Makalah Pengertian Fiqh Dan Ushul Fiqh PDF
Makalah Pengertian Fiqh Dan Ushul Fiqh PDF
Makalah Pengertian Fiqh Dan Ushul Fiqh PDF
OLEH :
KELOMPOK 1
1. CECEP SAPUTRA
2. FAGGAS GHAZI LIANDIKA
3. BAYU AGUNG MARFHILIANT
Tim Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I PEMBUKA
Ilmu Fiqh yang bersumber dari kitab suci Al-Quran dan Hadist Nabi,
ternyata mampu bertahan dan terus mengetahui kehidupan muslim, baik individu
maupun kelompok. Ushul fiqh juga merupakan suatu ilmu yang berisikan tentang
kaidah yang menjelaskan cara-cara mengistinbatkan hukum dari dalil-dalilnya.
Bahasan tentang kaidah-kaidah kebahasaan ini penting mengingat kedua hukum
Islam, yaitu Al-Qur’an dan sunnah berbahasa arab, untuk membimbing mujtahid
dalam memahami al-Qur’an dan sunnah sebagai landasan dalam menetapkan
hukum tentu perlu mengetahui tentang lafal dan ungkapan yang terdapat pada
keduanya.
Fiqh telah lahir sejak periode sahabat, yaitu sesudah Nabi saw wafat, sejak
saat itu sudah digunakan para sahabat dalam melahirkan fiqh, meskipun ilmu
tersebut belum dinamakan ushul fiqh. Perkembangan terakhir dalam penyusunan
buku Ushul Fiqh lebih banyak menggabungkan kedua sistem yang dipakai dalam
menyusun ushul fiqh, yaitu aliran Syafi’iyyah dan Hanafiyyah.
Keadaan seperti ini terus berlangsung dan akan terus pula diberikan
jawabannya oleh ilmu fiqh terhadap problem yang muncul sebagai akibat dari
perubahan sosial yang disebabkan oleh perkembangan ilmu pengetahuan. Dalam
kehidupan umat islam, perkembangan lembaga tidak hanya terjadi sebagai
aplikasi ajaran islam, tetapi juga timbul hanya sebagai interaksi umat islam
dengan kebudayaan lain. Karena didalam kehidupan bersama diperlukan pranata
yang dapat memelihara ketertiban dan ketentraman, termasuk pranata hukumnya.
1
hukum, al-hakim, mahkum fiihi dan mahkum alaihi, serta apa saja dalil-dalil yang
dapat dipergunakan.
Oleh karena itu diharapkan dengan adanya makalah ini dapat membantu
untuk dapat memahami komponen-komponen hukum syara’ beserta dalil-dalilnya
secara lebih ringkas.
2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian fiqh dan usul fiqh
a. Pengertian Fiqh
Pengertian fiqh atau ilmu fiqh sangat berkaitan dengan syariah,
karena fiqh itu pada hakikatnya adalah jabaran praktis dari syariah 1.
Fiqh secara etimologi berarti pemahaman yang mendalam dan
membutuhkan pengerahan potensi akal2. Sedangkan secara terminologi
fiqh merupakan bagian dari syari’ah Islamiyah, yaitu pengetahuan
tentang hukum syari’ah Islamiyah yang berkaitan dengan perbuatan
manusia yang telah dewasa dan berakal sehat (mukallaf) dan diambil
dari dalil yang terinci. Sedangkan menurut Prof. Dr. H. Amir
Syarifuddin mengatakan fiqh adalah ilmu tentang hukum-hukum syar’I
yang bersifat amaliah yang digali dan ditemukan dengan dalil-dalil
yang tafsili.
Penggunaan kata “syariah” dalam definisi tersebut menjelaskan
bahwa fiqh itu menyangkut ketentuan yang bersifat syar’I, yaitu
sesuatu yang berasal dari kehendak Allah. Kata “amaliah” yang
terdapat dalam definisi diatas menjelaskan bahwa fiqh itu hanya
menyangkut tindak tanduk manusia yang bersifat lahiriah. Dengan
demikian hal-hal yang bersifat bukan amaliah seperti masalah
keimanan atau “aqidah” tidak termasuk dalam lingkungan fiqh dalam
uraian ini. penggunaan kata “digali dan ditemukan” mengandung arti
bahwa fiqh itu adalah hasil penggalian, penemuan, penganalisisan, dan
penentuan ketetapan tentang hukum. Fiqh itu adalah hasil penemuan
mujtahid dalam hal yang tdak dijelaskan oleh nash.
