BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Lahirnya Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia bukanlah merupakan hal yang timbul secara
mendadak. Sudah sejak lama manusia hidup berorganisasi, seiring dengan itu manajemen
sumber daya manusia sebenarnya juga dilakukan. Kehidupan organisasi yang telah lama
ada, seperti misalnya di bidang pemerintahan, ekonomi dan kemasyarakatan dibutuhkan
satuan kerja yang secara khusus akan mengelola sumber daya manusia. Tonggak sejarah
yang teramat penting dalam menandai diperlukannya sumber daya manusia adalah
timbulnya Revolusi Industri di Inggris. Dampak Revolusi Industri tidak hanya merubah
cara produksi, tetapi juga penanganan sumber daya manusia yang berbeda dengan
sebelumnya, lahirnya berbagai perusahaan dengan penggunaan teknologi memungkinkan
diproduksinya barang secara besar-besarnya dengan memanfaatkan tenaga manusia yang
tidak sedikit.
Penggunaan tenaga secara besar-besaran ini akan menuntut pemilik perusahaan
mulai memikirkan gaji, penempatan, perlakuan terhadap karyawan termasuk
kesejahteraannya. Akhirnya saat itu dibentuk apa yang disebut ”Sekretaris
Kesejahteraan” (Hasibuan, 1997). Tugas utama Sekretaris kesejahteraan tersebut adalah
memikirkan cara perumusan kebutuhan ekonomi para pekerja dan mencegah para pekerja
jangan sampai membentuk serikat pekerja.
Dengan semakin berkembangnya jumlah organisasi berskala besar, para manajer
puncak merasa bahwa mereka tidak lagi mampu untuk menangani sendiri masalah
kesejahteraan pekerja, sehingga diperlukan “sekretaris kesejahteraan” untuk
membantunya. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa para “sekretaris kesejahteraan”
itulah sebenarnya yang menjadi pelopor keberadaan tenaga spesialis yang menangani
pengelolaan sumber daya manusia.
Revolusi Industri yang lahir di Inggris telah “menjalar” ke berbagai dunia pada
permulaan abad ke-20, terutama di daratan Eropa dan Amerika Utara. Salah satu dampak
Revolusi Industri tersebut adalah makin banyak berdirinya perusahaan besar yang
bergerak dalam bidang perekonomian (industri, perdagangan, pertambangan).
Perkembangan ini ternyata berdampak pula pada kehidupan manajemen
umumnya dan manajemen sumber daya manusia khususnya. Dua tokoh besar yang
menjadi bapak manajemen adalah Frederick W. Taylor dan Henry Fayol.
Tanpa mengetahui apa yang dikerjakan oleh yang lain, ternyata kedua pelopor
tersebut saling mengisi. Taylor melihat gerakan manajemen ilmiah sebagai usaha
meningkatkan efisiensi dan produktivitas, sedangkan Fayol lebih memfokuskan pada
peningkatan kemampuan memecahkan masalah majerial.
Timbulnya berbagai teori motivasi pada tahun 1940-an dengan Abraham H.
Maslow sebagai pelopornya merupakan bukti bahwa perlunya perhatian kepada unsur
manusia dalam suatu organisasi. Kebutuhan manusia memerlukan pemenuhan secara
hirarki, untuk menunjang prestasinya dalam berkarya. Semuanya itu perlu mendapat
perhatian di dalam pengelolaan sumberdaya manusia.
2.2 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Organisasi merniliki berbagai macam sumber daya sebagai ‘input’ untuk diubah
menjadi ‘output’ berupa produk barang atau jasa. Sumber daya tersebut meliputi modal
atau uang, teknologi untuk menunjang proses produksi, metode atau strategi yang
digurunakan untuk beroperasi, manusia dan sebagainya. Diantara berbagai macam
sumber daya tersebut, manusia atau sumber daya manusia (SDM) merupakan elemen
yang paling penting.
Untuk merencanakan, mengelola dan mengendalikan sumber daya manusia
dibutuhkan suatu alat manajerial yang disebut manajemen sumber daya manusia
(MSDM).
