Laporan Elektif Rosdiana Saragih
Laporan Elektif Rosdiana Saragih
Laporan Elektif Rosdiana Saragih
Elektif
Oleh :
ROSDIANA SARAGIH
NIM. 20040064
Disusun Oleh :
ROSDIANA SARAGIH
NIM. 20040064
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir (elektif)
Penkes Pembatasan Cairan”, sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Profesi
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
1. Dr. Anto, SKM, M.Kes, MM, selaku Rektor Universitas Aufa Royhan di
Kota Padangsidimpuan.
3. Ns. Nanda Suryani Sagala, S.Kep, MKM, selaku Ketua Pogram Studi
ilmiah ini.
5. Klien yang bersedia menjadi responden untuk studi kasus dalam karya
ilmiah ini.
iii
6. Seluruh dosen dan staf Universitas Aufa Royhan di Kota
Padangsidimpuan.
7. Orang tua saya, kakak, adik dan seluruh keluarga tercinta yang turut
yang tiada henti dan sangat berarti bagi saya sehingga karya tulis ilmiah
Penulis berharap agar karya tulis ilmiah ini dapat memberikan manfaat
bagi semua pihak, terutama bagi dunia keperawatan. Adapun kritik dan saran yang
Penulis
iv
v
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL .................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................. ii
IDENTITAS PENULIS ......................................................................... iii
KATA PENGANTAR ............................................................................ iv
DAFTAR ISI ........................................................................................... vi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................... 4
1.3 Tujuan .............................................................................. 5
1.3.1 Tujuan Umum ......................................................... 5
1.3.2 Tujuan Khusus ........................................................ 5
1.4 Manfaat ............................................................................ 6
1.4.1 Manfaat Teoritis ..................................................... 6
1.4.2 Manfaat Praktikum ................................................. 6
vi
3.5 Implementasi dan Evaluasi ............................................... 42
3.6 Catatan Perkembangan ..................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA
DOKUMENTASI KEGIATAN
vii
BAB 1
PENDAHULUAN
tidak ditularkan dari manusia kemanusia, dan perkembangan penyakit ini tidak
menular, cenderung lambat dan berdurasi panjang. Penyakit tidak menular antara
lain adalah asma, penyakit paru obstruksi kronis (PPOK), kanker, stroke, batu
ginjal, penyakit sendi, jantung koroner, hipertiroid, hipertensi dan gagal ginjal
kronis (Riskesdas, 2018). Salah satu Penyakit Tidak Menular (PTM) yang
memiliki angka kesakitan cukup tinggi yaitu Gagal Ginjal Kronis (GGK)
berkontribusi pada beban penyakit dunia dengan angka kematian sebesar 850.000
jiwa per tahun (Pongsibidang, 2016). Hasil penelitian Global Burden of Disease
tahun 2010, penyakit gagal ginjal kronis merupakan penyebab kematian peringkat
ke-27 di dunia, tahun 1990 dan meningkat menjadi urutan ke-18 pada tahun 2010
Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 dan 2018 menunjukan bahwa
diagnosis dokter pada tahun 2013 adalah 0,2% dan terjadi peningkatan pada tahun
2018 sebesar 0,38%. Prevelensi Kejadian Gagal Ginjal kronis di Indonesia pada
tahun 2013 adalah 2,0 % permil dan pada tahun 2018 meningkat menjadi 3,8%
permil (Riskesdas, 2018). Hal ini membuktikan bahwa penyakit ini semakin
1
2
adalah hipertensi sebesar 36% dan nefropati diabetika 28% melitus yang
baru yang menjalani hemodialisis dari 2017-2018 mengalami kenaikan 2 kali lipat
yaitu dari 30.831 menjadi 66.433 pasien, hal ini berdampak pada jumlah total
seluruh pasien aktif hemodialisis sampai tahun 2018 berjumlah 132.142 pasien
(PERNEFRI, 2018).
penderita gagal ginjal baik akut maupun kronik mencapai 50%, sedangkan yang
mendapatkan pengobatan hanya 25% dan 12,5% yang tidak mendapat pengobatan
Yogyakarta, dan Jawa Timur masing- masing 0,3%. Provinsi Sumatra Utara
berdasarkan umur tertinggi berumur 65-74 tahun sebesar 8,23%. Berdasarkan data
Rumah Sakit Umum Sipirok tahun 2021 pasien yang mengalami gagal ginjal
kronik dan menjalankan terapi hemodialisa cukup banyak, yaitu sebanak 34 orang.
