Makalah Pki

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peristiwa Madiun (Madiun Affairs) / Pemberontakan PKI 1948 / Pemberontakan PKI Madiun
merupakan salah satu pemberontakan (gagal) yang -menurut Orde Baru- didalangi PKI (Partai
Komunis Indonesia), yang terjadi di Jawa Timur antara  bulan September hingga Desember
1948. Ada sejumlah pihak yang merasa bahwa tuduhan  bahwa PKI adalah dalang peristiwa ini
sebetulnya merupakan rekayasa pemerintah Orde Baru (dan sebagian pelaku Orde Lama).
Pasalnya hingga era Orde Lama usai, peristiwa ini dinamakan Peristiwa Madiun (Madiun
Affairs), dan tidak pernah disebut sebagai  pemberontakan Parta Komunis Indonesia (PKI). Baru
pada era Orde Baru peristiwa ini mulai dinamakan pemberontakan PKI. Membahas mengenai
pemberontakan PKI di Madiun tidak bisa lepas dari  jatuhnya kabinet Amir Syarifuddin pada
tahun 1948. Kabinet Amir Syarifuddin jatuh disebabkan oleh kegagalannya dalam perundingan
Renville yang sangat merugikan Indonesia. Setelah Amir Syarifuddin turun dari kabinetnya dan
digantikan oleh Kabinet Hatta. Amir Syarifuddin merasa kecewa kemudian bersama kelompok-
kelompok sayap kiri lainnya tidak setuju dengan pergantian kabinet tersebut.

 
BAB II
PEMBAHASAN

Untuk merebut kembali kedudukannya, pada tanggal 28 Juni 1948 Amir Syarifuddin membentuk
Front Demokrasi Rakyat (FDR) Untuk memperkuat basis massa, FDR sendiri terdiri dari Partai
Sosialis Indonesia, PKI, Pesindo, PBI, dan Sarbupri. Setelah terbentuk, FDR kemudian
membentuk organisasi kaum petani dan buruh. Strategi yang diterapkan FDR untuk membantu
Amir Syarifuddin dalam merebut kembali kabinetnya / menjatuhkan kabinet hatta adalah:
 
FDR berusaha menumbuhkan ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintah dengan cara
melakukan pemogokan umum dan berbagai bentuk pengacauan.
 
Didalam parlemen, FDR mengusahakan terbentuknya Front Nasional yang mempersatukan
berbagai kekuatan sosial politik untuk menggulinkan Kabinet Hatta. .
 
Madiun dijadikan sebagai basis pemerintah sedangkan Surakarta dibuat sebagai daerah kacau
untuk mengalihkan perhatian TNI kala itu.
 
FDR menarik pasukan yang berada dalam medah perang untuk memperkuat wilayah yang
dibinanya. Pada tanggal 11 Agustus 1948, Setelah Musso tiba dari Moskow. Amir dan FDR
segera  bergabung dengan Musso. Semenjak itulah bersatu kekuatan PKI dan FDR dibawah
pimpinan Muso dan Amir Syarifuddin. Kelompok gabungan PKI dan FDR ini seringkali
melakukan aksi-aksinya antara lain :
 
Melancarkan propaganda anti pemerintah.
 
Mengadakan pemogokan-pemogokan kerja bagi para buruh di perusahaan misalnya di  pabrik
karung di Delanggu Klaten.
 
Melakukan pembunuhan-pembunuhan misalnya pada tanggal 13 September 1948 tokoh pejuang
1945 Dr. Moewardi diculik dan dibunuh. kemudian bentrok senjata di Solo 2 Juli 1948,
Komandan Divisi LIV yakni Kolonel Sutarto secara tiba-tiba terbunuh. Mengetahui hal itu,
pemerintah langsung memerintahkan kesatuan-kesatuan TNI yang tidak terlibat adudomba untuk
memulihkan keamanan di Surakarta dan sekitarnya. Operasi ini dipimpin oleh kolonel Gatot
Subroto. Pemerintah Indonesia sejatinya sudah melakukan upaya-upaya diplomasi dengan Muso,
bahkan sampai mengikutsertakan tokoh-tokoh kiri yang lain, yaitu Tan Malaka, untuk meredam
gerak ofensif PKI Muso. Namun kondisi politik sudah amat panas, sehingga pada  pertengahan
September 1948, pertempuran antara kekuatan-kekuatan bersenjata yang memihak PKI dengan
TNI mulai meletus. PKI dan kelompok pendukungnya (FDR) kemudian memusatkan diri di
Madiun. Muso pun kemudian pada tanggal 18 September 1948 memproklamirkan Republik
Soviet Indonesia. 2
 