MSDM dapat dipahami sebagai suatu proses dalam organisasi serta dapat pula
diartikan sebagai suatu kebijakan (policy).
Sebagai suatu proses, Cushway (1994:13) misalnya, mendefinisikan MSDM
sebagai ‘Part of the process that helps the organization achieve its objectives’. Pernyataan
ini dapat diterjemahkan sebagai ‘bagian dari proses yang membantu organisasi mencapai
tujuannya’.
Sementara itu, Schuler, Dowling, Smart dan Huber (1992:16) mengartikan MSDM dalam
rumusan seperti berikut ini:
“Human Resource Management (HRM) is the recognition of the importance of an
organization’s workforce as vital human resources contributing to the goals of
the organization, and the utilisation of several functions and activities to ensure
that they are used effectively and fairly for the benefit of the individual, the
organization, and society’.”
Pernyataan tersebut dapat diterjemahkan sebagai berikut:
“Manajemen Sumber Daya Manusia / MSDM merupakan pengakuan tentang
pentingnya tenaga kerja organisasi sebagai sumber daya manusia yang sangat
penting dalam memberi kontribusi bagi tujuan-tujuan organisasi, dan
penggunaan beberapa fungsi dan kegiatan untuk memastikan bahwa SDM
tersebut digunakan secara efektif dan adil bagi kepentingan individu, organisasi
dan masyarakat.”
Fokus MSDM terletak pada upaya mengelola SDM di dalam dinamika interaksi
antara organisasi-pekerja yang acap memiliki kepentingan berbeda. Menurut Stoner
(1995:4) MSDM meliputi penggunaan SDM secara produktif dalam mencapai tujuan
organisasi dan pemuasan kebutuhan pekerja secara individual.
Stoner menambahkan bahwa karena berupaya mengintegrasikan kepentingan
orgarnisasi dan pekerjanya, maka MSDM lebih dari sekadar seperangkat kegiatan yang
berkaitan dengan koordinasi SDM organisasi. MSDM adalah kontributor utama bagi
keberhasilan organisasi. Oleh karena itu, jika MSDM tidak efektif dapat menjadi
hambatan utama dalam memuaskan pekerja dan keberhasilan organisasi.
Sedangkan dalam pengertiannya sebagai kebijakan, MSDM dimaksudkan sebagai
suatu sarana untuk memaksimalkan efektifitas organisasi dalam mencapai tujuannya.
Dalam konteks yang demikian ini, MSDM didefinisikan oleh Guest (1987) dengan uraian
seperti berikut ini:
“Human resource management (HRM) comprises a set of policies designed to
maximise organizational integration, employee commitment, flexibility and
quality of work.”
Menurut Guest, kebijakan yang diambil organisasi dalam mengelola SDM-nya
diarahkan pada penyatuan elemen-elemen organisasional, komitmen pekerja, kelenturan
organisasi dalam beroperasi serta pencapaian kualitas hasil kerja secara maksimal.
Dengan merujuk pada pengertian tersebut, ukuran efektifitas kebijakan MSDM yang
dibuat dalam berbagai bentuknya dapat diukur pada seberapa jauh organisasi mencapai
kesatuan gerak seluruh unit organisasi, seberapa besar komitmen pekerja terhadap
pekerjaan dan organisasinya, sampai sejauh mana organisasi toleran dengan perubahan
sehingga mampu membuat keputusan dengan cepat dan mengambil langkah dengan
tepat, serta seberapa tinggi tingkat kualitas `output’ yang dihasilkan organisasi.
