Juknis Rodensia PDF
Juknis Rodensia PDF
Juknis Rodensia PDF
i
ii
PENGGUNAAN DAN PENANGANAN HEWAN COBA RODENSIA
DALAM PENELITIAN SESUAI DENGAN
KESEJAHTERAAN HEWAN
Penyusun :
iii
Hak cipta dilindungi undang-undang
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, 2016
Jl. Raya Padjajaran Kav. E-59
Telp : (0251) 8322185
Fax : (0251) 8328382, 8380588
Email : [email protected]
ISBN 978-602-6473-03-5
Penanggung jawab
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan
Tata letak:
Artaria Misniwaty
Rahmad Quanta Jumli Putra
Rancangan sampul:
Rahmad Quanta Jumli Putra
iv
DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN ............................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................ 1
B. Dasar Pertimbangan ................................................. 2
C. Tujuan ......................................................................... 3
V. MARMUT ....................................................................... 61
A. Perawatan Marmut ................................................... 61
1. Pakan dan Minum............................................... 61
2. Sistem Perkandangan ........................................ 62
3. Karantina ............................................................ 63
B. Penanganan dan Pengendalian Marmut .................. 64
C. Koleksi Darah ........................................................... 65
1. Kanulasi pembuluh darah ................................... 66
2. Koleksi darah dari vena saphena........................ 67
3. Koleksi darah dari cardiac puncture .................... 68
4. Koleksi darah dari pembuluh darah perut/dada .. 68
5. Koleksi darah dengan dekapitasi ........................ 69
D. Administrasi Cairan dan Obat ................................... 69
E. Anastesia ................................................................. 70
F. Eutanasia ................................................................. 72
DAFTAR ISTILAH.............................................................. 80
vii
DAFTAR TABEL
TABEL HALAMAN
viii
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR HALAMAN
ix
KATA PENGANTAR
x
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Penggunaan dan Penanganan Hewan Coba Rodensia dalam Penelitian
B. Dasar Pertimbangan
2
Pendahuluan
C. TUJUAN
3
Penggunaan dan Penanganan Hewan Coba Rodensia dalam Penelitian
II. MENCIT
A. Perawatan Mencit
2. Sistem Perkandangan
4. Identifikasi Mencit
9
Penggunaan dan Penanganan Hewan Coba Rodensia dalam Penelitian
C. Koleksi Darah
11
Penggunaan dan Penanganan Hewan Coba Rodensia dalam Penelitian
1. Injeksi intraperitoneal
Suntikan intraperitoneal dapat dilakukan pada bagian
kuadran posterior abdomen (Gambar 2). Mencit dipegang pada
bagian punggungnya, jarum diinjeksikan di posisi bawah
lekukan lutut; kiri atau kanan dari garis tengah. Hindari
melakukan injeksi pada garis tengah untuk mencegah
penetrasi ke dalam kandung kemih. Sudut kemiringan jarum
sekitar 45° ke tubuh.
2. Injeksi subkutan
13
Penggunaan dan Penanganan Hewan Coba Rodensia dalam Penelitian
3. Injeksi intramuskuler
14
Mencit
4. Injeksi intravena
15
Penggunaan dan Penanganan Hewan Coba Rodensia dalam Penelitian
E. Anastesia
17
Penggunaan dan Penanganan Hewan Coba Rodensia dalam Penelitian
1. Anastesia injeksi
Anestesia injeksi pada mencit dapat diberikan melalui rute
IP, IM, atau IV. Rute SC tidak dapat diprediksi untuk induksi
anestesi karena tingkat penyerapan lambat. Volume injeksi
harus dipertimbangkan dengan cermat sesuai dengan
ketersediaan obat. Volume obat yang memadai untuk rute IP
berkisar 0,1-1 ml, rute IV 0,05-0,2 ml dan rute IM tidak melebihi
0,05 ml pada mencit dewasa (Flecknell 1989). Dosis berbagai
anastesia pada mencit tercantum pada Tabel 2.
