Acara Satu Penetasan Telur
Acara Satu Penetasan Telur
Acara Satu Penetasan Telur
1.3 Manfaat
Manfaat dari praktikum acara 1 penetasan telur antara lain:
1. Mahasiswa mampu mengetahui perbedaan telur fertil dan infertil
2. Mahasiswa mampu mengetahui tata cara sebelum penetasan telur.
3. Mahasiswa dapat memahami tata cara penetasan telur.
4. Mahasiswa mampu melakukan mengaplikasikan tata cara penetasan telur.
BAB II MATERI DAN METODE
2.1 Materi
Alat dan bahan yang digunakan antara lain: mesin tetas, telur fertil, telur infertil,
termometer.
2.2 Metode
Berikut ini adalah prosedur pada praktikum penetasan telur ini:
A. Persiapan Telur
1. Memilih atau menyeleksi telur tetas sesuai dengan kriteria telur tetas yang baik.
Tidak terlalu bulat dan tidak terlalu lonjong/runcing.
2. Telur yang kulitnya terlalu kotor dibersihkan, akan tetapi perlu kehati-hatian
dalam membersihkan kulit telur jangan sampai lapisan kulit ikut hilang.
Menggunakan air hangat dan lap yang halus.
3. Menimbang bobot telur untuk menentukan keseragaman anak ayam.
4. Memisahkan telur retak, kerabang tebal/tipis.
B. Persiapan Mesin Tetas
1. Fumigasi mesin tetas dilakukan satu hari sebelum mesin dipakai meskipun mesin
tersebut baru dibeli
2. Menghubungkan mesin tetas dengan satu daya listrik dan tunggu sampai suhu
mencapai kestabilan pada suhu 37-38°C. Pemanasan mesin tetas dilakukan
minimal 24 jam sebelum telur dimasukkan ke dalam mesin tetas
3. Mengecek dengan seksama cara kerja thermostat, pitingan lampu dan yang
lainnya
4. Menyediakan cadangan bola lampu (dop)
C. Penetasan Telur
1. Masukkan telur fertil yang sudah diseleksi ke dalam mesin tetas yangsudah siap
2. Mengecekan temperatur dan kelembaban
3. Memanajemen ventilasi mesin tetas
Embrio memerlukan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida selama
perkembangannya. Jumlah karbondioksida yang terlalu banyak akan
menyebabkan mortalitas embrio dan daya tetas yang menurun.
4. Posisi telur dan pembalikan
Pembalikan telur dilakukan mulai hari ke-4 sebanyak 3-4 kali dalam sehari
(diusahakan dalam rentang setiap 8 jam).
5. Peneropongan/candling
Peneropongan dilakukan ketika hari ke-7, 14, dan 21 hari dalam mesin tetas.
6. Pulling
Itik yang sudah menetas kemudian dipindahkan atau dikeluarkan dari mesin tetas
setelah 95% bulunya kering.
1.
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Berkut ini adalah hasil dari acara I penetasan telur yaitu sebagai berikut:
Gambar 1. Penetasan
Candling untuk melihat embrio itik
atau untuk melihat telur fertil atau
infertil.
Gam
bar 2. Candling
Telur yang sudah menetas dengan
bobot DOD 48,35 gram.
Gambar 3. Bebek 9D
3.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum penetasan telur, didapati bahwa telur dapat menetas pada
kisaran temperatur suhu 37-38°C. Pada praktikum penetasan telur suhu pada mesin tetas
manual dan otomatis adalah 38°C. Suhu optimal untuk telur bebek adalah 37-38°C untuk
penetasan telur. Ini disebabkan telur tidak dierami oleh induk alaminya. Sehingga
pengondisian suhu 37-38°C sebagai salah satu faktor pendukung dari tingkat penetasan telur.