2.3 Peranan dan Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
a. Peranan Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Dessler (2007), ia menegaskan bahwa dengan mempelajari konsep-
konsep serta tehnik-tehnik manajemen sumber daya manusia maka seorang manajer
akan mewujudkan peranan MSDM, antara lain:
1. Mempekerjakan orang yang tepat pada tempatnya. (right man in the right job),
2. Mengatur mutasi karyawan baik vertikal maupun horizontal,
3. Menetapkan jumlah, kualitas, dan penempatan tenaga kerja yang efektif sesuai
dengan kebutuhan perusahaan berdasarkan deskripsi pekerjaan (job description)
dan spesialisasi pekerjaan (job specification),
4. Menetapkan program kesejahteraan, pengembangan, promosi, dan pemberhentian,
5. Meramalkan penawaran dan permintaan sumber daya manusia pada masa yang
akan dating,
6. Melaksanakan pendidikan,latihan, dan penilaian prestasi karyawan serta mengatur
pensiun, pemberhentian, dan pesangonnya,
7. Memperkirakan keadaan perekonomian pada umumnya dan perkembangan
perusahaan pada khususnya,
Peranan SDM tidak berhenti sampai disana, menanggapi lingkungan global
yang terus berubah dengan kondisi perekonomian yang tidak bisa ditebak, menurut
Dessler (2007) peranan SDM pun menjadi berubah menyesuaikan diri dengan trend-
trend yang terjadi saat ini yaitu :
1. SDM dan pendorong produktivitas, artinya adalah dalam menciptakan suatu
keunggulan kompetitif dan efisiensi dan efektifitas organisasi,
2. SDM dan ketanggapan, organisasi harus tanggap terhadap inovasi produk dan
perubahan tehnologis.
3. SDM dan jasa, artinya gunakanlah praktik-praktik SDM yang progresif untuk
membangun komitmen dan semangat kerja karyawan,
4. SDM dan komitmen karyawan, artinya memberikan perhatian terhadap perlakuan
adil atas keluhan-keluhan dan hal-hal disipliner karyawan
5. SDM dan strategi perusahaan, artinya bahwa SDM tanggap terhadap perubahan-
perubahan lingkungan yang terjadi, sehingga dibutuhkan pembentukan tim kerja
yang setia dan trampil dalam menyusun strategi perusahaan.
Hal di atas didukung dengan pendapat Ulrich (1998) yang mengemukakan
bahwa dalam menanggapi lingkungan yang komplek, suatu organisasi bisnis
melakukan perubahan perannya, dari pemain peran tradisional yang pasif, menjadi
pemain peran yang bertindak proaktif dan memberikan nilai tambah kepada
perusahaan.
b. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Pada prinsipnya, fungsi MSDM meliputi berbagai aktivitas yang secara
signifikan mempengaruhi keseluruhan area kerja suatu organisasi yang terdiri atas
perencanaan, pengangkatan dan pemberhentian karyawan; pengupahan dan
pemberian tunjangan; penilaian kinerja, penghargaan dan pengembangan karier;
pelatihan dan pengembangan; keselamatan dan kesehatan kerja, kepemimpinan, dan
produktivitas. Berikut akan kita bahas satu persatu fungsi dan aktivitas MSDM
sebagai berikut.
1. Perencanaan SDM
Perencanaan SDM merupakan kegiatan yang sangat penting untuk
memenuhi kebutuhan staf organisasi sebagai akibat dari adanya perubahan-
perubahan organisasi dalam menghadapi suatu lingkungan bisnis yang dinamis
dan kompleks. Menurut Mondy, Noe, dan Premeaux (1996), perencanaan SDM
merupakan proses pengkajian dan penelaahan kebutuhan SDM secara sistematis
untuk memastikan bahwa sejumlah karyawan yang dibutuhkan dan sesuai dengan
persyaratan keahlian yang telah ditentukan dan tersedia pada saat diperlukan.
Proses perencanaan tersebut meliputi prakiraan kebutuhan sumber daya manusia
organisasional dan pengembangan program, demi untuk memastikan bahwa
jumlah dan tipe individu karyawan tersedia pada waktu dan tempat yang
dibutuhkan. Dengan kata lain bidang pekerjaan perencanaan SDM ini meliputi
kegiatan perencanaan kualitas dan kuantitas SDM.
Menurut Soetjipto (2006) kegiatan perencanaan kualitas dan kuantitas
SDM tersebut merupakan pekerjaan manajemen SDM yang paling mengandung
ketidakpastian karena adanya faktor peramalan terhadap kecenderungan
lingkungan bisnis yang tentu saja bergerak sangat dinamis dari waktu ke waktu.
