Proposal Skirpsi Alfan Hampir Fixx

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 66

PENGARUH FREKUENSI LATIHAN RANGE OF MOTION

(ROM) PASIF DAN AKTIF TERHADAP KEKUATAN


OTOT PADA PASIEN POST OPERASI FRAKTUR
EKSTREMITAS DI RSUD Dr. H. ABDUL
MOELOEK PROVINSI LAMPUNG
TAHUN 2023

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Sarjana Terapan Keperawatan

MUHAMMAD ALFAN ALKAUSAR


1914301076

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG


JURUSAN KEPERAWATAN TANJUNG KARANG
PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
TAHUN 2023
2

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Proposal skripsi ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber baik yang
dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

NAMA : MUHAMMAD ALFAN ALKAUSAR

NPM : 1914301076

TANGGAL PERNYATAAN : JANUARI 2022

TANDA TANGAN :

i
3

HALAMAN PENGESAHAN

Proposal ini diajukan oleh :


Nama : Muhammad Alfan Alkausar
NPM : 1914301076
Progam Studi : Sarjana Terapan Keperawatan
Judul Skripsi : Pengaruh Frekuensi Latihan Range Of Motion (ROM)
Pasif Dan Aktif Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien
Post Operasi Fraktur Ekstremitas Di Rumah Sakit Umum
Daerah Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun
2023.

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Tim Penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Terapan Keperawatan pada Program Studi Sarjana Terapan
Keperawatan, Jurusan Keperawatan, Poltekkes Tanjungkarang
Kemenkes RI

Tim penguji

Al Murhan, SKM., M.Kes (Ketua) ( )

Dr. Anita, M.Kep.,Sp.MAT (Anggota 1) ( )

Ns. Retno P.H., M.Kep (Anggota 2) ( )

Ditetapkan di : Bandar Lampung

Tanggal :

ii
4

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan proposal skripsi ini. Penulisan proposal
skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai
gelar Sarjana Keperawatan Prodi Sarjana Terapan pada jurusan Keperawatan
Politeknik Kesehatan Tanjungkarang. Saya menyadari tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan
skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan proposal skripsi ini.
Oleh karena itu saya mengucapkan terimakasih kepada:
1) Warjidin Alianto, S.KM., M.Kes selaku Direktur Poltekkes Tanjungkarang
2) Gustop Amatiria, S.Kp., M.Kes selaku Ketua Jurusan Keperawatan
Poltekkes Tanjungkarang
3) Dr. Anita, M.Kep., Sp.Mat selaku Ketua Prodi Sarjana Terapan
Keperawatan Politeknik Kesehatan Tanjungkarang
4) Ns. Retno P.H., M.Kep selaku pembimbing utama yang telah
menyediakan waktu, tenaga dan fikiran untuk membimbing serta
memberikan saran-saran untuk pembuatan proposal skripsi ini.
5) Dr. Anita, M.Kep., Sp.Mat selaku pembimbing pendamping yang telah
menyediakan waktu, tenaga dan fikiran untuk membimbing serta
memberikan saran-saran untuk pembuatan proposal skripsi ini.
6) Al Murhan, SKM., M.Kes Selaku Penguji Utama yang telah menyediakan
waktu, tenaga dan fikiran untuk membimbing serta memberikan saran-
saran untuk pembuatan proposal skripsi ini.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu.Semoga skripsi ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu.

Bandar Lampung, Januari 2022

Penulis

iii
5

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL...................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS............................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... iii
KATA PENGANTAR...................................................................................... iv
DAFTAR ISI..................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ vi
DAFTAR TABEL............................................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... viii

BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah........................................................... 9
B. Rumusan Masalah.................................................................... 12
C. Tujuan Penelitian..................................................................... 12
D. Manfaat Penelitian................................................................... 12
E. Ruang Lingkup Penelitian........................................................ 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Deskripsi Konseptual............................................................... 14
B. Hasil Penelitian Yang Relevan................................................ 35
C. Kerangka Teori........................................................................ 36
D. Kerangka Konseptual.............................................................. 37
E. Hipotesis Penelitian................................................................. 37

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian............................................. 38


B. Waktu Dan Tempat Penelitian............................................... 38
C. Subyek Penelitian................................................................... 39
D. Variabel Penelitian................................................................. 41
E. Definisi Operasional Variabel................................................ 42
F. Teknik Pengumpulan Data...................................................... 43
G. Analisa Data........................................................................... 45

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 47
LAMPIRAN

iv
6

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Krangka Teori................................................................................... 36

Gambar 2.2 Krangka Konsep................................................................................ 37

v
7

DAFTAR TABEL

2.1 MMT (Manual Muscle Testing) Skala kekuatan Otot.................................... 29

3.1 Definisi Operasional Variabel......................................................................... 42

vi
8

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Penjelasan Penelitian

Lampiran 2 Lembar Informed Consent

Lampiran 3 Karakteristik Responden

Lampiran 4 Lembar Observasi Kekuatan Otot

Lampiran 5 Sop Latihan Range Of Motion (ROM)

vii
9

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Menurut Badan Kesehatan Dunia World Health Organization (WHO) pada


tahun 2020 menyatakan bahwa insiden fraktur semakin meningkat, tercatat
fraktur pada tahun 2019 sejumlah kurang lebih 20 juta orang dengan angka
prevalensi 3,8% dan pada tahun 2020 meningkat menjadi 21 juta orang
dengan angka prevalensi 4,2% akibat kecelakaan lalu lintas (Rahayu & Safitri,
2021).
Fraktur di Indonesia menjadi penyebab kematian terbesar ketiga
dibawah penyakit jantung koroner dan tuberkulosis. Menurut data kasus
fraktur di Indonesia mencapai prevalensi sebesar 5,5% Kemenkes RI (2019).
Indonesia merupakan negara terbesar di Asia Tenggara yang mengalami
kejadian fraktur terbanyak sebesar 1,3 juta setiap tahunnya.
Menurut data riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2018 dilaporkan
kasus cedera di provinsi Lampung sebanyak 2575 kasus dari 4,5% dari jumlah
tersebut merupakan kasus patah tulang atau fraktur. Berdasarkan data tahun
2021 Oktober-Desember tahun 2021 didapatkan jumlah pasien yang masuk ke
instalasi bedah sentral RSUD Dr. H. Abdul Moeloek sekitar 1.327 pasien.
Dari jumlah pasien tersebut sekitar 120 pasien yang mengalami fraktur.
Efek post op fraktur dapat dicegah dengan melakukan latihan range of
motion (ROM), otot ekstremitas bawah pada pasien fraktur jika tidak sering
dilatih ROM dalam jangka waktu tertentu akan menyebabkan kehilangan
fungsi motorik secara permanen ini terjadi karena otot dalam kondisi gerak
yang terbatas yang bisa menyebabkan atrofi. Penurunan tingkat mobilitas
dapat menyebabkan kerusakan muskuloskeletal yang besar disertai perubahan
patofisiologi utamanya atrofi (Potter & Perry, 2015). ROM adalah latihan
yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat
kesempurnaan kemampuan menggerakkan persendian secara normal dan
lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot. Tujuan dari range of
10

motion untuk mengurangi resiko kontraktur dan mencegah pembentukan


trombus (Perry & Potter, 2006).
Penatalaksaan yang dilakukan pada pasien post operasi fraktur ekstremitas
bawah yang mengalami gangguan mobilitas fisik yaitu dengan diberikannya
latihan rentang gerak. Latihan rentang gerak tersebut salah satunya mobilisasi
persendian yaitu dengan latihan range of motion (ROM) merupakan istilah
baku untuk menyatakan batas atau besarnya gerakan sendi baik dan normal.
range of motion (ROM) juga digunakan sebagai dasar untuk menetapkan
adanya kelainan atau untuk menyatakan batas gerakan sendi yang abnormal.
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, dikenal gerakan sendi aktif dan
pasif (Noor Helmi, 2014). range of motion (ROM) pasif adalah latihan yang
diberikan kepada pasien yang mengalami kelemahan otot lengan maupun otot
kaki berupa latihan tulang maupun sendi, sehingga pasien memerlukan
bantuan perawat atau keluarga. range of motion (ROM) aktif adalah latihan
yang dilakukan secara mandiri oleh pasien tanpa bantuan perawat dari setiap
gerakan yang dilakukan. Tujuan range of motion (ROM) yaitu
mempertahankan atau memelihara kekuatan otot, memelihara mobilitas
persendian, merangsang sirkulasi darah, mencegah kelainan bentuk (Potter &
Perry, 2010).
Dosis dan intensitas latihan range of motion (ROM) yang dianjurkan
menunjukkan hasil cukup bervariasi. Secara teori tidak disebutkan
secara spesifik mengenai dosis dan intensitas latihan range of motion (ROM)
tersebut, namun dari berbagai literature dan hasil penelitian tentang manfaat
latihan range of motion (ROM) dapat dijadikan sebagai rujukan
dalam menerapkan latihan ROM sebagai salah satu intervensi. Tseng,et al.
(2007) dalam penelitian nya menyebutkan bahwa dosis latihan
yang dipergunakan yaitu 2 kali sehari, 6 hari dalam seminggu selama 4
minggu dengan intensitas masing-masing 5 gerakan untuk tiap sendi.
Berdasarkan hasil pra survey yang dilakukan pada tanggal 14 Desember
tahun 2022 Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi
Lampung, didapatkan data pasien Fraktur Ekstremitas bawah di ruangan
11

