REVISI BAB I Tambahan Bab II Neng Dina

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 29

HUBUNGAN GAYA HIDUP DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA

USIA DEWASA DI RT 03 RW 01 DESA DUKUH KARYA

PROPOSAL PENELITIAN

NENG DINA

NPM: 18.156.01.11.091

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN (S1)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MEDISTRA INDONESIA


BEKASI
2022
HUBUNGAN GAYA HIDUP DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA
USIA DEWASA DI RT 03 RW 01 DESA DUKUH KARYA

PROPOSAL PENELITIAN

Sebagai Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Keperawatan (S.Kep)


Pada Program Studi S1 Ilmu Keperawatan
STIKes Medistra Indonesia

NENG DINA

NPM: 18.156.01.11.091

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN (S1)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MEDISTRA INDONESIA


BEKASI
2022
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan keadaan peningkatan


tekanan darah, baik sistolik maupun diastolik, yaitu sama atau lebih dari
140/90 mmHg (Suntara et al., 2021). Hipertensi atau tekanan darah tinggi
sering disebut sebagai the silent killer (pembunuh diam-diam) karena
penderita tidak tahu bahwa dirinya sudah terkena hipertensi. Hipertensi juga
merupakan faktor risiko ketiga terbesar yang menyebabkan kematian dini
karena dapat memicu terjadinya gagal jantung kongesif serta penyakit
cerebrovaskuler (Simanullang, 2018).

Hipertensi merupakan penyakit yang diderita oleh perempuan maupun


laki-laki. Tekanan darah tinggi yang terus-menerus menyebabkan jantung
seseorang bekerja ekstra keras, akhirnya kondisi ini berakibat terjadinya
kerusakan pembuluh darah jantung, ginjal, otak, dan mata. Adapun dampak
penyakit hipertensi tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan penyakit
yang lebih parah (Damanik & Sitompul, 2020).

Sekitar 1 milyar penduduk diseluruh dunia menderita hipertensi


dimana dua pertiganya terdapat dinegara-negara berkembang. Hipertensi
menyebabkan 8 juta penduduk di seluruh dunia meninggal setiap tahunnya,
di mana hampir 1,5 juta penduduk diantaranya terdapat di Kawasan Asia
Tenggara (Mouliza et al. , 2018).

Menurut America Heart Assocation (AHA), penduduk Amerika


berusia diatas 20 tahun menderita hipertensi sebanyak 74,5 juta jiwa dengan
hampir 90-95% tidak diketahui penyebabnya. Hipertensi sering disebut
pembunuh diam-diam (the silent killer) karena hipertensi merupakan
pembunuh tersembunyi yang prevalensinya sangat tinggi dan cenderung
meningkat di masa yang akan datang, juga karena tingkat keganasannya yang
tinggi berupa kecacatan permanen dan kematian mendadak (Widianto et al.,
2019).

Menurut (Simanullang, 2018) Di india pada tahun 2000 penderita


hipertensi mencapai 60,4 juta. Di Cina pada tahun yang sama tercatat
sebanyak 98,5 juta orang menderita hipertensi.

Menurut World Health Organization (WHO, 2019 dalam Astuti et al.,


2021) memperkirakan terdapat 1,13 miliar penderita hipertensi diseluruh
dunia, 66% kasus berada di negara berkembang dengan gaji pusat yang lebih
rendah. Angka ini akan terus meningkat secara konsisten dan pada tahun
2025 diperkirakan akan mencapai 1,5 miliar kasus, serta angka kematian
karena hipertensi dan komplikasinya diperkirakan dapat mencapai 9,4 juta
orang setiap tahunnya.

Prevalensi hipertensi di Indonesia menurut Riset Kesehatan Dasar


(Riskesdas, 2013 dalam Pasangka et al., 2017) sebesar 26,5% dan Provinsi
Jawa Tengah merupakan proporsi terbesar 57,89%. Sedangkan pada tahun
2018, Jawa Barat menduduki urutan ke dua dengan kasus hipertensi tertinggi
di Indonesia yaitu sebesar 39,6%. Data pasien hipertensi terutama di
Kabupaten Karawang mencapai angka cukup tinggi yaitu sebesar 27,7%.

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2018 dalam Astuti et


al. , 2021) mengungkapkan 34,1% angka hipertensi pada usia 18 tahun
sebesar 31,6% pada kelompok umum 31-44 tahun, 45,3% pada kelompok
umur 45-55 tahun. Dari 34,1% individu dengan hipertensi, hanya 8,8%
individu yang dipastikan menderita hipertensi, sebanyak 13,3% individu
dianalisis. Terdiagnosis hipertensi tidak mengkonsumsi obat, dan 32,3%
orang yang menderita hipertensi tidak mengkonsumsi obat secara rutin. Hal
ini menunjukkan bahwa masih banyak penderita hipertensi yang belum
mendapatkan pengobatannya yang seharusnya.