Penyakit gagal ginjal kronis yang sudah mencapai stadium akhir dan ginjal
tidak berfungsi lagi, diperlukan cara untuk membuang zat-zat racun dari tubuh
dengan terapi pengganti ginjal yaitu dengan cuci darah (Hemodialisis), Continous
mengatur cairan akibat penurunan laju filtrasi glomerulus dengan mengambil alih
keberhasilan hemodialisa antara lain membatasi konsumsi cairan dan juga diet
rendah kalium.
muntah, nafsu makan hilang, kadar ureum dan kreatinin tinggi, hiperkalemia,
cairan pada penderita gagal ginjal yang melakukan terapi hemodialisis asupan
cairan dan natrium adalah salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam
2009).
protein karena terjadinya disfusi ginjal atau terjadinya uremia sehingga terjadinya
serta menjadikannya semakin tinggi (Rustiana, 2015). Selain itu, pasien gagal
ginjal kronik diberikan diet rendah kalium, karena pada pasien GGK biasanya
juga meningkat yang juga meningkatkan laju filtrasi sehingga produksi urin juga
bertambah banyak (Hardisman 2015). Selain itu tanpa adanya pembatasan cairan,
4
tubuh, kondisi ini akan membuat tekanan darah meningkat dan memperberat kerja
pasien mengalami sesak napas, secara tidak langsung berat badan pasien juga
pembatasan cairan (Fitriani, Krisnansari, & Winarsi, 2017). Sedangkan Wulan &
pembatasan cairan dan diet rendah garam (natrium) dibandingkan dengan pasien
karya tulis ilmiah tentang asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
perkemihan : gagal ginjal kronik dengan terapi hemodialisa dan pemberian penkes
gagal ginjal kronik dengan terapi hemodialisa dan pemberian penkes pembatasan
cairan ?
5
1.3 Tujuan
ginjal kronik.
1.4 Manfaat
perkemihan : gagal ginjal kronik melalui terapi hemodialisa dan pemberian penkes
pembatasan cairan.
Hasil penelitian ini dapat menjai tambahan referensi bagi mahasiswa dan
kasus gagal ginjal kronik, juga dapat meningkatkan mutu pelayanan pada kasus
gagal ginjal kronik dan bisa memperhatikan kondisi serta kebutuhan pasien
selanjutnya dengan masalah keperawatan yang sama, dari tema yang berbeda
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
penurunan fungsi ginjal yang ireversibel pada suatu derajat dimana memerlukan
terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis 14 atau transplantasi ginjal.
Salah satu sindrom klinik yang terjadi pada gagal ginjal adalah uremia. Hal ini
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan faal ginjal yang menahun
mengarah pada kerusakan jaringan ginjal yang tidak reversible dan progresif.
Adapun GGT (Gagal Ginjal Terminal) adalah fase terakhir dari Gagal Ginjal
Kronik (GGK) dengan faal ginjal sudah sangat buruk. Kedua hal tersebut bisa
pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Uremia
adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat
2.1.2 Etiologi
bawaan dan kanker ginjal (Smeltzer et al., 2012). Penyebab tersering penyakit
GGK yang membutuhkan terapi penggantian ginjal adalah diabetes mellitus 40%,
7
8
kolesterol tinggi), dyslipidemia, SLE, infeksi di badan (TBC paru, sifilis, malaria,
2.1.3 Patofisiologi
fibrosis adalah cirri khas GGK dan menyebabkan penurunan fungsi ginjal (Nuari
&Widayati, 2017). Seluruh unit nefron secara bertahap hancur. Pada tahap awal,
saat nefron hilang, nefron fungsional yang masih ada mengalami hipertrofi. Aliran
kapiler glomerulus dan tekanan meningkat dalam nefron ini dan lebih banyak
pertikel zat larut disaring untuk mengkompensasi massa ginjal zat yang hilang.
Kebutuhan yang meningkat ini menyebabkan nefron yang masih ada mengalami
cedera tubulus. Proses hilangya fungsi nefron yang kontinu ini dapat terus
berlangsung meskipun setelah proses penyakit awal teratasi (Nuari & Widayati,
2017).
