Model Studi Hadis

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

MODEL STUDI HADIS


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pengantar Studi Islam

DOSEN PENGAMPU : AHDIAH, M.Pd.I

Disusun Oleh: Kelompok 9

- Ahmad Muhajir
- Rini Agustina

Lokal: B5 Reguler Semester 1

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) KUALA KAPUAS


TAHUN AKADEMIK 2022/2023
KATA PENGANTAR

ِ ‫بِ ۡس ِم ٱهَّلل ِ ٱلر َّۡح ٰ َم ِن ٱلر‬


‫َّح ِيم‬
Puji syukur yang tiada hingga Saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan taufik dan petunjuk-Nya hingga makalah tentang “MODEL STUDI HADIS” ini
dapat diselesaikan.
Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan alam Nabi kita
Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya hingga hari kiamat kelak.
Selanjutnya saya berterimakasih kepada semua pihak yang telah membantu Saya
dalam menyelesaikan penulisan makalah ini,dan tak lupa juga saya ucapkan terimakasih
kepada Bapak pembina yang telah memberi dukungan kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Dan kami mohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan serta Saya
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan makalah ini
kedepannya.

Kuala Kapuas, 25 Oktober 2022

Penulis,

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
C. Tujuan ..................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Metode Studi Hadis ................................................................................................ 2
B. Pendekatan Sanad dan Matan Studi Hadis ............................................................. 5
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................................. 10
B. Saran ....................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hadits merupakan sumber ajaran islam kedua setelah Al-Qur’an. Kedudukan hadits
sangat urgen bagi sarana informasi mengenai syariat yang diajarkan nabi kepada
umatnya. Masyarakat islam mutlak mengetahui dan memahami sumber ajarannya, yakni
Al-Qur’an dan Hadits. Akan tetapi banyak muslim yang belum memahami tentang
Hadits. Sebagian dari mereka yang sudah memahami akan tetapi dalam mengaplikasikan
di dalam kehidupan sehari-hari mereka abaikan. Untuk memahami diperlukan pemikiran
yang kritis sehingga dapat meneladani seluruh aspek kehidupan yang dilakukan oleh
Rasulullah Saw.   
Hadits berisi tentang riwayat kehidupan Rasulullah saw., yang berisi dasar hukum
baik tentang qoulun nabi, fi’lun nabi, takhrirun nabi, maupun sifatun  nabi. Di dalam
suatu Hadits terdapat struktur Hadits, yang terdiri dari
seorang perawi, Mukharrij dan sanad, begitupula terdapat matan hadits.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana metode studi hadis?
2. Bagaimana pendekatan sanad dan matan studi hadis?
C. Tujuan
1. Mengetahui metode studi Islam.
2. Mengetahui pendekatan sanad dan matan studi hadis.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Metode Studi Hadis