Dari penjelasan diatas dapat kita tarik benang merah, bahwa fiqh
dan syariah memiliki hubungan yang erat. Semua tindakan manusia di
dunia dalam mencapai kehidupan yang baik itu harus tunduk kepada
kehendak Allah dan Rasulullah. Kehendak Allah dan Rasul itu
sebagian terdapat secara tertulis dalam kitab-Nya yang
disebut syari’ah. Untuk mengetahui semua kehendak-Nya tentang
1
Prof. Dr. H. Amir Syarifuddin, ushul fiqh. Hal. 1
2
Prof. Dr. Rachmat Syafe’I, MA. Ilmu ushul fiqh. Hal. 18
3
amaliah manusia itu, harus ada pemahaman yang mendalam tentang
syari’ah, sehingga amaliah syari’ah dapat diterapkan dalam kondisi
dan situasi apapun dan bagaimanapun. Hasilnya itu dituangkan dalam
ketentuan yang terinci. Ketentuan yang terinci tentang amaliah
manusia mukalaf yang diramu dan diformulasikan sebagai hasil
pemahaman terhadap syari’ah itu disebut fiqh.3
3
Prof. Dr. H. Amir Syarifuddin, ushul fiqh. Hal. 5
4
Ibid. hal. 41
4
Sedangkan fiqh itu hukum-hukum syara’ yang telah digali dan
dirumuskan dari dalil menurut aturan yang sudah ditentukan itu.5
5
Ibid.. Hal. 42
6
Ade Dedi rohayana, ilmu Ushul fiqih (pekalongan: STAIN Press, 2006) hal.10
5
Menurut Al-Ghazali dalam kitab al-Mustashfa ( tanpa tahun, 1 :
8 ) ruang lingkup kajian Ushul fiqh ada 4, yaitu:7
Hukum-hukum syara’, karena hukum syara’ adalah tsamarah (buah
/ hasil ) yang dicari oleh ushul fiqh.
Dalil-dalil hukum syara’, seperti al-kitab, sunnah dan ijma’, karena
semuanya ini adalah mutsmir (pohon).
Sisi penunjukkan dalil-dalil (wujuh dalalah al-adillah), karena ini
adalah thariq al-istitsmar (jalan / proses pembuahan). Penunjukkan
dalil-dalil ini ada 4, yaitu dalalah bil manthuq (tersurat), dalalah bil
mafhum (tersirat), dalalah bil dharurat (kemadharatan), dan dalalah
bil ma’na al-ma’qul (makna rasional).
Mustamtsir (yang membuahkan) yaitu mujtahid yang menetapkan
hukum berdasarkan dugaan kuatnya (zhan). Lawan mujtahid
adalah muqallid yang wajib mengikuti mujtahid, sehingga harus
menyebutkan syarat-syarat muqallid dan mujtahid serta sifat-sifat
keduanya.
7
Ibid,hal.11
8
Prof..Dr.H. Aliddin Koto, Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqh, hal 14
6
Kedua, sejak nabi hijrah ke Madinah (16 juli 622m). pada
masa ini terbentuklah Negara islam yang dengan sendirinya
memerlukan seperangkat aturan hukum untuk mengatur system
masyarakat islam madinah. Sejak masa ini berangsur angsur ayat
yang berisi hukum turun, baik karena suatu peristiwa
kemasyarakatan ataupun adanya pertanyaan pertanyaan yang
diajukan oleh masyarakat, atau wahyu yang di turunkan tanpa
sebab. Pada masa ini fiqih lebih bersifat praktis dan realis, artinya
kaum muslimin mencari hukum dari peristiwa yang betul betul
terjadi.
2. Periode sahabat
Periode ini bermula dari tahun 11 H (sejak nabi wafat)
sampai abad pertama hijriyah (kurang lebih 101 H)
Pada periode ini kaum muslimin telah memiliki rujukan
hukum syariat yang sempurna berupa Al Quran dan Hadist rasul.
Tetapi tidak semua orang memahami materi atau kaidah hukum
yang terdapat pada kedua sumber tersebut.
Karena : 9
Karena tidak semua orang mempunyai kemampuan yang sama
maupun karena masa atau pergaulan mereka yang tidak begitu
dekat dengan nabi.
Karena belum tersebar luasnya materi atau teori teori hukum di
kalangan kaum muslimin akibat perluasan daerah.