Banyak faktor resiko yang dapat memperbesar terjadinya hipertensi,


diantaranya yaitu pengaturan pola makan, gaya hidup yang benar, umur,
faktor genetik, minuman berkafein, merokok dan alkohol, mengurangi
konsumsi garam yang berlebihan dan aktivitas yang cukup seperti olahraga
yang teratur (V & Fitra, 2019).
Gaya hidup merupakan pola perilaku individu sehari-hari yang
terbentuk sejak dini diekspresikan dalam aktifitas, minat dan opininya dengan
tujuan untuk mempertahankan hidup. Pembentukan gaya hidup yaitu dibagi
menjadi dua secara demografis dan psikografis. Faktor demografis misalnya
berdasarkan usia, jenis kelamin, tingkat Pendidikan, dan tingkat penghasilan,
sedangkan faktor psikografis lebih kompleks karena indikator penyusunnya
dari karakteristik individu.
Gaya hidup individu, yang dicirikan dengan pola perilaku individu,
akan memberi dampak pada Kesehatan individu dan selanjutnya pada
Kesehatan orang lain gaya hidup memiliki hubungan dengan kejadian suatu
penyakit salah satunya hipertensi. Hal ini disebabkan karena telah adanya
transisi epidemiologi masyarakat yang telah mengadopsi gaya hidup yang
tidak sehat, seperti kebiasaan-kebiasaan tidak sehat, pola makan yang tidak
baik, kebiasaan merokok dan proporsi istirahat yang tidak seimbang dengan
aktifitas yang dilakukan. Perubahan gaya hidup seperti perubahan pola makan
yang menjurus ke makanan cepat saji yang mengandung banyak lemak, garam
tinggi dan protein tetapi rendah serat pangan akan membawa konsekuensi
sebagai salah satu faktor berkembangnya penyakit hipertensi (Haidir et al. ,
2016).
Pola makan merupakan salah satu faktor yang meningkatkan penyakit
hipertensi. Makanan yang menyebabkan hipertensi yaitu makanan yang
mengandung pengawet, makanan siap saji, dan kadar garam yang terlalu
tinggi dalam makanan (Suoth et al. , 2014).
Menurut (South, 2014 dalam Rachman, 2018) Aktivitas fisik yang
kurang juga akan menyebabkan terjadinya faktor risiko hipertensi yang
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian
hipertensi.
Kebiasaan merokok dapat menyebabkan hipertensi. Nikotin dalam
rokok dapat meningkatkan kedatangan epinefrin, yang dapat menyebabkan
terjadinya penyempitan dinding arteri. Orang yang memiliki kebiasaan
merokok sangat lebih besar berisiko mengalami hipertensi dibandingkan
dengan orang yang tidak merokok (Suoth et al. , 2014)
Menurut (Susilawati, 2018 dalam Rachman, 2018) Kebiasaan istirahat
merupakan salah satu faktor risiko kejadian hipertensi menyatakan bahwa
terdapat hubungan antara kualitas tidur dengan kejadian hipertensi.
Dari fenomena dan sumber-sumber penelitian sebelumnya terkait
hubungan gaya hidup dengan hipertensi, saya menarik untuk melakukan
penelitian yaitu “ Hubungan Gaya Hidup Dengan Kejadian Hipertensi Pada
Usia Dewasa Di RT 03 RW 01 Desa Dukuh Karya”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan Masalah, pada uraian latar belakang maka peneliti ingin
mengetahui “ Adakah hubungan gaya hidup dengan kejadian hipertensi
pada usia dewasa di RT 03 RW 01 Desa Dukuh Karya ?”
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini secara umum untuk mengetahui hubungan gaya
hidup dengan kejadian hipertensi pada usia dewasa di RT 03 RW 01 Desa
Dukuh Karya
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui hubungan pola makan dengan kejadian hipertensi pada
b. usia dewasa di RT 03 RW 01 Desa Dukuh Karya
c. Mengetahui hubungan aktivitas fisik dengan dengan kejadian
hipertensi pada usia dewasa di RT 03 RW 01 Desa Dukuh Karya
d. Mengetahui hubungan kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi
pada usia dewasa di RT 03 RW 01 Desa Dukuh Karya
e. Mengetahui hubungan kebiasaan istirahat dengan kejadian hipertensi
pada usia dewasa di RT 03 RW 01 Desa Dukuh Karya
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
a. Bagi Responden
Hasil dari peneliti diharapkan dapat menambah keterampilan dalam
pengetahuan tentang gaya hidup dengan kejadian hipertensi pada usia
dewasa dan diharapkan peneliti ini dapat menjadi bahan acuan untuk
peneliti selanjutnya.
2. Manfaat Teoritis
a. Bagi Instusi Pendidikan Kesehatan
1) Sebagai sumber referensi untuk memfasilitasi penelitian
selanjutnya, yang dilakukan mahasiswa-mahasiswa keperawatan
STIKes Medistra Indonesia untuk kedepannya.
2) Sebagai bahan masukan informasi untuk institusi kesehatan
lainnya, khususnya mahasiswa keperawatan STIKes Medistra
Indonesia tentang hubungan gaya hidup dengan kejadian hipertensi
pada usia dewasa.
b. Bagi peneliti Selanjutnya
1) Menjadi sumber referensi penelitian selanjutnya, yang nantinya
dapat dikembangkan kembali variabelnya untuk penelitian yang
lebih tinggi.
2) Menjadi tenaga kesehatan yang handal dan dihargai masyarakat
dan menjadi perawat yang ahli dibidangnya.

E. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1
Keaslian Penelitian

No Pengarang Judul Tahun Hasil penelitian

1. Verra Widhi Prevalensi Dan 2021 Hasil penelitian


Analisis Faktor menunjukkan bahwa
Astuti
Risiko Hipertensi proporsi hipetensi di
Tasman Pada Masyarakat masyarakat Wilayah
Lola Felnanda Di Wilayah Kerja Kerja Nanggalo tahun
Amri Puskesmas 2019 sebesar 13,7%
Nanggalo Padang yang terdiri dari 10,7%
hipertensi tahap 1 dan
3% hipertensi tahap 2.
Sedangkan 19,2%
responden sudah
memasuki tahap pra
hipertensi. Terdapat
hubungan yang
bermakna antara usia
(p= 0,000), IMT
(p=0,018), dan aktivitas
fisik (p = 0,054)
dengan terjadinya
hipertensi.

2. Nurul Mouliza, Hubungan Gaya 2018 Berdasarkan hasil


Irma Hidup Lansia penelitian
Handayani Dengan Kejadian menunjukkan ada
Sarumpaet Hipertensi Di Desa hubungan antara gaya
Paya Bujok hidup lansia dengan
Tunong Kecamatan kejadian hiperteni.
Langsa Baro Kota Variabel aktivitas
Langsa menunjukkan nilai p =
0,021. Variabel
merokok menunjukkan
nilai p = 0,001.
Variabel kebiasaan
makan menunjukkan
nilai p = 0,001 dan
variabel stres
menunjukkan nilai p =
0,012.