Mencari sebuah hadits tidaklah sama dan semudah mencari ayat al-Qur'an. Untuk
mencari ayat al-Qur'an cukup dengan sebuah kamus seperti al-Mu'jam al-Mufahras li
Alfadz al-Qur'an al-Karim dan sebuah mushaf al-Qur'an. Sedangkan hadits, karena ia
terhimpun dalam banyak kitab, diperlukkan waktu yang lebih lama untuk menelusurinya
sampai sumber asalnya.1 Meskipun begitu, para ulama hadits telah menulis kitab-kitab
yang dapat membantu seorang peneliti hadits dalam rangka kegiatan takhrij. Tetapi,
hanya sedikit yang sampai kepada kita. Kitab-kitab yang dapat dijumpai hanyalah
merupakan alat bantu, seperti al-Jami' al-Shaghir, al-Mu'jam al-Mufahras li Alfadz al-
Hadits al-Nabawi, Miftah Kunuz al-Sunnah, kitab-kitab al-Athraf, dan lain-
lainnya.  Mengenai cara-cara studi hadits, al-Mahdi dan al-Thahhan mengemukakan lima
metode takhrij sebagai berikut.
1. Melalui Periwayat Pertama (Al-Rawi Al-A'la)
Metode ini dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mengetahui secara pasti
perawi pertamanya, baik dari kalangan Sahabat ataupun tabi'in. Langkah pertama dari
metode ini adalah mengenal nama perawi pertama dari hadits yang akan ditakhrij.
Langkah berikutnya adalah mencari nama perawi yang diinginkan dari kitab-kitab al-
Athraf atau Musnad. Bila nama perawi pertama yang dicari telah ditemukan,
kemudian dicari hadits yang diinginkan di antara hadits-hadits yang tertera di bawah
nama perawi tersebut. Bila sudah ditemukan, maka akan diketahui ulama hadits yang
meriwayatkannya.2
Kitab yang membantu untuk kegiatan takhrij berda¬sarkan metode ini adalah
kitab-kitab al-Athraf dan Musnad. Al-Athraf adalah himpunan hadits yang berasal
dari kitab induknya di mana yang dicantumkan hanyalah bagian atau potongan hadits
dari setiap hadits yang diriwayatkan oleh Sahabat atau tabi'in. Di antara kitab-kitab
al-Athraf yang terkenal adalah Athraf al-Shahihain karya Imam Abu Mas'ud Ibrahim
ibn Muhanmmad ibn Ubaid al-Dimasyq, Athraf al-Kutub al-Sittah karya Syamsuddin
Abu al-Fadhli Muhammad ibn Tahin ibn Ahmd al-Maqdisi, Al-Isyraf 'ala ma'rifah al-
Athraf karya Abu al-Qasim Ali ibn Abi Muhammad al-Hasan al-Dimasyq, Tuhfat al-

1
Tim Penyusun IAIN SA, Pengantar Studi Islam, IAIN Ampel Press: Surabaya 2009 hlm.41
2
Ibid, hlm. 42

2
Asyraf bi Ma'rifat al-Asyraf karya Jamal al-din Abu al-Hajjaz Yusuf ibn 'Abd al-
Rahman.
Musnad adalah kitab hadits yang disusun berda¬sarkan nama-nama Sahabat
yang meriwayatkannya. Cara penyusunan nama-nama Sahabat dalam kitab ini tidak
sama, ada yang disusun secara alpabet dan ada juga yang disusun berdasarkan waktu
masuk Islam atau keutamaan Sahabat. Di antara kitab-kitab Musnad tersebut adalah
kitab Musnad karya Imam Ahmad ibn Hanbal, karya Abu Bakr 'Abdullah ibn al-
Zubair al-Humaidi, dan karya Abu Daud al-Tayalisi.
Keunggulan metode ini: cepat sampai pada sahabat yg meriwayatkan hadis krn
alfabetis, Kekurangannya: lama sampai pada hadis yang dicari jika sahabat tersebut.
banyak meriwayatkan hadis.
2. Melalui Lafadz pertama Matan Hadits
Penggunaan metode didasarkan atas lafadz pertama matan hadits. Melalui
metode ini, pentakhrij terlebih dahulu menghimpun lafadz pertama hadits
berdasarkan huruf-huruf hijaiyah. Setelah pentakhrij mengetahui lafadz pertama yang
terletak dalam hadits tersebut, selanjutnya ia mencari lafadz itu dalam kitab-kitab
takhrij yang disusun sesuai dengan metode ini berdasarkan huruf pertama, huruf
kedua dan seterusnya.3 Contoh, hadits yang berbunyi “man ghasyaanaa falaisa
minna” Langkah pertama, karena lafadz pertamanya adalah “man”, maka pentakhrij
harus mencarinya pada bab mim ( ‫) م‬. Langkah kedua mencari huruf nun ( ‫ ) ن‬setelah
mim ( ‫ ) م‬tersebut. Ketiga, mencari huruf-huruf selanjutnya yang mengiringinya,
yaitu ghain ( ‫) غ‬, dan demikian seterusnya.
Kitab-kitab yang dapat digunakan untuk mentakhrij dengan metode ini di
antaranya adalah al-Jami' al-Kabir karya Imam Suyuthi, al-Jami' al-Azhar karya al-
Manawi, al-Jami' al-Shaghir min Hadits al-Basyir al-Nazhir karya Jalaluddin al-
Suyuthi. Dalam kitab al-Jami' al-Shaghir min Hadits al-Basyir al-Nazhir, Jalaluddin
al-Suyuthi menghimpun dan menyusun hadits-hadits yang diatur berdasarkan urutaan
huruf hijaiyyah, mulai dari huruf alif, ba', ta', dan seterusnya.
Dalam menjelaskan kualitas hadits, kitab ini menggunakan rumus-rumus
sebagai berikut: “Shahha” untuk hadits berkualitas shahih; ‫ ح‬untuk hadits berkualitas
hasan; dan ‫ ض‬untuk hadits berkualitas dla'if. Sedangkan untuk kode mukharrij dari
hadits yang bersangkutan digunakan kode ‫ خ‬untuk Bukhari, ‫ م‬untuk Muslim, ‫ مح‬untuk
Ahmad, ‫ ت‬untuk Turmuzhi.
3
Ibid, hlm, 43

