0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
345 tayangan17 halaman

Ricikan Keris

Seminar yang diselenggarakan di Museum Keris Nusantara membahas tentang makna dan filsafat yang tersirat dalam ricikan keris. Ricikan keris melambangkan nilai-nilai kebajikan dan ajaran hidup yang dapat diajarkan secara lisan. Berbagai bagian ricikan keris memiliki makna filosofis yang mencerminkan aspek-aspek kehidupan manusia."

Diunggah oleh

Melodi Azzel
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai PDF, TXT atau baca online di Scribd
0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
345 tayangan17 halaman

Ricikan Keris

Seminar yang diselenggarakan di Museum Keris Nusantara membahas tentang makna dan filsafat yang tersirat dalam ricikan keris. Ricikan keris melambangkan nilai-nilai kebajikan dan ajaran hidup yang dapat diajarkan secara lisan. Berbagai bagian ricikan keris memiliki makna filosofis yang mencerminkan aspek-aspek kehidupan manusia."

Diunggah oleh

Melodi Azzel
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai PDF, TXT atau baca online di Scribd
Anda di halaman 1/ 17

Seminar

RICIKAN KER S
MUSEUM KERIS NUSANTARA
Surakarta, 16 September 2021

Oleh :
DAYU HANDOKO, MPM.
Bawa Rasa Tosan Aji Surakarta
KERIS :
sinengKER - aRIS

Sinengker : Tersembunyi
Aris : Ramah, Sopan,
Lemah Lembut, Lugas

Keris :
budi pekerti atau
nilai-nilai kebajikan hidup
yang tersembunyi.

Dalam keris tersembunyi nilai-nilai atau filosofi kehidupan, ajaran


kebajikan yang disimbolkan dan diwujudkan dalam setiap bagian
keris tersebut, yang dinamakan dengan istilah ‘RICIKAN’ keris.
UNESCO telah mengakui keris sebagai
warisan budaya tak benda.

“a Masterpiece of the Oral and


Intangible Heritage of Humanity”

Jadi yang diakui oleh dunia (UNESCO)


bukanlah fisik atau benda kerisnya, namun
nilai-nilai luhur yang secara tersirat
(intangible) dapat diajarkan secara lisan
kepada siapa saja.

Mungkin Keris adalah satu-satunya senjata tradisional di dunia yang


menyimpan ilmu pengetahuan tentang kebajikan hidup, tersembunyi pada
ricikan dan segala sesuatu yang terkait dengan keris.
Kita dan generasi penerus kita, diminta untuk ‘membaca’ ajaran hidup tersebut,
serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, di segala bidang dan peran
hidup kita masing-masing.

Tidak seperti kertas, kain, kayu atau kulit yang lebih mudah hancur, pengetahuan
yang disimpan dalam wujud keris (besi) akan lebh tahan lama untuk dilestarikan.
SIMBOL PENCIPTAAN
Keris merupakan perwujudan dari sebuah penciptaan,
sebuah keberadaan.

Keris lahir dari buah percintaan antara ayah dan ibu.


Figur ayah yaitu Bapa Angkasa (Langit), diwakili oleh
batu meteor (meteorite) sebagai material atau bahan
baku pamor.
Sedangkan figur ibu, yaitu Ibu Pertiwi (Bumi), diwakili
oleh besi sebagai material utama pembentuk keris.

Menyatunya ayah dan ibu, meteor dan besi, ke dalam satu


bilah, melahirkan keris sebagai anak atau buah hati mereka.