3. Meylen South Hubungan Gaya 2014 Hasil penelitian ini


Hidup Dengan menujukkan konsumsi
Hendro Bidjuni
Kejadian makanan didapat nilai
Reginus T. Hipertensi Di signifikan (p)=0,004
Malara Puskesmas dengan demikian HI
Kolongan diterima dan H0
Kecamatan ditolak. Stres didapat
Kalawat dinilai signifikan
Kabupaten (p)=0,002 dengan
Minahasa Utara demikian HI diterima
dan H0 ditolak.
Merokok didapatkan
nilai signifikan (p)=
0,447 dengan demikian
maka dapat dikatakan
H0 diterima dan H1
ditolak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. HIPERTENSI
1. Pengertian Hipertensi

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami


peningkatan denyut nadi di atas normal yang menimbulkan peningkatan
kesakitan / kematian. Tekanan darah 140/90 mmHg tergantung pada dua
tahap dalam setiap detak jantung, yaitu sistolik dan diastolik, fase sistolik
140 menunjukkan fase darah yang sedang di pompa oleh jantung dan fase
diastolik 90 menunjukkan fase darah kembali ke jantung.

Hipertensi adalah suatu kondisi tanpa gejala, dimana tekanan yang


abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya resiko
terhadap aneurisma, stroke, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan
ginjal. Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140
mmHg atau lebih, tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan
tekanan diastolik masih dalam kisaran normal (Triyanto, 2017).
Tekanan darah tinggi / hipertensi adalah penyakit yang menyebabkan
rasa sakit yang hebat. Tekanan darah tinggi kelainan pembuluh darah
akibatnya suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat
sampai jaringan tubuh yang membutuhkannya. Umumnya hipertensi
merupakan suatu keadaan tanpa gejala dimana tekanan darah yang tinggi
di arteri menyebabkan peningkatan risiko penyakit terkait penyakit
kardiovaskular seperti stroke, gagal ginjal, serangan jantung dan
kerusakan ginjal (Rihiantoro & Widodo, 2017).
Hipertensi yang tidak mendapat penanganan yang baik akan
menyebabkan komplikasi seperti penyakit diabetes, jantung koroner,
stroke dan gagal ginjal (Damanik & Sitompul, 2020).
2. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi berdasarkan penyebabnya dibedakan menjadi dua, yaitu
hipertensi primer dan hipertensi sekunder.
a. Hipertensi esensial (primer) merupakan 90% dari kasus penderita
hipertensi. Dimana sampai saat ini belum diketahui penyebabnya
secara pasti. Beberapa faktor yang berpengaruh dalam terjadinya
hipertensi seperti faktor genetik, stres dan psikologis, serta faktor
lingkungan dan diet (peningkatan penggunaan garam dan
berkurangnya asupan kalium atau kalsium). Peningkatan tekanan
darah tidak jarang, merupakan satu-satunya tanda hipertensi primer.
Umumnya gejala baru terlihat setelah terjadi komplikasi pada organ
seperti ginjal, mata otak, dan jantug.
b. Hipertensi sekunder, penyebab dan patofisiologi dapat diketahui
dengan gejala sehingga lebih mudah untuk dikendalikan dengan
obat-obatan. Penyebab hipertensi sekunder diantaranya berupa
kelainan ginjal seperti tumor, kelainan aorta, diabetes, kelainan
adrenal, kelainan endokrin lainnya seperti resistensi insulin,
hipertirpidisme, dan pemakaian obat-obatan seperti kontrasepsi oral
dan kortikostroid
Tabel 1.2
Klasifikasi Tekanan Darah Menurut (Triyanto, 2017)

Kategori Tekanan Darah Tekanan Darah


Sistolik Diastolik
Normal Dibawah 130 Dibawah 85
mmHg mmHg
Normal Tinggi 130-139 mmHg 85-89 mmHg
Stadium 1 (Hipertensi 140-159 mmHg 90-99 mmHg
Ringan)
Stadium 2 (Hipertensi 160-179 mmHg 100-109 mmHg
Sedang)
Stadium 3 (Hipertensi 180-209 mmHg 110-119 mmHg
Berat)
Stadium 4 (Hipertensi 210 mmHg atau 120 mmHg atau
Malgina) lebih lebih
3. Manifestasi Klinis

Sebagian besar penderita tekanan darah tinggi tidak dijumpai kelainan


apapun selain peningkatan tekanan darah yang merupakan satu-satunya
gejala tekanan darah tinggi. Setelah beberapa tahun penderita akan
mengalami beberapa keluhan seperti nyeri kepala di pagi hari sebelum
bangun tidur, nyeri ini biasanya hilang setelah bangun tidur. Jika terdapat
gejala, maka gejala tersebut menunjukkan adanya kerusakan vaskuler
dengan manifestasi khas menunjukkan kerusakan pembuluh darah. Sistem
organ di mana pembuluh darah dibentuk oleh pembuluh darah
bersangkutan. Penderita hipertensi yang tercatat berupa pusing, telinga
berdengung, cepat marah, sesak nafas, sukar tidur, mudah lelah, sakit
kepala, rasa berat di tengkuk, mata berkunang-kunang, gangguan
neurologi, jantung, gagal ginjal kronik juga tidak jarang dijumpai. Dengan
adanya gejala tersebut merupakan pertanda bahwa hipertensi perlu segera
ditangani dengan baik (Triyanto, 2017).