3
3. Melalui Penggalan Kata-Kata Yang Tidak Banyak Diungkap dalam Lisan
Menurut Mahmud al-Thahhan, studi hadits dengan metode ini dapat
menggunakan kitab al-Mu'jam al-Mufahras li Alfadz al-Hadits al-Nabawi karya A.J.
Wensinck yang di¬terjemahkan oleh Muhammd Fuad 'Abd al-Baqi. Kitab ini
merujuk kepada kitab-kitab yang menjadi sumber pokok hadits, yaitu Kutub al-
Sittah, al-Muwaththa', Musnad Imam Ahmad, dan Musnad al-Darimi.4
Cara penggunaan kitab al-Mu'jam di atas dapat dilihat pada jilid 7 bagian
permulaan. Di sana akan diperoleh penjelasan tentang bagaimana menggunakan kitab
ini secara mudah. Dua hal penting yang perlu dijelaskan di sini adalah pemberian
kode nama yang dijadikan sumber rujukan, misalnya  ‫مح‬untuk Ahmad, ‫ ت‬untuk
Turmuzhi, ‫ هج‬untuk Ibn Majjah, ‫ ىم‬untuk Darimi; dan penjelasan tentang kitab atau
bab dan halaman kitab yang dirujuk, misalnya Musnad Ahmad, nomor setelah
rumus/kode terdapat dua bentuk: nomor kecil menunjukkan jilid dan nomor besar
menunjukkan halaman dari kitab yang dimaksud.
Kelebihan metode ini di antaranya:
a. Mempercepat pencarian hadits/
b. Membatasi hadits-haditsnya pada kitab-kitab induk dengan menyebutkan nama
kitab, juz', bab, dan halaman.
c. Memungkinkan pencarian hadits melalui kata apa saja yang terdapat dalam matan
hadits.
Sedangkan kekurangannya:
a. Harus memiliki kemampuan berbahasa Arab beserta perangkat-perangkat
ilmunya, karena metode ini menuntut untuk mengembalikan kata kuncinya
kepada kata dasar.
b. Terkadang suatu hadits tidak dapat ditemukan dengan satu kata kunci, sehingga
pentakhrij harus mencarinya dengan menggunakan kata-kata yang lain.
4. Berdasarkan topik hadits
Seorang pentakhrij boleh saja tidak terikat dengan bunyi atau lafadz matan
hadits yang ditakhrijnya, tetapi berupaya memahami melalu topiknya. Upaya
penelusurannya memerlukan kitab atau kamus yang dapat memberikan penjela¬san
riwayat hadits melalui topik yang telah ditentukan. Di antara kitab yang dapat
membantu kegiatan takhrij dengan metode ini adalah Miftah Kunuz al-Sunnah, al-