9
tahunan. Pada tahap awal, seringkali disebut penurunan cadangan ginjal, nefron
yang tidak terkena mengkompensasi nefron yang hilang. GFR sedikit turun dan
pada pasien asimtomatik disertasi BUN dan kadar kreatinin serum normal. Ketika
penyakit berkembang dan GFR (Glomelulaar Filtration Rate) turun lebih lanjut,
berikutnya pada ginjal ditahap ini (misalnya infeksi, dehidrasi, atau obstruksi
saluran kemih) dapat menurunkan fungsi dan memicu awitan gagal ginjal atau
uremia nyata lebih lanjut. Kadar serum kreatinin dan BUN naik secara tajam,
pasien menjadi oguria, dan manifestasi uremia muncul. Pada (ESRD), tahap akhir
GGK, GFR kurang dari 10% normal dan tetapi penggantian ginjal diperlukan
Secara ringkas patofisiologi gagal ginjal kronis dimulai pada fase awal
masih bervariasi yang bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Sampai fungsi
ginjal turun kurang dari 25% normal, manifestasi kinis gagal ginjal kronik
mungkin minimal karena nefronnefron yang sehat mengambil alih fungsi nefron
yang rusak. Nefron yang tersisa meningkatkan kecepatan filtrasi, reabsorpsi, dan
Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka nefron yang
tersisa menghadapi tugas yang semakin berat sehingga nefron-nerfon yang ada
nefron, terjadi pembentukan jaringan parut dan aliran darah ginjal akan berkurang.
Pelepasan renin akan meningkat bersama dengan kelebihan beban cairan sehingga
10
Kondisi akan bertambah buruk dengan semakin banyak terbentuk jaringan parut
sebagai respon dari kerusakan nefron dan secara progresif fungsi ginjal menurun
seharusnya dikeluarkan dari sirkulasi sehingga akan terjadi sindrom uremia berat
yang memberikan banyak manifestasi pada setiap organ tubuh (Muttaqin & Sari,
2011).
2.1.4 Klasifikasi
Menurut (Smeltzer et al., 2012) stadium GGK didasarkan pada laju filtrasi
atau meningkat.
LFG.
LFG.
5. Stadium 5 LFG < 15 mL/min/1.73 m2 , gagal ginjal tahap akhir terjadi ketika
ginjal tidak dapat membuang sisa metabolisme tubuh atau menjalankan fungsi
hidup.
11
Menurut (Suharyanto & Madjid, 2009), gagal ginjal kronik (GGK) selalu
pada tingkat LFG yang yang tersisa dan meliputi hal – hal berikut :
1. Penurunan cadangan ginjal, yang terjadi apabila LFG turun 50% dari normal.
2. Insufisiensi ginjal, yang terjadi apabila LFG turun 20 – 35% dari rentang
3. Gagal ginjal, yang terjadi apabila LFG kurang 20% dari rentang normal.
4. Gagal ginjal terminal, yang terjadi apabila LFG kurang 5% dari rentang
normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Pada seluruh ginjal
dan fosfor menandakan perkembangan gagal ginjal konik (GGK). Retensi cairan,
dan hipertensi menjadi lebih sulit untuk dikendalikan (Smeltzer et al., 2012). Pada
pasien GGK akan terjadi rangkaian perubahan. Bila LFG menurun 5 – 10% dari
keadaan normal dan terus mendekati nol, maka pasien akan menderita sindrom
uremik, yaitu suatu kumpulan gejala yang diakibatkan atau berkaitan dengan
12
retensi metabolik nitrogen akibat gagal ginjal. Dua kelompok gejala klinis dapat
terjadi pada syndrome uremik, yaitu: gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi
metabolik nitrogen serta metabolic lainnya, serta anemia akibat defisiensi sekresi
dapat ditemukan pada GGK stadium 4 dan 5 (dengan GFR < 30 mL/menit/1,73
m2) bersamaan dengan poliuria, hematuria, dan edema. Selain itu, ditemukan juga
gangguan keseimbangan cairan elektrolit dan asam basa dalam tubuh yang pada
2.1.6 Penatalaksanaan
protein, rendah garam, rendah kalium dimana pasien harus meluangkan waktu
2015).
ginjal kronik stadium 5, yaitu pada GFR kurang dari 15 mL/menit. Terapi
(Husna, 2010)
mendasari. Penilaian klinis dan laboratorium secara teratur penting untuk menjaga
tekanan darah dibawah 130/80 mmHg. Manajemen medis juga termasuk rujukan
dini untuk memulai terapi penggantian ginjal seperti yang ditunjukkan oleh status
Penatalaksanaan gagal ginjal kronik (GGK) dibagi menjadi dua tahap yaitu
intermitten atau transplantasi ginjal yang merupakan cara paling efektif untuk
pengaturan diet pada pasien GGK. Terapi pengganti ginjal dilakukan pada saat
penyakit GGK sudah berada pada stadium 5 yaitu saat LFG kurang dari 15 ml/
peritoneal dialysis (CAPD) serta transplantasi ginjal (Haryanti & Nisa, 2015).
Sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia itu dapat
berupa air, natrium, kalium, hidrogen, urea, kreatinin, asam urat, serta zat zat lain.
Hemodialisis telah menjadi rutinitas perawatan medis untuk pasien dengan GGK
dari mesin ke tubuh pasien. Hemodialisis umumnya dilakukan dua kali seminggu
selama 4-5 jam per sesi pada kebanyakan pasien GGK Stadium 5 (Haryanti &
Nisa, 2015).
alternatif dialisis untuk pasien GGK Stadium 5 dengan 3-4 kali pertukaran cairan
per hari. Pertukaran cairan terakhir dilakukan pada jam tidur sehingga cairan
peritoneal dibiarkan semalam. Terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien
pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup dan pasien
nefropati diabetic disertai co-morbidity dan comortality (Haryanti & Nisa, 2015).
pasien gagal ginjal stadium akhir. Namun kebutuhan transplantasi ginjal jauh
melebihi jumlah ketersediaan ginjal yang ada dan biasanya ginjal yang cocok
dengan pasien adalah yang memiliki kaitan keluarga dengan pasien. Kebanyakan
ginjal diperoleh dari donor hidup karena ginjal yang berasal dari kadaver tidak
sepenuhnya diterima karena adanya masalah sosial dan masalah budaya. Karena
kurangnya donor hidup sehingga pasien yang ingin melakukan transplantasi ginjal
harus melakukan operasi diluar negeri. Transplantasi ginjal memerlukan dana dan
peralatan yang mahal serta sumber daya manusia yang memadai. Transplantasi
ginjal ini juga dapat menimbulkan komplikasi akibat pembedahan atau reaksi
House tahun 2006 hemodialisis merupakan terapi yang paling sering digunakan
Indonesia) tahun 2012, jenis fasilitas yang diberikan oleh renal unit adalah
transplantasi (16%) dan continuous renal replacement therapy (3%) (Haryanti &
Nisa, 2015).
eritropoetin.
tubulointerstitial.
proliferative. Piuria dan atau sel darah merah dalam urine, diduga adalah
kemih.
7) Urin 24 jam untuk memeriksa CCT (clean coal technology) dan protein total.
erythematosus, SLE).
1) Sinar-X Abdomen
2) Pielogramintravena
Jarang dilakukan karena potensi toksin, sering digunakan untuk diagnosis batu
ginjal.
3) Ultrasonografi ginjal
Untuk melihat ginjal polikistik dan hidronefrosis, yang tidak terlihat pada
4) CT Scan
Untuk melihat massa dan batu ginjal yang dapat menjadi penyebab GGK
5) MRI
2.1.8 Pencegahan
Penyakit Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah salah satu jenis penyakit
tidak menular yang memiliki angka cukup tinggi, namun demikian penyakit ini
jantung dengan lebih baik. Penyakit ginjal merupakan salah satu penyakit
sekunder akibat dari penyakit primer yang mendasarinya. Oleh sebab itulah,
18
makanan dengan kandungan natrium yang tinggi. Natrium yang tinggi bukan
hanya bisa menyebabkan tekanan darah meningkat, namun juga akan memicu
c) Minumlah banyak air setiap harinya. Air adalah salah satu komponen
makanan yang diperlukan tubuh agar bisa terhindar dari dehidrasi. Selain itu,
air juga bisa berguna dalam membantu untuk mengeluarkan racun dari dalam
Selain itu air juga bisa berguna dalam memelihara sistem pencernaan dan
d) Jangan menahan buang air kecil. Penyaringan darah merupakan salah satu
fungsi yang paling utama yang dimiliki ginjal. Disaat proses penyaringan
kandung kemih dan setelah itu harus segera dibuang. Walupun kandung kemih
mampu menampung lebih banyak urin, tetapi rasa ingin buang air kecil akan
dirasakan di saat kandung kemih sudah mulai penuh sekitar 120 – 250 ml urin.