4. Etiologi
Penyebab hipertensi sudah banyak di perbincangkan, dan yang paling
sering di bahas adalah dua penyebab hipertensi yaitu hipertensi primer dan
hipertensi sekunder.
Menurut (Smeltzer & Bare dalam Triyanto, 2017) penyebab hipertensi
dibagi menjadi 2, yaitu :
1) Hipertensi Esensial atau Primer
Penyebab dari hipertensi esensial sampai saat ini masih belum dapat
diketahui. Sekitar 90% penderita hipertensi tergolong, sedangkan
hipertensi esensial 10% nya tergolong hipertensi sekunder. Efek
samping hipertensi esensial terjadi pada usia 30-35 tahun. Hipertensi
esensial adalah kondisi hipertensi dimana penyebab sekunder dari
hipertensi tidak ditemukan. Pada hipertensi esensial, tidak ditemukan
penyakit Renovaskuler, aldosteronism, pheochro-mocytoma, gagal
ginjal dan penyakit lainnya. Genetik dan ras merupakan bagian yang
menjadi penyebab timbulnya hipertensi primer, termasuk faktor lain
yang diantaranya adalah faktor stres, merokok, alkohol, demografi,
lingkungan, dan gaya hidup.
2) Hipertensi Sekunder
Hipertensi Sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat
dibedakan, termasuk masalah organ tiroid (hipertiroidisme) pembuluh
darah ginjal, penyakit kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme) golongan
tersebut terbesar dari penderita hipertensi adalah hipertensi esensial,
sehingga pemeriksaan dan pengobatan difokuskan pada penderita
hipertensi esensial.
5. Patofisiologi
Meningkatnya tekanan darah didalam arteri bisa terjadi melalui
bebrapa cara yaitu jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan
lebih banyak cairan pada setiap detiknya arteri besar kehilangan
kelenturanya dan menjadi kaku sehingga tidak dapat mengembang pada
saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Darah disetiap
denyutan jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit dari pada
biasanya dan menyebabkan naiknnya tekanan, dimana dinding arterinya
telah menebal dan kaku karena arterioskalierosis. Dengan cara yang sama,
tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi vasokonstriksi, yaitu jika
arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu untuk mengatur karena
perangsangan saraf atau hormon didalam darah. Bertambanya darah dalam
sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi
jika terhadap kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang
sejumlah garam dan air dari dalam tubuh meningkat sehingga tekanan
darah juga meningkat (Pikri et al., 2015).
Sebaliknya, jika aktivitas memompa jantung berkurang arteri
mangalami pelebaran, banyak cairan keluar dari sirkulasi, maka tekanan
darah akan menurun. Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut
dilaksanakan oleh perubahan didalam ginjal dan sistem saraf otonom
(bagian dari sistem saraf yang mengatur berbagai fungsi tubuh secara
otomatis). Perubahan fungsi ginjal, ginjal mengendalikan tekanan darah
melalui bebrapa cara, jika tekanan darah meningkat, ginjal akan
mengeluarkan garam dan air yang akan menyebabkan berkurangnya
volume darah bertambah dan tekanan kembali normal. Ginjal juga bisa
meningkatkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang disebut
renin, yang memicu pembentukan hormon angiotensi, yang selanjutnya
akan memicu pelepasan hormon aldosteron. Ginjal merupakan organ
penting dalam mengembalikan tekanan darah, oleh karena itu berbagai
penyakit dan gangguan ginjal dapat menyebabkan tekanan darah tinggi.
Misalnya, mengurangi arteri yang mengarah ke salah satu ginjal (stenosis
arteri renalis) bisa menyebabkan hipertensi. Peradangan dan cidera pada
salah satu atau kedua ginjal bisa menyebabkan naiknya tekanan darah
(Pikri et al., 2015).
Perubahan struktural dan fungsional dalam sistem vaskular perifer
bertanggung pada perubahan tekanan darah yang terjadi. Perubahan ini
termasuk aterosklerosis, hilangnya elastisitas mengurangi jaringan ikat
dan relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Akibatnya aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomondasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume
secukupnya), hal ini menyebakan penurunan curah jantung dan
peningkatan resistensi perifer (Pikri et al., 2015).
6. Komplikasi

Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau


akibat embolus yang terlepas dari pembuluh otak. Stroke dapat terjadi
pada hipertesi kronik apabila arteri-rteri yang memperdarahi otak
mengalami hipertropi dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah-
daerah yang diperdarahinya berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami
arterosklerosis dapat menjadi lemah, sehingga meningkatkan
kemungkinan terbentuknya aneurisma. Gejala terkena stroke adalah sakit
kepala secara tiba-tiba, seperti orang bingung atau bertingkah laku seperti
orang mabuk, salah satu bagian tubuh terasa lemah atau sulit digerakan
misalnya wajah, mulut, atau lengan terasa kaku, tidak dapat berbicara
secara jelas serta tidak sadarkan diri secara mendadak.

Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerosis


tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila
terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh darah
tersebut. Hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka kebutuhan
oksigen miokardium mungkin tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi
iskemia jantung yang menyebabkan infark.
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan
tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, glomelurus. Dengan rusaknya
glomelurus, darah akan mengalir keunit-unit fungsional ginjal, nefron
akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian.
Dengan rusaknya membran glomelurus, protein akan keluar melalui urin
sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan edema
yang sering dijumpai pada hipertensi kronik.

Ketidakmampuan jantung dalam memompa darah yang kembalinya


kejantung dengan cepat mengakibatkan cairan berkumpul di paru, kaki
dan jaringan lain sering disebut edema. Cairan di dalam paru-paru
menyebabkan sesak napas, timbunan cairan di tungkai menyebabkan kaki
bergerak atau sering dikatakan edema. Ensefalopati dapat terjadi terutama
pada hipertensi malgina (hipertensi yang paling cepat / hipertensi yang
paling tinggi). Tekanan yang tinggi pada kelainan ini menyebabkan
peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan dalam ruang
intertisium di seluruh susunan saraf pusat (Triyanto, 2017).