4
Ibid, h. 45

4
Jawami' al-Shahih, al-Mustadrak 'ala Shahihain, Jam'u al-Fawaid min Jam'i al-Ushul
wa Majma' al-Zawaid.
Menurut Mahmud al-Thahhan, kitab hadits yang dijadikan acuan oleh kitab-
kitab di atas jumlahnya banyak sekali. Di antaranya, Kutub al-Sittah, al-Muwaththa',
Musnad Ahmad, Sunan al-Darimi, Musnad Zaid ibn Al, Sirah ibn Hisyam, Maghazi
al-Waqidi, dan Thabaqah ibn Sa'ad.
5. Berdasarkan status hadits
Melalui kitab-kitab tertentu, para ulama berupaya menyusun hadits-hadits
berdasarkan statusnya, seperti hadits qudsi, masyhur, mursal, dan lain-lain.
Kelebihan metode ini dapat memudahkan proses takhrij, karena hadits-hadits yang
diperlihatkan berdasarkan statusnya jumlahnya sangat sedikit dan tidak rumit.
Meskipun demikian, keku¬rangannya tetap ada yaitu terbatasnya kitab-kitab yang
memuat hadits menurut statusnya. Di antara kitab yang disusun menurut metode ini
adalah: al-Azhar al-Mutanatsirah fi al-Akhbar al-Mutawatirah karya Suyuthi, yang
memuat hadits-hadits mutawatir; al-Ittihafath al-Saniah fi al-Ahadits al-Qudsiyah
karya al-Madani yang memuat hadits-hadits qudsi; al-Maqashid al-Hasanah karya
Sakhawi yang memuat hadits-hadits populer; al-Marasil karya Abu Daud yang
memuat hadits-hadits mursal; Tanzih al-Syari'ah al-Marfu'ah 'an al-Akhbar al-
Syani'ah al-Maudlu'ah karya Ibn Iraq yang memuat hadits-hadits maudlu'.
B. Pendekatan Sanad dan Matan Studi Hadis
Kedudukan sanad dalam hadits sangat penting karena hadits yang
diperoleh/diriwayatkan akan mengikuti siapa yang meriwayatkannya. Dengan sanad
suatu periwayatan hadits, dapat diketahui hadits yang dapat diterima atau ditolak dan
hadits yang shahih atau tidak shahih untuk diamalkan. Sanad merupakan jalan yang
mulia untuk menetapkan hukum-hukum Islam. Para ahli hadits sangat berhati-hati dalm
menerima suatu hadits, kecuali apabila mengenal dari siapa perawi hadits tersebut
menerima hadits tersebut dan sumber yang disebutkan benar-benar dapat dipercaya.
1. Sanad Hadis
“Sanad” adalah bahasa arab yang berasal dari kata dasar “sanada, yasnudu  ‫سند‬
‫)يسند‬  ), artinya “sandaran” atau “tempat bersandar” atau “tempat berpegang” atau
berarti “yang dipercaya”, sebab hadits itu selalu bersandar padanya dan dipegangi
atas kebenarannya.5