18
Mencit
2. Anastesia Inhalasi
Anestesia inhalasi lebih aman dan fase pemulihan lebih
cepat dibandingkan dengan anastesia injeksi. Penyerapan dan
eliminasi anestesia inhalasi terjadi melalui paru-paru sehingga
memungkinkan induksi dan pemulihan lebih cepat. Mesin
anestesia inhalasi terdiri dari sumber oksigen, flowmeter,
presisi vaporizer, sirkuit pernafasan, dan sistem pembilasan.
Pada hewan kecil, anestesia inhalasi dapat diinduksi dengan
mudah dengan menempatkan hewan di "ruang induksi/
chamber" dan mempertahankan kedalaman yang diinginkan
dengan masker wajah. Dosis anastesia inhalasi yang
direkomendasikan untuk mencit tercantum pada Tabel 3.
19
Penggunaan dan Penanganan Hewan Coba Rodensia dalam Penelitian
F. Analgesia
Analgesia pada mencit diberikan karena terkadang prosedur
invasif yang diberikan sedikit menyakitkan seperti prosedur
intracavitary atau injeksi intravaskular, kateterisasi pembuluh
darah, atau penetrasi endocavitary. Pada kondisi ini, perlu
diberikan analgesia yang memadai untuk mengurangi rasa sakit
pasca operasi akut. Agen analgesia yang direkomendasikan
pada mencit dan umumnya berhasil dengan baik tercantum
pada Tabel 4.
20
Mencit
G. Antibiotika
H. Eutanasia
22
Mencit
23
Penggunaan dan Penanganan Hewan Coba Rodensia dalam Penelitian
24
III. TIKUS
A. Perawatan Tikus
25
Penggunaan dan Penanganan Hewan Coba Rodensia dalam Penelitian
1. Perilaku Biologis
Tikus adalah hewan yang sangat sosial dan di alam liar
tinggal di koloni besar yang terdiri dari 100 atau lebih.
Kelompok-kelompok kecil hingga delapan betina terkait dapat
berbagi liang dengan ruang sarang yang terpisah. Struktur
koloni sosial didasarkan pada hirarki yang didominasi oleh
pejantan, dengan ukuran tubuh yang besar. Dalam populasi
dengan kepadatan rendah, baik pejantan dan betina adalah
teritorial tetapi dalam lingkungan dengan kepadatan tinggi,
jantan mungkin menjadi despotik (penguasa) dan interaksi
didasarkan pada individu dan respon tikus di lokasi sebenarnya.
Tikus di alam liar, mungkin mempertahankan wilayah dari
penyusup, namun tikus jantan remaja dapat diterima dalam
koloni lainnya. Walaupun ada perbedaan yang jelas dalam
ukuran dan perilaku antara strain liar dan mencit domestik,
26
Tikus
2. Sistem Perkandangan
Menempatkan hewan pengerat di laboratorium sesuai
dengan lingkungannya akan mengoptimalkan kesejahteraan
hewan dan merupakan hal penting yang perlu
dipertimbangankan. Pengaturan perkandangan yang ideal
harus mempertimbangkan aspek sosial, alat gerak, fisiologis,
dan persyaratan perilaku spesies tertentu. Perkandangan
hewan pengerat sering menimbulkan masalah karena jumlah
besar hewan yang harus ditempatkan dengan personil kandang
terbatas serta terbatasnya biaya yang harus dikeluarkan.
Beberapa fitur khusus harus dipertimbangkan ketika
mengembangkan kandang yang cocok untuk hewan pengerat,
termasuk lingkungan sosial, ruang, dan konfigurasi kandang
dan perbaikan lingkungan atapun modifikasi lainnya.
Metode identifikasi individu hewan, bahan yang digunakan
untuk kandang, frekuensi sanitasi kandang, dan berbagai aspek
lingkungan fisik seperti cahaya, suara, suhu, dan getaran juga
harus diperhatikan untuk memastikan kesejahteraan hewan.
Perkandangan yang tepat dan peternakan hewan rodensia
penting bagi kesejahteraan hewan sehari-hari, karena hewan-
hewan ini dipertahankan untuk tujuan penelitian.
