Tugas Pengolahan Limbah Padat Dan Gas
Tugas Pengolahan Limbah Padat Dan Gas
Tugas Pengolahan Limbah Padat Dan Gas
PEMBUATAN KOMPOS
Disusun Oleh :
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sampah adalah bahan padat buangan dari kegiatan rumah tangga, pasar,
perkantoran, rumah, penginapan, hotel, rumah makan, industri, atau aktivitas
manusia lainnya. Sampah merupakan hasil sampingan dari aktivitas manusia yang
sudah tidak terpakai.Sampah juga merupakan bagian terintim dari diri manusia
yang hingga saat ini masalahnya selalu menarik untuk dibicarakan tetapi
menakutkan untuk dijamah. Berawal dari keberadaan sampah tersebut maka
estetika akan berkurang nilainya jika sampah dibiarkan ada dimana-mana. Semua
riset mengatakan bahwa pertambahan jumlah sampah sama dengan pertambahan
jumlah penduduk sehingga, semakin banyak penduduk yang menghuni bumi
maka jumlah sampah juga akan semakin bertambah.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
PEMBAHASAN
A. Kompos
E. Kol
Kubis kepala alias kol (Brassica oleracea var capitata) adalah kol yang
dalam pertumbuhannya dapat membentuk bulatan seperti kepala atau telur.
Bentuk kepala atau telur ini juga lazim disebut krop. Semua kol yang baru tumbuh
umumnya memiliki hipokotil sepanjang 2 cm, bewarna merah. Kecuali kol
berkeping dua, berakar tunggang dan serabut. Daun pertama mempunyai tangkai
yang lebih panjang dari pada daun yang diatasnya. Kol dapat ditanam hampir di
semua jenis tanah. Tanah yang ideal yaitu tanah liat berpasir yang cukup bahan
organis.Pertumbuhan kol paling baik di daerah yang hawanya dingin. Temperatur
optimum pertumbuhan terletak antara 150C, sedang di atas temperatur 250C
pertumbuhan kol terhambat (Pracaya, 2001). Tanaman kol merupakan tanaman
dataran tinggi, tumbuh terbaik pada ketinggian tempat lebih dari 750 meter di atas
permukaan laut. Namun demikian sekarang sudah banyak kultivar yang dapat
ditanam pada dataran yang lebih rendah. Kol termasuk tanaman dwimusim,
namun dapat juga ditanam sebagai tanaman semusim. Titik tumbuh yang terletak
di ujung tanaman tertutup oleh daun-daun yang saling menutupi satu sama lain.
Warna daun bermacam-macam putih, hijau, ungu, dan sebagainya (Ashari, 1995).
F. Limbah Sayuran
G. Manfaat Kompos
Kompos ibarat multi-vitamin untuk tanah pertanian. Kompos akan
meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat. Kompos
memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik
tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan
kandungan air tanah. Aktifitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan
meningkat dengan penambahan kompos. Aktifitas mikroba ini membantu
tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah dan menghasilkan senyawa yang
dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Aktifitas mikroba tanah juga diketahui
dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit. Tanaman yang dipupuk
dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang
dipupuk dengan pupuk kimia, misalnya hasil panen lebih tahan disimpan, lebih
berat, lebih segar, dan lebih enak.
Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek yakni
sebagai berikut (Isroi, 2008) :
1) Aspek Ekonomi
1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
2. Mengurangi volume/ukuran limbah
3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya
2) Aspek Lingkungan
1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah
2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
3) Aspek bagi tanah/tanaman
1. Meningkatkan kesuburan tanah
2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
3. Meningkatkan kapasitas serap air tanah
4. Meningkatkan aktifitas mikroba tanah
5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah
Pada dasarnya kompos dapat meningkatkan kesuburan kimia dan fisik tanah
yang selanjutnya akan meningkatkan produksi tanaman. Pada tanaman
hortikultura (buah-buahan, tanaman hias, dan sayuran) atau tanaman yang sifatnya
perishable ini hampir tidak mungkin ditanam tanpa kompos. Demikian juga di
bidang perkebunan, penggunaan kompos terbukti dapat meningkatkan produksi
tanaman. Di bidang kehutanan, tanaman akan tumbuh lebih baik dengan kompos.