kutilang dan ruang mawar pada bulan Oktober - November 2022 yaitu
sebanyak 65 pasien mengalami fraktur ekstremitas. Peneliti melakukan
wawancara kepada perawat pelaksana, perawat pelaksana mengatakan untuk
pasien Fraktur boleh dilakukan latihan range of motion (ROM) di hari ke 3
dengan latihan 2 kali sehari, untuk pasien Fraktur yang boleh di latih range of
motion (ROM) itu untuk semua jenis Fraktur, dan yang melatih range of
motion (ROM) itu perawat pelaksana. Namun selama ini belum ada frekuensi
di setiap gerakan dan latihan range of motion (ROM) pasif dan aktif untuk
peningkatan kekuatan otot di ruang kutilang dan ruang mawar Di Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.
Berdasarkan hasil uraian tersebut, atas dasar inilah peneliti merasa tertarik
ingin melakukan penelitian supaya memperoleh hasil yang akurat dan nyata
mengenai “pengaruh frekuensi latihan range of motion (ROM) pasif dan aktif
terhadap kekuatan otot pada pasien post operasi fraktur ekstremitas di Rumah
Sakit Umum Daerah Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2023.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari uraian latar belakang diatas maka penelitian ini


dilakukan untuk mengetahui apakah ada “Pengaruh Frekuensi Latihan Range
Of Motion (ROM) Pasif dan Aktif Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien Post
Operasi Fraktur Ekstremitas Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Abdul
Moeloek Provinsi Lampung 2023 ?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui Pengaruh Frekuensi Latihan Range Of Motion (ROM) Pasif


Dan Aktif Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien Post Operasi Fraktur
Ekstremitas Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi
Lampung (2023)
12

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik responden pasien post operasi fraktur


ekstremitas di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung (2023)
b. Mengetahui rata-rata kekuatan otot pada pasien post operasi fraktur
ekstremitas yang dilakukan latihan Range Of Motion (ROM) pasif dan
aktif dengan frekuensi 2 kali sehari dalam 6 hari di RSUD Dr. H.
Abdul Moeloek Provinsi Lampung (2023)
c. mengetahui pengaruh latihan Range Of Motion (ROM) terhadap
kekuatan otot pada pasien post operasi fraktur ekstremitas dengan
frekuensi 2 kali sehari dalam 6 di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Provinsi Lampung (2023)
D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan menjadi referensi bagi mahasiswa
keperawatan atau perawat dalam memberikan Frekuensi Latihan
Range Of Motion (ROM) Pasif Dan Aktif Terhadap Kekuatan Otot
Pada Pasien Post Operasi Fraktur Ekstremitas, serta dapat dijadikan
data dasar untuk penelitian selanjutnya terutama dibidang keperawatan
bedah – perioperative. Selain itu juga dapat digunakan untuk
meningkatkan derajad kesehatan di wilayah penelitian.
2. Manfaat Aplikatif
Bagi institusi rumah sakit atau pelayanan kesehatan dapat di pakai
sebagai bahan pertimbangan dalam pemberian Frekuensi Latihan
Range Of Motion (ROM) Pasif Dan Aktif Terhadap Kekuatan Otot
Pada Pasien Post Operasi Fraktur Ekstremitas Di Rumah Sakit Umum
Daerah Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung (2023)

E. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini adalah keperawatan bedah – perioperative,
dengan menggunakan metode Deskriptif dengan desain One Group Pretest-
13

Postes design. Pengambilan sampel dengan menggunakan purposive sampling


dan menggunakan instrumen Manual Muscle Testing (MMT).
Dimana dalam penelitian ini akan dilakukan latihan range of motion (ROM)
aktif dan pasif sebagai variable independen dan kekuatan otot sebagai variable
dependen. Dan subjek dari penelitian ini adalah pasien post operasi fraktur
ekstremitas, yang akan dilaksanakan di RSUD Dr.H.Abdul Moeloek Provinsi
Lampung tahun 2023

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Konseptual

A. Fraktur
1. Konsep Fraktur
Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya
tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma/rudapaksa atau
tenaga fisik yang ditentukan jenis dan luasnya trauma (Lukman & Nurma,
2013). Pada kondisi fraktur secara klinis bisa berupa fraktur terbuka yang
14

disertai dengan kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf, dan
pembuluh darah) dan fraktur tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma
langsung pada ekstremitas (Noor Helmi, 2014).
Akibat dari trauma pada tulang tergantung pada jenis trauma, kekuatan,
dan arahnya. Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat
dapat menyebabkan fraktur dengan luka terbuka sampai ke tulang yang
disebut fraktur terbuka. Fraktur di dekat sendi atau mengenai sendi dapat
menyebabkan fraktur disertai luksasi sendi yang disebut dengan fraktur
dislokasi (Sjamsuhidajat & Jong, 2011). Tidak hanya keretakan atau
terpisahnya korteks, kejadian fraktur lebih sering mengakibatkan kerusakan
yang komplit dan fragmen tulang terpisah. Tulang relatif rapuh, namun
memiliki kekuatan dan kelenturan untuk menahan tekanan. Fraktur dapat
diakibatkan oleh cedera atau trauma langsung dan berupa trauma tidak
langsung, stres yang berulang, kelemahan tulang yang abnormal atau disebut
juga fraktur patologis (Hoppenfield & Stanley, 2011).
a. Penyebab/Faktor predisposisi
Menurut (Wahid, 2013) fraktur dapat di sebabkan beberapa hal antara lain
yaitu:
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis
patahan melintang atau miring.
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang yang jauh dari
tempat terjadinya kecelakaan. Biasanya bagian patah adalah bagian yang
paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sengat jarang terjadi. Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, dan penekanan, kombinasi dari ketiganya,
serta penarikan.
2. Etiologi
15

Tekanan berlebihan atau trauma langsung pada tulang menyebabkan suatu


retakan sehingga mengakibatkan kerusakan pada otot dan jaringan. Kerusakan
otot dan jaringan akan menyebabkan perdarahan, edema, dan hematoma.
Lokasi retak mungkin hanya retakan pada tulang, tanpa memindahkan tulang
manapun. Fraktur yang tidak terjadi disepanjang tulang dianggap sebagai
fraktur yang tidak sempurna sedangkan fraktur yang terjadi pada semua tulang
yang patah dikenal sebagai fraktur lengkap (Digiulio, Jackson dan Keogh,
2014).
Penyebab fraktur menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2010) dapat
dibedakan menjadi:
a. Cedera traumatik Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
1) Cedera langsung adalah pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang patah secara spontan
2) Cedera tidak langsung adalah pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur sehingga
menyebabkan fraktur klavikula
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak
b. Fraktur patologik Kerusakan tulang akibat proses penyakit dengan
trauma minor mengakibatkan :
1) Tumor tulang adalah pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali
2) Infeksi seperti ostemielitis dapat terjadi sebagai akibat infeksi
akut atau dapat timbul salah satu proses yang progresif
3) Tulang melemah dan melunak biasanya kekurangan vitamin D
4) Secara spontan disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus
3. Menifestasi Klinis
menurut Black dan Hawks (2014) Mendiagnosis fraktur harus berdasarkan
manifestasi klinis klien, riwayat, pemeriksaan fisik, dan temuan radiologis.
Tanda dan gejala terjadinya fraktur antara lain:
a. Deformitas Pembengkaan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan
deformitas pada lokasi fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan pemendekan
16

