Uts Sosiologi Sastra Semester 4 Terbaru
Uts Sosiologi Sastra Semester 4 Terbaru
Uts Sosiologi Sastra Semester 4 Terbaru
211010700271
PENDAHULUAN
Bertolak pada pemikiran Damono (2002: 8-9) secara singkat dapat dijelaskan
bahwa sosiologi adalah studi objektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat,
telaah tetang lembaga dan proses sosial. Sosiologi dan sastra adalah wahana
pemahaman manusia. Antara sosiologi dan sastra, ada kesamaan pandang terhadap
fakta kemanusiaan. Sosiologi mencoba mempelajari lembaga-lembaga sosial dan
segala masalah ekonomi, agama, politik dan lain-lain yang kesemuanya itu
merupakan struktur sosial kita untuk mendapatkan gambaran tentang cara-cara
manusia menyesuaikan diri dengan lingkungannya, tentang mekanisme sosialisasi,
proses pembudayaan yang menempatkan anggota masyarakat di tempatnya masing-
masing. Sastra pun akan membidik hal ihwal yang jarang atau mungkin tidak
terpahami oleh sosiolog. Sastra menawarkan kehidupan unik manusia yang bersifat
imajinatif.
Dunia kajian sastra sangat kaya raya dengan berbagai jenis teori mengenai
cara pelaksanaannya, dari teori seperti strukturalisme dan formalisme yang hanya
memandang karya sastra sendiri hingga teori seperti intertekstualisme dan resepsi
sastra yang tidak terlepas dari unsur-unsur di luar karya sastra.Teori sosiologi sastra
termasuk di kategori kedua. Biarpun belum lama resmi menjadi teori telaahan sastra,
sosiologi sastra sudah banyak berkembang. Diharapkan tulisan kecil ini dapat
menjelaskan teori dinamis sosiologi sastra ini dengan cukup jelas.
Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal dari
kata sos (Yunani) yang berarti bersama, bersatu, kawan, teman, dan logi (logos)
berarti sabda, perkataan, perumpamaan. Sastra dari akar kata sas (Sansekerta) berarti
mengarahkan, mengajarkan, memberi petunjuk dan instruksi. Akhiran tra berarti alat,
sarana. Merujuk dari definisi tersebut, keduanya memiliki objek yang sama yaitu
manusia dan masyarakat. Meskipun demikian, hakikat sosiologi dan sastra sangat
berbeda bahkan bertentangan secara dianetral.
Sosiologi sastra merupakan kajian yang terfokus pada masalah manusia karena sastra
sering mengungkapkan perjuangan umat manusia dalam menentukan masa depannya,
berdasarkan imajinasi, perasaan, dan intuisi. Dari pendapat ini tampak bahwa
perjuangan panjang hidup manusia akan selalu mewarnai teks sastra (Endaswara,
2003: 79).
PEMBAHASAN
Sosiologi sastra sudah ada sejak zaman Yunani Klasik, sekitar abad kelima
hingga keempat sebelum masehi. Kemunculan dari prespektif ini hadir dari kerisauan
studi sastra struktural yang terpaku pada objek karya. Plato dan Aristoteles yang
membahas tentang sastra masih berfokus pada puisi. Plato menganggap karya seni
sebagai mimetis atau tiruan dari dunia ide dan karya sastra atau seni dianggap
menjauhkan manusia dari realitas kehidupan. Aristoteles menolak dan menganggap
bahwa seni atau sastra tidak hanya meniru kenyataan begitu saja, namun
mengkreasikan dunia mengenai mimetis sebagai pondasi estetika dan seni.
