Makalah Fiqh Mawaris

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 8

KEWARISAN BERGANDA DAN MUNASAKHAD

Disusun oleh:
Kelompok 12
M. Fajar Shiddiq (220102183)
Ratu Syahfitri Nasution (220102185)
Khairina (220102181 )

Dosen Pengampu:
Muhammad Husnul, S.Sy., M.H.I

PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIA’H DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
BANDA ACEH
2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tidak dapat dipungkiri bahwa harta merupakan salah satu faktor penyebab
meningkatnya perselisihan umat manusia. Tidak peduli apakah perselisihan itu antara teman,
kerabat atau bahkan saudara. Beberapa dari perselisihan ini berakhir dengan kehancuran
persaudaraan atau bahkan korban jiwa.
Islam adalah agama yang sempurna. Ini tidak hanya mengatur hubungan vertikal
antara hamba dan tuhannya, tetapi juga mengatur hubungan antara hambanya, yang
mencakup banyak masalah yang berkaitan dengan hak dan kewajiban yang terkait
dengannya. Salah satu pokok bahasan yang menjadi fokus Islam adalah masalah waris yang
semakin hari semakin meningkat karena banyak yang tidak menanganinya dengan baik.
Adanya harta peninggalan merupakan salah satu upaya Islam untuk mengamankan
salah satu prinsipnya, yaitu pemeliharaan harta (hifdhu al-mal), agar harta tersebut tidak
diambil oleh seseorang yang tidak berhak memilikinya, karena banyak masalah dalam
proses pewarisan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Kewarisan Berganda ?
2. Apa yang dimaksud dengan Munasakhad ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kewarisan Berganda
Kewarisan berganda itu mengandung arti bahwa seseorang dalam satu kasus
kewarisan mempunyai dua hak kewarisan atau mempunyai dua posisi kewarisan. Amir
Syarifuddin menjelaskan bahwa ada dua macam hak kewarisan berganda yang disebabkan
oleh dua kemungkinan yaitu:
a) Al- Munasakhaat (Kewarisan Beruntun)
b) Bentuk seseorang yang memiliki dua sebab dalam kewarisan dan mewarisi dari setiap
sebab itu.
Bentuk pertama atau munasakhat terjadi karena meninggalnya ahli waris sebelum
warisan dibagi kepada ahli waris yang berhak. Dalam hal ini kerabat yang tersisa mewarisi
dari ahli waris pertama, dan juga mendapat warisan dari ahli waris kedua dari harta yang
diterimanya pertama. Misalnya, jika ada kejadian orang hilang yang berita meninggalnya
muncul sebelum pembagian warisan sudah selesai dibagikan.
Bentuk kedua terjadi ketika dua pihak yang saling memiliki hubungan atau pewarisan
menikah. Misalnya, seorang gadis menikah dengan seorang pria anak paman nya (sepupu),
kemudian gadis ini meninggal dunia dan meninggalkan hartanya, si pria di satu sisi dia
adalah seorang furudh (suami) dan di sisi lain dia seorang ashabah (anak paman). Jadi jika
dia adalah pewaris tunggal, maka suaminya akan mendapatkan ½ dan jika dia adalah anak
dari seorang paman, dia akan menerima dari harta yang tersisa.
Hal yang sama bisa juga terjadi dalam bentuk hubungan secara syubhat dengan
seorang ahli waris, karena seorang anak dengan status hukum yang sah lahir dari hubungan
yang meragukan. Seperti hubungan yang mencurigakan antara pria dan wanita yang
melahirkan anak. Dalam contoh ini, anak perempuan campuran adalah ibu dari anak yang
lahir belakangan dan sekaligus saudara tirinya.
Dalam kasus pertama di atas, dua orang mempunyai dua jabatan pewarisan, yang satu
adalah furudh (suami) dan yang lain ashabah (paman), sedangkan pada bentuk kedua
keduanya adalah furudhi yaitu, dia adalah saudara dan dia juga ibunya. Bagaimana pewarisan
orang dengan dua fungsi turun temurun. Para ulama telah sepakat bahwa jika seseorang
memiliki dua kedudukan turun-temurun, jika yang satu furudh dan yang lain pendamping,
maka dia mewarisi kedua hak itu sekaligus.
Pada contoh di atas, ia mendapatkan 1/2 sebagai suami dan 1/2 lainnya sebagai anak
paman. Namun jika kedua pandangan tersebut adalah furudhi, maka pendapat para ulama
berbeda. Syafi'iyah berpikir dia hanya menerima satu posisi, tidak keduanya. Posisi yang
dimaksud adalah yang lebih kuat dari keduanya, yaitu posisi di mana yang satu dapat
mengenakan jilbab terhadap yang lain, atau yang satu dapat mengenakan jilbab sementara
yang lain tidak, atau keduanya dapat mengenakan jilbab jika yang satu mengenakan lebih
sedikit.
Contoh situasi pertama adalah salah satu dari dua fungsi ditutupi oleh yang lain,
misalnya, seorang pria (A) dan ibunya (B) memiliki hubungan seksual yang mencurigakan
dan seorang gadis (C) lahir Kemudian A meninggal dunia meninggalkan pewaris C. C ini
milik putra mahkota (A) adalah anak perempuannya dan juga saudara tirinya. Dalam hal ini,
C mewarisi dari A hanya sebagai anak perempuan, dan tidak lagi sebagai saudara tiri, karena
kedudukan saudara tiri tertutup oleh kedudukannya.
Contoh bentuk kedua adalah di mana tidak mungkin menutupi yang satu, sementara
yang lain dimungkinkan, misalnya ada hubungan seksual yang dipertanyakan antara laki-laki
(A) dan anak perempuannya (B) dan lahirlah anak perempuan (C) kemudian orang C
meninggal dan meninggalkan ahli waris B. Orang B kepada orang C adalah ibunya dan
bercampur. Sekaligus juga saudara laki-lakinya (anak ayah). Dalam contoh ini, orang B
mewarisi dari orang C hanya sebagai ibu, bukan lagi sebagai saudara, karena statusnya
sebagai ibu lebih kuat dari saudara, karena tidak mungkin seorang ibu berhijab jika memiliki
satu. banyak pilihan untuk memakai jilbab.
Contoh dari bentuk yang ketiga adalah bahwa dua kedudukan sama-sama dapat
terselubung, tetapi yang satu lebih dari yang lain. Dalam hal ini, misalnya, ada hubungan
seksual yang dipertanyakan antara pria (A) dan anak perempuan (B), karena anak
perempuannya (C) melahirkan anak perempuan (D). Kemudian D meninggal dan
meninggalkan B sebagai ahli waris. B adalah untuk D neneknya dan sekaligus saudara laki-
lakinya (anak ayah). Dalam kasus seperti itu, B mewarisi hanya sebagai nenek dan bukan
sebagai saudara laki-laki, karena posisinya sebagai nenek lebih kuat dari saudara laki-laki,
karena nenek hanya ditanggung oleh satu orang, yaitu ibu, selama dia ada. banyak saudara
yang meliputi.
Ibnu Qudamah sebagai pengikut Hanabilah, selain mengemukakan pendapat yang
sama dengan ulama Syafi'iyah yang hanya memberikan satu hak, yaitu yang paling kuat
diantara dua pendapat di atas, juga mengemukakan pendapat yang berbeda. Dia menyatakan
bahwa ada kepercayaan bahwa orang yang berada dalam dua posisi pewarisan, meskipun
keduanya adalah ahli waris furudhi, mendapatkan hak dari kedua posisi tersebut.
Dalam bentuk pertama, sebagaimana disebutkan di atas, dia tidak dapat mewarisi dari
salah satu dari mereka karena status saudara tirinya menaungi status anak perempuannya.
Pada contoh bentuk kedua di atas adalah 1/3 dan dalam posisi ibu dia mendapat 1/2 status
saudara perempuannya. Karena tidak ada ahli waris lain, maka sisanya akan dikembalikan
kepadanya radd. Pada contoh bentuk ketiga, nenek menerima 1/6 dan saudara perempuannya
1/2; maka sisanya akan dikembalikan kepadanya secara utuh.1