tungkai, deformitas rotasional, atau angulasi. Dibandingkan sisi yang sehat,


lokasi fraktur dapat memiliki deformitas yang nyata.
b. Pembengkakan Edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari akumulasi
cairan serosa pada lokasi fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan sekitar.
c. Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur.
d. Spasme otot involuntar berfungsi sebagai bidai alami untuk mengurangi
gerakan lebih lanjut dari fragmen fraktur.
e. Nyeri Jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu mengiringi
fraktur, intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda pada masing-masing
klien. Nyeri biasanya terus-menerus meningkat jika fraktur dimobilisasi. Hal
ini terjadi karena spasme otot, fragmen fraktur yang bertindihan atau cedera
pada struktur sekitarnya.
f. Ketegangan diatas lokasi fraktur disebabkan oleh cedera yang terjadi.
g. Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan fraktur atau karena
hilangnya fungsi pengungkit lengan pada tungkai yang terkena. Kelumpuhan
juga dapat terjadi dari cedera saraf.
h. Gerakan abnormal dan krepitasi Manifestasi ini terjadi karena gerakan dari
bagian tengah tulang atau gesekan antar fragmen fraktur.
i. Cedera neurovaskuler terjadi akibat kerusakan saraf perifer atau struktur
vaskular yang terkait. Klien dapat mengeluhkan rasa kebas atau kesemutan
atau tidak teraba nadi pada daerah distal dari fraktur
j. Syok Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan besar atau
tersembunyi dapat menyebabkan syok.
4. Klasifikasi Fraktur
Fraktur dapat diklasifikasikan menjadi fraktur tertutup dan fraktur
terbuka. Fraktur tertutup memiliki kulit yang masih utuh diatas lokasi
cedera, sedangkan fraktur terbuka dicirikan oleh robeknya kulit diatas
cedera tulang. Kerusakan jaringan dapat sangat luas pada fraktur terbuka,
yang dibagi berdasarkan keparahannya (Black dan Hawks, 2014) :
a. Derajat 1 : Luka kurang dari 1 cm, kontaminasi minimal
b. Derajat 2 : Luka lebih dari 1 cm, kontaminasi sedang
17

c. Derajat 3 : Luka melebihi 6 hingga 8 cm, ada kerusakan luas pada


jaringan lunak, saraf, tendon, kontaminasi banyak. Fraktur terbuka
dengan derajat 3 harus sedera ditangani karena resiko infeksi.
Menurut Wiarto (2017) fraktur dapat dibagi kedalam tiga jenis antara lain:
a. Fraktur tertutup Fraktur terutup adalah jenis fraktur yang tidak disertai
dengan luka pada bagian luar permukaan kulit sehingga bagian tulang
yang patah tidak berhubungan dengan bagian luar.
b. Fraktur terbuka Fraktur terbuka adalah suatu jenis kondisi patah tulang
dengan adanya luka pada daerah yang patah sehingga bagian tulang
berhubungan dengan udara luar, biasanya juga disertai adanya pendarahan
yang banyak. Tulang yang patah juga ikut menonjol keluar dari permukaan
kulit, namun tidak semua fraktur terbuka membuat tulang menonjol keluar.
Fraktur terbuka memerlukan pertolongan lebih cepat karena terjadinya
infeksi dan faktor penyulit lainnya.
c. Fraktur kompleksitas Fraktur jenis ini terjadi pada dua keadaan yaitu pada
bagian ekstermitas terjadi patah tulang sedangkan pada sendinya terjadi
dislokasi.
Menurut Wiarto (2017) jenis fraktur berdasarkan radiologisnya antara lain:

a. Fraktur transversal adalah frktur yang garis patahnya tegak lurus


terhadap sumbu panjang tulang. Fraktur ini , segmen-segmen tulang
yang patah direposisi atau direkduksi kembali ke tempat semula, maka
segmen-segmen ini akan stabil dan biasanya dikontrol dengan bidai
gips.
b. Fraktur kuminutif adalah terputusnya keutuhan jaringan yang terdiri
dari dua fragmen tulang.
c. Fraktur oblik adalah fraktur yang garis patahnya membuat sudut
terhadap tulang.
d. Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang
menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya, fraktur
jenis ini biasanya sulit ditangani.
18

e. Fraktur impaksi atau fraktur kompresi terjadi ketika dua tulang


menumbuk tulang yang berada diantara vertebra.
f. Fraktur spiral timbul akibat torsi ekstermitas. Fraktur ini menimbulkan
sedikit kerusakan jaringan lunak dan cenderung cepat sembuh dengan
imobilisasi
5. Patofisiologi Fraktur

Menurut Black dan Hawks (2014) keparahan dari fraktur bergantung


pada gaya yang menyebabkan fraktur. Jika ambang fraktur suatu tulang
hanya sedikit terlewati, maka tulang mungkin hanya retak saja bukan
patah. Jika gayanya sangat ekstrem, seperti tabrakan mobil, maka tulang
dapat pecah berkepingkeping. Saat terjadi fraktur, otot yang melekat pada
ujung tulang dapat terganggu. Otot dapat mengalami spasme dan menarik
fragmen fraktur keluar posisi. Kelompok otot yang besar dapat
menciptakan spasme yang kuat bahkan mampu menggeser tulang besar,
seperti femur. Walaupun bagian proksimal dari tulang patah tetap pada
tempatnya, namun bagian distal dapat bergeser karena faktor penyebab
patah maupun spasme pada otot-otot sekitar. Fragmen fraktur dapat
bergeser ke samping, pada suatu sudut (membentuk sudut), atau menimpa
segmen tulang lain. Fragmen juga dapat berotasi atau berpindah.
Selain itu, periosteum dan pembuluh darah di korteks serta sumsum
dari tulang yang patah juga terganggu sehingga dapat menyebabkan sering
terjadi cedera jaringan lunak. Perdarahan terjadi karena cedera jaringan
lunak atau cedera pada tulang itu sendiri. Pada saluran sumsum (medula),
hematoma terjadi diantara fragmen-fragmen tulang dan dibawah
periosteum. Jaringan tulang disekitar lokasi fraktur akan mati dan
menciptakan respon peradangan yang hebat sehingga akan terjadi
vasodilatasi, edema, nyeri, kehilangan fungsi, eksudasi plasma dan
leukosit. Respon patofisiologis juga merupakan tahap penyembuhan
tulang.
6. Penyembuhan Post Operasi Fraktur
19

Penyembuhan fraktur ditandai dengan proses pembentukan tulang baru


dengan fusi fragmen tulang. Tulang dapat sembuh dengan primer (tanpa
pembentukan kalus) atau sekunder (dengan formasi kalus) penyembuhan
fraktur. Proses penyembuhan fraktur bervariasi sesuai dengan jenis tulang
yang terlibat dan jumlah gerakan di lokasi fraktur. Stabilitas dan kompresi
absolut mengarah pada penyembuhan langsung (penyembuhan tulang primer),
sedangkan stabilitas relatif mengarah pada penyembuhan tidak langsung
(penyembuhan tulang sekunder). Namun, gerakan yang berlebihan dapat
menyebabkan union (penyembuhan fraktur) tertunda atau non union (Blom et
al., 2018).
a. Penyembuhan Tulang Primer
Jika fraktur direduksi dan ditahan dengan sangat kaku setelah fiksasi
internal dan kompresi fraktur, maka tulang sembuh secara langsung
dengan mekanisme yang sama seperti remodel tulang utuh atau
anyaman tulang itu sendiri. Osteoklas membentuk selaput khusus
ruffled border yang melekat pada tulang anyaman, menciptakan
lakuna Howship. Enzim osteolitik dikeluarkan ke lakuna dan tulang
diserap kembali. 'Cutting cone' dibentuk sebagai garis resorpsi
osteoklas diikuti oleh jejak osteoblas yang meletakkan tulang lamelar
terorganisir untuk menciptakan sistem yang benar-benar baru (White
et al., 2016).
b. Penyembuhan Tulang Sekunder
1) Fase inflamasi (hematoma dan jaringan granulasi). Pembuluh darah
yang melewati garis fraktur terganggu dan mengakibatkan darah bocor.
Ini membentuk bekuan darah di lokasi fraktur, biasanya 6 hingga 8 jam
setelah cedera. Gangguan pembuluh darah yang melewati fraktur
menyebabkan kematian osteosit di dekatnya dan bahan nekrotik
menginduksi reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan makrofag) dan
osteoklas direkrut untuk mengangkat jaringan nekrotik di lokasi
fraktur. Tahap ini berlangsung sekitar 2 minggu.
20