Sejarah pertumbuhan sosiologi sastra didasarkan pada dalil bahwa karya sastra
ditulis oleh seorang pengarang, dan pengarang merupakan salient being, makhluk
yang mengalami sensasi-sensasi dalam kehidupan empirik masyarakatnya. Dengan
demikian, sastra juga dibentuk oleh masyarakatnya, sastra berada dalam jaringan
sistem dan nilai dalam masyarakatnya. Dari kesadaran ini muncul pemahaman bahwa
sastra memiliki keterkaitan timbal-balik dalam derajat tertentu dengan masyarakatnya;
dan sosiologi sastra berupaya meneliti pertautan antara sastra dengan kenyataan
masyarakat dalam berbagai dimensinya (Soemanto, 1993).
Konsep dasar sosiologi sastra sebenarnya sudah dikembangkan oleh Plato dan
Aristoteles yang mengajukan istilah 'mimesis', yang menyinggung hubungan antara
sastra dan masyarakat sebagai 'cermin'. Pengertian mimesis (Yunani: perwujudan atau
peniruan) pertama kali dipergunakan dalam teori-teori tentang seni seperti
dikemukakan Plato (428-348) dan Aristoteles (384-322), dan dari abad ke abad sangat
memengaruhi teori-teori mengenai seni dan sastra di Eropa (Van Luxemburg,
1986:15).
Menurut Plato, setiap benda yang berwujud mencerminkan suatu ide. Jika
seorang tukang membuat sebuah kursi, maka ia hanya menjiplak kursi yang terdapat
dalam dunia ide-ide. Jiplakan atau copy itu selalu tidak memadai seperti aslinya;
kenyataan yang kita amati dengan pancaindra selalu kalah dari dunia ide. Seni pada
umumnya hanya menyajikan suatu ilusi (khayalan) tentang 'kenyataan' (yang juga
hanya tiruan dari 'Kenyataan Yang Sebenarnya') sehingga tetap jauh dari 'kebenaran'.
Oleh karena itu lebih berhargalah seorang tukang daripada seniman karena seniman
menjiplak jiplakan, membuat copy dari copy.
Pendekatan sosiologi sastra tetap berpusat pada karya sastra yang digunakan
sebagai data utama untuk memaknai pandangan dunia pengarang, semangat zaman,
kondisi sosial masyarakat, ataupun proses perubahan sosial karya sastra sebagai
perwujudan sastra sebagai dokumen sosial atau sastra sebagai cermin masyarakat.
Karena kenyataan sosial dalam karya sastra bersifat imajiner maka data-data sosial
yang disuguhkan dalam karya sastra sebenarnya bersifat terbatas.
Paradigma definisi sosial mengacu pada karya Max Weber, yang mengarahkan
perhatian pada cara individ dalam mendefinisikan situasi sosial. Pokok persoalan
sosiologi bukan pada fakta sosial yang objektif, akan tetapi cara subjektif individu
menghayati fakta-fakta sosial tersebut.
Paradigma fakta sosial mengacu pada karya Emile Durkheim, yang pokok
persoalan sosiologinya ditentukan dari fakta sosial berupa struktur-struktur dan
lembaga-lembaga sosial. Fakta sosial dianggap sesuatu yang nyata dan berbeda dari di
luar individu.Paradigma perilaku sosial mengacu pada karya Skinner, perilaku
manusia sebagai subjek yang nyata, individual.
PENUTUP
Itulah sebabnya osiologi dan sastra selalu memiliki titik temu yang signifikan.
Dalam hal ini sesungguhnyadan sastra berbagi maslah yang sama. Dari pandangan ini,
nampak bahwa sastra tidak akan lepas dari maslah sosial. Sastra sering berurusan
dengan hal-hal lain di luar sastra. Maka studi sosiologi sastra, merupakan jawaban
tepat atau bahkan dapat disebut sebuah alternatif untuk melacak hubungan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Damono, Sapardi Djoko 1977. Petunjuk Penelitian Sosiologi Sastra. Jakarta: Pusat
Bahasa
Damono, Sapardi Djoko 1979. Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta:
Depsikbud.
Faruk ( 2010 ). 0000 Pengantar Sosiologi Sastra dari Strukturalisme Genetik sampai
Post-Moderenisme. Yogyakarta: Pustaka