Dalam kaitan ini, perusahaan harus mampu melihat kecenderungan perkembangan
teknologi, misalnya, yang dapat berpengaruh langsung terhadap kualitas dan
kuantitas SDM perusahaan di masa mendatang. Agar dapat melakukan peramalan
dengan baik, menurut Soetjipto, perusahaan memerlukan apa yang disebut dengan
environmental scanning sistem, yaitu suatu sistem pemantauan situasi dan kondisi
lingkungan usaha serta penyediaan data informasi kepada manajemen SDM.
Sedangkan menurut Fisher, Schoenfeldt, dan Shaw (1990), proses
perencanaan organisasi sangat tergantung pada skenario “pengandaian” yang
melihat kebutuhan di masa mendatang dalam konteks demografi angkatan kerja,
proyeksi ekonomi, antisipasi perubahan secara teknologis, keberhasilan program
perekrutan, dan daya tahan sasaran organisasional. Termasuk dalam proses
perencanaan SDM ini adalah proses deskripsi dan analisis jabatan-jabatan yang
ada pada saat ini, juga perancangan pekerjaan (Soetjipto, 2006). Kegiatan-
kegiatan tersebut diperlukan dalam kaitannya dengan perencanaan sistem seleksi
dan program pelatihan di masa mendatang. Di samping itu, juga diperlukan dalam
kaitannya memberikan jaminan bahwa sistem penilaian kinerja dan kompensasi
secara rasional di dasarkan pada tuntutan dari suatu jabatan. Dengan demikian,
aktivitas utama perencanaan sumber daya manusia meliputi :
1) penyelenggaraan analisis jabatan dan desain pekerjaan yang digunakan untuk
menentukan persyaratan khusus dari jabatan individu di dalam organisasi;
2) memperkirakan kebutuhan sumber daya manusia yang diperlukan organisasi
untuk mencapai tujuannya; dan
3) mengembangkan dan mengimplementasikan rencana untuk memenuhi kedua
kebutuhan di atas.
2. Pengangkatan dan Pemberhentian Karyawan
Setelah kebutuhan sumber daya manusia ditentukan, langkah berikutnya
adalah pengisian posisi/formasi. Kegiatan pengisian posisi/formasi ini meliputi
perekrutan pelamar, screening dan seleksi terhadap pelamar, serta penempatan
atau pengisian posisi pada level-level atas melalui promosi.
Proses pengisian posisi/formasi pada masa kini merupakan fungsi MSDM
yang jauh lebih kompleks dibandingkan masa lalu (pada saat manajemen
personalia masih bersifat tradisional), yaitu ketika manajer personalia hanya
mengandalkan rekomendasi karyawan senior atau papan lowongan kerja yang
sering kali dipasang di depan kantor perusahaan.
Munculnya berbagai peraturan perundangan yang memberi peluang sama
bagi seluruh warga masyarakat (bahkan akhir-akhir ini, bagi seluruh warga dunia)
untuk mendapatkan pekerjaan. Juga semakin meningkatnya kompleksitas posisi-
posisi jabatan yang akan diisi, mengharuskan adanya prosedur yang lebih rumit
untuk mengidentifikasi dan memilih calon karyawan yang potensial.
Proses perekrutan dan seleksi mencakup beberapa langkah sebagai berikut.
Pertama, mendefinisikan secara hati-hati posisi-posisi yang sedang kosong dan
menentukan keahlian apa yang dibutuhkan untuk memegang jabatan tersebut.
Kedua, setelah menentukan keahlian dan kompetensi yang dibutuhkan secara
spesifik, selanjutnya manajer personalia berusaha untuk memperoleh jumlah
pelamar yang cukup dengan melalui berbagai strategi perekrutan. Manajer SDM
harus memanfaatkan prosedur yang telah dikembangkan dan telah divalidasi
secara hati-hati pada saat menyaring dan mengevaluasi pekerjaan untuk calon
karyawan. Prosedur penyaringan dan evaluasi pekerjaan diantaranya meliputi
blanko lamaran, wawancara, tes kemampuan, dan pemeriksaan referensi.