27
Penggunaan dan Penanganan Hewan Coba Rodensia dalam Penelitian
4. Identifikasi Tikus
Identifikasi hewan pada hewan dewasa sangat berguna
dalam prosedur penelitian di laoratorium. Metode yang dipilih
sebaiknya yang menggunakan metode non invasif seperti pada
kandang dan kartu keterangan. Jika diperlukan identifikasi
hewan permanen maka penggunaan penanda permanen non
toksik atau jika non permanen identifikasi dilakukan pada leher,
kepala, bagian belakang, kaki atau ekor. Beberapa metode
invasive yang biasa digunakan adalah ear tag, tatto, microchip,
lubang telinga, atau toe clip. Jika memungkinkan, sebaiknya
digunakan sedatif atau analgesik lokal seperti lidocaine atau
anestesia dalam bentuk spray untuk meminimalisasi rasa sakit.
Personil yang melakukan prosedur ini harus terlatih karena
kontribusinya sangat besar dalam mempersiapkan prosedur
eksperimen selanjutnya.
29
Penggunaan dan Penanganan Hewan Coba Rodensia dalam Penelitian
30
Tikus
C. Koleksi Darah
34
Tikus
4. Vena Jugularis
Teknik ini cocok untuk memperoleh darah dengan volume
menengah sampai besar dengan kualitas baik. Metode ini
dapat dilakukan tanpa anestesia; namun, penggunaan
anestesia sangat memudahkan prosedur. Metode ini tidak
mudah untuk sampling darah secara serial. Perawatan harus
dilakukan untuk menghindari pembentukan hematoma dan
harus selalu melakukan tekanan di lokasi tusukan selama
minimal 30 detik.
Durasi
Jenis Anastesia Dosis
Anastesi
Ketamin/xylazin Ketamin 40-100 mg/kg IP 60-80
xylazin 5-13 mg/kg IP menit
Ketamin/xylazin KX cocktail 0,1 mL/100g BB, 60-80
cocktail* IP, terdiri dari: menit
91 mg/kg Ketamin
9,1 mg/kg Xylazin
Ketamin/xylazin/ Ketamin 20-50 mg/kg IP 60-120
acepromazine xylazin 2-10 mg/kg IP menit
acepromazine 0,5-1,5 mg/kg IP
Pentobarbital 30-50 mg/kg IP 90-120
menit
Anestesia dan analgesia harus diberikan kepada hewan
pengerat yang menjalani operasi untuk mengoptimalkan
perawatan mereka. Banyak obat yang digunakan untuk
mengobati nyeri memiliki waktu paruh pendek untuk spesies
tikus, sehingga hewan harus dimonitor untuk indeks perilaku
nyeri dan distress.
E. Perawatan Per-operatif
dari rasa sakit agar timbul nafsu makan dan minum secara
alami setelah operasi.
Perawatan individual mungkin diperlukan jika hewan tidak
merespon terhadap stimulus yang menyakitkan atau analgesik.
Tikus sebagai spesies pemangsa mungkin tidak
memperlihatkan tanda-tanda sakit ketika diobservasi langsung
sehingga perlu dicermati secara tidak langsung, misalnya
melalui jendela atau melihat dengan cara merekam dengan
video. Ketika rasa sakit timbul dan tidak bisa dikendalikan,
reseptor rasa sakit mengarah ke keadaan hiperalgesia, dan
kondisi ini akan jauh lebih sulit untuk mengobati rasa sakit yang
terjadi sehingga kadang-kadang membutuhkan dosis obat
yang lebih tinggi, serta mengakibatkan dampak dan resiko yang
lebih tinggi. Beberapa peneliti melaporkan kematian tikus kecil
setelah penggunaan opioid untuk analgesia, karena
menyebabkan terjadinya depresi pernapasan, sehingga obat ini
jarang digunakan dalam manajemen analgesia. Selanjutnya,
teknik penggunaan multi analgesia yang menggabungkan
penggunaan nonsteroid agen anti-inflamasi dengan opioid
dapat digunakan untuk mengurangi dosis kedua jenis obat
serta meminimalkan potensi efek samping. Hewan juga harus
diperiksa terhadap kemungkinan hipotermia, yang dapat
menyebabkan hipoksia sistemik otak dan kematian.
39
Penggunaan dan Penanganan Hewan Coba Rodensia dalam Penelitian
G. Eutanasia
Eutanasia (mengakhiri kehidupan hewan) pada akhir
penelitian, pada kondisi kejadian yang tak terduga, atau ketika
human endpoint (mematikan hewan secara manusiawi) untuk
studi telah tercapai, merupakan tanggung jawab peneliti.