Sebaiknya jangan pernah menahan buang air kecil. Hal ini akan berdampak
fisiologis yang memiliki peranan besar di dalam tubuh, hampir 90% dari total
19
berat badan tubuh. Secara keseluruhan persentase cairan tubuh berdasarkan umur
adalah : bayi baru lahir 75% dari total berat badan, pria dewasa 75%, wanita
dewasa 55%, dan dewasa tua 45%. Persentase cairan tubuh bervariasi, bergantung
pada faktor usia, lemak tubuh, dan jenis kelamin. Jika lemak tubuh sedikit maka
cairan dalam tubuh lebih besar. Wanita dewasa mempunyai jumlah cairan tubuh
lebih sedikit dibanding pria karena pada wanita dewasa jumlah lemak dalam
Keseimbangan cairan dalam tubuh dihitung dari keseimbangan antara cairan yang
a) Asupan Cairan
Asupan (intake) cairan untuk kondisi normal pada rang dewasa adalah ±2500
b) Pengeluaran Cairan
pada orang dewasa dalam kondisi normal adalah ±2300 cc. Jumlah cairan
yang paling banyak keluar berasal dari ekskresi ginjal (berupa urine),
sebanyak ±1500cc perhari pada orang dewasa. Hal ini juga begantung pada
20
banyaknya asupan air melalui mulut. Pengeluaran cairan juga dapat dilakukan
tubuh yang utama. Cairan dalam ginjal disaring pada glomerulus dan dalam
tubulus ginjal untuk kemudian diserap kembali ke dalam aliran darah. Hasil
ekskresi terakhir proses ini adalah urine. Jika terjadi penurunan volume urine
dalam sirkulasi darah, reseptor atrium jantung kiri dan kanan akan
2. Keringat, terbentuk bila tubuh menjadi panas akibat pengaruh suhu. Keringat
mengandung banyak garam, urea, asam laktat, dan ion kalium. Banyaknya
jumlah keringat yang keluar akan memengaruhi kadar natrium dalam plasma.
3. Feses, yang keluar mengandung air dan sisanya berbentuk padat. Pengeluaran
air melalui feses merupakan pengeluaran cairan paling sedikit jumlahnya. Jika
adalah 100ml/hari.
21
dilakukan untuk mengukur jumlah cairan yang masuk kedalam tubuh (intake) dan
jumlah cairan yang keluar dari tubuh (output). Tujuan pengukuran intake dan
a) Tentukan jumlah cairan yang masuk kedalam tubuh. Cairan yang masuk
kedalam tubuh melalui air minum, air dalam makanan, air hasil oksidasi
b) Tentukan jumlah cairan yang keluar dari tubuh klien. Cairan yang keluar dari
tubuh terdiri atas urine, insensible water loss (IWL), feses, dan muntah
(Asmadi, 2009)
Pasien yang telah mengalami penurunan fungsi ginjal terutama tahap akhir
kadar cairan dan elektrolit. Cairan dalam tubuh tidak mampu dikeluarkan oleh
ginjal akibat kerusakan bagian ginjal yaitu tubulus yang berfungsi melakukan
reasbsorpsi dan ekskresi cairan dan elektrolit, yang pada akhirnya membuat cairan
tertahan didalam tubuh sehingga terjadi penimbunan cairan dan elektrolit terutama
penyakit ginjal kronik akibat kelebihan cairan (overload) dan retensi natrium
maka perlu dilakukan pembatasan dan kontrol atau diet yang tepat terhadap
jumlah asupan cairan dan natrium yang dikonsumsi oleh pasien penyakit ginjal
berdasarkan jumlah urin yang keluar, yaitu jumlah urin 24 jam ditambah 500 mL
sebagai IWL atau kehilangan cairan yang tidak disadari berupa keringat dan
pernapasan, begitu juga dengan natrium melihat jumlah urin yang keluar dengan
jumlah tidak lebih dari 2,3 gram natrium atau berdasarkan takaran yaitu 4,7-5,8
melaksanakan kontrol terhadap jumlah cairan dan natrium yang bisa dilakukan
23
seperti menggunakan sedikit saja garam pada saat memasak dan jangan
menambahkan lagi pada saat makan, mengukur urin dalam 24 jam secara rutin,
skala ukur, membagi cairan dengan jumlah yang sama banyaknya dalam waktu 24
jam, menggunakan cangkir atau gelas yang kecil untuk minum, jika mungkin
minumlah separuhnya saja, mengulum es batu untuk mengurangi rasa haus, sering
mengalami penurunan produksi air seni dan menjalani cuci darah umumnya harus
mengurangi asupan garam kurang dari 6 gr garam perhari dengan jumlah ukuran
dengan klien penyakit ginjal kronis dengan komplikasi hipertensi, edema, acites,
untuk mengeluarkan sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah
manusia seperti air, natrium, kalium, hydrogen, urea, kreatinin, dan zat lainnya
melalui membran semi permiabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisa pada
ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosi dan ultra filtrasi (Brunner dan
dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan. Pada hemodialisis, aliran
darah yang penuh dengan toksik dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien
24
yang berada di luar tubuh dengan menggunakan kanula khusus atau pirau yang
dialisis dengan mengalirkan darah dari klien (Rosdahl & Caroline, 2015).