Hari berikutnya, PKI/FDR menyatakan pembentukan pemerintahan baru. Selain di Madiun, PKI
juga mengumumkan hal yang sama pula di Pati, Jawa Tengah. Pemberontakan ini menewaskan
Gubernur Jawa Timur RM Suryo, dokter pro-kemerdekaan Moewardi, serta  beberapa tokoh
agama dan polisi. Untuk mengembalikan keamanan secara menyeluruh di Madiun, pemerintah
bergerak cepat. Provinsi Jawa Timur dijadikan daerah istimewa, selanjutnya Kolonel Sungkono
diangkat sebagai gubernur militer. Operasi penumpasan dimulai pada tanggal 20 September 1948
dipimpin oleh Kolonel A. H. Nasution. Salah satu operasi penumpasan ini adalah pengejaran
Musso yang melarikan diri ke Sumoroto, sebelah barat Ponorogo. Pada operasi tersebut Musso
berhasil ditembak mati. Sedangkan Amir Sjarifuddin dan tokoh-tokoh kiri lainnya berhasil
ditangkap dan dijatuhi hukuman mati. Amir sendiri tertangkap di daerah Grobogan, Jawa
Tengah. Sedangkan sisa-sisa pemberontak yang tidak tertangkap melarikan diri ke arah Kediri,
Jawa Timur. Merekalah yang kelak di tahun 1965, berhasil menjadikan PKI kembali menjadi
partai besar di Indonesia sebelum terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965. Akibat dari
pemberontakan PKI Madium sendiri, diperkirakan terdapat ribuan orang tewas dan ditangkap
pemerintah akibat  pemberontakan ini.

A.Tujuan Pemberontakan PKI Madiun


Terdapat beragam motif dan tujuan dalam pemberontakan PKI Madium / Pemberontakan PKI
1948, namun tujuan utama dari pemberontakan PKI Madiun ini adalah: 1.
Untuk menggulingkan kebinet Hatta 2.
Untuk meruntuhkan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan menggantinya dengan
negara komunis. 3.
Untuk mendirikan Negara Republik Soviet Indonesia yang berazaskan komunisme. Dengan
diatasinya pemberontakan PKI di Madiun, maka selamatlah bangsa Indonesia dari ancaman
ideologi komunis yang bersebrangan dengan ideologi Pancasila. Penumpasan  pemberontakan
PKI dilakukan oleh bangsa Indonesia sendiri, tanpa bantuan apa pun dari  pihak asing. Dalam
kondisi bangsa yang masih begitu sulit kala itu, ternyata Republik Indonesia berhasil
menggagalkan pemberontakan yang relatif besar oleh kaum komunis dalam waktu singkat.
Peristwa Madiun (atau Madiun Affairs) adalah sebuah konflik kekerasan yang tejadi di Jawa
Timur bulan September
Desember 1948. Peristiwa ini diawali dengan diproklamasikannya negara Soviet Republik
Indonesia pada tanggal 18 September 1948 di Madiun oleh Muso, seorang tokoh Partai Komunis
Indonesia dengan didukung pula oleh Menteri Pertahanan saat itu, Amir Sjarifuddin.Pada saat itu
hingga era Orde Lama peristiwa ini dinamakan Peristiwa Madiun (Madiun Affairs), dan tidak
pernah disebut sebagai  pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI). Baru di era Orde Baru
peristiwa ini mulai dinamakan pemberontakan PKI. 3
Bersamaan dengan itu ter jadi penculikan tokoh-tokoh masyarakat yang ada di Madiun yang
tidak baik itu tokoh sipil maupun militer di pemerintahan ataupun tokoh-tokoh masyarakat dan
agama.Masih ada kontroversi mengenai peristiwa ini. Sejumlah pihak merasa tuduhan bahwa
PKI yang mendalangi peristiwa ini sebetulnya adalah rekayasa  pemerintah Orde Baru (dan
sebagian pelaku Orde Lama) Tawaran bantuan dari Belanda. Pada awal konflik Madiun,
pemerintah Belanda berpura-pura menawarkan bantuan untuk menumpas pemberontakan
tersebut, namun tawaran itu jelas ditolak oleh pemerintah Republik Indonesia. Pimpinan militer
Indonesia bahkan memperhitungkan, Belanda akan segera memanfaatkan situasi tersebut untuk
melakukan serangan total terhadap kekuatan  bersenjata Republik Indonesia. Memang kelompok
kiri termasuk Amir Syarifuddin Harahap, tengah membangun kekuatan untuk menghadapi
Pemerintah RI, yang dituduh telah cenderung berpihak kepada AS.
B.Latar Belakang Lahirnya PKI Madiun
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, muncul berbagai organisasi
yang membina kader-kader mereka, termasuk golongan kiri dan golongan sosialis. Selain
tergabung dalam Pesindo (Pemuda Sosialis Indonesia), Partai Sosialis Indonesia (PSI) juga
terdapat kelompok-kelompok kiri lain, antara lain Kelompok Diskusi Patuk, yang diprakarsai
oleh Dayno, yang tinggal di Patuk, Yogyakarta. Yang ikut dalam kelompok diskusi ini tidak
hanya dari kalangan sipil seperti D.N. Aidit, Syam Kamaruzzaman, dll., melainkan kemudian
juga dari kalangan militer dan bahkan beberapa komandan brigade, antara lain Kolonel Joko
Suyono, Letkol Sudiarto (Komandan Brigade III, Divisi III), Letkol Soeharto (Komandan
Brigade X, Divisi III. Kemudian juga menjadi Komandan Wehrkreis III, dan menjadi Presiden
RI), Letkol Dahlan, Kapten Suparjo, Kapten Abdul Latief dan Kapten Untung Samsuri. Pada
bulan Mei 1948 bersama Suripno, Wakil Indonesia di Praha, Musso, kembali dari Moskow,
Rusia. Tanggal 11 Agustus, Musso tiba di Yogyakarta dan segera menempati kembali posisi di
pimpinan Partai Komunis Indonesia. Banyak politisi sosialis dan komandan pasukan bergabung
dengan Musso, antara lain Mr. Amir Sjarifuddin Harahap, dr. Setiajid, kelompok diskusi Patuk,
dll. Aksi saling menculik dan membunuh mulai terjadi, dan masing-masing pihak menyatakan,
bahwa pihak lainlah yang memulai. Banyak perwira TNI, perwira polisi,  pemimpin agama,
pondok pesantren di Madiun dan sekitarnya yang diculik dan dibunuh Tujuan pemberontakan itu
adalah meruntuhkan negara RI dan menggantinya dengan negara komunis.
 