Sementara itu, pada perikanan, umur pemeliharaan ikan berkurang dan pada
tambak, umur pemeliharaan 7 bulan menjadi 5-6 bulan.
Kompos membuat rasa buah-buahan dan sayuran lebih enak, lebih harum
dan lebih masif. Hal inilah yang mendorong perkembangan tanaman organik,
selain lebih sehat dan aman karena tidak menggunakan pestisida dan pupuk kimia
rasanya lebih baik, lebih getas, dan harum. Penggunaan kompos sebagai pupuk
organik saja akan menghasilkan produktivitas yang terbatas. Penggunaan pupuk
buatan saja (urea, SP, MOP, NPK) juga akan memberikan produktivitas yang
terbatas. Namun, jika keduanya digunakan saling melengkapi, akan terjadi sinergi
positif. Produktivitas jauh lebih tinggi dari pada penggunaan jenis pupuk tersebut
secara masing-masing.
Sampah organik secara alami akan mengalami peruraian oleh berbagai jenis
mikroba, binatang yang hidup di tanah, enzim dan jamur. Proses peruraian ini
memerlukan kondisi tertentu, yaitu suhu, udara dan kelembaban. Makin cocok
kondisinya, makin cepat pembentukan kompos, dalam 4–6 minggu sudah jadi.
Apabila sampah organik ditimbun saja, baru berbulan-bulan kemudian menjadi
kompos. Dalam proses pengomposan akan timbul panas karena aktifitas mikroba.
Ini pertanda mikroba mengunyah bahan organik dan merubahnya menjadi
kompos. Suhu optimal untk pengomposan dan harus dipertahankan adalah 450-
650C. Jika terlalu panas harus dibolak-balik, setidak-tidaknya setiap 7 hari (Nia,
Tanpa Tahun).
BAB III
METODE KERJA
A. Alat
1. Tong Plastik 60 liter
2. Ember Plastik
3. Pipa Paralon
4. Talenan
5. Pisau
6. Cetok
7. Sarung tangan Lateks
8. Karung Beras untuk Tempat Tanah
9. Gelas Ukur
10. Bambu 5 buah (10 cm)
11. Plastik yang dilubangi
12. Kawat yang dibulatkan
13. Alat ayakan
B. Bahan
1. Sampah Organik ±10 kg
2. Air Sumur
3. Biosin
4. Molase
5. Daun Kering
6. Tanah Kompos
A. Cara Kerja
Persiapan Larutan
3. liter.
Pembuatan larutan berupa :
3 sendok biosin
3 sdm molase
Dilarutkan dengan 300 cc air
Pencampuran Sampah dengan Larutan Inokulan
Sampah yang sudah ditimbang, dicampur
4.
menggunakan larutan inokulan
A. Hasil
13 Mei Pengayakan Sebelum diayak, tekstur kompos keras maka dari itu
2016 dan perlu dihancurkan dengan diinjak-injak supaya
pembungkusa mudah dalam pengayakan.
n Kompos Hasil ayakan kompos mendapatkan kompos
sebanyak 5,5 kg
B. Pembahasan
Pengomposan dilakukan pada tanggal 13 Maret 2016, pengomposan
dilakukan di kampus FKM Universitas Diponegoro. Pada minggu pertama (Senin,
21 Maret 2016) ketinggian kompos turun menjadi seperempat tong. Dilakukan
perhitungan suhu dan kelembaban, dan didapatkan hasil suhu sebesar 35,3°C dan
kelembaban 71%. Pada minggu kedua (Senin, 28 Maret 2016), dilakukan hal yang
sama yaitu perhitungan suhu dan kelembapan. Didapatkan hasil suhu sebesar
34,6°C dan kelembaban sebesar 59%. Pada saat yang sama juga dilakukan
pemberian molase dan tanah secukupnya karena kompos menunjukkan
pertumbuhan belatung. Sedangkan pada minggu ketiga (31 Maret 2016) dilakukan
hal yang sama yaitu pemberian molase dan tanah untuk mengurangi keberadaan
belatung yang semakin banyak. Suhu pada minggu ini mengalami penurunan
yaitu sebesar 31,1 °C dan sedangkan kelembapan mengalam kenaikan yaitu
sebesar 79%. Pada tanggal (5 April 2016) dilakukan pengukuran suhu dan
kelembaban kembali. Didapatkan hasil pengukuran suhu sebesar 30,3°C,
sedangkan untuk kelembaban sebesar 74%. Selanjutnya pada bulan keempat (12
April 2016) dilakukan pembongkaran kompos, tekstur pada kompos menjadi
lembek dan sedikit berair, warnanya hitam kecokelatan dan baunya menyengat.