a) Difusi
Pada proses ini toksik dan zat limbah didalam darah dikeluarkan dengan
cara: darah yang memiliki konsentrasi tinggi bergerak menuju ke darah yang
memiliki konsentrasi rendah. Cairan dialisat tersusun dari semua elektrolit yang
b) Osmosis
Prinsip yang kedua adalah osmosis, pada prinsip ini terjadi pengeluaran air
tekanan; dengan kata lain, air bergerak dari tekanan yang lebih tinggi (tubuh
c) Ultrafiltrasi
penambahan tekanan negatif. Tekanan negatif yang diterapkan pada alat ini
sebagai pengisap pada membran dan memfasilitasi pengeluaran air. Karena pasien
25
2.4.1 Pengkajian
gagal ginjal kronik menurut Prabowo (2014) dan Le Mone & Burke (2016) :
a) Anamnesa
1. Biodata
Tidak ada spesifik khusus untuk kejadian gagal ginjal, namun laki-laki
sering memiliki resiko lebih tinggi terkait dengan pekerjaan dan pola hidup
sehat.
2. Keluhan Utama
menyertai. Keluhan bisa berupa urin output yang menurun dari oliguria-
3. Riwayat Kesehatan
output urin, perubahan pola napas, perubahan fisiologis kulit dan bau urea
pada napas.
26
saluran kemih.
Gagal ginjal kronis bukan penyakit menular dan menurun, sehingga silsilah
6. Riwayat Psikososial
Kondisi ini tidak selalu ada gangguan jika klien memiliki koping adaptif
yang baik. Pada klien gagal ginjal kronis, biasanya perubahan psikososial
terjadi pada waktu klien mengalami perubahan struktur fungsi tubuh dan
dengan kondisi.
8. Sistem Pernafasan
Adanya bau urea pada bau napas. Jika terjadi komplikasi asidosis/alkalosis
Pola napas akan semakin cepat dan dalam sebagai bentuk kompensasi
9. Sistem Hematologi
Ditemukan adanya friction rub pada kondisi uremia berat. Selain itu,
sirkulasi lainnya. Kondisi ini akan semakin parah jika zat sisa metabolisme
semakin tinggi dalam tubuh karena tidak efektif dalam eksresinya. Selain
itu, pada fisiologi darah sendiri sering ada gangguan anemia karena
penurunan eritropoetin.
salah satunya adalah hipertensi. Tekanan darah yang tinggi diatas ambang
reproduksi. Selain itu, jika kondisi gagal ginjal kronis berhubungan dengan
penyakit diabetes militus, makan akan ada gangguan dalam sekresi insulin
adalah penurunan urin output < 400 ml/hr bahkan sampai pada anuria.
tinggi.
b) Pemeriksaan Fisik
2. Kepala :
edemaperiorbital.
friction rubpericardial.
7. Ekstremitas : capirally refill time > 3 detik,kuku rapuh dan kusam serta
tipis, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, foot drop,
kekuatanotot.
2.4.2 Pathway
Penyakitdrginjal:
(glomerulonefritis, pyelonefritis, Penyakitdrluarginjal:
ureteritis, nefrolitiasis, polcystis (DM, hipertensi,
kidney, trauma pdginjal, obstruksi
kolesterol,dyslipidemia
(batu,tumor, penyempitan)
BUN
Retensi cairan, Peningkatan per- dan kreatinin meningkat
natrium aktivasiRAA meabilitas vaskular
Peradangan pd mukos
Filtrasi cairan ke asal uran GI oleh urea Penumpukkan
Penumpukancairan/
intertisial yg berlebihan kristal urea di kulit
cairanberlebih
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
Penurunan kebutuhan tubuh
eritropoetin,
Defesiensi
nutrisi
Anemia
Intoleransi
aktivitas
31
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
A. Identitas Klien
Nama : Ny.D
Umur : 41 tahun
Agama : Kristen
Nama : Ny. M
Umur : 37 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Kristen
C. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
35
36
P : proses penyakit
S : skala nyeri 7
c) Pola Eliminasi
Klien mengatakan menerima apapun keadaan yang dia alami dan klien
karena suaminya telah pergi, klien juga menjalin hubungan yang baik
parah.