Semua personel yang melakukan eutanasia harus mendapat
pelatihan untuk melakukannya dengan hati-hati dan efisien
serta harus mengetahui metode untuk pemantauan dan
memastikan kematian hewan. Auskultasi dari jantung mencit
sering tidak memungkinkan maka metode untuk memastikan
40
Tikus
2. Agen inhalasi
Anastesia inhalasi seperti halothane, isoflurane, sevofluran
atau desflurane, dengan atau tanpa Nitrous oxide (N2O) dapat
digunakan untuk eutanasia rodensia. Nitrous oxide tidak boleh
digunakan sendiri untuk eutanasia. Agen ini mungkin berguna
dalam kasus di mana pengendalian fisik hewan sulit dilakukan
atau tidak praktis. Ketika eutanasia dilakukan dengan agen
inhalasi diberikan melalui vaporizer atau ruang anestesia
(teknik open-drop), mungkin perlu jangka waktu yang lama
untuk memastikan kematian hewan. Penggunaan anastesia
inhalasi untuk pre-anestesia dapat digunakan chamber dengan
penambahan CO2. Hal penting yang perlu diperhatikan
pada waktu melakukan eutanasia adalah memverifikasi
bahwa hewan mati ketika agen diinhalasi. Kematian dapat
dikonfirmasi dengan pemeriksaan fisik.
.
42
IV. KELINCI
A. Perawatan Kelinci
2. Sistem perkandangan
Kelinci dewasa harus di kandangkan secara individual
(0,90×0,60×0,45 m). Ketinggian kandang 0,8 cm dari tanah
sehingga kotoran bisa jatuh ke dalam nampan pengumpul
(Calasans-Maia et al, 2008). Ukuran kandang kelinci berkisar
7,5 x 6 inci (45 m2) dapat menampung 15 ekor kelinci dengan
berat kurang dari 4 kg atau 11 kelinci dengan berat 4-5 kg.
Kebersihan kandang kelinci harus dijaga, litter kandang diganti
tiga kali dalam seminggu atau jika litter terendam air seni atau
penuh dengan rambut/ kotoran. Bagian bawah dinding kandang
sebaiknya di semprot dengan deterjen/ desinfektan jika terkena
urin atau feses dan lantai kandang dibersihkan dengan
Quatricide-PV (1,5 oz per 8 galon air) setiap hari.
Eksistensi dasar kelinci adalah nokturnal sehingga sangat
sensitif terhadap cahaya. Secara natural kelinci hidup di liang
dalam komunitas besar dan merupakan makhluk pemalu serta
sensitif, istirahat siang hari dalam kegelapan bawah tanah dan
mencari makan pada malam hari. Oleh karena itu pencahayaan
dalam ruang kandang harus di atur dengan siklus waktu 12 jam
terang dan 12 jam gelap.
Kelinci sangat toleran terhadap temperatur rendah.
Temperatur ruangan di atas 30 0C dengan kelembaban relatif
yang tinggi, dapat menyebabkan stres pada kelinci yang dapat
berakibat infertilitas dan kematian. Temperatur yang
direkomendasikan untuk ruangan kandang kelinci berkisar 15–
21 0C (Whary et al. 1993) dengan kelembaban udara berkisar
45–65 % (Batchelor, 1999). Pertukaran udara dalam ruangan
kandang juga harus di atur karena untuk mengurangi bau
amoniak yaitu berkisar 15–20 kali per jam. Konsentrasi
amoniak dalam ruangan harus lebih rendah dari 1-2 ppm dan
tidak boleh melebihi 10 ppm (Batchelor, 1999).
44
Kelinci
3. Identifikasi Kelinci
Identifikasi kelinci dalam kandang dapat dilakukan dengan
pemberian warna pada bulu menggunakan zat warna fuchsin,
acriflavin atau gentian violet, namun identifikasi ini harus di
ulang dengan interval tertentu. Spidol permanen xylene dapat
juga digunakan di telinga dan bulu dan diulangi setiap 3 minggu
(Morton et al. 1993). Penggunaan tanda tersebut sangat efektif
digunakan di bagian dalam telinga dengan warna yang
berbeda. Pemakaian microchip dan tatto telinga dapat
digunakan untuk identifikasi kelinci secara permanen (Zutphen
et al. 1993) namun diaplikasikan pada kelinci umur 6 minggu
dalam kondisi teranestesi atau sedasi dan diberikan analgesia.