1
Syarifuddin,Amir,Hukum kesarisan Islam,(Jakarta:Kencana,2004), hlm. 152-154
B. AL- Munasakhat
Munasakhat (etimologi) adalah jamak dari munasakhah, dan di ambil dari kata al-
Naskhi, yang maknanya banyak , contoh nya al-naql (memindahkan) , al- taghyir (mengubah)
, al- tabdil (mengganti), dan al izalah (menghilangkan), munasakhat (terminologi) ialah jika
seseorang meninggal dan hartanya belum sempat dibagikan dengan ahli waris , dan tiba-tiba
salah seorang atau lebih dari ahli waris ada yang wafat .
Namun pengertian al-munasakhat oleh ulama dalam terminologi fikih mawaris yaitu
seseorang atau beberapa orang ahli waris dari pewaris pertama meninggal dunia sebelum
pembagian harta peninggalan .Masalah pertama diganti menjadi masalah kedua sehingga
berubahlah hukumnya atau dikarenakan harta yang akan diwariskan berpindah dari seseorang
ke orang yang lain, ini terjadi apabila harta warisan belum sempat dibagi , tetapi sudah ada
ahli waris yang wafat.
Munasakhat biasanya pada harta yang belum sempat dibagikan dari si pewaris yang
pertama , namun diantara ahli waris tiba-tiba ada yang wafat , untuk mengetahui bagian harta
ahli waris yang wafat tadi , maka dibagikanlah harta pewaris yang pertama , dan juga
sekalian dibagi harta tersebut untuk ahli waris yang masih hidup. 2
Munasakhat memiliki tiga keadaan sebagai berikut:
1. Keadaan pertama, sosok ahli waris kedua adalah mereka yang juga pewaris pertama.
Dalam hal ini, masalah tidak berubah, begitu pula metode pewarisan. Misalnya,orang
meninggal, meninggalkan lima anak. Kemudian salah satu dari lima anak dari
meninggal, tetapi 5 tidak memiliki ahli waris, kecuali empat saudara kandung dari ,
sehingga seluruh warisan dibagi hanya di antara empat anak yang tersisa, seolah-olah
ahli waris dari orang yang meninggal tidak pernah ada di masa itu. tempat pertama.