Banyaknya peristiwa baru yang belum pernah terjadi pada
masa Rasulullah saw yang ketentuan hukum nya tidak di
temukan dalam nash syariat.
Oleh sebab inilah sumber hukum pada masa sahabat ini
bertambah dengan ijtihad sahabat untuk menentukan hukum suatu
peristiwa yang tidak ada ketentuan hukumnya dalam Al Quran dan
Hadist.
9
Ibid. hal. 15
7
Dalam melakukan ijtihad terdapat perbedaan perbedaan
pendapat di kalangan sahabat karena : 10
Kebanyakan ayat Al Quran dan Hadist bersifat zhanny dari
sudut pengertiannya.
Belum termodofikasinya hadis nabi yang dapat dipedomani
secara utuh dan menyeluruh.
Lingkungan dan kondisi daerah yang dialami, persoalan yang
di alami dan di hadapi sahabat itu berbeda beda.
3. Periode Kesempurnaan
Perode ini disebut juga sebagai periode pembinaan dan
pembukuan hukum islam. Pada masa ini fiqih islam mengalami
kemajuan yang pesat sekali. Penulisan dan pembukuan hukum
islam dilakukan dengan intensif, baik berupa penulisan hadist-
hadist nabi, fatwa para sahabat dan tabi’in, tafsir Al Quran,
kumpulan pendapat imam-imam fiqih, dan penyusunan ilmu ushul
fiqih.
Di antara faktor yang menyebabkan pesatnya gerakan
ijtihad pada masa ini adalah karena meluasnya daerah kekuasaaan
islam, mulai dari perbatasan Tiongkok di sebelah timur sampai ke
Andalusia(spanyol) sebelah barat.
Kondisi ini yang menyebabkan lahirnya pemikir-pemikir
besar dengan berbagai karya besarnya 11, seperti Imam Abu
Hanifiah dengan salah seorang muridnya yang terkenal Abu
Yusuf(Penyusun kitab ilmu ushul fiqh yang pertama), Imam Malik
dengan kitab al-Muwatha’, Imam Syafi’i dengan kitabnya al-Umm
atau al-Risalat, Imam Ahmad dengan kitabnya Musnad, dan
beberapa nama lainnya beserta karya tulis dan murid-muridnya
masing-masing.
10
Ibid. hal. 16
11
Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam Ilmu Ushul Fikih, hal.6
8
Diantara faktor lain yang sangat menentukan pesatnya
perkembangan ilmu fiqh khususnya atau ilmu pengetahuan
umumnya, pada periode ini adalah sebagai berikut: 12
Adanya perhatian pemerintah (khalifah) yang besar tehadap
ilmu fiqh khususnya.
Adanya kebebasan berpendapat dan berkembangnya diskusi-
diskusi ilmiah diantara para ulama.
Telah terkodifikasinya referensi-referensi utama, seperti Al-
Qur’an (pada masa khalifah rasyidin), hadist (pada masa
Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz), Tafsir dan Ilmu tafsir pada
abad pertama hijriah, yang dirintis Ibnu Abbas (wafat 68H) dan
muridnya Mujahid(wafat 104H) dan kitab-kitab lainnya.
4. Periode Kemunduran
Pada periode ini, pemerintah Bani Abbasiyah akibat berbagai
konflik politik dan berbagai faktor sosiologis lainnya dalam
keadaan lemah. Banyak daerah melepaskan diri dari kekuasaanya.
Pada umumnya ulama pada masa itu sudah lemah kemauannya
untuk mencapai tingkat mujtahid mutlak sebagaimana dilakukan
oleh para pendahulu mereka pada periode kejayaan. Periode
Negara yang berada dalam konflik, tegang dan lain sebagainya itu
ternyata sangat berpengaruh kepada kegairahan ulama yang
mengakji ajaran Islam langsung dari sumber aslinya Al-Qur’an dan
hadist. Mereka puas hanya dengan mengikuti pendapat-pendapat
yang telah ada, dan meningkatkan diri kepada pendapat tersebut ke
dalam mazhab-mahzhab fiqhiyah. Sikap seperti inilah kemudian
mengantarakan umat islam terperangkap kedalam pkikiran yang
jumud dan statis.13
12
Prof..Dr.H. Aliddin Koto, Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqh, hal 18
13
Ibid. hal. 21
9
Beberapa faktor yang mendorong lahirnya sikap taklid dan
kemuduran adalah : 14
Efek samping dari pembukuan fiqih pada masa sebelumnya
Dengan adanya kitab-kitab fiqih yang di tulis oleh
ulama-ulama sebelumya, baik itu persoalan yang benar-benar
telah terjadi atau yang diprediksikan akan terjadi memudahkan
umat islam pada masa ini untuk merujuk semua persoalan
hukumnya kepada kitab-kitab yang ada itu. Ketergantungan
seperti ini mematikan kreativitas, menumbuhkan sifat malas
dan hanya mencari yang mudah-mudah.
