Makalah I'Tiradh, Iltifat Dan Fawasil Ayat: Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Balaghah Al-Quran

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

I’TIRADH, ILTIFAT DAN FAWASIL AYAT

Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Balaghah Al-Quran

Dosen Pengampu : Ahmad Dzulfikar, LC, MA.

Disusun oleh :

Nabila Risma Nugraha (21120047)

Fathiya Rodhiyah (21120030)

Aulia Roudotul Jannah (21120032)

PROGRAM STUDI ILMU AL QURAN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

INSTITUT DAARUL QURAN JAKARTA


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan
karunia Nya kami diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah dengan materi “ Iltifat,
I’tiradh dan Fawasil Ayat ”.
Shalawat beserta salam tak luput kami hadiahkan untuk panutan umat muslim
sedunia, Rasulullah SAW contoh tauladan sekaligus orang yang mampu membawa umat
muslim dari zaman jahiliyah kepada zaman modernisasi seperti yang kita rasakan saat ini.
Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada dosen Ustadz Ahmad Zulfikar, LC,
MA.Yang telah membimbing kami dalam penyelesaian makalah ini. Terimakasih tak luput
juga diucapkan kepada rekan-rekan kelompok yang telah berpartisipasi dalam menyelesaikan
makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini tidak luput dari berbagai kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Untuk itu kami mohon kritik dan saran yang mendukung dari
pembaca demi kemajuan kedepannya agar bias bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Cikarang, 02 April 2023

Kelompok 3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................................................3
BAB 1...................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN................................................................................................................................4
A. Latar Belakang........................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...................................................................................................................5
C. Tujuan Penulisan.....................................................................................................................5
BAB II..................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN...................................................................................................................................6
1. I’tiradh.......................................................................................Error! Bookmark not defined.
2. Iltifat.........................................................................................................................................6
A. Pengertian............................................................................................................................6
B. Pembagian Iltifat.................................................................................................................8
3. Fawasil Ayat...............................................................................................................................12
A. Pengertian..............................................................................................................................12
B. Cara untuk mengetahui ilmu fawasil...............................................................................15
C. Faedah mengetahui Ilmu Fawasil.....................................................................................15
BAB III...............................................................................................................................................17
PENUTUP..........................................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................16
BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Nilai keindahan sastra yang terkandung dalam suatu ungkapan merupakan ruh dari
pada ungkapan itu sendiri. Tak akan ada nilai lebih satu ungkapan atas ungkapan lainnya jika
tidak terdapat sisi keindahan dalam ungkapan tersebut.
Al-Qur’an merupakan kitab suci yang diturunkan dalam bentuk ungkapan bahasa
Arab yang fasih sebagaimana pernyataan Allah SWT yang tegas dan lugas, dalam salah satu
ayat al-Qur’an, yaitu surat az-Zumar ayat 28 :

َ‫ج لَّ َعلَّهُ ْم يَتَّقُوْ ن‬ ٰ


ٍ ‫قُرْ انًا َع َربِيًّا َغ ْي َر ِذيْ ِع َو‬.

(Ialah) Alquran dalam bahasa Arab yang tidak ada kebengkokan (di dalamnya)
supaya mereka bertakwa.
Alquran merupakan mukjizat terbesar Nabi Muhammad saw. Kemukjizatan tersebut
terkandung pada aspek bahasa dan isi kandungan maknanya. Sehingga dalam beberapa ayat
dijelaskan bahwa tak ada seorangpun yang dapat menandingi keindahan bahasa Alquran. Dari
aspek bahasa, Alquran mempunyai tingkat fasahah yang tinggi. Sedangkan dari aspek isi,
pesan dan kandungan maknanya melampaui batas kemampuan manusia.
Al-Qur‟an merupakan kitab suci yang diakui sarat akan nilai keindahan dan ke-
balagh-an. Hal itu tampak dalam ketepatan diksi, kesesuaian antara lafal dan maknanya, dan
sisi keindahan lainnya yang menjadikannya tetap tak tertandingi dan tak akan pernah
tertandingi oleh ungkapan manapun. Karena didalam keindahan itulah letak salah satu ke-
Ijaz-an kitab suci tersebut. Betapa indahnya ungkapan seorang pujangga dalam lirik syair
yang berbunyi:
‫ و كتابه أهدى واقوم قيال‬# ‫هللا اكبر إن دين محمد‬

‫ طلع الصباح فأطفا القنديال‬# ‫ال تذكوا الكتب السوالف عنده‬

“Allah Akbar!!! Sungguh benar agama (yang di bawa) oleh Muhammad (Islam), dan kitab
(yang diterimanya) itu (al-Qur‟an) sungguh kitab yang paling sarat akan petunjuk dan
sepaling baik ungkapan. Oleh karenanya, janganlah kalian menyebut-nyebut kitab klasik
disisinya (sebagai padanan dan bandingan)! Karena jika fajar telah terbit, maka (cahaya fajar
itu) pasti akan meredupkan cahaya lentera”.