2) Fase reparatif (pembentukan kalus). Jaringan fibrovaskular


menginvasi hematoma yang sekarang teratur. Fibroblas dari
periosteum menghasilkan serat kolagen dan sel-sel di periosteum
berkembang menjadi konDroblas yang menghasilkan fibrokartilago.
Ini menghasilkan kalus fibrokartilago yang menjembatani frakturdan
memberikan stabilitas. Di daerah yang lebih dekat dengan jaringan
tulang sehat yang divaskularisasi dengan baik, sel-sel osteogenik
berdiferensiasi menjadi osteoblas yang menghasilkan trabekula tulang
spons. Trabekula bergabung dengan fragmen tulang awal. Seiring
berjalannya waktu, fibrokartilago dikonversi menjadi tulang spons dan
membentuk kalus tulang. Kalus ini berlangsung sekitar 3 hingga 4
bulan.
3) Fase Renovasi. Ini adalah fase terakhir dari penyembuhan. Tulang
kompak menggantikan tulang spons di sekitar perifer lokasi fraktur.
Bagian mati yang tersisa dari fraktur awal diserap oleh osteoklas
(Donovan dan Schweitzer, 2012).
7. Komplikasi fraktur menurut Black dan Hawks (2014) antara lain :
Ada beberapa komplikasi fraktur. Komplikasi tergantung pada jenis
cedera , usia klien, adanya masalah kesehatan lain (komordibitas) dan
penggunaan obat yang mempengaruhi perdarahan, seperti warfarin,
kortikosteroid, dan NSAID. Komplikasi yang terjadi setelah fraktur antara
lain :
a. Cedera saraf
Fragmen tulang dan edema jaringan yang berkaitan dengan cedera
dapat menyebabkan cedera saraf. Perlu diperhatikan terdapat pucat dan
tungkai klien yang sakit teraba dingin, ada perubahan pada
kemampuan klien untuk menggerakkan jari-jari tangan atau tungkai.
parestesia, atau adanya keluhan nyeri yang meningkat.
b. Sindroma kompartemen
Kompartemen otot pada tungkai atas dan tungkai bawah dilapisi
oleh jaringan fasia yang keras dan tidak elastis yang tidak akan
21

membesar jika otot mengalami pembengkakan. Edema yang terjadi


sebagai respon terhadap fraktur dapat menyebabkan peningkatan
tekanan kompartemen yang dapat mengurangi perfusi darah kapiler.
Jika suplai darah lokal tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolic
jaringan, maka terjadi iskemia. Sindroma kompartemen merupakan
suatu kondisi gangguan sirkulasi yang berhubungan dengan
peningkatan tekanan yang terjadi secara progresif pada ruang terbatas.
Hal ini disebabkan oleh apapun yang menurunkan ukuran
kompartemen.gips yang ketat atau faktor-faktor internal seperti
perdarahan atau edema. Iskemia yang berkelanjutan akan
menyebabakan pelepasan histamin oleh otot-otot yang terkena,
menyebabkan edema lebih besar dan penurunan perfusi lebih lanjut.
Peningkatan asam laktat menyebabkan lebih banyak metabolisme
anaerob dan peningkatan aliran darah yang menyebabakn peningkatan
tekanan jaringan. Hal ini akan mnyebabkan suatu siklus peningkatan
tekanan kompartemen. Sindroma kompartemen dapat terjadi dimana
saja, tetapi paling sering terjadi di tungkai bawah atau lengan. Dapat
juga ditemukan sensasi kesemutanatau rasa terbakar (parestesia) pada
otot.
c. Kontraktur Volkman
Kontraktur Volkman adalah suatu deformitas tungkai akibat
sindroma kompartemen yang tak tertangani. Oleh karena itu, tekanan
yang terus-menerus menyebabkan iskemia otot kemudian perlahan
diganti oleh jaringan fibrosa yang menjepit tendon dan saraf.
Sindroma kompartemen setelah fraktur tibia dapat menyebabkan kaki
nyeri atau kebas, disfungsional, dan mengalami deformasi.
d. Sindroma emboli lemak
Emboli lemak serupa dengan emboli paru yang muncul pada
pasien fraktur. Sindroma emboli lemak terjadi setelah fraktur dari
tulang panjang seperti femur, tibia, tulang rusuk, fibula, dan panggul.
Kompikasi jangka panjang dari fraktur antara lain:
22

1. Kaku sendi atau artritis


Setelah cedera atau imobilisasi jangka panjang , kekauan sendi
dapat terjadi dan dapat menyebabkan kontraktur sendi, pergerakan
ligamen, atau atrofi otot. Latihan gerak sendi aktif harus dilakukan
semampunya klien. Latihan gerak sendi pasif untuk menurunkan
resiko kekauan sendi.
2. Nekrosis avaskular
Nekrosis avaskular dari kepala femur terjadi utamaya pada fraktur
di proksimal dari leher femur. Hal ini terjadi karena gangguan
sirkulasi lokal. Oleh karena itu, untuk menghindari terjadinya
nekrosis vaskular dilakukan pembedahan secepatnya untuk perbaikan
tulang setelah terjadinya fraktur.
3. Malunion
Malunion terjadi saat fragmen fraktur sembuh dalam kondisi yang
tidak tepat sebagai akibat dari tarikan otot yang tidak seimbang serta
gravitasi. Hal ini dapat terjadi apabila pasien menaruh beban pada
tungkai yang sakit dan menyalahi instruksi dokter atau apabila alat
bantu jalan digunakan sebelum penyembuhan yang baik pada lokasi
fraktur.
4. Penyatuan terhambat
Penyatuan menghambat terjadi ketika penyembuhan melambat tapi
tidak benar-benar berhenti, mungkin karena adanya distraksi pada
fragmen fraktur atau adanya penyebab sistemik seperti infeksi.
5. Non-union
Non-union adalah penyembuhan fraktur terjadi 4 hingga 6 bulan
setelah cedera awal dan setelah penyembuhan spontan sepertinya
tidak terjadi. Biasanya diakibatkan oleh suplai darah yang tidak
cukup dan tekanan yang tidak terkontrol pada lokasi fraktur.
6. Penyatuan fibrosa
23

Jaringan fibrosa terletak diantara fragmen-fragmen fraktur.


Kehilangan tulang karena cedera maupun pembedahan meningkatkan
resiko pasien terhadap jenis penyatuan fraktur.
7. Sindroma nyeri regional kompleks
Sindroma nyeri regional kompleks merupakan suatu sindroma
disfungsi dan penggunaan yang salah yang disertai nyeri dan
pembengkakan tungkai yang sakit.
8. Menurut Istianah (2017) Pemeriksan Diagnostik antara lain:
a. Foto rontgen (X-ray) untuk menentukan lokasi dan luasnya fraktur.
b. Scan tulang, temogram, atau scan CT/MRIB untuk memperlihatkan
fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Anteriogram dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan
vaskuler.
d. Hitung darah lengkap, hemokonsentrasi mungkin meningkat atau
menurun pada perdarahan selain itu peningkatan leukosit mungkin
terjadi sebagai respon terhadap peradangan.
Pemeriksaan penunjang menurut (Melti Suriya & Zuriati, 2019) yaitu :
a. Pemeriksaan foto radiologi : Menentukan lokasi dan luasnya fraktur
b. Arteriografi : Dilakukan jika kerusakan vaskuler dicurigai
c. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien
d. Scan tulang : Mengindentifikasi memperlihatkan fraktur lebih jelas.
9. Penatalaksaan fraktur
Penatalaksaan yang dilakukan pada pasien post operasi fraktur ekstremitas
bawah yang mengalami gangguan mobilitas fisik yaitu dengan diberikannya
latihan rentang gerak. Latihan rentang gerak tersebut salah satunya mobilisasi
persendian yaitu dengan latihan range of motion (ROM) merupakan istilah
baku untuk menyatakan batas atau besarnya gerakan sendi baik dan normal.
ROM juga digunakan sebagai dasar untuk menetapkan adanya kelainan atau
untuk menyatakan batas gerakan sendi yang abnormal. Sebagaimana telah
disinggung sebelumnya, dikenal gerakan sendi aktif dan pasif (Noor Helmi,
2014). ROM pasif adalah latihan yang diberikan kepada pasien yang
24

mengalami kelemahan otot lengan maupun otot kaki berupa latihan tulang
maupun sendi, sehingga pasien memerlukan bantuan perawat atau keluarga.
ROM aktif adalah latihan yang dilakukan secara mandiri oleh pasien tanpa
bantuan perawat dari setiap gerakan yang dilakukan. Tujuan ROM yaitu
mempertahankan atau memelihara kekuatan otot, memelihara mobilitas
persendian, merangsang sirkulasi darah, mencegah kelainan bentuk (Potter &
Perry, 2010).
Menurut Istianah (2017) penatalaksanaan medis antara lain :

a. Diagnosis dan penilaian fraktur


Anamnesis pemeriksaan klinis dan radiologi dilakukan untuk mengetahui
dan menilai keadaan fraktur. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan
lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai untuk
pengobatan komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan.
b. Reduksi

Tujuan dari reduksi untuk mengembalikan panjang dan kesejajaran garis


tulang yang dapat dicapai dengan reduksi terutup atau reduksi terbuka.
Reduksi tertutup dilakukan dengan traksi manual atau mekanis untuk
menarik fraktur kemudian, kemudian memanipulasi untuk mengembalikan
kesejajaran garis normal. Jika reduksi tertutup gagal atau kurang
memuaskan, maka bisa dilakukan reduksi terbuka. Reduksi terbuka
dilakukan dengan menggunakan alat fiksasi internal untuk
mempertahankan posisi sampai penyembuhan tulang menjadi solid. Alat
fiksasi interrnal tersebut antara lain pen, kawat, skrup, dan plat. Alat-alat
tersebut dimasukkan ke dalam fraktur melalui pembedahan ORIF (Open
Reduction Internal Fixation). Pembedahan terbuka ini akan
mengimobilisasi fraktur hingga bagian tulang yang patah dapat
tersambung kembali.
c. Retensi
Imobilisasi fraktur bertujuan untuk mencegah pergeseran fragmen dan
mencegah pergerakan yang dapat mengancam penyatuan. Pemasangan plat
25

atau traksi dimaksudkan untuk mempertahankan reduksi ekstremitas yang


mengalami fraktur.
d. Rehabilitasi
Mengembalikan aktivitas fungsional seoptimal mungkin. Setelah
pembedahan, pasien memerlukan bantuan untuk melakukan latihan.
Menurut Kneale dan Davis (2011) latihan rehabilitasi dibagi menjadi tiga
kategori yaitu :
1) Gerakan pasif bertujuan untuk membantu pasien mempertahankan
rentang gerak sendi dan mencegah timbulnya pelekatan atau kontraktur
jaringan lunak serta mencegah strain berlebihan pada otot yang diperbaiki
post bedah.
2) Gerakan aktif terbantu dilakukan untuk mempertahankan dan
pergerakan, sering kali dibantu dengan tangan yang sehat, katrol atau
tongkat
3) Latihan penguatan adalah latihan aktif yang bertujuan memperkuat otot.
Latihan biasanya dimulai jika kerusakan jaringan lunak telah pulih, 4-6
minggu setelah pembedahan atau dilakukan pada pasien yang mengalami
gangguan ekstremitas atas.
B. Kekuatan Otot
1. Definisi Kekuatan Otot
Otot merupakan organ tubuh yang mempunyai kemampuan mengubah
energi kimia menjadi energi mekanik/gerak sehingga dapat berkontraksi
untuk menggerkkan rangka. Otot rangka bekerja secara volunter (secara
sadar atas perintah dari otak), bergaris melintang, bercorak, dan berinti
banyak dibagian perifer (Noor, 2016).
Kekuatan adalah tenaga kontrasksi otot yang dicapai dalam seklai
usaha maksimal. Usaha maksimal ini dilakukan oleh otot atau sekelompok
otot untuk mengatasi suatu beban atau tahanan. Kekuatan merupakan unsur
yang sangat penting dalam aktivitas olahraga, kareana kekuatan merupkana
daya perggerak dan pencegahan cedera.
26

Kekuatan otot adalah merupakan kekuatan suatu otot atau group otot
yang dihasilkan untuk dapat melawan tahanan dengan usaha yang
maksimum. Kekuatan otot merupakan suatu hal penting untuk setiap orang,
karena kekuatan otot merupakan suatu daya dukung gerakan dalam
menyelesaikan tugas-tugas (Jassen, 2010).
Haryanto (2006) menjelaskan, menurut Harsono (1988) kekuatan otot
adalah kemponen yang sangat penting guna meningkatkan kondisi fisik
secara keseluruhan, hal ini disebabkan, yaitu:
1. Kekuatan merupakan daya penggerak setiap aktivitas fisik.
2. Kekuatan memegang peranan yang penting dalam melindungi dari
kemungkinan cedera.
3. Dengan kekuatan otot yang baik, dapat berlari lebih cepat, melempar
atau menendang lebih jauh dan lebih efisien, memukul lebih kersa,
demikian pula dapat membantu memperkuat stabilitas sendi-sendi.
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kekuatan Otot
Menurut sulistyaningsih (2011) kekuatan otot ditentukan oleh beberapa
faktor yaitu subjektif, psikologis, metodological faktor, faktor otot itu
sendiri, serta faktor dari pengukuran.
1. Faktor subjektif, faktor ini meliputi hasil pemeriksaan kesehatan secara
menyeluruh, adanya penyakit, gender, tingkat aktifitas dan usia.
2. Faktor psikologis, status kognitif, harapan, motivasi, depresi, tekanan
dan kecemasan menjadi faktor yang mempengaruhi pada kekuatan otot.
3. Faktor metodological, yaitu posisi subjek, peralatan yang digunakan,
stabilitas, posisi persendian.
4. Faktor otot, faktor ini terdapat pada otot tiap individu yang didalam
struktur otot terdapat tipe serat otot, panjang otot, arsitekstur otot, lokasi
otot, serta pengaruh latihan pada otot.
5. Faktor pengukuran, faktor ini di definisikan lebih ke pelaksanaan
operasional, rehabilitasi, dan validitas alat ukur yang digunakan.
27

Faktor penting yang dapat meningkatkan kekuatan otot adalah dengan


pelatihan. Dengan pelatihan secara teratur akan menimbulkan pembesaran
(hipertrofi) fibril otot. Semakin banyak latihan yang dilakukan makan
semakin baik pula pembesaran fibril otot itulah yang menyebabkan adanya
peningkatan kekuatan otot. Untuk mencapai peningkatan kekuatan otot
dengan baik, diperlukan pelatihan yang disusun dan dilaksanakan dengan
program pelatihan yang tepat, agar penelitian yang dilakukan dapat
mencapai hasil yang sesuai dengan yang diharapkan, program latihan yang
disusun untuk meningkatkan kekuatan otot harus memperhatikan faktor-
faktor tersebut (Sudarsono, 2011).
3. Pembagian Kekuatan Otot
Noor Zairin, (2016) membagi kekuatan otot menjadi tiga kelompok
yaitu :
1. Kekuatan statis (statis strength) yang sebagai kemampuan untuk
mwnggunakan tenaga maksimal selama periode singkat untuk melawan
obyek yang tidak bisa dipindahkan. Juga disebut isometric atau gaya yang
dilakukan tidak berjarak.
2. Kekuatan dinamis (dynamic strength) didefensikan sebagai gerakan
menahan beban secara berulang-ulang atau terus menerus dalam intesitas
kerja sub maksimal, misalnya push-up.
3. Kekuatan ledakan (explosive strength) didefensikan sebagai
kemampuan untuk menggunakan energi maximal dalam suatu ledakan,
misalnya, lompat jauh.
4. Pengukuran Kekuatan Otot

Sistem otot dapat dikaji dengan memperhatikan kemampuan mengubah


posisi, kekuatan otot dan koordinasi, serta ukuran masing masing otot.
Kekuatan otot diuji melalui pengkajian kemampuan klien untuk melakukan
fleksi dan ekstensi ekstremitas sambil dilakukan penahanan (Muttaqin & A,
2009).
28

Pengukuran kekuatan otot adalah suatu pengukuran untuk mengevaluasi


kontraktilitas termasuk di dalamnya otot dan tendon dan kemampuannya
dalam menghasilkan suatu usaha. Pemeriksaan kekuatan otot diberikan kepada
individu yang dicurigai atau aktual yang mengalami gangguan kekuatan otot
maupun daya tahannya. Pengukuran otot dapat dilakukan dengan
menggunakan penguji otot secara manual yang disebut dengan MMT (Manual
Muscle Testing). Adapun penilaian pengukuran kekuatan otot menurut
(Misbach & J, 2010) sebagai berikut :

Presentasi
Skal
Kekuatan Karakteristik
a
Normal

0 0 Kontraksi otot tidak terdeteksi (paralisis sempurna)

1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat di palpasi


atau dilihat

2 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi, dengan


topangan

3 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi

4 75 Gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan


melawan tahanan minimal

5 100 Kekuatan otot normal, gerakan penuh yang normal


melawan gravitasi dan melawan tahanan penuh
29

5. Cara Mengukur Kekuatan Otot

Saat mengukur kekuatan otot, ada beberapa hal yang harus diperhatikan,
yaitu (Pudjiastuti & Utamo, 2013) :
a. Posisikan pasien sedemikian rupa sehingga otot mudah berkontraksi sesuai
dengan kekuatannya. Posisi yang harus dipilih harus memungkinkan
kontraksi otot dan gerakan mudah diobservasi.
b. Bagian tubuh yang akan diperiksa harus terbebas dari pakaian yang
menghambat.
c. Usahakan pasien dapat berkonsentrasi saat dilakukan pengukuran.
d. Berikan penjelasan dan contoh gerakan yang harus dilakukan.
e. Bagian otot yang akan diiukur ditempatkan pada posisi antigravitasi. Jika otot
terlalu lemah, maka sebaliknya pasien ditempatkan pada posisi terlentang.
f. Bagian proksimal area yang akan diukur harus dalam keadaan stabil untuk
menghindari kompensasi dari otot yang lain selama pengukuran.
g. Selama terjadi kontraksi gerakan yang terjadi diobservasi baik palpasi pada
tendon atau otot.
h. Tahanan diperlukan untuk melawan otot selama pengukuran.
i. Lakukan secara hati-hati, bertahap dan tidak tiba-tiba.
j. Catat hasil pengukuran pada lembar observasi.

C. Range Of Motion (ROM)

1. definisi

Latihan gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan


peregangan otot, dimana klien menggerakkan masing-masing persendiannya
sesuai gerakan normal baik secara aktif maupun pasif. Range Of Motion
adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki
tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakkan persendian secara normal
30

dan lengkap untuk meningkatkan masa otot dan tonus otot (Potter & Perry,
2010). Latihan gerak sendi adalah pergerakan maksimal dapat dilakukan pada
sendi terdiri dari tiga bidang, yaitu sagital, frontal dan transvesal. Bidang
sagital adalah bidang yang melewati tubuh dari depan ke belakang, membagi
tubuh menjadi sisi kanan dan sisi kiri. Bidang frontal melewati tubuh dari sisi
ke sisi dan membagi tubuh ke depan dan kebelakang. Bidang transvesal
adalah bidang horizontal yang membagi tubuh menjadi atas dan bawah (Potter
& Perry, 2010).
2. Manfaat Range of Motion (ROM)

Menurut (Potter & Perry, 2010) manfaat dari Range Of Motion (ROM)
adalah :
a. Menentukan nilai kemampuan sendi tulang, dan otot dalam melakukan
pergerakan.
b. Menkaji tulang, sendi, dan otot
c. Mencegah terjadinya kekakuan sendi
d. Memperlancar sirkulasi darah
e. Memperbaiki tonus otot
f. Meningkatkan mobilisasi sendi
g. Memperbaiki toleransi otot untuk latihan
3. Jenis Range Of Motion (ROM)

a) Range Of Motion (ROM) aktif


Range Of Motion (ROM) aktif merupakan latihan Range Of Motion
(ROM) yang dilakukan sendiri oleh pasien tanpa ada bantuan perawat dari
setiap gerakan yang dilakukan. Indikasi Range Of Motion (ROM) aktif adalah
pasien yang dirawat melakukan Range Of Motion (ROM) sendiri atau
kooperatif. Perawat memberikan motivasi, dan membimbing pasien dalam
melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang gerak
sendi normal. Hal ini bertujuan untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot
serta sendi dengan cara menggunakan otot secara aktif. Sendi yang digerakkan
31

pada Range Of Motion (ROM) aktif adalah sendi di seluruh tubuh dari kepala
sampai ujung jari kaki oleh pasien sendiri secara aktif.
b) Range Of Motion (ROM) pasif
Range Of Motion (ROM) pasif adalah latihan Range Of Motion (ROM)
yang dilakukan pasien dengan bantuan perawat untuk setiap gerakan. Indikasi
latihan Range Of Motion (ROM) pasif yaitu pasien semi koma dan tidak sadar,
pasien tirah baring total, atau pasien dengan paralisis ekstremitas total.
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan
persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya
perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien. Sendi yang digerakkan
pada Range Of Motion (ROM) pasif adalah seluruh persendian tubuh atau
hanya pada ekstremitas yang terganggu dan klien tidak mampu
melasanakannya secara mandiri (Saratun, 2015).
4. Hal Yang Perlu di Perhatikan
Lingkungan dan klien perlu diperhatikan sebelum melakukan mobilisasi.
Latihan yang dilakukan harus sesuai dengan kemampuan klien dan harus
memperhatikan kesungguhan serta tingkat konsentrasi dalam melakukan
latiahan (Lukman & Ningsih, 2013).
5. Prosedur

A. Prinsip-Prinsip dalam melakukan Latihan Range Of Motion (ROM)


Kozier,etall.(2012), Potter & Perry (2006) , Rhoad & Mekeer (2013)
menjelaskan beberapa hal yang harus diperhatikan oleh perawat pada saat
melakukan latihan Range Of Motion (ROM) sebagai berikut :
1) Untuk latihan Range Of Motion (ROM) aktif, klien dianjurkan untuk
melakukan gerakan sesuai yang sudah diajarkan, hindari perasaan
ketidaknyamanan saat latihan dilakukan, gerakan dilakukan secara sistematis
dengan urutan yang sama dalam setiap sesi, setiap gerakan dilakukan tiga kali
dengan frekuensi dua kali sehari.
2) Yakinkan bahwa klien mengetahui alasan latihan Range Of Motion (ROM)
dilakukan.
32

3) Sendi tidak boleh digerakkan melebihi rentang gerak bebasnya,sendi


digerakkan ketitik tahanan dan dihentikan pada titik nyeri.
4) Pilih waktu di saat pasien nyaman dan bebas dari rasa nyeri untuk
meningkatkan kolaborasi pasien
5) Posisikan pasien dalam posisi tubuh lurus yang normal
6) Gerakan latihan harus dilakukan secara lembut, perlahan dan berirama
7) Latihan diterapkan pada sendi secara proporsional untuk menghindari
peserta latihan mengalami ketegangan dan injuri otot serta kelelahan
8) Posisi yang diberikan memungkinkan gerakan sendi secara leluasa
9) Tekankan pada peserta latihan bahwa gerakan sendi yang adekuat
adalah gerakan sampai dengan mengalami tahanan bukan nyeri.
10) Tidak melakukan latihan pada sendi yang mengalami nyeri
11) Amati respons non verbal peserta latihan
12) Latihan harus segera dihentikan dan berikan kesempatan pada peserta latihan
untuk beristirahat apa bila terjadi spasme otot yang dimanifestasikan dengan
kontraksi otot yang tiba-tiba dan terus menerus.
B. Latihan Range Of Motion (ROM) ekstremitas, dalam Potter & Perry (2006)
yaitu:
a. Pinggul
1) Fleksi: Menggerakkan tungkai ke depan dan atas (90-120°)
2) Ekstensi: Menggerakkan kembali ke samping tungkai yang lain,(90-
120°)
3) Hiperekstensi: Mengerakan tungkai ke belakang tubuh (30-50°)
4) Abduksi: Menggerakkan tungkai ke samping menjauhi tubuh (30-50°)
5) Adduksi: Mengerakkan tungkai kembali ke posisi media dan melebihi
jika mungkin (30-50°)
6) Rotasi dalam: Memutar kaki dan tungkai ke arah tungkai lain (90°)
7) Rotasi luar: Memutar kaki dan tungkai menjauhi tungkai lain (90°)
8) Sirkumduksi: Menggerakan tungkai melingkar
b. Lutut
1) Fleksi: Mengerakkan tumit ke arah belakang paha (120-130°)
33

2) Ekstensi: Mengembalikan tungkai kelantai (120-130°)

c. Pergelangan kaki
1) Dorsifleksi: Menggerakkan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk ke
atas (20-30°)
2) Plantarfleksi: Menggerakkan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk ke
bawah (45-50°)
d. Kaki
1) Inversi: Memutar telapak kaki ke samping dalam (10°)
2) Eversi: Memutar telapak kaki ke samping luar (10°)
e. Jari-jari kaki
1) Fleksi: Menekukkan jari-jari kaki ke bawah (30-60°)
2) Ekstensi: Meluruskan jari-jari kaki (30-60°)
3) Abduksi: Menggerakkan jari-jari kaki satu dengan yang lain (15°)
4) Adduksi: Merapatkan kembali bersama-sama (15°)
6. Kontraindikasi ROM
Kontraindikasi dan hal-hal yang harus diwaspadai pada latihan Range Of
Motion (ROM) menurut (Carpenito, 2014). yaitu :
a. Latihan Range Of Motion (ROM) tidak boleh diberikan apabila gerakan
dapat mengganggu proses penyembuhan cedera.
b. Gerakan yang terkontrol dengan seksama dalam batas-batas gerakan
yang bebas nyeri selama fase awal penyembuhan akan
memperlihatkan manfaat terhadap penyembuhan dan pemulihan.
c. Terdapat tanda-tanda terlalu banyak atau terdapat gerakan yang salah,
termasuk meningkatnya rasa nyeri dan peradangan.
d. Range Of Motion (ROM) tidak boleh dilakukan bila respon pasien atau
kondisinya membahayakan.

B. Hasil Penelitian Yang Relevan


34

1. Menurut penelitian Yusiana Vidhiastutik (2017) tentang ” latihan gerak


sendi (range of motion) pada kekuatan otot motorik pasca operasi
pada pasien fraktur ekstermitas bawah” Penelitian ini menggunakan
penelitian pre eksperimental dengan rancangan one group pretest-posttest.
Sampel dalam penelitian ini adalah pasien yang mengalami fraktur.
Teknik sampling yang digunakan adalah consecutive sampling. Jumlah
populasi pada penelitian ini berjumlah 24 responden. Instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah standart operasional Prosedur
Latihan Range of motion dan lembar observasi kekuatan otot. Analisis
yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji wilcoxon signed ranks
test.Hasil penelitian ini didapatkan 15 responden mengalami kenaikan
skala rentang gerak post operasi fraktur ekstremitas bawah dari
kekuatan otot motorik skala 1 menjadi kekuatan otot motorik skala 3.
Hasil uji Wilcoxon sign rank test didapatkan P= 0.000, P <0.05 yang
artinya ada pengaruh yang signifikan pemberian latihan gerak sendi
(Range of Motion)pada pasien post operasi fraktur ektremitas atas
atau bawah.

2. Menurut penelitian Rino & Fajri (2021), tentang Pengaruh Range Of


Motionterhadap Pemulihan Kekuatan Otot dan Sendi Pasien Post Op Fraktur
Ekstremitas di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Kumpeh. Dengan jenis
desain penelitian dengan teknik quasi eksperimen. Diperoleh nilai 30.20
Mean sedangkan nilai rata-rata pemulihan kekuatan otot dan sendi pasien
post opfraktur ekstremitas sesudah diberikan terapi adalah 35.80 dengan
nilai p-value(0,000)< a= 0,05 yang artinya ada pengaruh pemulihan
kekuatan otot dan sendi pasien post opfraktur ekstremitas dengan
mengunakan terapi Range Of Motion(ROM).

3. Menurut penelitian Ardiyani (2020), tentang Hubungan Pemberian Range


Of MotionTerhadap Kekuatan Otot Pada Pasien Post Operasi Fraktur
Tertutup di Ruangan Rawat Inap RS Bhayangkara Hasta Brata Batu. Desain
35

penelitian dengan teknik quasi eksperimendiperoleh dari hasil analisa data


yaitu p value= (0,000) < (0,050) artinya ada hubungan yang diberikan
latihan ROM terhadap kekuatan otot pada pasien postoperasi fraktur
tertutup di ruangan rawat inap RS Bhayangkara Hasta Brata Batu.

C. Kerangka Teori

1) Kecelakaan
2) Cedera
3) Trauma
4) Tumor tulang
5) Infeksi

Fraktur

Latihan Range Of Motion Pasif Dan


36

Aktif

Peningkatan Kekuatan Otot Dan


Fungsi Gerak

Gambar 2.2 Kerangka Teori (Jitowiyono,2012 ; Sjamsuhidajat & De Jong, 2010)


Modifikasi Peneliti

D. Kerangka Konsep

Pemberian Frekuensi Latihan ROM Pasif Dan Aktif

Pretest Postest

Observasi skala kekuatan Observasi skala kekuatan


otot pasien post operasi otot pasien post operasi
fraktur ekstremitas bawah
37

fraktur ekstremitas bawah sesudah dilakukan


sebelum diberikan frekuensi frekuensi latihan ROM
pasif dan aktif
latihan ROM pasif dan aktif

Gambar 2.3 Kerangka Konsep

E. Hipotesis Penelitian
Ha : Ada pengaruh Frekuensi Latihan Range Of Motion (ROM) Pasif Dan
Aktif Terhadap Kekutan Otot Pada Pasien Post Operasi Fraktur
Ekstremitas Bawah di RSUD Dr.H.Abdul Moeloek Provinsi
Lampung tahun 2023.

Ho : Tidak ada pengaruh Frekuensi Latihan Range Of Motion (ROM)


Pasif Dan Aktif Terhadap Kekutan Otot Pada Pasien Post Operasi
Fraktur Ekstremitas Bawah di RSUD Dr.H.Abdul Moeloek
Provinsi Lampung tahun 2023.

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian


kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang memiliki kriteria
seperti: berdasarkan fakta, bebas prasangka, menggunakan prinsip analisa,
menggunakan hipotesa, menggunakan ukuran objektif dan menggunakan data
kuantitatif atau yang dikuantitatifkan (Notoatmodjo, 2012 dalam Aprina &
Anita, 2022).
38

Jenis penelitian ini yaitu Deskriptif dengan rancangan One Group Pretest
Postest design. Peneliti memilih jenis penelitian ini bertujuan untuk
Mengetahui adanya Pengaruh Frekuensi Latihan Range Of Motion (ROM)
Pasif Dan Aktif Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien Post Operasi Fraktur
Ekstremitas. Data yang diperoleh sesudah dilakukan observasi pertama
(pretest) terlebih dahulu sebelum diberikan intervensi (perlakuan), setelah itu
diberikan intervensi (perlakuan), dan kemudian dilakukan observasi kedua
(posttest). Desain rancangan penelitian ini adalah sebagai berikut:

Pretest Perlakuan Postest

02
01 X (a) 02

02

Gambar 3.1 Rancangan Penelitian Two Group Pretest Postest design

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Ruang Rawat Inap Bedah di RSUD Dr.


H.Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2023. Penelitian ini akan
dilakukan pada bulan Maret-Mei tahun 2023
C. Subyek Penelitian
1. Populasi Penelitian
Populasi adalah kumpulan individu dimana hasil penelitian akan
dilakukan generalisasi. Populasi juga dapat diartikan sebagai keseluruhan
atau himpunan objek dengan ciri/kriteria sama. Himpunan objek tersebut
dapat berupa himpunan orang, benda (hidup atau mati), kejadian kasus,
waktu atau tempat dengan sifat/ciri yang sama. Ciri atau kriteria suatu
populasi ditentukan oleh peneliti itu sendiri. (Aprina & Anita, 2022).
Populasi penelitian ini adalah pasien post operasi fraktur ekstremitas di
Ruang Rawat Inap Bedah di RSUD Dr. H.Abdul Moeloek Provinsi
Lampung yang berjumlah 65 orang.
39

2. Sampel

Sampel adalah pemilihan elemen-elemen dari total populasi yang


diteliti. Setiap sampel merupakan bagian dari dari populasi, tanpa
memandang apakah sampel tersebut mewakili atau tidak. Pemilihan
sampel dari suatu populasi disebut dengan sampling. (Heryana, 2020).
Pengambilan sampel dalam penelitian ini meggunakan teknik purposive
sampling, yaitu berdasarkan pertimbangan yang dibuat oleh peneliti.
(Notoatmodjo, 2018). Sampel dalam penelitian ini adalah pasien post
operasi di Ruang Rawat Inap Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H.
Abdul Moeloek dengan kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:
Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi setiap
anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel. (Notoatmodjo,
2018). Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :
1. pasien dalam keadaan sadar penuh (composmentis)
2. Pasien post operasi fraktur ekstremitas
3. Pasien yang bersedia menjadi responden dan koperatif
Kriteria Eksklusi:
Kriteria eksklusi adalah ciri-ciri dari anggota populasi yang tidak dapat
diambil sebagai sampel. (Notoatmodjo, 2018). Kriteria eksklusi dalam
penelitian ini adalah :
1. Pasien yang dalam keadaan belum sadar penuh (Apatis)
2. Pasien yang tidak bersedia menjadi responden
3. Pasien yang tidak di latih range of motion (rom) aktif dan pasif
4. Pasien dengan fiksasi eksternal
3. Besar Sampel dan Teknik Sampling
Sampel adalah pemilihan elemen-elemen dari total populasi yang
diteliti. Setiap sampel merupakan bagian dari dari populasi, tanpa
memandang apakah sampel tersebut mewakili atau tidak. Pemilihan sampel
40

dari suatu populasi disebut dengan sampling. (Heryana, 2020). Sampel


adalah sebagian dari populasi yang karakteristiknya diteliti. Anggota sampel
disebut unit sampel dan dapat sama dengan unit populasi, tetapi dapat juga
unit sampel berbeda dengan unit populasi. Sampel sebagian dari seluruh
populasi yang menjadi objek penelitian yang mempunyai karakteristik yang
sama dengan populasinya (Arikunto, 1998 dalam Aprina & Anita, 2022)
Jumlah data pasien post operasi fraktur ekstremitas di RSUD Dr.
H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung rata-rata populasi pada bulan Oktober
- November 2022 yaitu sebanyak 65 pasien. Dengan perhitungan sebagai
berikut :

𝑧21−α/2. (1−𝑃) 𝑁
𝑛=
d2(𝑁−1) +𝑧 21−α/2. (1−𝑃)

1,96.0,5(1 − 0,5) 65
𝑛=
(0,05)2(65− 1) + 1,96.0,5(1 − 0,5)

31,85
𝑛=
0,0025.64 + 0,49

31,85
𝑛=
0,65

𝑛 = 49 responden
Keterangan :
d = Tingkat penyimpanan yang diinginkan 0,05 atau 0,01
Z = Standar deviasi normal pada derajat kepercayaan (kemaknaan 95%
atau 1,69)
P= Proporsi sifat populasi misal prevalensi, bila tidak diketahui digunakan
0,5 atau 50%
N = Besarnya populasi
41

n = Besarnya sampel
Populasi yang didapatkan 65 responden, demikian hasil perhitungan
terdiri dari 49 responden sample.
D. Variabel Penelitian

Syarat utama sebuah variabel adalah memiliki perbedaan atau nilai


yang bervariasi. Variabel merupakan karakteristik atau kualitas atau ciri-ciri
yang dimiliki oleh seseorang, benda, obyek atau situasi/kondisi. Dengan
demikian variabel paling sedikit memilki satu nilai. (Heryana, 2020)
1. Variable bebas (independen)
Variabel independen disebut juga variabel “treatmen” atau variabel
eksperimen. Variabel ini mempengaruhi variabel lain dan menyebabkan
perubahan atau berkontribusi terhadap outcome. Variable independen
pada penelitian ini adalah latihan Range Of Motion (ROM) aktif dan
pasif sebagai variable independen.
2. Variable terikat (dependen)
Variabel dependen merupakan variabel outcome sebagai efek atau
pengaruh dari variabel independen. Variable dependen pada penelitian
ini adalah kekuatan otot.