Keris juga terdiri dari dua bagian utama, yaitu bilah dan gonja.
Bilah melambangkan Lingga atau maskulinitas (laki-laki),
sedangkan gonja melambangkan feminisme (wanita).
Menyatunya Lingga dan Yoni, maskulin dan feminim, laki-laki
dan wanita, akan melahirkan buah hati atau anak berwujud
KERIS.
RICIKAN KERIS
BAGIAN BAWAH

SUMBER : https://sites.google.com/site/seputartosanaji/ricikan-keris?tmpl=%2Fsystem%2Fapp%2Ftemplates%2Fprint%2F&showPrintDialog=1
RICIKAN KERIS
BAGIAN ATAS

SUMBER : https://sites.google.com/site/seputartosanaji/ricikan-keris?tmpl=%2Fsystem%2Fapp%2Ftemplates%2Fprint%2F&showPrintDialog=2
“Iti denya kang sastra sinandhi, yen ta sira anggaduh pusaka, wesi aji
sawarnane, dhapur kang mengku tutur, kekarepan sajrone ngurip,
pamor mungguhe donga, mring gusti kang linuhung, tuhu kebak
ing sasmita, mara sira ywa ta kendat hamarsudi, kongsi dadi
pepadhang.”
“...sastra sinandhi...” (Serat Sastra Bajra I:2)
(pengetahuan yang
tersirat / tersembunyi)
“…. dhapur kang mengku tutur…”,
(Pada bentuk terdapat nasehat)

“...pamor mungguhe donga...”


(pamor adalah perwujudan dari doa)

“...tuhu kebak ing sasmita...”


(nyata penuh dengan pertanda)

“...kongsi dadi pepadhang...”


(dapat memperoleh petunjuk)

Dari cuplikan Sastra Bajra di atas, dapat disimpulkan bahwa keris


merupakan petunjuk kehidupan yang nyata, disimbolkan melalui ricikan.
MAKNA FILOSOFIS RICIKAN KERIS
Makna ricikan keris berdasarkan ajaran Sunan Kalijaga yang diuraikan oleh Raden Ngabehi
Ranggasutrasna dalam Serat Centhini (Tambangraras Amongraga Jilid III, dalam Nurhadi
Siswanto, Filsafat Moral Keris Jawa, hal. 143) diantaranya sebagai berikut :
a.Sirah Cecak: Melambangkan kepala manusia yang disebut Betal Makmur (rumah kemakmuran),
adalah simbol dari asal mula segala kesenangan dan ingatan manusia.
b.Tikel Alis, digambarkan sebagai sarana mencapai kesucian
yang melewati tiga tahap yaitu “sabar” yang disombolkan
dengan tikel alis yang melengkung dari garis horizontal di
bawah menuju garis vertikal di atas. Tahap kedua adalah
“memaklumi” yang dilambangkan oleh garis vertikal ke atas
dan terakhir, “memaknai” yang digambarkan oleh ujung garis
vertikal ke atas.
c.Sekar Kacang, disimbolkan sebagai gunung tursina tempat
nabi musa bertapa dan menggambarkan titik pusat
konsentrasi kekhusukan ketika bershalat.
d.Lambe Gajah, menggambarkan mulut atau lisan manusia
yang menyimbolkan sarana turunnya sabda Tuhan;
'kun fa ya kun' (terjadi maka terjadilah).
e.Greneng, yang berbentuk aksara 'dha' dan 'ma'
menggambarkan bahwa mati (aksara 'ma') berada dalam
dhada (aksara 'dha').
f. Gandhik, menyimbolkan jantung manusia yang menjadi
sumber nafsu birahi. Hal inilah yang memungkinkan
manusia meneruskan keturunannya hingga akhir zaman.
g. Sogokan, menggambarkan pilar kokoh yang menegakkan kehidupan manusia. Pilar inilah yang
mampu menutup 'babahan hawa sanga' yang merupakan sembilan lubang masuknya godaan
duniawi ke dalam tubuh manusia, yaitu: dua lubang mata, dua lubang telinga, dua lubang hidung,
satu lubang mulut, satu lubang dubur, dan satu lubang kemaluan.

h. Bawang Sabungkul, melambangkan kemaluan wanita sebagai pintu lahirnya bayi dari
kandungan ibu atau disebut dengan Betal Mukadas (Rumah Kesucian), dan menunjukkan
tempat penyucian diri, yaitu dengan menjunjung tinggi ibu yang melahirkannya.

i. Sraweyan, adalah lambang kemurkaan Tuhan, agar manusia selalu berhati-hati tidak melanggar
laranganNya.

j. Kruwingan, merupakan simbol dari tubuh fisik manusia yang harus dijaga dengan baik karena
merupakan titipan dari Tuhan.

k. Pejetan, adalah simbol dari ibu jari yang menggambarkan kekokohan semangat yang menjadi
penyangga kehidupan.

l. Wadidang, melambangkan kaki manusia yang menopang


dan membawa tubuh ke manapun pikiran dan rasa
memerintahkannya.

m. Tungkakan, menggambarkan semangat pantang menyerah


yang selalu menuju ke atas kepada kebaikan.
Menyangkut ricikan keris yang lebih detil, sebenarnya juga dibuat dengan landasan kepasrahan
kepada Dzat Pencipta yang Maha Agung. Mengabdi dan menyembah kepada Sang Pencipta.
Seperti yang sudah dipahami selama ini bahwa pesi merupakan simbol lelaki, gonja adalah simbol
perempuan, maka wilah atau bilah keris merupakan lambang panembah jati kepada Tuhan.

Wilah yang meruncing ke atas, menyiratkan bahwa manusia harus selalu mengerucut ke atas,
menyiratkan bahwa manusia harus selalu mengerucut olah batin-nya menuju kepada cahaya Allah
yang terang benderang. Sementara sisi tajam di samping kanan-kiri
bilah menyiratkan bahwa dalam menyembah harus menggunakan
tatanan lahir dan batin atau syariat dan ma’rifat.

Ada-ada : yang membentuk garis tengah dari atas sogokan menuju


ke ujung keris adalah peringatan agar manusia dalam bertindak
harus selalu berhati-hati. Ini artinya perilaku manusia menjadi hal
yang utama.

Lis atau Gusen : merupakan pengambaran hawa nafsu.

Bungkul : adalah lambang tekad yang sudah bulat. Tekad untuk


menyelesaikan semua pekerjaan dengan baik atau tekad untuk
mencari ilmu yang bermanfaat. Dalam kebulatan tekad itu, manusia
juga harus memiliki landasan batin yang luas yaitu kesediaan untuk
memaafkan kesalahan orang lain dan dirinya sendiri.

Landasan ini dilambangkan dalam Blumbangan atau Pejetan yang


berarti kesabaran.
Ricikan Janur yang terletak di antara sogokan merupakan nasehat agar manusia mesti bersifat
luwes dan tidak kaku. Sebagai makhluk yang selalu menyembah kepada Allah SWT, manusia
harus bersikap toleran kepada sesamanya-termasuk dalam perbedaan beragama.

Greneng yang berbentuk dua huruf Jawa "dha" yang bisa dibaca "dhadha" bisa diartikan kejujuran.
Seperti ada ungkapan lama : iki dadaku, endi dadamu? (ini dadaku, mana dadamu?), maka
greneng melambangkan orang yang bicaranya selalu jujur dan terus terang.

Ricikan Thingil memberi gambaran agar manusia itu mesti rendah hati dan tak suka pamer.
Bila memiliki kelebihan ilmu, seharusnya tak perlu ditonjol-tonjolkan, karena kalau memang berilmu,
nantinya juga akan dikenal orang lain.

Sogokan mencerminkan tetang seseorang yang selalu ingin mengetahui tentang kebenaran sejati.
Jadi manusia diharuskan untuk mengungkapkan tentang kebenaran,
bukan hanya sekadar tahu sebatas kulit luarnya saja. Namun dalam
mencari dan mencoba mengungkapkan kebenaran itu, manusia
harus selalu waspada-berhati-hati agar tak merugikan manusia lain
yang tak bersalah.