Dan makna Al-qur'an diungkapkan oleh Allah menggamabarkan petujuk yang meliputi
aqidah, tentang hubungan manusia dengan Rabnya, aturan-aturan tentang hubungan manusia
dengan alam sekitar, ajaran tentang Akhlaq dan lain sebagainya yang sangat tinggi, mulia dan
begitu indahpenuh daya cipta dan orisini sedemikian rupa sehingga manusia lemah dalam
menandinginya.

Jadi, bagi siapa saja yang ingin berinteraksi dengan al-Qur‟an (al-Mu‟amalah bi al-
Qur‟an) dalam bentuk upaya menafsirkannya, maka dipersyaratkan bagi orang tersebut untuk
memahami secara komprehensif sisi kebalaghannya agar benar-benar memiliki modal yang
memadai dalam menangkap pesan-pesan yang terkandung dibalik redaksinya yang
fasih,baligh, dan tentu saja jawami‟ al-kalim

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Iltifat dan I’tiradh?


2. Apa yang dimaksud dengan Fawasil ayat?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Iltifat dan I’tiradh


2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Fawasil ayat
BAB II

PEMBAHASAN

1. I’tiradh

I’tiradh artinya menyisipkan satu kalimat atau lebih kedalam suatu kalimat atau ke
antara dua kata yang berhubungan dengan tujuan tertentu. Lafadz yang ditambah diantara 2
kalimat yang terpisah dalam maknanya. Diantaranya :
- Maknanya bisa doa
- Maknanya attanjih (membersihkan)
- Sebagai penambah penguatan1

Contoh I’tiradh seperti yang terdapat pada ayat di bawah ini :

َ‫ت لِ ْل ٰكفِ ِر ْين‬


ْ ‫فَا ِ ْن لَّ ْم تَ ْف َعلُوْ ا َولَ ْن تَ ْف َعلُوْ ا فَاتَّقُوا النَّا َر الَّتِ ْي َوقُوْ ُدهَا النَّاسُ َو ْال ِح َجا َرةُ ۖ اُ ِع َّد‬

Jumlah mu'taradhah pada ayat ini adalah ‫ َولَ ْن تَ ْف َعلُوْ ا‬yang terletak antara fi'il syarat dan
jawabnya sebagai penegasan bahwa mereka tidak dapat dan tidak akan dapart membuatnya. 2

2. Iltifat
A. Pengertian
Secara etimologi iltifat adalah bentuk mashdar dari kata “ َ‫ “التُفَت‬mengikuti wazan “
‫ ”فتعال‬dengan tambahan hamzah dan ta. Kata dasarnya “‫”لفت‬.secara etimologis, kata “‫”لفت‬
memiliki arti ‫( الصَّرف‬perubahan). Sedangkan secara Terminology menurut Al-Hasyimi
bahwa iltifat adalah perpindahan dari semua dhamir, mutakalim, mukhotob atau ghaib
kepada dhamir lain, karena tuntutan dan keserasian yang lahir melalui pertimbangan
dalam menggugah perpindahan itu, untuk menghiasi percakapan dan mewarnai seruan,
agar tidak jemu dengan satu keadaan dan sebagai dorongan untuk lebih memperhatikan,
karena dalam setiap yang baru itu adalah kenyamanan, sedangkan sebagian iltifat
memiliki kelembutan, pemiliknya adalah rasa bahasa yang sehat.