2. Keadaan kedua, Ahli waris kedua terdiri dari ahli waris pertama, tetapi kedudukan
berbeda dengan ahli waris pertama. Misalnya: seseorang mempunyai dua istri.
wanita pertama memiliki seorang putra. Pada saat yang sama, empat anak, anak
perempuan, lahir dari istri kedua. Ketika sang suami meninggal, otomatis ia
meninggalkan dua istri dan enam anak (2 laki-laki dan perempuan). Kemudian salah
satu dari anak perempuan meninggal sebelum warisan sang ayah dibagikan. Jadi
putri yang meninggal pada tahun adalah ahli waris ayahnya. Namun dalam hal ini,
ahli waris berbeda dalam seberapa dekat garis keturunan dengan ahli waris . Pada
awalnya, semua anak berada dalam posisi anak kandung menghadap tubuh, tetapi
ketika salah satu dari anak perempuan meninggal, anak laki-laki menjadi saudara
kandung dan anak perempuan menjadi saudara perempuan. Dengan , distribusi
warisan juga berubah, dan harus diselesaikan dengan cara baru dan tugas nomor asli
yang sesuai dengan tugas pertama dan kedua harus ditentukan.
3. Keadaan yang ketiga, Pewaris kedua bukanlah ahli waris pertama, yaitu. beberapa ahli
waris berhak mewaris dari dua arah. Misalnya: seseorang meninggal dunia dengan
meninggalkan seorang ayah, istri dan dua anak laki-laki sebagai ahli waris. Sebelum
warisan dibagikan, istri juga meninggal dan meninggalkan ibu dari dan dua anak laki-
2
Muhibbussabry,FIKIH MAWARIS(Medan : CV.Pusdikra Mitra Jaya,2020), hlm.1
laki kepada ahli waris. Dalam hal ini, penyelesaian dilakukan dalam dua tahap, yaitu.
kasus pertama diatur dengan ahli waris ayah, istri dan dua anak laki-laki. Kasus
kedua kemudian diselesaikan sebagian oleh ahli waris yang sama dan sebagian lagi
oleh ahli waris yang berbeda seperti kasus pertama . Ahli waris yang sama adalah dua
anak laki-laki, sedangkan ibunya berbeda