Perlu dipahami bahwa cepat atau lambat jika sudah sampai pada
waktunya, karyawan harus mengakhiri pengabdiannya kepada
organisasi/perusahaan, baik karena faktor usia, mengundurkan diri, atau
meninggal. Pada saat itulah organisasi/perusahaan harus melakukan proses
pemutusan hubungan kerja dan mengembalikan karyawan tersebut kepada
masyarakat. Untuk karyawan yang pensiun, bukan karena meninggal dunia,
perusahaan bertanggungjawab melaksanakan proses pemutusan hubungan kerja
sesuai dengan peraturan perundangan yang ada dan menjamin bahwa karyawan
yang dikembalikan kepada masyarakat tersebut berada dalam keadaan sebaik-
baiknya. Dengan demikian, aktivitas utama dalam pengangkatan dan
pemberhentian karyawan adalah:
1) merekrut sumber daya manusia organisasi yang diperlukan untuk mencapai
tujuan organisasi,
2) menyeleksi dan mengangkat sumber daya manusia untuk mengisi jabatan
tertentu dalam organisasi (termasuk di dalamnya menyelenggarakan kegiatan
orientasi kerja karyawan baru), dan
3) menyelenggarakan proses pemutusan hubungan kerja secara baik.
3. Pengupahan dan Pemberian Tunjangan
Kompensasi merupakan hal yang paling diutamakan dalam mengelola
SDM. Sebab. Pemahaman dalam dunia kerja adalah keseimbangan antara beban
kerja dengan kompensasi yang diperoleh. Oleh sebab itu, perusahaan harus
memperhatikan regulasi yang ada untuk setiap penerapan sistem kompensasi.
Sistem kompensasi atau pengupahan yang dianggap berhasil adalah yang
didasarkan pada keadilan dan kewajaran (fairness), yaitu suatu pandangan adanya
hal berikut.
1) Keseimbangan antara upah yang dibayarkan untuk pekerjaan yang berbeda
dalam satu organisasi.
2) Keseimbangan antara upah yang dibayarkan untuk jabatan yang mirip dengan
jabatan pada perusahaan pesaing.
3) Pembayaran upah yang adil dan wajar kepada karyawan yang berada di dalam
jabatan yang benar-benar sama dalam satu organisasi.
Meskipun diusahakan untuk adil dan wajar, pada umumnya karyawan
tidak dapat melihat bahwa mereka diperlakukan secara adil dan wajar melalui
penghargaan berupa pembayaran upah. Ini merupakan salah satu tantangan di
dalam praktik kompensasi. Tantangan lain adalah adanya pengaruh lingkungan
legal mengenai keseimbangan antara pembayaran upah dan pekerjaan, antara upah
minimum dan ketentuan lembur, serta persyaratan program kesejahteraan seperti
keamanan sosial. Oleh karena itu hal yang menjadi sebuah permasalahan
sepanjang masa bagi pihak manajemen, serikat pekerja, dan karyawan adalah
bagaimana menyelenggarakan sistem pengupahan yang fair kepada seluruh
karyawan perusahaan. Suatu ide yang bagus jika perusahaan dapat mengadakan
sistem pemberian kompensasi yang memadai dan adil terhadap kontribusi
karyawan dalam pencapaian sasaran organisasi.
Istilah kompensasi atau pengupahan pada dasarnya mencakup keseluruhan
penghargaan yang diterima individu karyawan sebagai hasil dari pekerjaan
mereka. Oleh karena itu, menurut Mondy, Noe, dan Premeaux (1996)
penghargaan dapat berupa salah satu atau kombinasi dari hal berikut.
1) Upah, yaitu uang yang diterima seorang karyawan untuk kinerja pekerjaannya.
2) Tunjangan, yaitu tambahan penghargaan finansial selain gaji pokok, termasuk
tunjangan cuti, biaya perawatan sakit, tunjangan hari raya, dan asuransi
kesehatan.
3) Penghargaan nonfinansial, yaitu berbagai macam penghargaan nonfinansial
seperti kepuasan menjalankan pekerjaan atau kenyamanan lingkungan kerja.
Walaupun kompensasi mencakup pula penghargaan nonfinansial, namun
dalam membahas kompensasi, kita hanya mempertimbangkan kompensasi
finansial, yaitu upah dan tunjangan, sedangkan penghargaan psikis akan dibahas
pada bab lain. Dengan demikian, aktivitas utama pengupahan dan pemberian
tunjangan mencakup:
1) pendesainan dan implementasi sistem kompensasi bagi semua karyawan,
2) memastikan/menjamin bahwa kompensasi adil dan wajar serta konsisten; dan
3) pendesainan dan implementasi sistem tunjangan bagi semua karyawan.
4. Penilaian Kinerja, Penghargaan, dan Pengembangan Karier
Penilaian kinerja bukan merupakan aktivitas yang disenangi oleh banyak
manajer, tetapi harus dilaksanakan agar manajer dapat menilai sejauhmana kinerja
dan sasaran organisasi dapat dicapai. Oleh karena itu, penilaian kinerja merupakan
mata rantai yang penting dalam proses manajemen sumber daya manusia.
Penilaian digunakan sebagai alat pada saat organisasi menilai seberapa
baik karyawan berkinerja sehingga menentukan seberapa pantas penghargaan
diberikan atau sebaliknya seberapa jauh tindakan perbaikan harus dilakukan. Hal
penting yang perlu diperhatikan oleh para manajer dalam penilaian kinerja adalah
penilaian kinerja harus dilaksanakan tepat pada waktunya dan diusahakan
seakurat mungkin.
Peranan manajemen sumber daya manusia dalam penilaian adalah bekerja
sama dengan manajer lini (line management) mengadakan: proses penilaian,
dimensi kinerja untuk diukur, prosedur untuk memastikan akurasi penilaian, dan
menetapkan persyaratan untuk diskusi mengenai hasil penilaian dengan karyawan.
Peranan penting lain manajemen sumber daya manusia adalah memonitor proses
dan hasil penilaiannya.
Hasil logis dari proses penilaian kinerja adalah penentuan karyawan yang
paling berhak mendapatkan penghargaan. Pengalokasian penghargaan adalah
suatu aktivitas yang kompleks dan khusus. Penghargaan meliputi kompensasi
secara langsung dan kompensasi tidak langsung (program kesejahteraan).
Pengembangan karier juga merupakan salah satu aktivitas penting
manajemen sumber daya manusia. Dari sudut organisasi, pengembangan karier
dapat mengurangi biaya yang berkaitan dengan masalah perpindahan karyawan
(employee turnover). Jika organisasi membantu karyawan dalam pengembangan
program karier, program tersebut memungkinkan karyawan terikat erat dengan
organisasi, sehingga karyawan berkurang keinginannya untuk keluar.
Memperhatikan karier karyawan juga dapat memperbaiki moral, memperkuat
produktivitas, dan membantu organisasi untuk lebih efisien. Di dalam kondisi
semacam itu, karyawan percaya bahwa penghargaan yang diberikan kepada
mereka merupakan bagian dari keseluruhan rencana organisasi, sehingga mereka
merasa tidak sekadar dipandang sebagai angka-angka saja. Dengan demikian,
aktivitas utama penilaian kinerja, penghargaan, dan pengembangan karier
mencakup:
1) pendesainan sistem untuk penilaian kinerja karyawan secara individual;
2) pendesainan dan implementasi sistem penghargaan bagi semua karyawan; dan
3) pemberian bantuan kepada karyawan dalam pengembangan dan perencanaan
karier.