Menurut kitab jauharul makanun bahwa iltifat merupkan pemindahan ibarat/ungkapan


dari sebagian jalan yang ketiga, (takallum, khitob, ghoib) kejalan lainnya.Seperti
perpindahan dari bentuk takallum kebentuk ghoib atau khitob atau sebaliknya (dari

1
Dodi Insan Kamil, Definisi Al-Ithnab dan Bentuk-Bentuk Ithnab, [Dodiinsankamil.id], Definisi Al-Ithnab dan
Bentuk-Bentuk Ithnab - Dodi insan Kamil, diakses pada 04 April 2023
2
Dr. Mahdir Muhammad, MA. “Esensitas Pembelajaran Balaghah Al Quran”, Jurnal Al-Fikrah. Vol, 8 No. 1
(2019), 89.
bentuk ghoib ke bentuk takallum atau khitob, atau dari bentuk khitob ke bentuk ghoib
atau takallum)3

Iltifât merupakan fenomena kebahasaan yang memiliki struktur berbeda dengan yang
biasanya. Beberapa definisi yang diberikan oleh para ahli adalah sebagai berikut: Abd al-
Mu'thy 'Azafah memberikan definisi illtifât dengan

‫انصراف المتكلم عن المخاطبة الى اإلخبار وعن اإلخبار الى المخاطبة وما أشبه ذالك‬

Artinya :

Beralihnya penutur dari menggunakan bentuk mukhatabah (dialogis) kepada tutur ikhbar
(infomatif) dan dari ikhbar kepada mukhatabah dan sebagainya.

Abdul Qadir Husein berpendapat Iltifât adalah perpindahan dari bentuk dhamir khithâb
atau dhamir ghaibah atau dhamir takallum ke bentuk lain dari bentuk-bentuk tersebut di atas,
dengan syarat dhamirnya kembali pada bentuk yang sama. Apabila tempat kembali dhamir
pertama berbeda dengan tempat kembalinya dhamir kedua, maka bukanlah dinamakan iltifât.

Sebagai contoh ‫ )بالمعروف وعاشره محمدا أكرم‬Muliakanlah Muhammad dan pergaulilah ia


dengan baik). Contoh tersebut terdapat pengalihan, namun bukan itu yang dinamakan iltifât
dalam pengertian yang dimaksud. Dhamir pertama pada ‫ )أكرم محم––دا‬akrim Muhammadan)
adalah untuk mukhathab atau anta, dan dhamir yang kedua pada ‫ )بالمعروف وعاشره‬wa 'âsyirhu
bi al-ma'rûfi untuk dhamir ghaibah. Pengalihan dari dhamir khithab ke dhamir ghaibah
tersebut tidaklah dinamakan iltifat, karena dlamir pertama kembali kepada anta dan dhamir
kedua kembali kepada Muhammad.

Berbeda dengan contoh berikut ini

‫إنا أعطيناك الكوثرفصل لربك وانحر‬

(Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah
shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah). Q.S. Al Kautsar 1-2

Pada ayat tersebut terdapat iltifât dari dhamir takallum ke dhamir ghaibah, tepatnya yaitu dari
penggunaan dhamir takallum (nâ) kemudian ber-iltifât kepada penggunaan bentuk ghaibah
(lirabbika). Seandainya tidak terjadi pengalihan, maka struktur redaksi ayat tersebut adalah
(lanâ), lengkapnya‫لنا إنا أعطيناك الكوثرفصل‬
3
Khalid Mawardi,” Iltifat”, [All about pendidikan] Iltifat ‫ | إلتفات‬All About Pendidikan (wordpress.com), diakses
pada 02 April 2023
Contoh lain yaitu:

ُ‫َّاك نَ ْستَ ِعي ْۗن‬


َ ‫ك نَ ْعبُ ُد َواِي‬
َ ‫اِيَّا‬

“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon
pertolongan”. (Al Fatihah : 5)

Pada ayat ini menggunakan gaya Bahasa iltifat, yang kita bandingkan jika tidak
menggunakan iltifat menjadi ُ‫اِيَّاه نَ ْعبُ ُد َواِيَّاه نَ ْستَ ِعي ْۗن‬. Disini penggunaan dhomir “ka” dianggap
lebih pantas digunakan karena bermaksud kembali kepada Allah SWT.

B. Pembagian Iltifat

1. Iltifat Al-Dhamir

Yang dimaksud dengan Iltifat Al- Dhamir adalah perpindahan dari satu dhamir
kepada dhamir yang lain diantara dhamir yang tiga (mutakallim, mukhatab, dan ghaib).
Dengan catatan dhamir yang baru kembali kepada dhamir yang sudah ada dengan materi
yang sama.

Macam-macam Iltifat Al-Dhamir adalah :

a. Dari mutakallim ke mukhattab

‫ومالي الاعبد الذي فطرني واليه ترجعون‬

Artinya :

Mengapa aku tidak menyembah (Tuhan) yang telah mnciptakanku dan yang hanya kepada-
Nya kamu akan dikembalikan. (QS. Yasin 22)

Ayat tersebut merupakan gaya bahasa iltifat, berupa perpindahan dhamir, yaitu dari
dhamir mutakalim  ‫الي‬JJ‫وم‬  mengapa aku) kepada dhamir mukhatab ‫ون‬JJ‫ترجع‬  (kamu akan
dikembalikan), dan ternyata dhamir baru itu (dhamir mukhotob) pada ‫ترجعون‬  kembali kepada
dhamir yang sudah dalam materi yang sama, yaitu dhamir mutakalim pada ‫ومالي‬

b. Dari mutakallim ke ghoib

‫إنا أعطيناك الكوثرفصل لربك وانحر‬


Artinya:

Sesungguhnya Aku (Allah) telah memberikan kepadamu nikmat yang sangat banyak (telaga
kautsar), maka sholatlah kamu pada Tuhanmu dan berkurbanlah (QS.Al-kautsar 1-2).

Dari bentuk takalum ‫انّا‬  berpindah kebentuk Ghaib ‫فص ِّل لربِّك‬  asalnya ‫فص ِّل لنا‬  (sholatlah
padaku).
c. Dari mukhatab ke mutakallim
‫ب‬
ُ ‫ش ْي‬
ِ ‫ان َم‬
ِ ‫َص َر َح‬ ًّ ‫طروب * بُ َع ْي َد ال‬
ْ ‫شباب ع‬ ُ ‫قلب في الحسان‬
ُ ‫طهابك‬

ُ ‫شطَّ َوليُّها * َوعَا َرتْ ِع َوا ٍد بَ ْينًنا َو ُخطُ ْو‬


‫ب‬ َ ‫يُ َكلِّفني ليلى وقد‬

“Telah merusak dirimu hatimu yang sangat ingin mendapatkan wanita cantik


Padahal setelah masa muda adalah masa tua.
Hati telah memaksaku untuk mendapatkan Laila
Padahal sangat jauh hari-hari untuk mendekatinya dan banyaknya penghalang diantara kita”. 
Yang menjadi contoh, lafazh  ‫ بك‬dan  ‫ يُ َكلِّفني‬asalnya ‫ليلي ويكلفك‬

d. Dari mukhatab ke ghoib

ِ ‫َحتَّي اِذا كنتم فِ ْلفُ ْل‬


‫ك َو َج َر ْينَ بهم‬

sehingga ketika kamu semua berada dalam perahu, dan perahu berjalan bersama


mereka.

Dari bentuk khitob‫كنتم‬  berpindah ke ghaib  ‫ بهم‬asalnya‫بكم‬  (bersamamu semua).

e. Dari ghoib ke mukhatab

–‫نعبد‬ ‫ايّك‬ ‫مالك يوم الدين‬

(Allah) yang merajai hari pembalasan, hanya kepada-Mu aku menyembah

Lafazh ‫مالك يوم الدين‬  merupakan bentuk ghaib, lalu pindah kebentuk khitob ‫ايّك‬
f. Dari ghoib ke mutakallim

‫و هللا الَّ ِذي ارسل ال ِّرح فتثير سحابا فسقناه‬

Artinya :

Allah yang telah meniupkan angin, lalu angin itu menerjang mendung, lalu aku (Allah)
menggiringnya (QS. Al- Fathir :9)

Lafadz ‫هللا‬  merupakan bentuk ghaib berpindah kebentuk takallum ‫فسقناه‬

2. Iltifat ‘Adaad Al-Dhamir

Macam-macam iltifat ‘adad al-dhamir yaitu sebagai berikut :

a. Dari mutakallim mufrod kepada mutakallim ma’al ghoir

‫ انّا اعتد نا جهنم للكافرين نزال‬,‫افحسب الذين كفروا ان يتخذوا عبادي من دوني اولياء‬

Artinya :

Maka apakah orang-orang kafirmenyangka bahwa mereka (dapat ) mengambil hamba-


hamba-Ku menjadi penolong selain Aku?sesungguhnya kami telah menyediakan neraka
jahanam tempat tinggal bagi orang-orang kafir. (QS.Al-kahfi 102)