4. Karantina
Kelinci baru yang akan masuk dalam fasilitas hewan harus
dikarantinakan terlebih dahulu selama minimal 2 minggu dan
diperiksa bebas dari pasteurellosis, scabiosis dan coccidiosis
(Harris et al. 1995). Kelinci mudah terinfestasi scabies yang
sangat menular dan yang dapat mengakibatkan gangguan
saluran pernafasan sehingga scabies menjadi faktor
predisposisi pneumonia (Schanaider et al. 2004). Karantina
juga berfungsi sebagai periode adaptasi terhadap lingkungan
dan rutinitas sehari-hari. Pencahayaan kandang diberikan 12-
14 jam pada bioritme koloni dan hewan harus diamati secara
rutin konsumsi pakan dan karakteristik feses (Podberscek et al
2010; Susan, 1991).
Pengamatan kelinci dilakukan setiap hari untuk melihat
tanda-tanda penyakit, cedera atau kematian dan memeriksa
kandang apakah terdapat cairan sekresi yang abnormal.
Tanda-tanda klinis yang diamati meliputi: alopecia, diare,
ptialisme, anoreksia, penurunan berat badan, leleran hidung,
leleran mata, gemetar dan perubahan perilaku atau tingkah
45
Penggunaan dan Penanganan Hewan Coba Rodensia dalam Penelitian
1. Prosedur Penanganan
Teknik mengangkat kelinci dilakukan dengan cara
menggerakkan tangan sepanjang punggung kelinci ke arah
depan dan menggenggam secara perlahan pada kulit yang
longgar yang menutupi bahu kemudian tahan tengkuk kelinci
secara tegas dengan satu tangan dan tangan satunya siap
untuk mendukung bagian belakang hewan (Gambar 6). Jangan
mengangkat kelinci pada telinga dan ekor.
46
Kelinci
47
Penggunaan dan Penanganan Hewan Coba Rodensia dalam Penelitian
2. Prosedur Pengendalian
Perangkat restrain hewan atau restrain kimia harus
dipertimbangkan jika kelinci dilakukan prosedur dalam waktu
lama atau berpotensi menyakitkan. Kelinci walaupun hewan
jinak, pemalu dan cenderung mudah panik namun beberapa
kelinci yang agresif menggigit dan dapat menimbulkan goresan
yang cukup menyakitkan dengan kaki belakangnya. Oleh
karena itu perilaku kelinci perlu diamati terlebih dahulu sebelum
membuka pintu kandang. Kelinci sangat rentan terhadap
keseleo lumbar tulang belakang, mengakibatkan kelumpuhan.
Oleh karena itu ketika menangani kelinci harus sangat hati-hati
hindari melakukan gerakan tiba-tiba.
Restrainer dari berbagai ukuran, bentuk, dan desain
tersedia untuk kelinci. Seperti dalam memilih restrainer tikus,
pertimbangan harus diberikan untuk ukuran restrainer relatif
terhadap ukuran kelinci, dan lamanya waktu yang digunakan
kelinci dalam restrainer tersebut. Restrainer sangat berguna
untuk melakukan injeksi intravena dan pengambilan sampel
darah dikarenakan kedua tangan petugas dapat bebas untuk
memegang dan memanipulasi jarum suntik.