Tikel Alis dimaknai sebagai lambang kewaspadaan. Eling lan


waspada, adalah pesan yang dahulu senantiasa dititipkan oleh
para orang tua dan sesepuh kepada anak, cucu atau muridnya.
Jangan mudah percaya pada penampilan luar, tutur kata, bukti,
sumpah atau kesaksian. Satu-satunya yang senantiasa harus
kita percaya adalah hati nurani kita sendiri, RASA kita sendiri.
Karena RASA tidak bisa, dan tidak pernah bohong.
Sementara salah satu ricikan keris yang paling terkenal adalah sekar kacang (kembang kacang),
merupakan imbauan agar manusia meniru dan memakai ilmu padi : semakin berisi semakin
menunduk. Kerendahan ini lah yang selalu diingatkan karena manusia mudah tergelincir dalam
sikap sombong dan arogan. Kedua sikap ini sangat gampang menjatuhkan manusia dalam alam
kebejatan dan kenistaan.

Gandhik menjadi cermin kapasrahan kepada Tuhan yang Maha Esa. Bentuk Gandhik yang agak
miring merupakan lambang ketundukan hati terhadap Sang Pencipta. Dengan rasa yang selalu
pasrah kepada Sang Pencipta, maka manusia akan lebih berhati-hati dalam berbicara.
Semua ucapannya sudah dipikirkannya terlebih dahulu. Kehati-hatian dalam berbicara ini di
dalam keris dilambangkan sebagai Lambe Gajah.

Bentuk atau dhapur pada keris terbentuk dari susunan ricikan atau
ornamen. Tidak kurang dari 40 jenis ornamen yang dalam perpaduannya
membentuk ribuan jenis dhapur.Tutur apakah yang ingin disampaikan
sang empu atau pembuat pertamanya?

Salah satu serat yang dapat kita gunakan acuan adalah Centhini atau
Suluk Tambangraras (R.Ng, Ranggasutrasna, R.Ng Yasadipura II,
R.Ng Sastradipura:1814). Buku ketiga dari serat centhini menjelaskan
makna masing-masing ricikan pada keris.
Sebagian rangkuman dalam Serat Centhini III tentang
makna masing-masing ricikan, adalah sebagai berikut :

Gandhik apan têgêsira | Pêsi ingkang tinarbuka |


punika woding jêjantung | apan pusêr wêrdinipun |
ingkang kawasa satuhu | minangka kaanan tuhu |
mahanani dumadiya | ing tyas sanubari kita |
ing carêming manungsèku | Kodhokan pungkasanipun |
datan liyan asalira | tandhaning pangrungu kita |
yêkti saking jantung mau || kang patang prakara gadhug ||

Kêmbang-kacang maknanira | Kèpèt mangkya pinarceka |


Gunung Tursina satuhu | talapakan kita iku |
kang ngawruhi lakunipun | pat-upate manungsèku |
lumêbu myang mêdalira | mangkya Jalèn wardinira |
ing napas kang mêtu ngirung | urip-kita ywa kalimput |
dadya tandhaning kawula | tinartamtu mulih sira |
lawan Gustinira iku || maring Hong ing asalipun ||

Lawan kudu sumurupa | Lambe-gajah kang winarni | Tikêl-alis ginupita |


pasêmonne liyanipun | iku ta sajatinipun | nêpsu tri prakara èstu |
mangkya Pèjètan cinatur | pan Lesan kita satuhu | Darana ingkang rumuhun |
iku driji jêmpol kita | Insan-kamil dunungira | mila kaping kalihira |
kang kawasa nyangga bakuh | pangandikaning Hyang Agung | Maklum kaping tiganipun |
ing karya nglantari marang | asipat rupa sanyata | yèku nêpsuning kang manah |
kauripan kita èstu || yèku sabda Kun paya-kun || Maknawi sukci rahayu ||
Bawang-sabungkul winarna | Mangkya grènèng wujudira | Sogokan ingkang winarna |
baga purana satuhu | aksara (dha) dha satuhu | manjing purusing jalmèku |
Betal-mukadas punika | myang aksara ma punika | ambuka warananipun |
omah (ng)gonning pasuciyan | wêrdine panggonan pêjah | punang hawa nawa sanga |
Sraweyan gantya winuwus | nèng jroning dhadhanirèku | tingal karna lawan irung |
iku wêrdine musibat | mokal kalamun mêdala | tutuk tanapi jalêran |
kang karan sajatinipun || ngaurip kalamun lampus || kanang sulbi jangkêpipun ||

