. Khalfan, (2006), Pendidikan & Psikologi
Anak, Jakarta : Cahaya. (Terj. M. Anis Maulachela).

Jalaluddin Rakhmat (1989), Psikologi Komunikasi, Bandung : Remadja Karya.

Koestoer Partowisastro (1983), Dinamika dalam Psikologi Pendidikan, Jakarta :


Erlangga. (Jilid 1,2,3)

Lazear David, Pathways of Learning, Arizona : Zephyr Press,1998.

38
Mahmud (2010), Psikologi Pendidikan, Bandung , Pustaka Setia.

Nevi Darmayanti (2009), Psikologi Belajar, Bandung, Citapustaka.

Oemar Hamalik (1992), Psikologi Belajar dan Mengajar, Bandung: Sinar Baru.

Petrus Sarjonoprijo (1982), Psikologi Kepribadian, Jakarta : Rajawali.

Roem Topatimasang (1990), Belajar dari Pengalaman, Jakarta : P3M.

Slameto (1988), Belajar, Jakarta, Bina Aksara.

Tadjab (1994), Ilmu Jiwa Pendidikan, Surabaya, Karya Abditama.

Wasty Soemanto (1987), Psikologi Pendidikan, Jakarta, Bina Aksara.

Yovan P. Putra (2008), Total - Mind Learning: Memori dan Pembelajaran Efektif,
Jakarta : Yrama Widy.

39

Anda mungkin juga menyukai