Suhu tersebut sudah sesuai bahwa rataan daya tetas temperatur 38-39°C paling presentase
mentasnya dibandingkan dengan temperatur 36-37°C dan 37-38°C, hal tersebut disebabkan
karena temperatur yang diberikan sangat optimum dan hampir mendekati suhu pada
penetasan alami (Ningtyas et al., 2013). Ini disebabkan telur butuh kehangatan karena
dierami atau ditetaskan dengan mesin tetas dan bukan induk unggas alami. Sedangkan fungsi
baki atau nampan berisi air yang di letakkan di lapisan bawah mesin tetas berguna untuk
menjaga kelembapan. Dikarenakan penetasan telur menggunakan telur bebek, karena kondisi
bebek sebagai hewan yang menyukai air/ Oleh sebab itulah di letakkannya baki atau nampan
berisi air pada bagian bawah mesin tetas. Sedangkan untuk pengaturan mesin tetas otomatis,
terdapat timer waktu. Kegunaan timer waktu adalah untuk mengatur frekuensi pembalikan
telur secara otomatis. Mesin tetas otomatis disetting pada pembalikan telur sebanyak 6 jam
sekali. Pada pukul 09.00 dan pukul 15.00 WIB. Untuk pengecekan keadaan embrio,
menggunakan flashlight dari handphone. Lalu di dekatkan pada telur untuk melihat jaringan
dan pembuluh darah pada telur.
Telur dapat menetas kurang lebih selama 21 hari. Perlakuan pada telur penting untuk
diamati karena berpengaruh pada tingkat penetasan telur. Pada telur bebek, dijelaskan bahwa
bebek menyukai kondisi berair sehingga di letakkannya baki atau nampan berisi air di bawah
lapisan mesin tetas berguna untuk mengondisikan lingkungan air serta menjaga kelembapan
lingkungan telur. DOD yang menetas di mesin tetas otomatis memiliki kelainan seperti lebih
kecil dan tingkat mortalitas lebih tinggi. Ukuran DOD mengecil dapat terjadi karena
kelembaban yang kurang pada mesin tetas otomatis karena tsak adanya penyemprotan.
Menurut Okatama et al. (2018) suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan telur mengalami
dehidrasi atau kekeringan, sehingga DOD yang dihasilkan akan lemah, akibatnya DOD akan
mengalami kekerdilan dan mortalitas yang tinggi. Kelembaban selama penetasan berkisar 70-
80 %.
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Telur bebek sebelum dimasukan dan pada saat proses penetasan perlu adanya
candling untuk mengetahui telur tersebut ferlil atau tidaknya. Telur bebek memerlukan
kelembaban tinggi untuk menetas yaitu 70-80%. Keberhasilan tertinggi terjadi di mesin
tetas manual karena mencapai kelembaban yang optimal karena dilakukan penyemprotan
oleh karena tu perlu dipersiapkan dari sebelum telur masuk mesin tetas sampai telur
menetas. Salah satu faktor pada mesin otomatis telur mengalami gagal menetas karena
kurangnya kelembaban. Suhu yang optimal untuk penetasan adalah 37-38°C tetapi pada
mesin tetas manual pernah selama 3 hari suhu mencapi 42°C yang menyebabkan suhu
tidak stabil.
4.2 Saran
Suhu pada mesih tetas lebih dijaga agar menetas maksimal. Serta agar praktikan
lebih bekerja sama dalam mengurus telur tersebut. Ketika penetasan menggunakan mesin
tetas otomatis baiknya dilakukan penyemprotan agar tidak terjadi dehidrasi pada telur.
DAFTAR PUSTAKA
Pambudi, R. I. (2012). Manajemen Penetasan Ayam Broiler Di PT. Super Unggas Jaya,
Pasuruan.
Sugiyono, S., Hindratiningrum, N., & Primandini, Y. (2015). Determinasi energi metabolis
dan kandungan nutrisi hasil samping pasar sebagai potensi bahan pakan lokal ternak
unggas. Jurnal Agripet, 15(1): 41-45.
Standar Operasional (SOP) Hatchery. 2015. Unit Hatchery PT. Charoen Pokphand Jaya
Farm. Pekanbaru, Provinsi Riau
Ningtyas, M. S., Ismoyowati, I., dan Sulistyawan, I. H. 2013. Pengaruh temperatur terhadap
daya tetas dan hasil tetas telur itik (anas plathyrinchos) (the effect of temperature on
hatchability and egg hatching yield duck (anas platyrinchos). Jurnal Ilmiah
Peternakan , 1(1), 347–352
Okatama, M. S., S. Maylinda., dan V.A. Nurgiartiningsih. 2018. Hubungan bobot telur dan
indeks telur dengan bobot tetas itik dabung di kabupaten Bangkalan. TERNAK
TROPIKA Journal of Tropical Animal Production, 19(1), 1-8.