Metode memasukkan kelinci pada restrainer adalah dengan
membuka semua bagian restainer yang mudah diakses. Tahan
kelinci secara manual dan tempatkan punggung bagian bawah
di dlam restrainer terlebih dahulu dan kemudian tempatkan
49
Penggunaan dan Penanganan Hewan Coba Rodensia dalam Penelitian
C. Koleksi Darah
Vena telinga marjinal kelinci adalah lokasi yang paling
berguna untuk injeksi intravena, tetapi bukan untuk koleksi
darah. Koleksi darah paling baik dilakukan dari arteri telinga
tengah menggunakan jarum atau kateter kupu-kupu. Sebanyak
30-40 ml darah dapat dikumpulkan dengan cara ini. Maksimum
absolut darah yang dapat ditarik pada satu kali adalah 9 ml/ kg
berat badan. Packet Cell Volume (PCV) harus diukur pada
setiap koleksi, apabila darah dengan volume besar harus
dikoleksi. Jika PCV turun di bawah 35%, koleksi darah harus
dikurangi. Penggunaan obat penenang droperidol-fentanil dapat
50
Kelinci
51
Penggunaan dan Penanganan Hewan Coba Rodensia dalam Penelitian
Tabel 8. Lokasi untuk koleksi darah, ukuran jarum dan volume pada
kelinci
Lokasi Volume Ukuran jarum
Jantung 50-80 ml 1-1/2 inci, 18 G
Vena telinga tepi 1-3 ml 1 inci, 22 G
Arteri telinga tepi 30-50 ml 1 inci, 23
52
Kelinci
1. Saluran gastro-intestinal:
a. Oral atau per os (PO) – melalui mulut
b. Gavage – ke dalam perut melalui tabung
2. Parenteral:
a. Intravena (IV) – langsung dalam system vascular
melalui pembuluh darah
b. Intramuskuler (IM) – disuntikkan ke otot
c. Subkutan (SC) – disuntikkan ke bawah kulit
d. Intradermal (ID) - disuntikkan di antara lapisan kulit
e. Intraperitoneal (IP) - disuntikkan ke dalam rongga perut
55
Penggunaan dan Penanganan Hewan Coba Rodensia dalam Penelitian
E. Anastesia
Analgesia adalah ketidakpekaan rasa sakit tanpa
kehilangan kesadaran yang melibatkan depresi reseptor otak
serta pusat-pusat otak. Berbagai obat memiliki sifat analgesia
bila diberikan dalam dosis yang tepat. Beberapa kategori obat
tidak menghasilkan analgesia, oleh karena itu, daftar istilah
yang umum digunakan tersedia di bawah ini untuk klarifikasi.
1. Analgesia: Obat-obatan seperti morfin, meperidin
(Demerol®) dan kodein yang mengurangi rasa sakit
tanpa menyebabkan hilangnya kesadaran.
2. Anestesia: Sebuah obat atau zat yang digunakan untuk
menghilangkan sensasi nyeri. Sodium pentobarbital,
ketika disuntikkan secara intravena atau intraperitoneal,
menekan sistem saraf pusat dan menginduksi tidur
nyenyak yang menyebabkan sensasi rasa sakit hilang.
57
Penggunaan dan Penanganan Hewan Coba Rodensia dalam Penelitian
58
Kelinci
F. Eutanasia
Eutanasia dapat dicapai dengan mudah, tanpa rasa sakit,
dan tanpa stres (Bloebaum et al. 1991). Teknik ini melibatkan
sedativa diikuti suntikan barbiturat. Sodium pentobarbital
merupakan obat pilihan karena bertindak cepat dan efektif
(Calasans-Maia et al. 2008).
Anastesia merupakan tindakan menginduksi kematian tanpa
rasa sakit. Pemilihan metode eutanasia tergantung pada
spesies hewan, tujuan dan keterampilan personil. Kontrol fisik
hewan yang tepat sangat penting sebelum eutanasia dberikan
dan dapat meminimalisasi rasa takut dan kekhawatiran.
Berbagai kondisi seperti vokalisasi, berjuang, melarikan diri,
agresi, air liur, kencing, buang air besar, dilatasi pupil,
takikardia, berkeringat, menggigil, tremor dan kejang dapat
terjadi. Kondisi ini tidak diinginkan dari sudut pandang estetika
dan sudut pandang manusiawi.