Ayat tersebut menggunakan gaya bahasa ‘udul yang berpola kepada iltifat. Perpindahanya
terjadi pada bilangan dhamir, berupa perpindahan dari mutakallim mufrad (personal tunggal)
‫عبادي‬ (hambab-hamba-Ku) kepada mutakalim jamak (jamak) ‫انَا‬  (sesungguhnya kami), dan
dhamir mutakalim jamak pada ‫انَا‬  kembali kepada dhamir yang sudah ada dalam materi yang
sama, yaitu dhamir mutakalim mufrod pada ‫عبادي‬.

b. Dari mutakallim ma’al ghoir kepada mutakallim mufrod

‫ فاِماياْتينكم مني هدى‬,‫…قلنا اهبطوامنها جميعا‬..

Artinya :

Kami berfirman : turunlah kamu semua dari syurga itukemudian jika datang petunjuk-Ku
kepadamu…(QS. Al- baqarah 38).
Ayat tersebut menggunakan gaya bahasa udul yang berpola kapadal iltifat.
Perpindahanya tejdai pada bilangan dhamir, berupa perpindahan dari mutakalim jamak ‫قلنا‬ 
(kami berfirman) kepada mutakalim mufrad ‫مني هدى‬.(petunjuk-Ku), dan dhamir mutakalim
mufrad jamak pada ‫مني هدى‬. Kembali kepada dhamir yang sudah ada dalam materi yang sama
yaitu dahamir mutakalim jamak pada ‫قلنا‬

3. Iltifat Anwa’ Al Jumlah


Yang dimaksud dengan iltifat anwa’ al-jumlah adalah perpindahan dari satu jumlah
(kalimat) kepada jumlah lain di antara macam-macam jumlah yang ada, dengan catatan
bahwa materi pada jumlah baru itu kembali kepada jumlah yang sudah ada.

Macam-macam iltifat anwa’ al jumlah yaitu sebagai berikut :

a. Dari jumlah fi’liyyah kepada jumlah ismiyyah

‫َو َما َكفَر سليمانُ ولَكنَ الشياطينَ َكف ُروا‬

Artinya

(dan mereka menyatakan bahwa sulaiman itu mengerjakan sihir) padahal sulaiman tidak
kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan –syaitan itulah-itulah yang kafir (mengerjakan
sihir)…..( QS. Al-baqarah 102)

Ayat tersebut menggunakan pola iltifat, berupa perpindahan anwa’al-jumlah (ragam kalimat),
yaitu dari jumlah fiiliyah  ُ‫( َو َما َكفَر سليمان‬terdiri dari fiil dan fail) kepada jumlah ismiyah َ‫ولَكن‬
‫ ُرو‬J‫ياطينَ َكف‬JJ‫الش‬ (terdiri dari mubtada dan khobar), kalimat kedua merupakan penjelasan dari
kalimat pertama.

b. Dari jumlah ismiyyah kepada jumlah fi’liyyah

‫…الحمدهلل رب العالمين الرحمن الرحيم مالك يوم الدين اياك نعبد‬.

Artinya
segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, maha pemurah lagi maha penyayang, yang
menguasai hari pembalasan dan. Hanya kepada engkaulah kami menyembah…

Ayat tersebut merupakan pola iltifaty, berupa perpindahan pada anwa’al-jumlah yaitu dari
jumlah ismiyah ‫الحمدهلل‬  (terdiri dari mubtada dan khobar) kepada jumlah fi’liyah ‫اك نعبد‬JJ‫اي‬
(terdiri dari fiil, fail dan maful bih), kalimat kedua merupakan penjelasan tentang keadaan
persona III pada kalimat pertama.

c. Dari kalimat berita kepada kalimat terlarang


‫ولكل وجهة هوموليها فاستبقو الخيرات‬
Artinya

Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri)yang ia menghadap kepadanya. Maka
berlomba-lombalah (dalam berbuat ) kebaikan (QS. Al- Baqarah 148)

Ayat tersebut merupakan pola iltifat, berupa perpindahan pada anwa’al-jumlah yaitu
dati kalimat berita ‫( ولكل وجهة هوموليها‬dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia
menghadap kepadanya), kepada kalimat perintah ‫ فاس––تبقو الخ––يرات‬maka berlomba-lombalah
kamu dalam berbuat kebaikan), kalimat kedua merupakan penjelasan tentang sikap mukhotob
terhadap pernyataan pada kalimat pertama.4