38
D. Pemeriksaan Fisik
2. Penampilan : baik
3. Kesadaran : composmentis
4. GCS : 15
T : 36,70C
6. TB : 156 cm, BB : 57 kg
7. Kepala :
sariawan
dengan baik
g) Dada :
1. Paru-paru :
Auskutasi : vesikuler
2. Jantung :
midklavikula kiri
h) Abdomen :
Perkusi : Timpani
keluhan
Tampak kemerahan
Pruritus, gatal
41
BAB 4
PEMBAHASAN
bab sebelumnya didapatkan data subyektif dan data obyektif yang mengarah
kepada masalah keperawatan. Tidak semua masalah keperawatan yang ada pada
Berdasarkan hasil analisa dari pengkajian yang telah dilakukan pada Ny.D,
yaitu nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan sakit
punggung dan lengan. Hal ini dialami klien setelah mendapatkan terapi
hemodialisa.
peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hidrogen, urea, kreatinin,
asam urat, dan zat-zat lain melalui membrane semi permeabel sebagai pemisah
darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis
(2017) kram dan nyeri otot juga sering terjadi selama proses hemodialisis.
Beberapa faktor pencetus yang dihubungkan dengan kejadian kram otot ini adalah
adanya gangguan perfusi otot karena pengambilan cairan yang agresif dan
pemakaian dialisat rendah sodium. Hal ini didukung pula dengan Anita (2012) dan
natrium dibatasi 40-120 mEq/hari. Asupan tinggi natrium akan menimbulkan rasa
haus yang selanjutnya mendorong pasien untuk minum. Bila asupan cairan
berlebihan maka selama periode di antara dialysis akan terjadi kenaikan berat
badan yang besar, dengan bertambahnya berat badan maka beban yang ditanggung
oleh otot-otot pun akan semakin besar sehingga kemungkinan yang akan terjadi
adalah kelelahan otot yang cepat sehingga cepat pula menimbulkan kram dan
nyeri pada otot. Dengan demikian tindakan hemodialisa ini memiliki dampak
kram dan nyeri otot di karenakan konsentrasi Na+ yang tidak adekuat dan
berkurangnya karnitin dalam jaringan yang semuanya dapat terjadi saat tindakan
hemodialisa.
Suhardjono (2014) dalam Kartika (2017), kram ataupun nyeri otot juga
pasien tersebut berada di rumah, keadaan ini mengganggu aktifitas pasien. Dan
juga menurut penjelasan Lameire & Mehta (2002) dalam Aryanti (2015) biasanya
kram otot sering terjadi pada akhir atau mendekati sesi hemodialisis setelah laju
jaringan dan kekurangan karnitin, karena kekurangan karnitin inilah maka terjadi
Selain diagnosa nyeri akut ada diagnosa lain yang dapat diangkat
berdasarkan keluhan Ny.D yang telah dikaji pada kasus yaitu kerusakan
dengan gatal.
47
sisa metabolisne yang tidak dapat diekresikan oleh ginjal sehingga terjadi
peningkatan natrium dan ureum yang seharusnya dikeluarkan bersama urine tetap
berada dalam darah pada akhirnya akan diekresikan melalui kapiler kulit yang bisa
membuat pigmen kulit juga berubah (Haryono, 2013; Prabowo & Pranata 2014).
Sisa limbah dari tubuh yang seharusnya dibuang melalui urine terserap oleh kulit
maka dapat menyebabkan pruritus, perubahan warna kulit, uremic frostsdan kulit
integritas kulit apabila tidak segera ditangani bisa mengiritasi dan menyebabkan
luka yang bisa menjadi infeksi akibat garukan pada kulit saat terasa gatal. Selain
itu pada saat menggaruk maka rasa gatal akan semakin berat hingga terjadi
ekskoriasi, jika terjadi malam hari dapat menggangu pola tidur. Pada kulit kering
dan bersisik akan menyebabkan gangguan body image yang bisa membuat
diangkat yaitu tentang nyeri akut yang lebih ditekankan kepada intervensi
pemberian terapi serta pendidikan kesehatan tentang penyakit yang dialami klien
nyeri yang dialami, salah satu pendidikan kesehatan yang ditekankan yaitu
pembatasan cairan yang sangat penting dipahami oleh pasien GGK. Kram dan
nyeri otot di karenakan cairan dan konsentrasi Na+ yang tidak adekuat dan
48
berkurangnya karnitin dalam jaringan yang semuanya dapat terjadi saat tindakan
hemodialisa.