Agen eutanasia dapat langsung atau tidak langsung
menyebabkan hipoksia, depresi neuron penting, atau
kerusakan fisik jaringan otak. Sangat penting untuk
menginduksi ketidaksadaran secepat mungkin. Kriteria yang
harus dipertimbangkan dalam merekomendasikan metode
59
Penggunaan dan Penanganan Hewan Coba Rodensia dalam Penelitian
60
V. MARMUT
A. Perawatan Marmut
61
Penggunaan dan Penanganan Hewan Coba Rodensia dalam Penelitian
2. Sistem Perkandangan
3. Karantina
63
Penggunaan dan Penanganan Hewan Coba Rodensia dalam Penelitian
64
Marmot
C. Koleksi Darah
68
Marmot
Tabel 11. Antibiotika dan dosis terapeutik yang aman pada marmut.
Antibiotika Dosis
Ceftiofur 1 mg/kg IM setiap 24 jam (untuk
pneumonia)
Cephaloridine 12,5 mg/kg IM setiap 8–24 jam
selama 5–14 hari
Chloramphenicol 50 mg/kg PO setiap 12 jam
Chloramphenicol 30–50 mg/kg SC, IM setiap 12 jam
Ciprofloxacin 10–20 mg/kg PO setiap 12 jam
Enrofloxacin 5–10 mg/kg PO, IM setiap 12 jam
Gentamicin 6 mg/kg SC setiap 24 jam (dengan
caution)
Metronidazole 10–40 mg/kg PO setiap 24 jam
Neomycin 12–16 mg/kg PO setiap 12 jam
Sulfamethazine 1 mg/mL air minum sampai 60 hari
PO
Sulfadimethoxine 10–15 mg/kg PO setiap 12 jam
Keterangan: PO (oral); IM (intramuskuler); SC (subkutan)
E. Anastesia
70
Marmot
71
Penggunaan dan Penanganan Hewan Coba Rodensia dalam Penelitian
a. Induksi:
1. Berikan ½ dosis cocktail anastesia secara SC, IM atau
IP dan tunggu sekitar 5 menit.
2. Letakkan hewan pada chamber induksi.
3. Atur posisi flowmeter oksigen dari 0,8 ke 1,5 L/menit.
4. Atur posisi vaporizer isoflurane 3% ke 5%.
b. Pemeliharaan:
1. Gunakan masker tersambung ke Bain circuit dan atur
flowmeter 0,4 ke 0,8 L/menit dan vaporizer isoflurane 2
ke 2,5%.
2. Berikan salep mata (natural airmata) pada ke dua mata
untuk mencegah kekeringan dan kerusakan pada
kornea.
c. Pemulihan:
1. Matikan vaporizer isoflurane tapi jaga hewan di bawah
oksigen.
2. Pindahkan hewan ke kandang ketika sudah mulai
bergerak dan tunggu sampai pulih dari anastesi.
72
Marmot
F. Eutanasia
73
Penggunaan dan Penanganan Hewan Coba Rodensia dalam Penelitian
74
VI. PENUTUP
75
DAFTAR PUSTAKA
76
Gilsanz V, Roe TF, Gibbens DT, Schulz EE, Carlson ME,
Gonzalez O, et al. 1988. Effect of sex steroids on peak bone
density of growing rabbits. Am J Physiol. 255:E416–21.
[PubMed]
Gourdon J and Jimenez A. 2009. Comparative Medicine & Animal
Resources Centre: SOP 113.03- Guinea Pig Anesthesia
Page 2.
Guillen, J. 2012. FELASA guidelines and recommendations. J Am
Assoc Lab Anim Sci. 51, (3), 311-321.
Harris IE, Reilly JS, Blackshaw JK et al. 1995. Rabbits:
Physiological and behavioural housing requirements (Part
2). ASLAS Newsletter Spring/ Summer pp 8 - 11
Hellyer PW, Robertson AS, Fails AD. 2007. Pain and its
management. In: Tranquilli WJ, Thurmon JC, Trimm KA,
editors. Veterinary anesthesia and analgesia. 4th ed. United
States: Blackwell. pp. 31–60.
Hem, A., Smith, A. J., Solberg, P. 1998. Saphenous vein puncture
for blood sampling of the mouse, rat, hamster, gerbil, guinea
pig, ferret and mink. Lab Anim. 32, (4), 364-368.
Hildebrandt IJ, SU H, Weber WA. 2008. Anesthesia and other
considerations for in vivo imaging of small animals. ILAR J
49:17-26.