Tanggal 10 September 1948, mobil Gubernur Jawa Timur RM Ario Soerjo (RM Suryo) dan
mobil 2 perwira polisi dicegat massa pengikut PKI di Ngawi. Ketiga orang tersebut dibunuh dan
mayatnya dibuang di dalam hutan. Demikian juga dr. Muwardi dari golongan kiri, diculik dan
dibunuh. Tuduhan langsung dilontarkan, bahwa pihak lainlah yang melakukannya. Di antara
yang menjadi korban juga adalah Kol. Marhadi yang namanya sekarang diabadikan dengan
Monumen yang berdiri di tengah alun-alun Kota Madiun dan nama jalan utama di Kota Madiun.
Kelompok kiri menuduh sejumlah petinggi Pemerintah RI saat itu, termasuk Wakil
Presiden/Perdana Menteri Mohammad Hatta telah dipengaruhi oleh Amerika Serikat untuk
menghancurkan Partai Komunis Indonesia, sejalan dengan doktrin Harry S. Truman, Presiden
AS yang mengeluarkan gagasan Domino Theory. Truman menyatakan, bahwa apabila ada satu
negara jatuh ke bawah pengaruh komunis, maka negara-negara tetangganya akan juga akan jatuh
ke tangan komunis, seperti layaknya dalam permainan kartu domino. Oleh karena itu, dia sangat
gigih dalam memerangi komunis di seluruh dunia. Kemudian pada 21 Juli 1948 telah diadakan
pertemuan rahasia di hotel "Huisje Hansje" Sarangan, dekat Madiun yang dihadiri oleh
Soekarno, Hatta, Sukiman, Menteri Dalam negeri, Mohamad Roem (anggota Masyumi) dan
Kepala Polisi Sukanto, sedangkan di pihak Amerika hadir Gerald Hopkins (penasihat politik
Presiden Truman), Merle Cochran (pengganti Graham yang mewakili Amerika dalam Komisi
Jasa Baik PBB). Dalam  pertemuan Sarangan, yang belakangan dikenal sebagai "Perundingan
Sarangan", diberitakan bahwa Pemerintah Republik Indonesia menyetujui Red Drive Proposal
(proposal pembasmian kelompok merah). Dengan bantuan Arturo Campbell, Sukanto  berangkat
ke Amerika guna menerima bantuan untuk kepolisian RI. Campbell yang menyandang gelar
resmi Atase Konsuler pada Konsulat Jenderal Amerika di Jakarta, sesungguhnya adalah anggota
Central Intelligence Agency
 
 CIA. Diisukan, bahwa Sumarsoso tokoh Pesindo, pada 18 September 1948 melalui radio di
Madiun telah mengumumkan terbentuknya Pemerintah Front Nasional bagi Karesidenan
Madiun. Namun Soemarsono kemudian membantah tuduhan yang mengatakan bahwa pada dia
mengumumkan terbentuknya Front Nasional Daerah (FND) dan telah terjadi  pemberontakan
PKI. Dia bahwa FND dibentuk sebagai perlawanan terhadap ancaman dari Pemerintah Pusat.
Pada 19 September 1948, Presiden Soekarno dalam pidato yang disiarkan melalui radio
menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia, untuk memilih: Musso-Amir Syarifuddin atau
Soekarno-Hatta. Maka pecahlah konflik bersenjata, yang pada waktu itu disebut sebagai Madiun
Affairs (Peristiwa Madiun), dan di zaman Orde Baru terutama di  buku-buku pelajaran sejarah
kemudian dinyatakan sebagai pemberontakan PKI Madiun.
 