5. Pelatihan dan Pengembangan
Sumber daya manusia pada dasarnya merupakan hal yang unik, terletak
pada potensinya untuk tumbuh dan berkembang dalam menghadapi tantangan
baru. Oleh karena itu, ketika karyawan memandang organisasi sebagai tempat
bekerja, maka kesempatan untuk berkembang dan meningkatkan diri menjadi
penting bagi mereka. Pengembangan menurut Flippo (1991) merupakan
peningkatan keterampilan melalui pelatihan yang perlu dan tepat untuk
peningkatan prestasi kerja. Selanjutnya, menurut Mondy, Noe, dan Premeaux
(1996) pengembangan SDM membantu individu karyawan, kelompok, dan
keseluruhan organisasi menjadi lebih efektif. Pengembangan SDM diperlukan
karena karyawan, pekerjaan, dan organisasi senantiasa berubah. Disamping itu,
perbaikan secara terus-menerus dalam proses, merupakan tugas dari organisasi
agar tetap dapat berkompetisi.
Karyawan dapat dilatih dan dikembangkan melalui prosedur formal atau
informal. Pelatihan formal sering dikaitkan dengan pengenalan terhadap jabatan
baru atau sebagai alat untuk mengikuti perubahan secara teknologis atau secara
prosedural. Pelatihan formal dapat dikoordinasi dan diajar oleh sumber daya
manusia atau teknisi profesional dalam organisasi tersebut, atau mengirim
karyawan untuk mengikuti pelatihan program-program yang ditawarkan oleh
asosiasi-asosiasi profesional atau universitas. Pelatihan informal berlangsung di
tempat kerja dan diadministrasikan oleh karyawan yang senior atau sejawat.
Departemen sumber daya manusia dapat memberikan kursus-kursus pelatihan
bagi pelatih dan mengkoordinasikan peluangpeluang di tempat kerja dengan
perencanaan karier karyawan dan kebutuhan sumber daya manusia yang telah di
rencanakan oleh organisasi. Dengan demikian pelatihan dan pengembangan
meliputi aktivitas-aktivitas utama seperti pendesainan dan pengimplementasian
program-program pelatihan dan pengembangan beserta program evaluasinya.
6. Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Kepemimpinan, dan Produktivitas
Keselamatan kerja meliputi perlindungan terhadap karyawan dari cedera
yang diakibatkan oleh kecelakaan dalam bekerja. Kesehatan kerja mengacu pada
terbebasnya karyawan dari penyakit baik jasmani maupun rohani. Menurut
Mondy, Noe, dan Premeaux (1996) aspek keselamatan dan kesehatan kerja ini
penting karena karyawan yang bekerja di lingkungan yang aman dan memiliki
kesehatan badan yang prima akan lebih mungkin menghasilkan produktivitas
yang tinggi dan memberikan keuntungan dalam jangka waktu lama kepada
organisasi.
Organisasi/Perusahaan selain menyelenggarakan program keselamatan dan
kesehatan kerja, untuk meningkatkan produktivitas organisasional perusahaan
juga harus melakukan program integrasi. Integrasi adalah usaha untuk
menghasilkan rekonsiliasi atau kecocokan yang memadai atas kepentingan-
kepentingan individu karyawan, perusahaan, dan masyarakat. Adanya tumpang
tindih kepentingan antara pihak-pihak di atas perusahaan harus
mempertimbangkan perasaan dan sikap karyawan dalam menerpakan asas-asas
dan kebijaksanaan organisasi. Perusahaan harus menegakkan kepemimpinan yang
adil, memberikan motivasi yang positif, dan turut serta dalam mengatasi berbagai
konflik yang terjadi baik antar karyawan, karyawan dengan pengusaha, dan
masyarakat dengan perusahaan.
Akhir-akhir ini peningkatan produktivitas melalui peningkatan intervensi
yang paling populer adalah memfokuskan pada pengembangan motivasi dan
melibatkan karyawan di dalam proses pengambilan keputusan. Dengan demikian
fungsi keselamatan dan kesehatan kerja, kepemimpinan, dan produktivitas
meliputi aktivitasaktivitas utama seperti:
1) pendesainan dan implementasi manajemen keselamatan dan kesehatan kerja;
2) implementasi program-program motivasi karyawan;
3) penyusunan strategi mengatasi konflik organisasional; dan
4) penghitungan tingkat produktivitas organisasional.