Kemudian dilakukan penjemuran (tidak dengan sinar matahari), penjemuran
kompos dilakukan pada 12 April 2016 hingga 13 Mei 2016. Waktu tersebut
melebihi standar yang harusnya hanya diangin-anginkan kurang lebih 2 hari. Hal
tersebut menyebabkan kompos memiliki tekstur yang keras, sehingga sebelum
dilakukan pengayakan perlu menghaluskan kompos dengan cara diinjak-injak
dahulu dan meremas remas gumpalan kompos agar lebih halus. Setelah itu
kompos bisa diayak, dibungkus dan ditimbang mendapatkan kompos sebanyak
5,5 kg.
Menurut hasil pengamatan yang telah dilakukan dari praktek pembuatan kompos
didapatkan karakteristik fisik kompos yang telah dibuat :
1. Bau
Jika proses pembuatan kompos beralan dengan normal, maka tidak
menghasilkan bau yang menyengat. Walaupun demikian, dalam pembuatan
kompos tidak akan terbebas sama sekali dari adanya bau. Kompos yang sudah
matang dapat diketahui dari baunya yang seperti bau tanah. Berdasarkan hasil
pengamatan, kompos yang dihasilkan masih berbau sehingga dapat dikatakan
kompos masih belum matang.
2. Warna
Warna merupakan salah satu indikator untuk mengetahui kematangan
kompos yaitu cokelat kehitam-hitaman. Apabila kompos masih berwarna hijau
atau warnanya mirip dengan bahan mentahnya berarti kompos tersebut belum
matang. dari hasil pengamatan, kompos yang dihasilkan berwarna coklat
kehitaman-hitaman sehingga dapat dikatakan kompos tersebut belum matang.
3. Tekstur
Ukuran partikel sampah yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan
kompos harus sekecil mungkin untuk mencapai efisiensi aerasi dan supaya
lebih mudah dicerna atau diuraikan oleh mikroorganisme. Semakin kecil
partikel, semakin luas permukaan yang dicerna sehingga pengurai dapat
berlangsung dengan cepat.Jika proses pembuatan kompos beralan dengan
normal, maka tekstur kompos remah dan tidak menggumpal. pada kompos
yang sudah matang, bentuk fisiknya menyerupau tanah yang berwarna
kehitaman. Menurut hasil pengamatan, kompos yang dihasilkan bertestur
lembek dan menggumpal. Bentuk fisik masih terlihat seperti cacahan sayur
sehingga dapat dikatakan bahwa kompos masih belum matang.
4. Waktu
Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang
dikomposkan, metode yang digunakan dan keberadaan aktivator pengomposan.
Secara alami pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa minggu
sampai 2 tahun hingga kompos benar-benar matang. Menurut hasil
pengamatan, waktu pengomposan yang hanya dilakukan selama 1 bulan.
Waktu untuk pengomposan ini sebenarnya sudah cukup untuk membuat
kompos matang apalagi dengan adanya penambahan aktivator seperti biosin
dan molase. Namun yang terjadi kompos belum semuanya matang dan
teksturnya juga lembek dan menggumpal serta ada belatung dalam proses
pengomposan. Mungkin terjadi karena pencampuran aktivator, dosis aktivator,
dan bahan baku sayuran yang mungkin dapat menyebabkan proses
pengomposan tidak berjalan sempurna
5. Kekurangan dan Kelebihan
Kekurangan dari kompos berbahan sayur ini dapat dilihat dari metode
pengomposan yang digunakan yaitu metode anaorob sehingga menimbulkan
bau selama proses pengomposan. Sedangkan kelebihan dalam pembuatan
kompos ini adalah bahan yang digunakan mudah didapat karena menggunakan
bahan baku sampah sayur.