5
Muhammad Ma’sum zein, Ulumul Hadits&Mustholah Hadits, Jombang, Darul Hikmah, 2008, hlm.29

5
Sedangkan menurut istilah ialah adalah jalannya matan, yaitu silsilah para
perawi yang memindahkan (meriwayatkan) hadits dari sumbernya mulai dari yang
disebut pertama sampai kepada Rasulullh saw., dimana semua perbuatan, ucapan,
pengakuan, dan lainnya merupakan suatu materi atau matan hadits.6
Dalam bidang ilmu hadits sanad itu merupakan salah satu neraca yang
menimbang shahih atau dhaifnya suatu hadits. Jika para pembawa hadits jika orang-
orang yang cakap dan cukup persyaratan, yakni adil, taqwa, tidak fasik, menjaga
kehormatan diri, dan mempinyai daya ingat kuat, sanadnya bersambung dari satu
periwayat ke periwayat yang lainnya sampai kepada sumber berita pertama.
Contoh sanad : mengatakan Abdullah bin Yusuf berkata : memberitahukan kepada
kami Malik dari ibnu Syihab dari Muhammad bin Jubair bin Muth’im dari ayahnya
berkata :”aku mendengar Rasulullah SAW. Membaca surat at-tur pada sholat
maghrib.” (HR Al-Bukhori).7
Selain istilah sanad, terdapat istilah lainnya, seperti al-isnad, al-
musnad, dan al-musnid. Istilah tersebut kaitannya sangat erat dengan
istilah sanad. Istlah al-isnad berarti menyandarkan, mengasalkan (mengembalikan ke
asal), dan mengangkat. Maksudnya ialah: menyandarkan hadits kepada orang yang
mengatakannya.8 Menurut Ath-Thibi, sebagaimana dkutip al-Qasimi, kata al-
isnad dengan as-sanad mempunyai arti yang hampir sama atau berdekatan. Ibn
Jama’ah mempertegas lagi menurutnya, bahwa ulama muhaditsin memandang kedua
istilah tersebut mempunyai pengertan yang sama, yang keduanya dapat dipakai
secara bergantian.9
Dengan demikian, para ahli hadits bersepakat untuk mengatakan bahwa isnad
merupakan cara pemindahan (pengaksesan) berita dari orang yang terpercaya kepada
orang yang terpercaya lainnya, sampai kepada nabi Muhammad Saw sebagai pemilik
awalnya.10
Sedangkan musnid ialah:“Orang yang meriwayatkan hadits dengan sanadnya,
baik mengetahui atau tidak mengetahui terhadap matan itu, tetapi ia sendiri menjadi
sumber berita itu”.11                                                                                           
Sedang musnad  mempunyai beberapa arti:
6
Sohari Sahrani, Ulumul Hadits, Bogor, Ghalia Indonesia, 2010, hlm.130
7
H. Zainuddin, MZ., Studi Hadits, Surabaya, IAIN SA, 2011, hlm. 50
8
Hasbi Ash-Siddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1997), hlm. 43.
9
Sohari Sahrani, Ulumul Hadits, hlm.130-131
10
H. Zainuddin, MZ., Studi Hadits,  hlm. 51
11
Muhammad Ma’sum zein, Ulumul Hadits&Mustholah Hadits, hlm.31

6
a. Hadits yang diriwayatkan dan disandarkan atau disanadkan kepada seseorang
yang membawanya, seperti Ibn Syihab az-Zuhri, Malik bin Anas, dan Amarah
binti Abd ar-Rahman.
b. Sebagai sebutan nama suatu kitab yang didalamnya menghimpun hadits-hadits
dengan sistem penyusunannya berdasarkan nama-nama para sahabat perawi
hadits, seperti kitab musnad Ahmad.
Contoh Musnad : Abdullah bin yusuf menceritakan kepada kami dari malik
dari abu Az-zinad dari Al-A’raj dari Abu Hurairah Radhiallahuanhu dia berkata :
sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda : “ Jika anjing menjilat bejana salah seorang
dari kalian hendaklah dia mencucinya sebanyak tujuh kali”.
Perhatian  ulama terhadap sanad hadis dipicu oleh ditemukannya hadis palsu
yang diciptakan oleh orang-orang yang mempunyai kepentingan khusus, baik karena
kepentingan politik, bisnis, maupun karena kefanatikan paham, aliran dan mazhab.
Ada tiga peristiwa penting yang mengharuskan adanya penelitian sanad
hadist; pertama, pada zaman Nabi Muhammad SAW tidak seluruh hadist tertulis.
Kedua, sesudah zaman Nabi Muhammad SAW. terjadi pemalsuan hadis Ketiga,
penghimpunan  hadis secara resmi dan massal terjadi setelah berkembangnya
pemalsuan-pemalsuan hadis. Padahal hadista adalah salah satu sumber ajaran islam
meniscayakan adanya kepastian validitas bersumber dari Nabi Muhammad SAW.12
Kriteria keshahihan sanad hadist yang dikemukakan oleh Imam Syafi’i,
dipeganggi oleh muhadditsin berikutnya, sehingga dia di kenal sebagai bapak ilmu
hadist.Namun, di beberapa tempat termasuk indonesia,Al-Bukhari dan Muslim yang
di kenal sebai bapak ilmu hadist, pada hal mereka tidak mengemukakan kriteria
definisi keshahihan hadist secara jelas. Al-Bukhari  dan Muslim hanya memberikan
petunjuk atau penjelasan umum tentang kriteria hadist yang kualitas shahih.
Petunjuk dan penjelasan-penjelasan tentang kriteria keshahihan hadist yang
dikemukaakan Al-Bukhari dan Muslim kemudian di teliti dan dianalisis oleh ulama.
Hasil penelitian tersebut memberikan gambaran tentang hadist shahih menurut
kriteria Al-Bukhari dan Muslim.Dari hasil penelitian tersebut jaga dtkemukan
perbedaan yang prinsip antara keduanya tentang kriteria keshahihan hadist di
samping persamaannya. Perbedaan antaraAl- Bukhari  dan Muslim tentang kriteria
hadist shahih terletak pada masalah pertemuan antara periwayat yang terdekat dalam