7. Penatalaksanaan Hipertensi

Menurut (Pikret al., 2015) Penatalaksanaan hipertensi secara


komprehensif akan menurunkan kejadian kardiovaskular. Penatalaksanaan
hipertensi meliputi terapi non farmakologi dan farmakologi

1) Terapi Non Farmakologi

Terapi non farmakologi berupa perubahan gaya hidup dapat


menurunkan tekanan darah. Tekanan darah juga bisa diturunkan
dengan mengatur gaya hidup dan nutrisi. Membatasi asupan garam,
berhenti merokok, olah raga secara rutin, menurunkan berat badan,
pembatasan konsumsi alkohol adalah beberapa hal yang
direkomendasikan oleh banyak quideline.
2) Terapi Farmakologi

Prinsip-prinsip yang mengatur penggunaan obat anti hipertensi untuk


menurunkan tekanan darah, anatara lain :

a. Penggunaan obat dengan dosis rendah untuk memulai terapi,


dalam upaya untuk mengurangi efek samping. Bila respon
penurunan tekanan darah tidak tercapai, bisa ditingkatkan dosisnya
dengan obat yang sama
b. Penggunaan kombinasi obat yang tepat untuk memaksimalkan
keberhasilan penurunan tekanan darah sambil meminimalkan efek
samping. Bisa juga ditambahkan obat kedua dengan dosis kecil
daripada meningkatkan dosis obat awal. Dengan begitu obat
pertama dan kedua yang akan digunakan dalam dosis rendah untuk
mengurangi efek samping.
c. Merubah obat ke jenis yang berbeda jika didapati respons yang
rendah pada obat yang pertama, sebelum meningkatkan dosis obat
pertama atau menambahkan obat kedua.
d. Penggunaan obat memberikan efikasi 24 jam setiap sekali sehari.
Kelebihan obat tersebut mencakup perbaikan dalam kepatuhan
terhadap terapi dan meminimalisasi variabilitas tekanan darah,
kontrol tekanan darah lebih konsisten.
B. Faktor Yang Dapat Menyebabkan Hipertensi

Menurut (Pikri et al., 2015) Faktor risiko dapat dibagi menjadi dua kategori
utama, yaitu tidak dapat diubah dan dapat diubah.

a) Faktor risiko yang tidak dapat diubah


Faktor risiko yang tidak dapat diubah seperti : faktor genetik, umur, dan jenis
kelamin.
a. Faktor Keturunan (Genetik)
Riwayat keluarga yang menderita hipertensi / faktor keturunan juga
meningkatkan risiko hipertensi. Hipertensi pada orang yang mempunyai
riwayat hipertensi dalam keuarga sekitar 15 sampai 35%. Hipertensi terjadi
pada 60% laki-laki dan 30-40% perempuan. Hipertensi usia dibawah 55
tahun terjadi 3,8 kali lebih sering pada orang dewasa riwayat hipertensi
dalam keluarga. Faktor genetik juga berkaitan dengan metabolisme
pengaturan garam dan rennin membran sel (Pikri et al., 2015).
b. Umur / Usia

Umur mempengaruhi terjadinya hipertensi. Jumlah penduduk berusia di atas


65 tahun meningkat secara cepat dan kurang dari 30 tahun. Tekanan darah
sistolik meningkat sesuai usia dan orang lanjut usia dengan hipertensi
merupakan risiko besar untuk penyakit kardiovaskular (Pikrin et al., 2015).

c. Jenis Kelamin

Jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya hipertensi berkaitan dengan jenis


kelamin dan usia. Namun, pada usia tua, risiko hipertensi meningkat pada
perempuan dibandingkan laki-laki. Hipertensi berkaitan dengan indeks masa
tubuh. Laki-laki obesitas lebih mempunyai risiko hipertensi lebih besar
dibandingkan perempuan obesitas dengan berat badan sama (Pikri et al.,
2015).