3. Fawasil Ayat
A. Pengertian Fawasil Ayat
Secara etimologi, fawasil adalah bentuk jamak dari kata fashilah yang berarti ujung akhir
suatu ayat. Adapun secara istilah,
‫س آيَاتِهَا َوخَاتِ َمتِهَا‬ ِ ‫ْرفَةُ َع َد ِد آيَا‬
ِ ْ‫ت ُكلِّ سُوْ َر ٍة َم َع بَيَا ِن ُرُؤ و‬ ُ ‫ت ْالقُرْ آ ِن ْال َك ِري ِْم ِم ْن َحي‬
ِ ‫ْث َمع‬ ِ ‫ث فِ ْي ِه ع َْن َأحْ َوا ِل آيَا‬
ُ ‫ه َُو ِع ْل ٌم يُ ْب َح‬
Ilmu yang di dalamnya dibahas tentang berbagai keadaan ayat Al-Qur’an al-Karim
dari sisi pengetahuan terhadap jumlah ayat pada setiap surat disertai penjelasan tentang ujung
akhir dari ayat itu.
Istilah lain yang juga dipergunakan oleh para ulama’ adalah istilah “Ilmul ‘Adad”,
suatu ilmu yang berbicara tentang jumlah ayat setiap surat Al-Qur’an. Dari sini dapat
dikatakan secara umum bahwa yang dimaksud dengan al-Fashilah (al-Fawashil) adalah kalam
(pembicaraan) yang terpisah dari kalam yang setelahnya, yang terkadang ia di ujung ayat dan

4
Khalid Mawardi,” Iltifat”, [All about pendidikan] Iltifat ‫ | إلتفات‬All About Pendidikan (wordpress.com), diakses
pada 02 April 2023
terkadang tidak. Dan Fashilah terletak di akhir penggalan pembicaraan. Ia dinamakan dengan
hal itu karena kalam terputus (berakhir) di tempat itu. 5
B. Macam-Macam Fawasil Ayat
1. Pemisah ayat yang hampir sama (Fashilah mutamatsilah), seperti dalam firman-
Nya:

ِ ُ‫ف ْال َمرْ ف‬ ِ ‫ت ْال َم ْع ُم‬


ِ ‫} َو ْالبَ ْي‬3{ ‫ور‬
}4{ ‫وع‬ ِ ‫} َوال َّس ْق‬3{ ‫ور‬ ٍ ‫ق َّمن ُش‬ ٍ ُ‫ب َّم ْسط‬
ٍّ ‫} فِي َر‬2{ ‫ور‬ ٍ ‫} َو ِكتَا‬1{ ‫ور‬ ُّ ‫َو‬
ِ ‫الط‬

” Demi bukit, dan kitab yang ditulis, pada lembaran yang terbuka, dan demi Baitul
Ma'mur.”(QS. Ath-Thuur: 1-4)

Dan firman-Nya:

ِ ‫} َوالَّ ْي ِل ِإ َذا يَس‬3{ ‫} َوال َّش ْف ِع َو ْال َو ْت ِر‬2{ ‫} َولَيَا ٍل َع ْش ٍر‬1{ ‫َو ْالفَجْ ِر‬
}4{ ‫ْر‬

” Demi fajar, dan malam yang sepuluh, dan yang genap dan yang ganjil, dan malam
bila berlalu.”(QS. Al-Fajr: 1-4)

Dan firman-Nya:

َ َّ‫ْح ِإ َذا تَنَف‬


}18{ ‫س‬ ِ َّ‫ار ْال ُكن‬
َ ‫} َوالَّ ْي ِل ِإ َذا َع ْس َع‬16{ ‫س‬
ِ ‫} َوالصُّ ب‬17{ ‫س‬ ِ َّ‫فََآلُأ ْق ِس ُم بِ ْال ُخن‬
ِ ‫} ْال َج َو‬15{ ‫س‬

” Sungguh, aku bersumpah dengan bintang-bintang, yang beredar dan terbenam, demi
malam apabila telah hampir meninggalkan gelapnya, dan demi subuh apabila fajarnya
mulai menyingsing.”(QS. At-Takwir: 15-18)

2. Pemisah ayat yang berdekatan dalam huruf (Fashilah mutaqaribah fi huruf), seperti
firman-Nya:

ِ ِ‫} َمال‬3{ ‫الرَّحْ َم ِن ال َّر ِح ِيم‬


}4{ ‫ك يَوْ ِم الدِّي ِن‬

5
Elrosyid, Pengertian Ilmu Fawasil, [296 group], Pengertian Ilmu Fawashil - 296 GROUP, diakses pada 03 April
2023
” Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Yang menguasai hari pembalasan.”(QS. Al-
Fatihah: 3-4)

Hal ini karena dekatnya huruf miim dengan nuun dalam akhir kata.