12
M. Syuhudi Ismail,. Kaedah Kesahihan Sanad Hadis: Telaah Kritis dan Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu
Sejarah. Jakarta: Bulan Bintang, 1988, hlm. 47.

7
sanad.Walaupun pertemuan itu hanya satu kali saja terjadi. Sedangkan Muslim,
pertemuan itu tidak harus dibuktikan;yang penting antara mereka telah mereka telah
terbukti kesezamanannya.
2. Matan Hadis
Matan menurut bahasa berarti ‫ع من االرض‬oo‫ما صلب وارتف‬ (tanah yang meninggi).
Sedangkan menurut istilah adalah: Lafal-lafal hadits yang mengandung makna-
makna tertentu, Suatu kalimat yang menjadi tempat berakhirnya sanad.
Dari definisi di atas, maka matan  ialah materi atau lafal hadits itu sendiri, yang
penulisannya ditempatkan setelah menyebutkan sanad sebelum perawi
atau mudawwin. Dengan demikian, matan ialah pembicaraan (kalam) atau materi
berita yang diterima oleh sanad terakhir, baik isi pembicaraan itu berupa sabda Nabi
Saw., sahabat ataupun tabi’in, baik isi pembicaraan itu berupa perbuatan Nabi saw
maupun perbuatan sahabat yang tidak disanggah oleh Nabi Saw.13
Cara menghimpun matan-matan  hadis untuk kepentingan studi matan hadis
ialah dengan melihat kitab-kitab kumpulan hadis yang menggunakan sistematika
perbab atau pertema, seperti kitab-kitab hadis yang tergolong kategori sunan. Selain
itu dapat pula mengambilnya dari kitab-kitab kumpulan hadis tematik seperti
kitab Riyad as-Salihin karya Imam Nawawi, dan kitab Bulug al-Maram karya Ibnu
Hajar al-Asqalani. Hanya saja pada kitab-kitab tematik, hadis-hadisnya tidak disertai
sanad sehingga ketika diperlukan analisis sanad untuk menelusuri dan
membandingkan  matan-matannya harus merujuk kepada kitab-kitab aslinya.Cara
lainnya, dapat ditempuh dengan melakukan penelusuran berdasarkan lafal yang sama
atau lafal-lafal yang berbeda namun memiliki kesamaan atau kemiripan makna.Untuk
ini dapat menggunakan bantuan al-Mu’jam al-Mufahras li Alfaz al-Hadis an-
Nabawi.Dapat pula menelusuri hadis-hadis tematik dengan bantuan Miftah Kunuz as-
Sunnah.     
Setelah matan-matan  hadis terkumpul langkah berikutnya adalah menganalisis
atau mengkritiknya secara cermat dengan cara membandingkan matan-matan hadis
satu sama lain. Perbandingan matan-matan hadis terutama menyangkut persamaan
dan perbedaan antar matan dalam pemakaian lafal-lafalnya dan susunan
redaksinya.Hal yang tidak kalah pentingnya dalam perbandingan antar matan itu
adalah kemungkinan adanya perbedaan dalam hal tambahan redaksi atau lafal, yakni
adanya idraj atau ziyadah. Hal tersebut bisa saja terjadi karena adanya tambahan atau
13
Muhammad Ma’sum zein, Ulumul Hadits&Mustholah Hadits, hlm.36