Rincian Amaliah Al-Munasakhat


Sebelum melakuka perincian tentang amaliah al-munasakhat kita terlebih dahulu harus
melakukan langkah- langkah ini.
Pembagian masalah pewaris yang pertama, yaitu memberikan ahli waris harta yang
sudah menjadi haknya, juga terhadap ahli waris yang sudah tiada. Kemudian, melakukan
pembagian pada harta pewaris yang kedua tanpa memperdulikan pewaris yang pertama,. Dan
membandingkan bagian pewaris kedua dalam masalah yang pertama,dengan pentashihkan
problem dan para ahli warisnya dalam masalah kedua.
Contoh nya, seseorang wafat dan ia meninggalkan tiga anak perempuan, dua saudara
kandung perempuan, dan seorang saudara kandung laki-laki. Lalu, salah seorang saudara
kandung perempuan itu meninggal. Disini , ia hanya mempunyai seorang saudara kandung
perempuan dan laki. Cara penyelesesaiannya : pokok masalahnya dari tiga. Ketiga anak
perempuan dapat dua pertiga (dua bagian). Sisa nya (satu bagian) yang menjadi hak para
asabah , yaitu menjadi milik dua saudara kandung perempuan dan seorang saudara kandung
laki-laki
Kemudian, kita lihat jumlah per kepala ada perbedaan , jadi 3 x 4 = 12. Lalu angka ini
kita kalikan dengan pokok masalahnya, jadi 3 x 12 = 36. Angka ini akan di gunakan sebagai
pokok masalah nya , maka penyelesaiannya sebagi berikut : ketiga anak perempuan mendapat
dua pertiga (24 bagian ), dan sisanya (12 bagian) dibagikan untuk dua orang saudara kandung
perempuan dan seorang saudara kandung laki-laki , dan ketentuannya bahwa satu orang pria
setara dua orang perempuan. Jadi setiap saudara kandung perempuan mendapat tiga bagian,
dan saudara laki-laki sekandung mendapat enam bagian. Kemudian, kita lihat antara bagian
pewaris kedua (yaitu 3) . dan pokok masalahnya nya ialah 3 . karena itu, al-jamiah yang telah
diterapkan sama hasilnya dengan pentashih-an nasalah yang pertama, yaitu 36.
Lalu , bagian saudara kandung perempuan yaitu tiga bagian , diberikan ke pada ahli
warisnya , yaitu pada seorang saudara kandung perempuan dan seorang saudara kandung
laki-laki, dan hasilnya dijumlahkan pada hasil bagian mereka yang pertama , bagian saudara
kandung perempuan yaitu 3 + 1 = 4. Sedangkan bagian ahli waris laki laki mendapat 6 + 2 =
8, jadi saudara kandung laki laki mendapat delapan bagian , dan bagi anak perempuan tiga
orang yang merupakan anaknya pewaris , mereka tidak mendapat bagian, dikarenakan
mereka hanya keponakan dari pewaris kedua, oleh karena itulah mereka mahjub. 3

BAB III
PENUTUP

3
Saebani, Beni Ahmad,FIQH MAWARIS (Bandung: CV.PUSTAKA SETIA,2015) , hlm. 321-323
A. Kesimpulan
Kewarisan berganda memiliki makna tersendiri yang artinya bahwa seseorang dalam satu
kasus kewarisan mempunyai dua hak kewarisan atau mempunyai dua posisi hak kewarisan .
Ada dua sebab kemungkinan munculnya kewarisan berganda, diantaranya adalah al-
munasakhat dan bentuk seseorang yang mempunyai dua peran penting dalam ahli waris. .
Adapun dua perbedaan pendapat ulama , dari pihak golongan syafi’iyah beliau berpendapat
bahwa satu pihak hanya menerima satu posisi tidak keduanya, dan menurut ibnu Qudamah
selain mengemukakan sependapat dengan syafi’iyah yang hanya memberikan satu hak, beliau
juga mepunyai pendapat yang lain, dia menyatakan bahwa ada kepercayaan bahwa orang
yang berada dalam dua posisi pewarisan, meskipun keduanya adalah ahli waris furudhi,
mendapatkan hak dari kedua posisi tersebut.
Al- Munasakhad ialah seseorang yang meninggal dan harta nya belum sempat dibagikan
dengan ahli waris, dan tiba tiba salah seorang atau lebih dari ahli waris ada yang wafat.
Sistem penyelesaian kasus munasakhat dalam kewarisan harus mempunyai unsur-unsur dan
bentuk munasakhat. Terjadinya kasus-kasus Munasakhad oleh karena adanya kematian dua
kali dalam ahli waris yang bakal menerima warisan dari pewaris sebelum harta tersebut
dibagi bagi dalam kematian pertama pewaris. Keuntungan dari system Munasakhad ialah
adanya bagian ahli waris kedua, yang semula ahli waris tersebut terhalang (mahjub hirman)

Daftar Pustaka
Muhibbussabry. (2020). FIKIH MAWARIS. Medan: CV.Pusdikra Mitra Jaya.

saebani, B. A. (2015). FIQH MAWARIS. Bandung: CV.PUSTAKA SETIA.


Syarifuddin, A. (2004). Hukum Kewarisan Islam. Jakarta: Kencana.

Anda mungkin juga menyukai