Dan firman-Nya:

‫} َأ ِء َذا ِم ْتنَا َو ُكنَّا تُ َرابًا‬2{ ٌ‫ال ْال َكافِرُونَ هَ َذا َش ْى ٌء َع ِجيب‬


َ َ‫} بَلْ َع ِجبُوا َأن َجآ َءهُم ُّمن ِذ ٌر ِّم ْنهُ ْم فَق‬1{ ‫ق َو ْالقُرْ َءا ِن ْال َم ِجي ِد‬
}3{ ‫َذلِكَ َرجْ ٌع بَ ِعي ٌد‬

” Qaaf Demi al-Qur'an yang sangat mulia. (Mereka tidak menerimanya) bahkan
mereka tercengang karena telah datang kepada mereka seorang pemberi peringatan
dari (kalangan) mereka sendiri, maka berkatalah orang-orang kafir:"Ini adalah suatu
yang amat ajaib" Apakah kami setelah mati dan setelah menjadi tanah (kami akan
kembali lagi), itu adalah suatu pengembalian yang tidak mungkin.”(QS. Qaaf: 1-3)

Karena huruf dal dengan ba berdekatan.

3. Pemisah ayat yang bertepatan (Fashilah Mutawaziyah), yaitu jika dua kata sama
dalam wazn (pola) dan huruf-huruf sajaknya, seperti firman-Nya:

}14{ ٌ‫} َوَأ ْك َوابُُ َّموْ ضُو َعة‬13{ ٌ‫فِيهَا ُس ُر ُُر َّمرْ فُو َعة‬

” Di dalamnya ada takhta-takhta yang ditinggikan, dan gelas-gelas yang terletak


(didekatnya).”(QS. Al-Ghaasyiyah: 13-14)

Pemisah ayat yang seimbang (Fashilah Mutawazin), apabila hanya irama yang
diperhatikan dalam penggalan kalimat, seperti firman-Nya:

}16{ ٌ‫} َو َز َرابِ ُّي َم ْبثُوثَة‬15{ ٌ‫ق َمصْ فُوفَة‬


ُ ‫ار‬
ِ ‫َونَ َم‬

” Dan bantal-bantal sandaran yang tersusun, dan permadani-permadani yang


terhampar.”(QS. Al-Ghaasyiyah: 15-16)
Terkadang di dalam Fashilah diperhatikan tambahan huruf, seperti dalam firman-
ُّ ‫ َوتَظُنُّونَ ِباهللِ ال‬ (al-Ahzaab: 10) dengan menambahkan alif, sebab akhir kata-akhir
Nya ‫ظنُونَا‬
kata dari Fashilah dalam surat ini adalah alif-alif yang berasal dari tanwin yang
diwaqafkan, maka alif pun ditambahkan ke huruf nuun pada ُّ ‫ال‬
kata ‫ظنُونَا‬
untuk menyamakan akhir kata dan menyesuaikan akhir Fashilah. Terkadang pula
ْ َ‫ َوالَّ ْي ِل ِإ َذا ي‬ (al-Fajr: 4), yakni
diperhatikan penghapusan huruf, seperti dalam firman-Nya ‫س ِر‬
dengan menghapus huruf ya’ karena akhir kata dari Fashilah dalam ayat sebelumnya
dan setelahnya adalah huruf ra’.

Atau terkadang pula dengan mengakhirkan apa yang seharusnya didahulukan,


karena adanya nilai balaghah tersendiri, seperti untuk merangsang jiwa agar dia
menanti-nantikan pelaku, subyek, seperti dalam firman-Nya ً‫ة‬JJJَ‫ ِه ِخيف‬JJJ‫س‬ َ ‫َأ ْو َج‬JJJَ‫ف‬
ِ ‫س فِي نَ ْف‬
‫سى‬
َ ‫ ُّمو‬ (Thaahaa: 67), sebab pada asalnya (di dalam tata bahasa Arab) kata kerja itu harus
bersambung langsung dengan subyek (pelaku) dan obyeknya diakhirkan. Tetapi di sini
subyek diakhirkan, yaitu kata ”Musa”, karena adanya nilai Balaghah yang harus
didahulukan daripada Fashilah.