2.4 Perkembangan Manajemen Sumber Daya Manusia
Perkembangan MSDM dari masa ke masa terus mengalami perbaikan dan
evaluasi yang bisa digunakan untuk pengalaman pendidikan bagi generasi baru dan
praktisi SDM secara keseluruhan. Pada tahun 1910-1950, Dessler mengemukakan bahwa
sejarah MSDM difokuskan pada fungsi dan peran manajemen SDM mulai dari seleksi,
penempatan, pelatihan kerja, penghargaan, kompensasi, dll.
Di mulai pada tahun 1910, Dessler (2007) mengungkap pada tahun tersebut
terdapat dua tokoh yang berperan dalam perkembangan MSDM, yaitu Frank dan Lilian
Gilbert yang mulai memperhatikan sisi manusiawi para karyawan dengan membuat
rancangan kerja untuk mencapai efisien organisasi dengan mengurangi gerakan yang
tidak perlu dalam bekerja serta untuk mengurangi kelelahan sehingga dapat menaikkan
prestasi kerja. Hal ini dilengkapi oleh Elton Mayo dimana pada pertengahan tahun 1920,
ia melakukan suatu studi yang dinamakan The Hawthorne Studies dengan kesimpulan
bahwa karyawan akan meningkatkan usahanya jika mereka diberi perhatian khusus, tidak
hanya kebutuhan yang bersifat ekonomi/material tetapi juga memerlukan pemenuhan
kebutuhan sosial seperti penghargaan, perhatian dan kepuasan kerja. Tahun 1930 mulai
ada usulan mengenai hukum yang mengatur ketenagakerjaan seperti Nasional Labor
Relation Act (Hukum Hubungan Tenaga Kerja Nasional) serta pembentukan serikat
pekerja. Menurut Cenzo et al. (1999, 482), serikat pekerja didefinisikan sebagai suatu
organisasi yang dibentuk oleh pekerja, dari pekerja dan untuk pekerja yang bertujuan
untuk melindungi pekerja, memperjuangkan kepentingan pekerja serta merupakan salah
satu pihak dalam bekerja sama dengan perusahaan. Dessler (2007) juga mengungkapkan
bahwa pada tahun 1940- 1950 mulai diupayakan bidang personalia dalam organisasi
terutama di manufaktur, perusahaan listrik, serta air minum dan transportasi namun
bidang personalia pada waktu itu masih sebatas kegiatan pencatatan karyawan seperti
gaji, jumlah karyawan, pendidikan, pensiun sedangkan perhatian terhadap kebutuhan
sosial karyawan tetap belum mendapat perhatian.
Pada awal tahun 1980, Heneman (1999) mengungkapkan bahwa manajemen
SDM mulai meningkatkan peranannya lagi yang mengarah pada lebih strategis sehingga
bisa menambah nilai organisasi dengan keadaan yang tidak bisa ditebak dan berfluktuasi,
karena pada waktu itu terjadi resesi ekonomi dunia sehingga organisasi harus mengurangi
jumlah staf, melakukan restrukturisasi dan bahkan ada yang menutup pabrik. Pada saat
ini, peran MSDM pada organisasi mulai memperhatikan pentingnya melibatkan
karyawan pada semua kegiatan dan menghadapi berbagai tantangan dalam organisasi.
Hal ini sesuai dengan pendapat Haigley et al. (1999) yang mengungkapkan bahwa profesi
SDM harus bisa beradaptasi dengan lingkungan yang baru menghadapi berbagai fluktuasi
situasi yang bisa terjadi dalam organisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Priyono. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia. Sidoarjo: Zifatama Publisher.
Nadia dan Yuliandari. 2007. “Konsep Dasar Manajemen Sumber Daya Manusia”,
http://elib.untag-banyuwangi.ac.id/file-jurnal/MANAJEMEN-SDM.pdf, diakses pada 5
Februari 2022 pukul 17.10 WITA.
Anonim. 2006. “BAB II TINJAUAN PUSTAKA”,
http://e-journal.uajy.ac.id/6702/3/EM218465.pdf, diakses pada 5 Februari 2022 pukul
17.40 WITA.