Huneke RB. 2012. Guinea Pigs: Basic experimental methods. In:
The Laboratory Rabbit, Guinea Pig, Hamster, and Other
Rodents. (Suckow MA, Stevens KA, and Wilson RP Eds).
Elsevier, pp.621-637.
Institute of Laboratory Animal Research (ILR) Commission on Life
Sciences, National Research Council. 1996. Guide for the
care and use of laboratory animals. Washington (DC):
National Academies Press. p. 140.
Kawakami K, Takeuchi T, Yamaguchi S, Ago A, Nomura M, Gonda
T, et al. 2003. Preference of guinea pigs for bedding
materials: wood shavings versus paper cutting sheet. Exp
Anim.52:11–5.
77
Love JA. 1994 Group Housing: Meeting the Physical and Social
Needs of the Laboratory Rabbit. Laboratory Animal Science
44 (1): 5 – 11.
Morton DB, Jennings M, Batchelor GR et al. 1993. Refinements in
rabbit husbandry: second report of the BVAAWF / FRAME /
RSPCA / UFAW joint working group on refinement.
Laboratory Animals 27: 301 – 329.
Okermann L. 1994. United States: Blackwell Scientific
Publications; 2nd ed. United States: Blackwell Scientific
Publications. Diseases of domestic rabbits; pp. 4–8.
Paddleford R. 2000. Small Animals Anesthesia. Milano-Cremona,
Italy: Masson.
Parasuraman, S., Raveendran, R., Kesavan, R. 2010. Blood
sample collection in small laboratory animals. J Pharmacol
Pharmacother. 1, (2), 87-93.
Patterson-Kane EG. 2002. Cage size preference in laboratory rats.
Journal of Applied Animal Welfare Science 5 (1): 63 – 72
Pearce AI, Richards RG, Milz S, Schneider E, Pearce SG. 2007.
Animal models for implant biomaterial research in bone: A
review. Eur Cell Mater.13:1–10. [PubMed].
Petroianu A. 1996. Ethical Aspects of Animal Research. Acta Cir
Bras.;11:157–164.
Podberscek AL, Blackshaw JK, Beattie AW. 1991. The effects of
repeated handling by familiar and unfamiliar people on
rabbits in individual cages and group pens. Appl Anim
Behav Sci.28:365–73.
Quesenberry KE, Carpenter JW. 2004. Ferrets, Rabbits and
Rodents: Clinical Medicine and Surgery. St Louis: Saunders,
Elsevier.
Rao S, Verkman AS. 2000. Analysis of organ physiology in
transgenic mice. Am J Physiol Cell Physiol 279:C1-C18.
Research Animal Resources University of Minnesota. 2009.
Euthanasia Guidelines. Available at http://www.ahc.umn.
edu/rar/euthanasia.html
78
Schanaider A, Silva PC. 2004. Use of animals in experimental
surgery. Acta Cir Bras.19: 441–447.
Scharmann W. 1991. Improved housing of rats, mice and guinea
pigs: a contribution to the refinement of animal experiments.
ATLA. 19:108–114.
Susan E, Wilson - Sanders Biology and diseases of laboratory
Rabbits. Research animal models. [Last cited on 2010
Sept 01]. Available at: http://www.uac.arizona.edu
/VSC443/rabdisease/rabdiseases.htm .
UNC Chapel Hill, 2016. Mice: Basic Handling and Technique
Workshop. University of North Carolina, Chapel Hill
Wang X, Mabrey JD, Agrawal CM. 1998. An interspecies
comparison of bone fracture properties. Biomed Mater Eng.
8:1–9. [PubMed]
Whary M, Peper R, Borkowski G et al. 1993. The effects of group
housing on the research use of the laboratory rabbit.
Laboratory Animals 27: 330 - 341
Zutphen LFM, Baumans V and Beynen AC (Eds). 1993. Principles
of laboratory animal science. Elsevier Science pp 17, 34, 35,
40 – 44
79
DAFTAR ISTILAH
80
Grooming Tampilan prima
Chromodarcryorrhea Sekresi cairan berawarn merah (berasal dari
pigmen porphyrin) pada daerah mata dan
hidung
Alopecia Kebotakan
Ptialisme Pengeluaran air liur yang berlebihan
Brace Tulang belakang
81