1. Bahan baku
Kecepatan suatu bahan menjadi kompos dipengaruhi oleh nilai
perbandingan C/N dari bahan tersebut. Semakin mendekati C/N tanah maka
bahan tersebut akan lebih cepat menjadi kompos. Tanah pertanian yang baik
mengandung perbandingan unsur C dan N yang seimbang, yaitu C/N = 10/12.
Oleh karena itu, semua bahan dengan kadar C/N yang tinggi, misalnya kayu
dan biji-bijian yang keras harus dicampur dengan bahan-bahan yang berair,
seperti dedaunan dan sampah dapur. Luas permukaan bahan juga ikut
mempengaruhi kecepatan pengomposan. Semakin halus dan kecil bahan baku
kompos maka proses pengomposannya akan semakin cepat dan lebih banyak
hasilnya. Sebaliknya, bila bahan baku berukuran besar maka proses
pengomposannya akan semakin lama. Oleh karena itu, dianjurkan untuk
terlebih dahulu mencacah atau memotong kecil-kecil (sekitar 4— 5 cm) bahan
organik yang berukuran besar agar mempercepat proses pengomposan. Jenis
bahan baku organik juga akan menentukan kualitas produk akhir kompos.
Untuk bahan organik yang mengandung selulosa dan lignoselulosa biasanya
sulit untuk dirombak maka diperlukan mikroba yang mempunyai kemampuan
spesifik. Oleh karena itu, untuk menghasilkan kompos yang baik, beberapa
jenis bahan organik harus dicampur sehingga memberikan komposisi dan
parameter yang ideal.
2. Suhu
Proses pengomposan akan berjalan baik pada suhu ideal, yaitu 40—50oC.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mempertahankan panas yang ideal
adalah dengan menimbun bahan sampai pada ketinggian tertentu (sekitar 1,25
—2 m). Jika timbunan terlalu pendek atau rendah maka akan menyebabkan
panas mudah menguap. Sebaliknya, timbunan bahan yang terlalu tinggi justru
akan membuat suhu menjadi terlalu tinggi dan udara di dasar timbunan
menjadi berkurang. Kondisi kekurangan udara tersebut cenderung akan
memacu pertumbuhan bakteri anaerob sehingga menimbulkan bau tidak enak.
3. Nitrogen
Salah satu faktor yang tidak kalah penting dalam proses pembuatan
kompos adalah menjaga kelembapan agar tetap seimbang. Secara umum,
kelembapan timbunan yang seimbang adalah sekitar 40—60% atau keadaannya
selembap karet busa yang diperas. Jika timbunan bahan semakin basah maka
kegiatan mengaduk harus semakin sering dilakukan. Di daerah yang bercurah
hujan tinggi, timbunan kompos harus dijaga agar tidak terlalu becek.
Sebaliknya, di daerah yang bercurah hujan rendah dan cenderung kering,
timbunan bahan kompos dapat diairi tiap 4—5 hari sekali.
Usaha yang dapat dilakukan untuk menjaga timbunan kompos agar tidak
terlalu becek, yaitu dengan membuat puncak timbunan menyerupai atap dan
agak membulat agar dapat mengalirkan airnya. Namun, bila hujan masih sangat
deras, timbunan perlu ditutup dengan plastik atau kain terpal untuk menjaga
kelembapan. Apabila berbagai upaya telah dilakukan dan timbunan kompos
masih tetap terlalu basah (becek) maka perlu dilakukan pengadukan setiap hari.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Dalam pembuatan kompos ini, saran yang dapat diberikan antara lain:
Djaja, W., 2008. Langkah Jitu Membuat Kompos dari Kotoran Ternak dan
Sampah. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Indriani, Y. H., 2001. Membuat Kompos Secara Kilat. Penebar Swadaya, Jakarta.
Marsono dan P. Sigit. 2001. Pupuk Akar; Jenis dan Aplikasi. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Render, B., dan Heizer, J., 2006. Manajemen Operasi. Penerbit Salemba Empat,
Jakarta.
LAMPIRAN