b) Faktor Risiko Yang Dapat Diubah


Faktor risiko yang diakibatkan perilaku tidak sehat dari penderita hipertensi
antara lain yaitu konsumsi garam berlebihan, merokok, aktivitas fisik,
obesitas, konsumsi alkohol, dislipidemia, dan stres.
a. Obesitas
Obesitas sebagai salah satu faktor kasus risiko kardiovaskular, pasien
obesitas disarankan untuk menurunkan berat badan dengan memperhatikan
kualitas makanan, asupan kalori dan aktivitas fisik. Dikatakan untuk
meningkatkan penurunan berat badan fungsi endotel dan mengurangi
aktivitas sistem saraf simpatik. Juga, aldosteron diduga terlibat dengan
terjadinya hipertensi yang berhubungan dengan obesitas. Kadar aldosteron
plasma meningkat pada pasien obesitas dengan hipertensi, terutama pada
pasien obesitas viseral. Oleh karena itu, golongan antagonis aldosteron
sering digunakan untuk mengatasi hipertensi pada obesitas (Suling, 2018).
Obesitas terjadi pada 64% orang hipertensi. Lemak badan bisa
mempengaruhi kenaikan tekanan darah dan hipertensi. Penurunan berat
badan menurunkan tekanan darah pada pasien obesitas dan memberikan
efek menguntungkan pada faktor risiko terkait, seperti diabetes melitus,
resistensi insulin, hipertrofi ventrikel kiri dan hiperlipidemia (Pikr et al,
2015).
b. Merokok
Bukti ilmiah menunjukkan bahwa merokok aktif dan pasif, meningkatkan
risiko penyakit kardiovaskular. Merokok mengaktifkan kaskade aktif
radikal bebas atau zat oksida lain yang terkandung dalam tembakau. Selain
itu, merokok menginduksi aktivitas vasmotor yang meningkatkan respon
inflamasi, menyebabkan disfungsi endotel, hiperplasia otot polos, disfungsi
trombo hemostatik, yang dapat berunjung pada akselerasi proses
aterosklerosis (Suling, 2018). Merokok tetap menjadi salah satu penyebab
terpenting morbiditas (kesakitan) dan mortalitas (kematian) diseluruh
dunia. Orang yang merokok tidak hanya terpapar nikotin, tembakau, zat
kimia, karbon monoksida, tetapi juga setidaknya 50 bahan kimia beracun
lainnya (Samadian et al., 2016).
c. Kurang Aktivitas Fisik
Hubungan olah raga dapat membantu menurunkan hipertensi / tekanan
darah tinggi dan bermanfaat bagi penderita hipertensi. Olahraga aerobik
menurunkan tekanan darah pada individu yang tidak berolahraga, tetapi
olahraga berat pada individu yang aktif memberikan efek yang kurang.
d. Diet Garam
Natrium intraselular meningkatkan dalam sel darah dan jaringan lain pada
hipertensi. Garam bisa menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh
karena menarik cairan di luar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan
meingkatkan volume dan tekanan darah. Asupan garam dapat
menyebabkan kekakuan otot diseluruh lingkup gerak sendi, oleh karena itu
asupan garam berlebihan dapat menyebabkan hipertensi.
e. Dislipidemia
Dislipidemia dapat merusak pembuluh darah mikrovaskular, ginjal juga
dapat berperan dalam perkembangan tekanan darah tinggi. Dislipidemia
dan hipertensi telah lama menjadi faktor risiko kardiovaskular klasik.
Namun, hubungan keduanya belum sepenuhnya dapat dijelaskan. Terdapat
hipotesa bahwa dislipidemia dapat menyebabkan disfungsi endotel dengan
mengubah mekanisme vasomotor oksida nitrat. Selain itu, dislipidemia
dapat merusak mikrovaskuler ginjal, yang juga berperan dalam terjadinya
hipertensi. Seperti diketahui bahwa pengelolaan hipertensi tidak hanya
mempertimbangkan derajat hipertensi tetapi juga adanya faktor risiko
kardiovaskular lainnya. Pendekatan untuk mengurangi kejadian penyakit
kardiovaskular diterapkan melalui penilaian faktor risiko kardiovaskular
global (Suling, 2018).
f. Konsumsi Alkohol
Konsumsi alkohol akan mengakibatkan risiko hipertensi, namun
mekanismenya belum jelas, mungkin akibat peningkatan koristol,
peningkatan sel darah merah dan peningkatan kekentalan darah berperan
dalam menaikkan tekanan darah. Terjadinya hipertensi lebih tinggi pada
peminum alkohol berat akibat dari aktivasi simpatetik.
g. Stres Psikososial
Stres psikososial mempengaruhi perkembangan dan progresi aterosklerosis
dalam populasi umum. Stres psikososial kronis menyebabkan stres
berlebihan aktivasi adregenrik dan hipperresponsivitas simpatis,
menyebabkan aterosklerosis karotis dan pengurangan stres dengan
perubahan diet atau olahraga menyebabkan penurunan darah. Stres dan
penyakit timbul dari kurangnya integrasi berbagai sistem fisiologi tubuh.
Hal ini mengakibatkan hilangnya homeostasis di kardiovaskular sistem
yang dapat dinyatakan sebagai darah tinggi tekanan atau peningkatan
aterosklerosis. Meskipun besarnya efeknya relatif kecil, tetapi itu
menekankan tentang pentingnya mengendalikan psikologis stres sebagai
manajemen nonterapeutik tinggi tekanan darah (Samadian et al., 2016).
C. Gaya Hidup
Gaya hidup merupakan faktor terpenting yang sangat mempengaruhi
masyarakat. Gaya hidup yang tidak sehat dapat menyebabkan terjadinya
penyakit hipertensi / tekanan darah tinggi, misalnya aktifitas fisik, makanan,
merokok dan stres. Gaya hidup pada faktor resiko penting timbulnya
hipertensi pada seseorang termasuk usia dewasa (21-40) tahun. Meningkatnya
kejadian hipertensi dipengaruhi oleh gaya hidup yang tidak sehat. Hal ini
termasuk gaya hidup tidak sehat, antara lain kurang olahraga, konsumsi
makanan berlemak dan stres (Fadhli, 2018).
Gaya hidup individu yang dicirikan pola perilaku individu, akan
memberi dampak pada kesehatan individu dan selanjutnya pada kesehatan
orang lain. Gaya hidup memiliki hubungan dengan kejadian suatu penyakit
adalah salah satunya hipertensi. Hal tersebut dikarenakan telah adanya transisi
epidemiologi masyarakat yang telah mengadopsi gaya hidup yang tidak sehat,
proporsi istirahat yang tidak seimbang dengan aktivitas yang dilakukan,
seperti pola makan yang tidak baik, kebiasaan-kebiasaan tidak sehat dan stres
(Haidir et al., 2016).
D. Usia Dewasa
Dewasa muda merupakan salah satu tahap perkembangan dalam
kehidup manusia yang harus dijalani. Masa muda seseorang dimulai pada
masa transisi dari masa remaja ke masa dewasa muda, yang disebut dengan
masa dewasa baru (emerging adulthood). Perkembangan dewasa dibagi
menjadi 3, yaitu (young adulthood) dewasa muda dengan usia antara 20-40
tahun, (middle adulthood) dewasa pertengahan dengan usia antara 40-65
tahun dan (late adulthood) dewasa akhir dengan usia ≥ 65 tahun (Prasetyo,
2015 dalam Rachman, 2018).
Dewsa muda sering dikaitkan dengan hipertensi. Karena
bertambahnya usia, elastisitas arteri semakin besar mengurangi. Hal ini
dikarenakan akumulasi kolagen dan hipertrofi sel otot polos tipis, fragmentasi
dan patahan dari serat elastis. Sering bertambahnya usia terjadi abnormalitas
struktural yaitu difungsi endotel menyebabkan peningkatan kekakuan pada
pembuluh darah arteri (Ashfiya et al., 2017).
E. Faktor-Faktor Gaya Hidup Yang Berhubungan Dengan Kejadian Hipertensi
Pada Usia Dewasa
1. Pola Makan
Pola makan adalah salah satu faktor penyebab berbagai penyakit
seperti tekanan darah tinggi. Salah satu cara untuk mengurangi kejadian
tekanan darah tinggi adalah dengan memperbanyak asupan buah dan sayur,
selain menjaga pola makan yang baik, yaitu mengurangi asupan lemak dan
garam dalam jumlah besar (Rihiantoro & Widodo, 2017).
Pola makan yang tidak seimbang antara asupan dengan kebutuhan,
dapat menyebabkan obesitas. Obesitas meningkatkan risiko tekanan darah
tinggi. Masyarakat lebih banyak makan daging daripada mengonsumsi santan.
Kebiasaan makan daging dan mengonsumsi lemak tak jenuh erat kaitannya
dengan kenaikan berat badan, yang meningkatkan risiko tekanan darah tinggi
(Widianto et al., 2019)
1) Asupan Natrium
Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler. Konsumsi
natrium kelebihan menyebabkan konsentrasi natrium peningkatan cairan
ekstraseluler. Untuk menormakannya kembali, cairan intraseluler itu harus