Persiapan RI untuk Melawan PKI
Pada 18 September 1948 pagi, Soemarsono selaku Gubernur Militer (PKI) dan atas nama
pemerintah Front Nasional setempat, memproklamasikan tidak terikat lagi kepada RI  pimpinan
Soekarno-Hatta, dan memaklumkan pemerintah Front Nasional. Kekuatan militer PKI untuk
melakukan makar adalah kesatuan-kesatuan Brigade XXIX eks Pesindo,  pimpinan Kolonel
Dachlan. Mereka bersenjata lengkap dan berpengalaman tempur. Dari Madiun PKI menabuh
genderang perang menantang RI. Dari Yogyakarta, pada 19 Sep
tember jam 22:00, Presiden Soekarno berpidato keras antara lain: “….. Kemarin pagi
Muso mengadakan kup dan mendirikan suatu pemerintahan Soviet di bawah pimpinan Muso.
Perampasan kekuasaan ini dipandang sebagai permulaan untuk merebut seluruh  pemerintahan
RI. Ternyata peristiwa Solo dan Madiun tidak berdiri sendiri-sendiri, melainkan satu rantai-
tindakan untuk merobohkan pemerintah RI

Perlawanan RI terhadap PKI


Kekuatan pasukan pendukung Musso digempur dari dua arah: Dari barat oleh pasukan Divisi II
di bawah pimpinan Kolonel Gatot Subroto, yang diangkat menjadi Gubernur Militer Wilayah II
(Semarang-Surakarta) tanggal 15 September 1948, serta pasukan dari Divisi Siliwangi,
sedangkan dari timur diserang oleh pasukan dari Divisi I, di bawah pimpinan Kolonel Sungkono,
yang diangkat menjadi Gubernur Militer Jawa Timur, tanggal 19 September 1948, serta pasukan
Mobiele Brigade Besar (MBB) Jawa Timur, di bawah pimpinan M. Yasin. Panglima Besar
Sudirman menyampaikan kepada pemerintah, bahwa TNI dapat menumpas pasukan-pasukan
pendukung Musso dalam waktu 2 minggu. Memang benar, kekuatan inti pasukan. Tanggal 30
September 1948, kota Madiun dapat dikuasai seluruhnya. Pasukan Republik yang datang dari
arah timur dan pasukan yang datang dari arah barat, bertemu di Hotel Merdeka di Madiun.
Namun pimpinan kelompok kiri beserta beberapa pasukan pendukung mereka, lolos dan
melarikan diri ke beberapa arah, sehingga tidak dapat segera ditangkap. 6

Kronologi Peristiwa Pemberontakan PKl Madiun 1948


 17 Januari : Persetujuan Renville ditandatangani oleh kedua belah pihak yang  bersengketa,
yaitu pihak Indonesia dan Belanda di bawah kesaksian anggota-anggota Komisi Tiga Negara. 23
Januari : Kabinet Amir Sjarifuddin jatuh. 29 Januari : Kabinet Presidensial Hatta diumumkan
tanpa mengikutsertakan Sayap Kiri. Tetapi ada 2 tokoh Sayap Kiri dari SOBSI yaitu Supeno dan
Kusnan yang duduk dalam kabinet, sebagai pribadi. 3 Februari : Kabinet Presidensial Hatta
dilantik oleh Presiden dengan programnya
 

 
BAB III
PENUTUP
 
Kesimpulan
Terjadinya pemberontakan di kota Madiun membuat keamanan di daerah tersebut tidak stabil
sehingga meresahkan warga yang berada di daerah tersebut. Akibat  pemberontakan tersebut,
aktivitas warga biasa seperti petani dan buruh terganggu. Kelancaran untuk membangun bangsa
pada saat itu menjadi terganggu dan hal ini merugikan masyarakat Indonesia. Dampak lain yang
disebabkan oleh pemberontakan PKI yakni, banyaknya korban jiwa yang baik dari anggota TNI
maupun anggota PKI, tidak sedikit pasukan kedua pihak yang terluka dan mati. Pasukan PKI
juga banyak yang meninggal karena kelaparan dan penyakit. Pemberontakan PKI ini melibatkan
setidaknya 8 Batalyon dan pasukan Militer Indonesia yang harus bertempur melawan para
pemberontak yang sebetulnya juga merupakan rakyat Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai