Makalah Sinensetin KLP 4
Makalah Sinensetin KLP 4
Makalah Sinensetin KLP 4
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKALAH
EKSTRAKSI DAN IDENTIFIKASI SINENSETIN DARI KUMIS KUCING
(Orthosiphon aristatus Blume miq.) VARETAS PUTIH
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
1. Resky Aulia Ramadhani 15020190187
2. Nur Rezki Azis 15020190189
3. Nurhasanah Wirasari 15020190196
4. Nur Azizah Syam 15020190191
Puji syukur kita haturkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga sayadapat menyelesaikan penyusunan makalah yang
berjudul “Ekstraksi Senyawa Flavanoid Tumbuhan Mengandung sinensetin”.
Kelompok 4
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari tumbuhan kumis kucing (Orthosiphon
aristatus Blume miq.)
2. Untuk mengetahui morfologi kumis kucing (Orthosiphon aristatus Blume
miq.)
3. Untuk mengetahui uji maksroskopik dari tumbuhan kumis kucing
(Orthosiphon aristatus Blume miq.)
4. Untuk mengetahui analisis mikroskopik dari tumbuhan kumis kumis
kucing (Orthosiphon aristatus Blume miq.)
5. Untuk mengetehui kandungn zat aktif dari tumbuhan kumis kucing
(Orthosiphon aristatus Blume miq.)
6. Untuk mengatahui khasiat dari tumbuhan kumis kucing (Orthosiphon
aristatus Blume miq.)
7. Untuk mengethui bagaiamana cara mengeskstraksi tumbuhan kumis
kucing secara tepat (Orthosiphon aristatus Blume miq.)
8. Untuk melakukan identifkasi dari tumbuhan kumis kucing (Orthosiphon
aristatus Blume miq.)
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
kedua permukaan berbintik-bintik, panjang tangkai 3 cm. Perbungaan berupa
tandan yang keluar diujung cabang, panjang 7-29 cm, ditutupi rambut pendek
berwarna ungu dan kemudian menjadi putih, gagang rambut pendek dan
jarang, panjang 1-5 mm. Dikenal 3 varietas kumis kucing yaitu yang
berbungabiru, berbunga putih dengan batang serta tulang dan tangkai bunga
coklat kemerahan, dan yang berbunga putih (KemenKes RI, 2016).
4
2.4 Uji Mikroskopik
Gambar 2. Analisis mikroskopik daun kumis kucing. (a) rambut penutup, (b) stomata tipe diasitik
dan (c) epidermis bawah dengan rambut penutup.
5
acid: caffeic acid, cichoric acid, rosmarinic acid, dan senyawa
polymethoxylated flavonoid: sinensetine dan eupatorin (Olah et al., 2003).
Selain itu daun kumis kucing juga memiliki berbagai zat aktif yang ada
seperti Glikosid ortosifonin; Zat lemak; Minyak atsiri; Minyak lemak;
Saponin; Sapofonin; 5 Garam kalium. (KemenKesRI, 2016), Silika, kalium,
flavonoid : eupatorin, luteolin, sinarosida,isosinarosida , kuersetin,
kuersimetrin, krisoeriol, isoramnetin, isoramnetin 3-glycoside (l-3),kuersetin-
3-o-a-L-ramnosida dan kaempferol-3,7-aL-diramnosida, 5-hidroksi-6,7,31,
41-tetrametoksi flavon, salvigenin, ladancin, tetra metil skutelsrein, G-
hidroksi-S, tetrametoksi flavon; asam kuinat; diterpen isopimaren
teroksigenasi; 7-o-diasetil orthosipol B, 6- hidroksiortosipol B, 3-Odiasetil
ortosipol i, 2-O-diasetil ortosipol J, siponol A-E, ortosipol H,K,M,N, staminol
A-B, norstaminol; vomifoliol, aurantiamida asetat, asam rosmarinat, asam
kafeat, asam oleanolat, asam ursolat , asam betulinat dan B-sitostero (BPOM
RI, 2012)
6
Beberapa senyawa fenolik dan flavonoid dari ekstrak daun kumis kucing
juga memiliki aktivitas anti-diabetes, Selain itu, asam caffeic, senyawa
fenolik, telah dilaporkan meningkatkan penyerapan glukosa dan senyawa
fenolik ekstrak daun kumis kucing dapat berperan dalam kontrol
hiperglikemia (Sriplang et al., 2007).
Kumis kucing adalah tanaman obat tradisional yang sudah banyak
digunakan secara empiris di beberapa wilayah asia dan eropa. Hasil penelitian
sudah banyak melaporkan aktivitas farmakologi dari kumis kucing,
diantaranya adalah diuretik (Olah et al., 2003; Arafat et al., 2008; Adam et al.,
2009), analgesik dan antipiretik (M. Yam et al., 2008), antihipertensi
(Matsubara et al., 1999), efek hepatoprotektif (M. Yam et al., 2007;
Maheswari et al., 2008), pencegahan dan pengobatan kanker (Pauzi et al.,
2018; Halim et al., 2017), antivirus (Ripim et al., 2018).
Pada masa pandemi Covid-19 penemuan senyawa atau tanaman obat
tradisional yang berpotensi sebagai antivirus dan imunomodulator terus
dilakukan dan berdasarkan hasil penelitian senyawa yang terkandung dalam
tanaman kumis kucing berpotensi sebagai inhibitor Covid-19 (Sarkar & Das ;
2020; Rowaiye et al., 2020; Sekiou et al., 2020; Adem et al., 2020; Dahab et
al., 2020; Narkhede et al., 2020; Sharma & Kaur, 2020; Faramayuda et al.,
2021), antiherpetik (Ikeda et al., 2011; Medini et al., 2016; Astani et al.,
2011; Astani & Schnitzler, 2014; Bourne et al., 1999; Benencia & Courreges,
2000; Sharifi-Rad et al., 2018), anti-human immunodeficiency virus (HIV)
(Lin et al., 1999; McDougall et al., 1998; Zhang et al., 2014; Mengoni et al.,
2002; Kashiwada et al., 1998; Xu et al., 1996), anti hepatitis (Haid et al.,
2012; Duan et al., 2016; Kong et al., 2013; Chang et al., 2016) dan
imunomodulator (Harun et al., 2015; Woottisin et al., 2011; Friedman, 2015;
Kim et al., 2008; Takano et al., 2004; Sanbongi et al., 2004; Youn et al.,
2003).
Senyawa utama atau marker dalam kumis kucing adalah asam
rosmarinat, danshensu, eupatorin dan sinensetin (Guo et al., 2019). Senyawa
sinensetin termasuk ke dalam golongan senyawa flavon polimetoksi Senyawa
7
flavon polimetoksi memiliki beberapa aktivitas dan merupakan bagian dari
mekanisme pertahanan kimia tanaman (Berim & Gang, 2016).
Tanaman kumis kucing yang tumbuh di Indonesia ada tiga varietas yaitu
kumis kucing berbunga putih, putih-ungu dan ungu (Febjislami et al., 2019).
Perbedaan yang paling mendasar ketiga varietas tersebut adalah dari
morfologi bunga (Keng & Siong, 2006). Penelitian sebelumnya melaporkan
bahwa sinensetin terdapat pada tiga varietas tersebut (Febjislami, 2017).
Faktor yang berpengaruh pada kadar sinensetin dalam tanaman kumis kucing
adalah usia, tingkat kematangan dan lokasi tumbuh. Berdasarkan usia dan
tingkat kematangan yang sama, kadar sinensetin beberapa genotype kumis
kucing varietas putih lebih tinggi dibandingkan varietas lainnya (Batubara et
al., 2020).
8
a. Timbang 50 g serbuk simplisia Daun kumis kucing masukkan ke dalam
maserator, tambahkan 500 ml pelarut heksan kemudian direndam selama 6
jam sambil diaduk menggunakan Orbital Shaker dengan kecepatan 100
rpm, kemudian diamkan selama 18 jam. Maserat dipisahkan dengan cara
filtrasi menggunakan kain flannel. Ulangi proses penyarian sekurang-
kurangnya dua kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Setelah
semua maserat dikumpulkan kemudian uapkan dengan penguap vakum
hingga diperoleh ekstrak cair cukupkan volume sampai 50 ml. Lakukan
hal diatas tersebut untuk pelarut aseton dan etanol (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 2008).
b. Untuk pelarut air dilakukan ekstraksi menggunakan metode infusa 10 g
serbuk simplisia dimasukkan dalam panci dengan air sebanyak 100 ml,
panaskan di atas tangas air selama 15 menit terhitung mulai m n p 0 C
sambil sekali-sekali diaduk-aduk. Serkai selagi panas melalui kain flannel,
tambahkan air panas sampai volume 100 ml (Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia, 2010).
9
adalah pemantauan profil KLT varietas kumis kucing dengan fase gerak
kloroform - etil asetat (60:40), dimana sinensetin terdeteksi pada pada Rf
0,49 (Hossain & Ismail, 2016), laporan tersebut tidak berbeda jauh dengan
hasil penelitian dimana Rf senyawa sinensetin terdeteksi pada Rf 0,41.
Profil KLT dari tiga Fraksi dengan fasa gerak n-heksan : etil asetat (3:7)
terdeteksi adanya senyawa sinensetin pada fraksi etil asetat dan n-heksan
pada retention factor (Rf) 0,4 sedangkan dengan fasa gerak kloroform : etil
asetat (6:4) sinensetin terdeteksi pada fraksi etil asetat dan n-heksan
dengan Rf 0,41. Sinensetin termasuk golongan senyawa flavon
polimetoksi adanya gugus metoksi membuat senyawa ini bersifat semi
polar dan cenderung mengarah non polar (Pang et al., 2014), oleh karena
itu sinensetin terdeteksi pada fraksi etil asetat dan n-heksana
Gambar 4. Profil KLT Fraksi air, etil asetat dan n-heksan kumis kucing pada fasa
gerak nheksan : etil asetat (3:7). (A) lampu UV 254 nm, (B) 365 nm,
(a) standar sinensetin,
10
100 : 0 sampai 0 : 100, volume dalam satu kali elusi adalah 100 mL Pada
proses KCV menghasilkan 11 subfraksi. Subfraksi 8 dan 9 (SFA) serta 10
-11 (SFB) digabung karena memiliki pola profil KLT yang sama.
Pemisahan lanjutan menggunakan kromatografi kolom dilakukan pada
gabungan subfraksi 8-11 (3,25 gram), dimana pada fraksi tersebut
terdeteksi adanya senyawa sinensetin . Sistem fasa gerak sama dengan
sistem pada KCV. Subfraksi yang memiliki pola bercak yang sama
kemudian digabung. Hasil kromatografi kolom mendapatkan 142 subfraksi
kolom (SFK). Pada rentang SFK 91 – 124 terdeteksi adanya senyawa
sinensetin. Dari hasil penggabungan SFK dihasilkan beberapa sampel
yaitu SFKA (SFK 91,94,98,103,108,109,110,112,114), SFKB (SFK
115,116,118,119), SFKC (SFK 120-123) dan SFKD (SFK 124). Hasil
KCV fraksi etil asetat menghasilkan 11 subfraksi, namun yang terdeteksi
adanya senyawa sinensetin ada pada subfraksi 8 – 11 dengan nilai Rf 0.68
Gambar 5. Profil KLT subfraksi 3-11 hasil kromatografi cair vakum (KCV) dengan fasa
gerak kloroform : etil asetat 6 : 4 (A) lampu UV 254 nm (B) 365 nm.
Pemantauan KLT yang dilakukan terhadap SFK A – D dengan fasa gerak
n-heksa
11
Fasa gerak yang digunakan adalah n-heksan : etil asetat (3 : 7).