C. Cara untuk mengetahui Fawasil Ayat


 Persamaan ayat antara sebelum dan selepas dari segi panjang dan pendeknya
 Persamaan bentuk pada huruf akhir antara satu ayat dengan ayat yang lain
 Persepakatan antara ulama dalam membilang ayat-ayat yang mempunyai persamaan
di dalam Al-Quran
 Perceraian antara satu kalam dengan kalam yang lain.6
D. Faedah mengetahui Ilmu Fawasil
 Untuk mendapat ganjaran pahala yang dijanjikan ketika membacanya dalam sholat
atau mengajarkan kepada seseorang akan ayat tertentu.
 Untuk mengetahui waqaf-waqaf yang disunatkan pada akhir ayat.
 Untuk menentukan sah suatu khutbah karena ada rukun khutbah itu ialah membaca
satu ayat Al Quran dengan sempurna
 Untuk mengetahui bacaan imalah dan taqlil bagi imam-imam yang membaca dengan
wajah-wajah tersebut kerika waqaf

6
Mohammad Sholiheen bin Osman, Ilmu Fawasil (Ilmu kira ayat Al Quran) Mukadimah, [Ulumul Quran],
ULUMUL QURAN: ILMU FAWASIL(ILMU KIRA AYAT AL-QURAN)MUKADIMAH (abisholiheen.blogspot.com),
diakses pada 03 April 2023
 Untuk mengetahui bilangan ayat yang disunatkan membacanya selepas al fatihah di
dalam sholat
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Tujuan dari pembelajaran balaghatul qur’an adalah mengungkap kandungan mu’jizat
Al-Qur’an di bidang sastra Arab dengan mempelajari kaidah-kaidah Balaghoh,
memahami kaidah, uslub, ta’bir, dandzauq dari segi bentuk makna, dan fungsi dari
ayat-ayat Al-Alqur’an. Menggunakan Balaghoh untuk meningkatkan kemampuan
intelektual dalam tafsir Al-Qur’an. Menerapkan Balaghoh Al-Qur’an untuk
berkomunikasi transformative global secara lisan maupun tulis. Menikmati dan
memanfaatkan karya Balaghoh Al-Qur’an untuk ,memperluas wawasan, memperhalus
budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa dan sastra.
Menghargai dan membanggakan Balaghoh Al-Qur’an sebagai khazanah ilmu melalui
firman-firman Allah.

B. Saran
Kami sadar bahwa dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak sekali kekurangan
karena keterbatasan ilmu pengetahuan, pengalaman juga keterbatasan kami sebagai
manusia biasa, untuk itu kritik dan saran amat kami harapkan demi kesempurnaan
kami dalam menyelesaikan tugas-tugas dimasa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

 Abd. Fattah Lasyin, Al-Ma‟ani Fi Dau‟ Asalib al-Qur‟an al-Karim, (Kairo:


Dar al Fikr al-„Arabi, 2003

 Abdul Jalal, Ulumul Qur‟an, Surabaya: Dunia Ilmu, 2000

 Ali al-Jarim & Musthafa Amin, Al-Balaghah al-Wadhihah, (Kairo: Dar al-
Ma‟arif, tt

 Fauzi al-Sayyid Abd Rabbih, Dirosat Fi al-Balaghah al-„Arabiyyah, (Kairo:


Jami‟ah al-Azhar, 1998

 M. Abdul Hamid, Mengukur kemampuan Bahasa Arab Untuk Studi Islam


(Malang: UIN Press, 2010

 Radliyah Zainuddin dkk.Metodologi dan Strategi Alternatif

 Pembelajaran Bahasa Arab. Cet. I. Yogyakarta : Pustaka Rihlah Group, 2005

 Sa'ad Abd. Karim Al-waaili, Tharaiq tadrisi Al-Adab wa Al-Balaghah, Wa Al-


Ta'bir Baina al-Thandhir Wa Tathbiq , Umman: darusy Syuruq lin Nasyr Wa
Al-Tauzi', 2004
 Wahbah al-Zuhaili, Ushul al-Fiqh al-Islamy, jilid I Beirut: Dar al-Fikr, 1997

Anda mungkin juga menyukai