Fanatisme mahab yang sempit
Setiap golongan pada masa ini sibuk mencari dalil
untuk menguatkan mazhabnya saja, berupaya menangkis setiap
serangan yang datang dari pihak lain dan berupaya membahas
serangan tersebut dengan kelemahan tersendiri. Akibatnya ,
mereka tenggelam dalam suasana chauvinisme yang tinggi,
jauh dari sikap rasionalits ilmiah dn berpaling dari sumber
hukum islam yang sebenarnya yaitu Al Quran dan Hiadist.
Pengangkatan hakim-hakim muqallid
Pada masa ini para penguasa mengangkat para hakim
dari orang-orang yang bertaklid, bukan para ulama mujtahid
seperti yang diangkat oleh penguasa-penguasa terdahulu.
Sehingga kehidupan taklid pada masa ini semakin subur.
14
Ibid. hal. 23
10
yang lebih tinggi dan merupakan ancaman bagi Dunia Islam. Para
raja dan pemuka-pemuka Islam mulai berpikir bagaimana
meningkatakan mutu dan kekuatan umat islam kembali. Dari
sinilah kemudian muncul gagasan dan gerakan pembaharuan dalam
islam, baik dibidang pendidikan, ekonomi, militer, sosial, dan
gerakan intelektual lainnya.
Gerakan pembaharuan ini cukup berpengaruh pula terhadap
perkembangan fiqih. Banyak di antara pembaharuan itu juga adalah
ulama-ulama yang berperan dalam perkembangan fiqih itu sendiri.
Mereka berseru agar umat islam meninggalkan taklid dan kembali
kepada Al-Qur’an dan hadist-mengikuti jejak para ulamadi masa
sahabat dan tabi’in terdahulu. Mereka inilah disebut golongan salaf
seperti Muhammad Abdul Wahab di Saudi Arabia, Muhammad Al-
Sanusi di Libya dan Maroko, Jamal Al-Din Al-Afghani,
Muhammad Abduh, Muhammad asyid Rida, dimesir, dan lain
sebagainya.15
15
Ibid. hal. 24
11
sahabat yang menggunakan pendapatnya dalam menentukan
keputusan hukum. Hal ini didasarkan pada Hadis muadz bin Jabbal
sewaktu beliau diutus oleh Rasul .16 Sebelum berangkat, Nabi
bertanya kepada Muadz:
ِ ْْ َ ضي فَقَا َل أ
ضي بِ َما َ ث ُمعَاذًا إِلَى ْاليَ َم ِن فَقَا َل َكي
ِ ْف ت َ ْق َ َسلَّ َم بَع
َ علَ ْي ِه َو َّ صلَّى
َ َُّللا ُ أ َ َّن َر
ِ َّ سو َل
َ َّللا
سلَّ َم َْا َل فَإِ ْن
َ علَ ْي ِه َو َّ صلَّى
َ َُّللا ِ َّ سو ِل
َ َّللا ُ سنَّ ِة َر ُ َِّللا َْا َل فَب
ِ َّ ب ِ َّللا َْا َل فَإِ ْن لَ ْم يَ ُك ْن فِي ِكت َا
ِ َّ ب
ِ فِي ِكت َا
ِ َّ ِ ُسلَّ َم َْا َل أَجْ ت َ ِهدُ َرأْيِي َْا َل ْال َح ْمد
ََ ََّلِل الَّ ِذ ي َوف َ ُ َّصلَّى َّللا
َ علَ ْي ِه َو ِ َّ سو ِل
َ َّللا ُ لَ ْم يَ ُك ْن فِي
ُ سنَّ ِة َر
سلَّم
َ علَ ْي ِه َو َّ صلَّى
َ َُّللا ِ َّ سو ِل
َ َّللا ُ سو َل َر
ُ َر
16
Prof.Dr.H. Alaiddin Koto,Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqh, hal.29
17
Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam Ilmu Ushul Fikih, hal.11
12
seseorang yang melakukan ijtihad sebagai upaya yang sungguh-
sungguh dalam mencurahkan pemikiran baik hasil usahanya benar
atau salah.