8
kekurangan  lafal atau redaksi baik karena adanya unsur kesengajaan (dengan tujuan
yang semula positif), ataupun tidak atau karena kekeliruan dan kelalaian periwayat
yang sifatnya manusiawi.
Secara teknis metode pendekatan matan hadis dengan membandingkan antara
matan tertentu  dengan matan-matan lainnya dapat dilakukan dengan beberapa cara,
misalnya dengan melakukan perbandingan matan-matan hadis yang redaksinya ada
perbedaan. Matan-matan hadis tersebut bisa saja masih dalam satu kitab yang disusun
oleh satu penyusun atau penghimpun (mukharij), ataupun pada kitab-kitab hadis yang
berbeda namun semuanya bersumber atau bertemu pada satu periwayat yang sama. 
Dari perbandingan itu biasanya ada saja perbedaan redaksi, namun perbedaan itu
dapat ditoleransi sepanjang kandungannya sama. Namun perbedaan redaksi menjadi
penting dikritisi ketika ternyata di antara matan-matan hadis ada yang memuat kata
atau kalimat tertentu sebagai tambahan ataupun kekurangan sementara kata atau
kalimat tersebut  memuat informasi  yang penting karena dapat menyamakan atau
membedakan dengan matan-matan  hadis lainnya. Bahkan persoalan sama tidaknya
redaksi bukan sekedar makna yang dikandungnya menjadi sesuatu yang signifikan
misalnya matan atau redaksi hadis yang dipakai sebagai bacaan ibaadah, seperti
bacaan-bacaan dalam salat, haji dan sebagainya.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Mencari sebuah hadits tidaklah sama dan semudah mencari ayat al-Qur'an. Untuk
mencari ayat al-Qur'an cukup dengan sebuah kamus seperti al-Mu'jam al-Mufahras li
Alfadz al-Qur'an al-Karim dan sebuah mushaf al-Qur'an. Sedangkan hadits, karena ia
terhimpun dalam banyak kitab, diperlukkan waktu yang lebih lama untuk
menelusurinya sampai sumber asalnya.
2. Kedudukan sanad dalam hadits sangat penting karena hadits yang
diperoleh/diriwayatkan akan mengikuti siapa yang meriwayatkannya. Dengan sanad
suatu periwayatan hadits, dapat diketahui hadits yang dapat diterima atau ditolak dan
hadits yang shahih atau tidak shahih untuk diamalkan. Sanad merupakan jalan yang
mulia untuk menetapkan hukum-hukum Islam. Para ahli hadits sangat berhati-hati
dalm menerima suatu hadits, kecuali apabila mengenal dari siapa perawi hadits
tersebut menerima hadits tersebut dan sumber yang disebutkan benar-benar dapat
dipercaya.
B. Saran
Diharapkan para pembaca dapat memahami struktur dalam Hadits melalui
beberapa pengertian yang sudah ditegaskan didalam makalah ini. Menyadari bahwa
penulis masih jauh dari kata sempurna, dan penulis berharap dari kritik dan saran
pembaca agar lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah ini dengan
sumber-sumber yang lebih banyak lagi.

10
DAFTAR PUSTAKA

Hasbi Ash-Siddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Semarang: Pustaka Rizki Putra,


1997
M. Syuhudi Ismail,. Kaedah Kesahihan Sanad Hadis: Telaah Kritis dan Tinjauan dengan
Pendekatan Ilmu Sejarah. Jakarta: Bulan Bintang, 1988
H. Zainuddin, MZ., Studi Hadits, Surabaya, IAIN SA, 2011
Muhammad Ma’sum zein, Ulumul Hadits&Mustholah Hadits, Jombang, Darul Hikmah,
2008
Tim Penyusun IAIN SA, Pengantar Studi Islam, IAIN Ampel Press: Surabaya 2009
Sohari Sahrani, Ulumul Hadits,  Bogor, Ghalia Indonesia, 2010

11

Anda mungkin juga menyukai