Karuwingan wardinira | Sirah-cêcak kang winarna |


pawakan kita puniku | satuhune Betal-makmur |
kudu winangut aturut | sirahe manungsa iku |
ingkang supaya prayoga | wêrdine sasananira |
Pasikutan kang cinatur | parameyan wijilipun |
wêrdi luwêsing manungsa | kaèngêtaning manungsa |
tandang kita aywa kidhung || tan lyan saka Betal-makmur ||

Waja mangkya kang jinarwa | Wadidang ingkang winarna | Mangkya Pamor ginupita |
iyèku aran babalung | sikil kita wêrdinipun | iku otot bayunIngsun |
manjing kasantosanIngsun | kang misesèng badan-ulun | sajatine cahya Ênur |
Wêsi iku daging kita | gantya Tunggakan winarna | -buwat kang gumilang gilang |
sajrone nèng donyanipun | karêpe manungsa èstu | ana ing wadana mancur |
sêrating wêsi winarna | pan ora kêna kasoran | pratandhaning gêsang-kita |
manjing ing kulitannipun || lumuh asor kudu unggul || sukci trus wêning satuhu ||
LATIHAN
Amati dan pelajari contoh keris yang diperlihatkan kepada Anda.
Diskusikan secara berkelompok, dan temukan hal-hal berikut ini :
- ricikan apa saja yang ada pada keris tersebut
- apa nama dapur keris tersebut
- apa nama pamor keris tersebut
- rangkaikan sebuah narasi wejangan kepada putra, putri, adik atau
generasi muda di bawah Anda, tentang makna dan filosofi dari ricikan,
dapur dan pamor keris bersangkutan. Beri contoh juga bagaimana
penerapan nilai-nilai kebajikan yang ada tersebut pada kehidupan
sehari-hari.

PRESENTASIKAN HASIL KAJIAN KELOMPOK ANDA TERSEBUT


SECARA BERGILIRAN.
KESIMPULAN
- Ricikan merupakan detil anatomi yang membentuk dapur keris;
- Setiap ricikan adalah unik dan masing-masing memiliki nama
serta makna tersendiri, yang memuat kearifan, kebajikan serta
nilai-nilai luhur kehidupan;
- tidak ada sesuatu pun yang bermakna tunggal. Kita bisa memberi
makna positif atas setiap ricikan keris, sesuai dengan kearifan lokal,
adat, budaya, dan kondisi lingkungan serta kehidupan kita saat ini.
- hal tersebut adalah unsur penting yang harus diteruskan lintas
generasi, agar tetap lestari dan menjadi kebanggaan nasiona;
- edukasi keris kepada masyarakat umum, dengan mengedepankan
nilai-nilai luhur kehidupan yang terkandung di dalam ricikan, dapur
dan pamor akan memudahkan mereka untuk mencintai warisan
budaya tak benda ini, tanpa diracuni dengan kesalahpahaman dan
kerancuan terhadap kemusrikan, klenik, supranatural, hal gaib, dan
ketakutan atau stigma negatif karena ketidaktahuan.
- mari bersama-sama mewariskan landasan kehidupan yang lebih baik
kepada generasi setelah kita, melalui ketahanan budaya nasional,
yang salah satunya dapat kita lakukan melalui media keris yang
“dibenar-artikan”... bukan “disalah-artikan”.
Terima kasih...

Anda mungkin juga menyukai