Aplikasikan SFK A sebanyak 60,5 mg pada plat sehingga membentuk pita
yang dilihat di bawah lampu UV 365 nm. Pita yang teramati kemudian
dipisahkan dan ditambahkan pelarut etil asetat untuk selanjutnya
diidentifikasi menggunakan KLT. Pemisahan lanjutan dilakukan kembali
dengan menggunakan kromatografi kolom dengan sistem fasa gerak
gradien n-heksan : etil asetat. Sampel yang digunakan untuk kromatografi
kolom adalah gabungan subfraksi 8-11. penggabungan kedua subfraksi
tersebut didasarkan kesamaan profil KLT. Dari hasil kromatografi kolom
dihasilkan 142 subfraksi kolom (SFK). Pada rentang SFK 91 – 124
terdeteksi adanya senyawa sinensetin, sedangkan SFK yang lainnya tidak
terdeteksi adanya senyawa sinensetin. Pada SFK 91 – 124 yang
mempunyai profil KLT yang sama digabungkan dan dilakukan
pemantauan KLT kembali. Dari hasil penggabungan SFK dihasilkan
beberapa sampel yaitu SFKA (SFK 91,94,98,103,108,109,110,112,114),
SFKB (SFK 115,116,118,119), SFKC ( SFK 120-123) dan SFKD (SFK
124).
12
d. Uji kemurnian dilakukan dengan metode KLT 2 dimensi. Isolat yang telah
diperoleh kemudian ditotolkan pada plat KLT dengan ukuran 10x10 cm,
kemudian dielusi menggunakan pelarut yang sesuai. Pada saat elusi yang
pertama selesai, selanjutnya plat diputar 90o berlawanan arah jarum jam.
Setelah proses elusi yang kedua selesai kemudian diamati dibawah lampu
UV 254 nm dan UV 365 nm. Analisa kemurnian terhadap isolat yang
diperoleh menggunakan KLT 2D menunjukkan tetap muncul satu bercak
dengan dua fasa gerak yang berbeda tingkat kepolarannya
13
isolat dan standar sinensetin, menunjukkan bahwa isolat diduga senyawa
sinensetin.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tanaman daun kumis kucing memiliki senyawa yang khas dan identik
atau bisa kita sebut dengan senyawa marker, senyawa ini dijadikan sebagai
senyawa penanda tanaman kumis kucing dikarenakan sangat sedikit tanaman
lain yang memiliki Senyawa tersebut. Senyawa marker yang dimiliki daun
kumis kucing adalah flavonoid sinensetin.
senyawa sinensetin dalam tanaman kumis kucing varietas putih dapat
diisolasi dengan cara diekstraksi melalui maserasi, dan infusa untuk
identifikasinya dapat menggunkkan kromotografi lapis tipis , kromatografi
cair vakum dan kolom gravitasi.
3.2 Saran
Sebelum melakukan ekstraksi terhadap sampel yang ingin ujikan
baiknya melihat dari sifat fisik dari suatu sampel dengan menggunakan
metode yang tepat.
15
DAFTAR PUSTAKA
Adam, Y., Somchit, M. N., Sulaiman, M. R., Nasaruddin, A. A., Zuraini, A.,
Bustamam, A. A., & Zakaria, Z. A. (2009). Diuretic properties of
Orthosiphon stamineus Benth. Journal of Etnhopharmacology, 124, 154-
158.
Akowuah, G. A., Zhari, I., Norhayati, I., & Sadikun, A. (2004). Radikal
scavenging activity of methanol leaf extracts of Orthosiphon stamineus.
Pharmaceutical Biology, 42(8), 629-635.
Cicero, A. F. G., Sando, V. D., Izzo, R., Vasta, A., Trimarco, A., & Borghi, C.
(2012). Effect of a combined nutraceutical containing Orthosiphon
stamineus effect on blood pressure and metabolic syndrome components
in hypertensive dyslipidaemic patients. Complementary Therapies in
Clinical Practise, 18, 190-194.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1980). Materia Medika Indonesia
(Jilid IV). Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. (2011). Farmakope Herbal Indoensia Suplemen II. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Pratiwi, P., Suzery, M.,& Cahyono, B. (2010). Total fenolat dan flavonoid dari
ekstrak dan fraksi daun kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth) Jawa
tengah serta aktivitas antioksidannya. Jurnal Sains & Matematika, 18(4),
140-148
Madhukar, N. K., Marymmal, A., Sindhura, P. U., & Mannavalan, R. (2010).
Evaluation of nephprotective activity of Orthosiphon stamineus Benth
extract using rat model. International Journal of PharmTech Research,
2(1), 209-215
16