2. Zaman sahabat
Setelah wafatnya Rasulullah, maka yang berperan besar
dalam pembentukan hukum islam adalah para sahabat nabi.
Periode ini dimulai pada tahun 11 H sampai pertengahan abad 50
H. Meninggalnya Rasulullah memunculkan tantangan bagi para
sahabat. Munculnya kasus-kasus baru menuntut sahabat untuk
memecahkan hukum dengan kemampuan mereka atau dengan
fasilitas khalifah. Sebagian sahabat sudah dikenal memiliki
kelebihan di bidang hukum, di antaranya Ali bin Abi Thalib, Umar
bin Khattab, Abdullah Ibnu Mas’ud, Abdullah Ibn Abbas, dan
Abdullah bin Umar. Karir mereka berfatwa sebagian telah dimulai
18
Ibid. hal.11
19
Rahmat Syafi’i, Ilmu Ushul Fiqih. Hal 330
13
pada masa Rasulullah sendiri. Pada era sahabat ini digunakan
beberapa cara baru untuk pemecahan hukum, di antaranya ijma
sahabat dan maslahat mursalah.20
Pertama, khalifah (khulafa’ rasyidun) biasa melakukan
musyawarah untuk mencari kesepakatan bersama tentang persoalan
hukum. Musyawarah tersebut diikuti oleh para sahabat yang ahli
dalam bidang hukum. Keputusan musywarah tersebut biasanya
diikuti oleh para sahabat yang lain sehingga memunculkan
kesepakatan sahabat. Itulah momentum lahirnya ijma’ sahabat,
yang dikemudian hari diakui oleh sebagian ulama, khususnya oleh
Imam Ahmad bin Hanbal dan pengikutnya sebagai ijma yang
paling bisa diterima.
Kedua, sahabat mempergunakan pertimbangan akal (ra’yu),
yang berupa qiyas dan maslahah. Penggunaan ra’yu (nalar) untuk
mencari pemecahan hukum dengan qiyas dilakukan untuk
menjawab kasus-kasus baru yang belum muncul pada masa
Rasulullah. Qiyas dilakukan dengan mencarikan kasus-kasus baru
contoh pemecahan hukum yang sama dan kemudian hukumnya
disamakan.
3. Zaman tabi’in
Pada masa ini juga semakin banyak terjadi perbedaan dan
perdebatan antara para ulama mengenai hasil ijtihad, dalil dan
jalan-jalan yang ditempuhnya. Perbedaan dan perdebatan tersebut,
bukan saja antara ulama satu daerah dengan daerah yang lain,
tetapi juga antara para ulama yang sama-sama tinggal dalam satu
daerah.Kenyataan-kenyataan di atas mendorong para ulama untuk
menyusun kaidah-kaidah syari’ah yakni kaidah-kaidah yang
bertalian dengan tujuan dan dasar-dasar syara’ dalam menetapkan
hukum dalam berijtihad.21
20
Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam Ilmu Ushul Fikih, hal 110
21
Prof.Dr.H. Alaiddin Koto,Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqh. hal.32
14
D. Kegunaan Fiqh Dan Usul Fiqh
Kegunaan utama ushul fiqh adalah untuk mengetahui kaidah-
kaidah yang bersifat kulli (umum) dan teori-teori yang terkait dengannya
untuk diterapkan pada dalil-dalil tafsili (terperinci) sehinggan dapat
diistinbathkan hukum syara’ yang di tunjukkannya. Dengan ushul fiqh
dapat dapat dicarikan jalan keluar menyelesaikan dalil-dalil yang kelihatan
bertentangan satu sama lain.
Sementara kegunaan utama fiqh untuk dapat menerapkan hukum
syara’ terhadap segala perbuatan dan perkataaan mukallaf. Fiqh hukum
syara’ terhadap segala perbuatan dan perkataaan mukallaf. Fiqh
merupakan rujukan bagi hakim dalam menetapakan putusannya dan
menjadi pedoman bagi mufti dalam mengeluarkan fatwa. Bahkan fiqh
menjadi petunjuk berharaga bagi setiap mukallaf dalam menetapkan
hukum perkataan dan perbuatannya sehari-hari.
15
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
16
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahhab Khallaf. 2002. Kaidah-kaidah Hukum Islam Ilmu Ushul Fikih.
Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Aliddin Koto. 2004 Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqh Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Cet 3.
17