Pada pasien dengan gagal ginjal kronis, salah satu masalah yang paling
sering adalah ketidakseimbangan hidrasi dalam tubuh. Status hidrasi yang normal
merupakan hal yang sangat penting. Maka dari itu, pemantauan cairan yang
dikonsumsi penderita harus diawasi dengan seksama. Karena rasa haus bukan lagi
petunjuk yang dapat dipakai untuk mengetahui hidrasi tubuh (Endang, Rachmadi,
& A., 2015). Asupan cairan yang terlalu sedikit akan mengakibatkan dehidrasi,
hipotensi dan memperberat gangguan fungsi ginjal. Parameter yang tepat untuk
diamati selain data asupan dan pengeluaran cairan yang dicatat dengan tepat
adalah pengukuran berat badan harian (Desak, 2015). Interdyalitic Weight Gain
selama periode interdialitik dan kepatuhan pasien terhadap pengaturan cairan pada
kelebihan beban cairan adalah pembatasan asupan cairan dan garam. Untuk
Pada pasien gagal ginjal kronik, pengkajian status cairan yang berkelanjutan
sangat lah penting, yang meliputi melakukan pembatasan asupan dan pengukuran
haluaran cairan yang akurat, menimbang berat badan setiap hari dan memantau
adanya komplikasi cairan. Bila tidak melakukan pengukuran asupan dan haluaran
cairan akan mengakibatkan edema, hipertensi, edema paru, gagal jantung, dan
distensi vena jugularis, kecuali akan dilakukan terapi dialisis (Morton, 2014).
49
merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan tingkat kesehatan dan
(2008) diantara semua manajemen yang harus dipatuhi dalam terapi hemodialisa,
restriksi cairan merupakan yang paling sulit untuk dilakukan dan paling membuat
klien stres serta depresi. Hal tersebut yang membuat klien menjadi sering tidak
patuh terhadap aturan restriksi asupan cairan. Banyak penelitian terhadap klien
interdialitik lebih besar dari 5,7% dari berat kering mereka, memilki resiko 35%
Pentingnya menjaga cairan adalah untuk menjaga aliran darah ke ginjal juga
meningkat yang juga meningkatkan laju filtrasi sehingga produksi urin juga
bertambah banyak (Hardisman 2015). Selain itu tanpa adanya pembatasan cairan,
tubuh, kondisi ini akan membuat tekanan darah meningkat dan memperberat kerja
jantung. Penumpukan cairan juga akan masuk ke paru-paru sehingga membuat pasien
mengalami sesak napas, secara tidak langsung berat badan pasien juga mengalami
menggunakan lotion.
50
siam yang diberikan jika Ny.D mengalami tekanan darah tinggi maupun tidak
yang diberikan selama 3 hari mendapatkan hasil adanya nyeri dan rasa gatal sudah
Ny.D sebelum diberikan implementasi 7 dan adanya gatal serta badan tampak
merah dan setelah implementasi selama 3 hari skala nyeri 0 serta gatal yang
dialami hilang.
keperawatan atau kemajuan klien ke arah pencapaian tujuan (Potter & Perry,
2005). Dari tabel diatas diketahui evaluasi yang didapatkan selama 3 hari dengan
keperawatan.
51
BAB 5
5.1 Kesimpulan
Dari hasil studi kasus yang dilakukan yaitu tentang “Asuhan Keperawatan
Pada Klien dengan Gangguan Sistem Perkemihan : Gagal Ginjal Kronik dengan
didapatkan data subyektif nyeri punggung dan lengan kiri serta gatal seluruh
2. Diagnosa keperawatan yang muncul setelah melakukan studi kasus yaitu : (1)
yaitu tentang nyeri akut yang lebih ditekankan kepada intervensi pemberian
yang baik, dimana klien mampu memahami tentang pembatasan cairan serta
pembatasan cairan kepada Ny.D didapatkan hasil ada perubahan yang lebih
52
baik dilihat dari kondisi nyeri, kulit, dan juga pemahaman klien tentang
5.2 Saran
Diharapkan hasil karya ilmiah akhir ners ini diharapkan menjadi acuan dan
keperawatan mandiri terutama pada klien gagal ginjal kronik dalam memahami
pembatasan cairan pada kasus sebagai bahan masukan pedoman bagi akademik
dan rumah sakit untuk asuhan keperawatan pada klien dengan gagal ginjal kronik.
masukan dan perbandingan untuk penelitian atau karya tulis ilmiah yang lebih
lanjut tentang asuhan keperawatan pada klien dengan gagal ginjal kronik.