ditarik ke volume cairan peningkatan ekstraseluler. Meningkat volume
cairan ekstraseluler meningkatkan volume darah sehingga mempengaruhi
penampilan tekanan darah tinggi.
Orang yang mengkonsumsi natrium dalam jumlah yang tinggi
mempunyai faktor risiko yang lebih besar dibandingkan dengan yang
mengkonsumsi dalam jumlah kecil. Dalam keadaan normal, jumlah
natrium yang diekskresikan normal tubuh melalui urin jumlah yang
dikonsumsi, jadi seimbang (Herawati et al., 2020).
Menurut (Montol, 2015 dalam Rahma & Baskari, 2019) Mengandung
asupan makanan seperti natrium tinggi dan juga menyukai makanan asin
memicu terjadinya hipertensi. Hal ini disebabkan makanan tinggi natrium
dapat meningkatkan cairan ekstraseluler. Peningkatan ini meningkatkan
volume darah karena mempengaruhi tekanan darah tinggi.
Terlalu banyak makan-makanan asin, gaya hidup yang tidak sehat
meningkatkan hipertensi atau tekanan darah tinggi pada orang dewasa.
Pada orang dewasa, kebiasaan mengkonsumsi makan asin, seperti ikan
asin dan kecap dapat meningkatkan tekanan darah (Fadhli, 2018).
Mekanisme terjadinya tekanan darah adalah natrium diresap oleh
tubuh melalui makanan kelebihan ini melebihi kebutuhan tubuh
diekskresikan melalui ginjal degan urin untuk menjaga kadar Na dalam
darah tetap kostatan. Jumlah setiap saat asupan Na berlebihan dan ginjal
dapat diambil (kapasitas terbatas), maka kadar Na dalam darah akan
meningkat untuk menurunkannya kembali, jumlah darah yang beredar di
pembuluh darah dalam tubuh meningkat dan tekanan dalam sistem
meningkat sehingga dapat menyebabkan hipertensi (Herawati et al., 2020).
2. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik adalah latihan fisik yang dilakukan otot tubuh dan
sistem pendukung dari semua gerakan fisik yang dihasilkan oleh otot rangka
yang membutuhkan pengeluaran energi. Kurangnya aktivitas fisik merupakan
faktor risiko untuk penyakit kronis dan diperkirakan menjadi penyebab utama
kematian seluruh dunia (Rihiantoro & Widodo, 2017).
Selama aktivitas fisik otot membutuhkan lebih banyak energi daripada
metabolismenya untuk bergerak dan jantung serta paru-paru membutuhkan
energi tambahan untuk mengantarkan nutrisi dan oksigen ke seluruh tubuh
dan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh jumlah energi yang dibutuhkan
tergantung pada jumlah massa otot bergerak. Aktivitas fisik yang teratur
bermanfaat mengontrol berat badan dan memperkuat jantung dan sistem
pembuluh darah. Aktivitas fisik secara teratur untuk memberikan stamina
minimal 30-45 menit / 3-4 kali seminggu (Herawati et al., 2020).
Kurangnya aktivitas fisik dapat meningkatkan risiko tekanan darah
tinggi karena itu meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang
kurang aktif secara fisik cenderung memiliki detak jantung yang lebih tinggi,
sehingga otot jantung yang harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi.
Semakin keras dan semakin sering otot jantung harus memompa, semakin
besar tekanan yang diberikannya pada arteri (Simanullang, 2018).
Aktivitas fisik dapat mencegah perkembangan tekanan darah tinggi
dengan mengurangi berat badan, resistensi pembuluh darah, arteriosklerosis,
stres oksidatif, peradangan dan aktivitas sistem renin-angiotensin serta
meningkatkan fungsi endotel, sensitivitas insulin, fungsi ginjal, pengobatan
natrium, aktivitas parasimpatis, angiogenesis arteriogenesis, dan kepatuhan
arteri (Shimbo, 2016).
Aktivitas fisik mengurangi risiko tekanan darah tinggi mengurangi
resistensi vaskular menghambat aktivitas sistem saraf simpatis renin-
angiotensin. Aerobik selama 30-45 menit/hari efek mengurangi risiko tekanan
darah tinggi 19-30%. Kebugaran kardiorespirasi rendah pada usia paruh baya
diduga meningkatkan risiko hipertensi sebesar 50%. Orang yang tidak aktif
cenderung mempunyai detak jantung yang lebih tinggi. Semakin tinggi detak
jantung semakin keras jantung bekerja untuk segalanya berkontraksi dan
meningkatkan tekanan pada didning pembuluh darah (Hardati & Ahmad,
2017).
3. Kebiasaan Istirahat / Tidur
Menurut (Potter & Perry, 2008 dalam Sumarna et al., 2019) istirahat
dan tidur berguna untuk melemaskan otot-otot setelah beraktifitas dan untuk
menenangkan pikiran. Tidur dapat berfungsi untuk mempertahankan fungsi
jantung. Selain itu, selama tidur , tubuh melepaskan hormon pertumbuhan
untuk pemulihan dan memperbaharui sel otak. Otak akan menyaring
informasi yang telah terekam selama sehari dan otak mendapatkan asupan
oksigen dan aliran darah otak dengan optimal sehingga selama tidur terjadi
penyimpanan memori dan pemulihan kognitif.
Kualitas tidur adalah sebuah konsep yang kompleks yang meliputi
aspek subjektif dan objektif yang terdiri dari waktu tidur, waktu tunggu tidur,
kedalama tidur dan ketenangan (restfulness) saat tidur. Kulitas tidur yang baik
identic dengan tidak ada gangguan dalam proses tidur berlangsung. Beberapa
masalah umum yang sering dikeluhkan penderita yang mengalami gangguan
tidur meliputi kesulitan untuk memulai tidur, kesulitan untuk menjaga tidur
yang nyeyak dan bangun terlalu pagi (Hudiyawati et al., 2018).
Orang dengan gangguan kualitas tidur cenderung memiliki tekanan
darah / hipertensi dalam jangka panjang, kualitas tidur yang buruk dapat
meningkatkan indeks masa tubuh dan depresi pada orang dewasa (Lu et al.,
2015)
Durasi tidur yang terlalu lama atau terlalu singkat merupakan faktor
risiko terjadinya hipertensi. Orang yang kurang tidur mengalami kesulitan
berkonsentrasi, mudah lelah dan merasa tidak enak saat beraktivitas. Kurang
tidur yang berkepanjangan mempengaruhi tekanan darah. Ketika seseorang
memiliki durasi tidur yang pendek aktivitas simpatik meningkat yang dapat
dengan mudah menyebabkan stres dan hipertensi (Chen et al., 2015).
4. Kebiasaan Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan
tekanan darah tinggi karena rokok mengandung nikotin. Menghisap rokok
menyebabkan nikotin teresap oleh pembuluh darah kecil dalam paru-paru dan
kemudian akan beredar ke otak. Di otak, nikotin memberi sinyal pada kelenjar
adrenal untuk melepaskan epinefrin atau adrenalin untuk menyempitkan
pembuluh darah dan menyebabkan jantung bekerja lebih keras akibat tekanan
darah tinggi (Simanullang, 2018).
Merokok merupakan salah satu faktor risiko hipertensi. Nikotin dalam
rokok adalah penyebab peningkatan tekanan darah segera setelah hisapan
pertama. Seperti bahan kimia lain dalam asap rokok, nikotin diresap oleh
pembuluh darah kecil di paru-paru dan bersirkulasi ke dalam aliran darah.
Hanya dalam beberapa detik nikotin sudah mencapai otak. Otak bereaksi
terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas
epinefrin (adrenal). Hormon kuat ini menyempitkan pembuluh darah dan
membuat jantung bekerja lebih keras karena tekanan yang lebih tinggi dan
peran karbon monoksida dalam menggantikan oksigen dalam darah dan
memungkinkan jantung memenuhi kebutuhan oksigen tubuh. Merokok
memiliki dampak besar pada peningkatan tekanan darah. Hal ini karena asap
rokok mengandung sekitar 4000 bahan kimia, 200 di antarannya bersifat racun
dan 43 jenis lainnya dapat menyebabkan kanker di dalam tubuh (Sriani et al.,
2016).
Perokok dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok berdasarkan
jumlah rokok yang dihisap per hari, orang yang merokok 1-10 batang
tergolong perokok ringan, orang yang merokok 11-20 batang tergolong
perokok sedang, dan orang yang merokok lebih dari 20 batang per hari disebut
perokok berat. Rokok mengandung ribuan bahan kimia beracun yang
berdampak negatif bagi kesehatan, di antaranya tar, nikotin, timah hitam, dan
karbon monoksida. Kandungan zat berbahaya dalam rokok dapat
mempengaruhi trombosit. Rokok dapat mempengaruhi glutation dalam
trombosit perokok, sehingga mengurangi isoprostan pada trombosit (Sundari
et al., 2015).

F. Kerangka Teori
Skema 2.1
Faktor risiko
hipertensi

Faktor yang tidak


dapat diubah Faktor yang dapat diubah

Obesitas
Faktor keturunan Merokok
(Genetik)
Kurang aktivitas
Umur / usia
Diet garam
Jenis kelamin
Dislipidemia
Konsumsi alkohol
Stres psikososial

Pola makan
Aktivitas fisik
Kebiasaan istirahat
Kebiasaan merokok
G. Kerangka Konsep Hipertensi
Kerangka konsep adalah penjelasan tentang konsep-konsep yang
terkandung di dalam asumsi teoritis yang digunakan untuk mengabstraksi
unsur-unsur yang terkandung dalam fenomena yang akan diteliti dan
menggambarkan bagaimana hubungan diantara konsep-konsep tersebut.
Variabel adalah karakteristik yang melekat pada populasi, bervariasi antara
satu orang dengan yang lainnya dan diteliti dalam suatu penelitian. Dalam
penelitian dikenal beberapa jenis variabel berdasarkan hubungan sebab akibat
antara variabel-variabel tersebut antara lain, variabel bebas (independen),
variabel terkait (dependen), variabel perancu (counfounding), variabel antara
dan variabel luar (Dharma, 2017b).

Skema 2.2
Variabel Independen Variabel Dependen

Kejadian
Gaya Hidup
Hipertensi Pada
Usia Dewasa

Keterangan

= Variabel Independen

= Variabel Dependen

= Hubungan
a) Variabel Independen (Bebas)
Variabel independen disebut juga variabel sebab, yaitu karakteristik dari
subjek yang dengan keberadaannya menyebabkan perubahan pada
variabel lainnya (Dharma, 2017).
Pada penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah Gaya Hidup (pola
makan, aktivitas fisik, kebiasaan istirahat, kebiasaan merokok)
b) Variabel Dependen (Terikat)
Variabel Dependen adalah variabel akibat atau variabel yang akan berubah
akibat pengaruh atau perubahan yang terjadi pada variabel independen
(Dharma, 2017).
Pada penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah kejadian
hipertensi pada usia dewasa
H. Hipotesis
Hipotesis adalah pernyataan awal peneliti mengenai hubungan antara variabel yang
merupakan jawaban peneliti tentang kemungkinan hasil peneliti. Hipotesis dalam
penelitian keperawatan terdiri atas hipotesis statistik (hipotesis nul) dan hipotesis
kerja (hipotesis alternatif). Hipotesis alternatif menyatakan adanya hubungan antara
variabel sedangkan hipotesis nol menyatakan tidak ada hubungan antar variabel
(Dharma, 2017).
Ha :
Ada hubungan gaya hidup (pola makan, aktivitas fisik, kebiasaan istirahat,
kebiasaan merokok) dengan kejadian hipertensi pada usia dewasa.

Anda mungkin juga menyukai