E. Definisi Operasional Variabel


Definisi operasional adalah batasan dan cara pengukuran variabel yang
akan diteliti (Supardi & Rusika, 2013) :

No Variabel Devinisi Operasional Cara Ukur Hasil Ukur Alat Skala


Ukur Ukur

1 latihan Latihan gerak aktif- Sop range of dinyatakan dalam Lembar Rasio
ROM pasif atau range of motion : Observasi
aktif dan motion (ROM) adalah (rom)
pasif latihan yang dilakukan 1. Jika dilakukan

untuk
2. jika tidak
mempertahankan atau
42

memperbaiki tingkat dilakukan


kesempurnaan
kemampuan
menggerakkan
persendian secara
normal dan lengkap

2 kekuatan Pengukuran jumlah Penilain Skor kekuatan Lembar Rasio


kekuatan otot Observasi
otot. maksimum gaya yang otot yang
melalui format Manual
bisa dilakukan otot penilaian diperoleh dengan Muscle
kekuatan otot Testing
ekstrimitas terhadap nilai minimum 0
yang dicatat di (MMT
beberapa bentuk lembar dan maksimum 5
observasi
perlawanan dalam dengan kriteria:
Manual Muscle
suatu usaha. Skor Testing (MMT)
kekuatan otot yang a. 0= tidak ada

diperoleh dengan nilai gerakan otot sama

minimum 0 dan sekali

maksimum 5
b. 1= kontraksi
saat palpasi,
tetapi tidak ada
gerakan yang
terlihat

c. 2= ada
gerakan, tetapi
tidak dapat
melawan
gravitasi

d. 3= dapat
bergerak
melawan
gravitasi

e. 4= dapat
melawan tahanan
tetapi masih
43

lemah

f. 5= dapat
bergerak dan
melawan tahanan
dengan kekuatan
penuh

F. Teknik Pengumpulan Data

1. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan


data (Notoadmodjo, 2012). Instrumen yang digunakan dalam penelitian
ini dibuat dalam bentuk lembar observasi pengukuran kekuatan otot
Manual Muscle Testing (MMT). Pada bagian awal dari instrumen
penelitian ini terdapat data karakteristik responden yang meliputi nama,
umur, jenis kelamin, jenis fraktur, riwayat fraktur. Dilanjutkan dengan
lembar penilaian pengukuran kekuatan otot.

2. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas merupakan uji yang digunakan untuk mengetahui sebuah


alat ukur penelitian (instrumen) mampu mengukur apa yang diukur
sehingga data yang didapatkan valid atau sesuai dengan kenyataannya.
Sedangkan, uji reliabilitas merupakan uji yang digunakan untuk
mengetahui sebuah alat ukur penelitian (instrumen) yang digunakan
sekarang atau besok hasilnya tetap sama (Sugiyono, 2015 dalam Dewi,
2017). Uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian ini tidak perlu
dilakukan karena Instrumen ini adalah instrument yang sudah baku dan
sudah sering dipakai dalam dunia medis untuk mengukur kekuatan otot.
44

3. Pengumpulan Data

Secara umum teknik pengumpulan data dalam penelitian ini, yaitu:


1. Peneliti datang ke bagian diklat RSUD Dr. H.Abdul Moeloek Provinsi
Lampung untuk menyerahkan surat izin penelitian dari institusi.
2. Setelah mendapatkan persetujuan penelitian, peneliti menentukan waktu
penelitian.
3. Peneliti melakukan pengumpulan data dengan responden yang sesuai
dengan kriteria inklusi dan eksklusi.
4. Peneliti menjelaskan tujuan dan prosedur penelitian, serta memberikan
lembar inform consent kepada responden.
5. kontrak dengan pasien untuk mengukur kekuatan otot.
6. Peneliti melakukan pretest dengan mengisi lembar observasi Manual
Muscle Testing (MMT) yang telah disiapkan untuk mengukur kekuatan
otot pasien sebelum dilakukan latihan Range Of Motion (ROM) pasif dan
aktif.
7. Peneliti mengajukan kepada perawat untuk memberikan latihan Range Of
Motion (ROM) pasif dan aktif masing-masing 5 gerakan untuk tiap sendi,
pagi dan sore.
8. Peneliti melakukan postest dengan mengisi lembar observasi Manual
Muscle Testing (MMT) yang telah disiapkan untuk mengukur kekuatan
otot pasien setelah dilakukan latihan Range Of Motion (ROM) pasif dan
aktif masing-masing 5 gerakan untuk tiap sendi pagi dan sore dalam kurun
waktu 6 hari sesudah intervensi.
9. Setelah data terkumpul peneliti memriksa kembali kelengkapan data yang
telah diperoleh.
10. Memproses data menggunakan data yang terkumpul dengan program
komputer.
11. Setelah analisa statistik kemudian dibuat pembahasan dan kesimpulan
yang disusun ke dalam laporan hasil penelitian.
45

G. Analisis Data
Analisa data adalah kegiatan yang sangat penting dalam suatu penelitian,
karena dengan analisis data dapat mempunyai arti/makna yang berguna untuk
memecahkan masalah penelitian. (Aprina & Anita, 2022). Analisa data dalam
penelitian ini:
a. Analisis Univariat

Tujuan nya untuk menjelaskan/mendeskripsikan karakteristik


masing-masing variabel yang diteliti. Bentuknya tergantung dari jenis
datanya. Untuk data numerik digunakan nilai rata-rata (mean), median,
standar deviasi dan interkuartil range, minimal maksimal (Aprina & Anita
2015).

b. Analisis Bivariate

Analisis Bivariate dilakukan untuk Miketahui pengaruh Frekuensi latihan


Range Of Motion (ROM) pasif dan aktif terhadap kekuatan otot pada
pasien post operasi Fraktur Ekstremitas. Penelitian ini menggunakan
perhitungan sampel pada program komputer, dengan menggunakan uji t
dependent untuk menguji validitas item dan komperatif antara faktor.

1. Probabilitas p-value < (0,05) artinya bermakna atau signifikan, yaitu


Ada pengaruh Frekuensi Latihan Range Of Motion (ROM) Pasif Dan
Aktif terhadap kekuatan otot pada pasien post operasi fraktur
ekstremitas di RSUD Dr. H.Abdul Moeloek Provinsi Lampung 2023.
2. Probabilitas (p-value) > (0,05) artinya tidak bermakna atau
signifikan, yaitu tidak Ada pengaruh pengaruh Frekuensi Latihan
Range Of Motion (ROM) Pasif Dan Aktif terhadap kekuatan otot pada
pasien post operasi fraktur ekstremitas di RSUD Dr. H.Abdul
Moeloek Provinsi Lampung 2023.
46

Daftar Pustaka

Ardiyani, V. M., & Sutriningsih, A. (2020). Hubungan Pemberian Latihan Range


Of Motion Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien Post Operasi Fraktur
Tertutup Di Ruangan Rawat Inap RS Bhayangkara Hasta Brata
Batu (Doctoral dissertation, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Tribhuwana Tunggadewi Malang).

Aprina, & Anita. (2022). Riset Keperawatan

Agustina, D., Wibowo, T. H., & Yudhono, D. T. (2021, November). Pengaruh


Range of Motion (ROM) terhadap Kekuatan Otot pada Pasien Post
Operasi Open Reduction Internal Fixation (ORIF) di RSUD Ajibarang. In
Seminar Nasional Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (pp.
1298-1304).

Black, Joyce M dan Jane Hokanson Hawks. (2014). Keperawatan Medikal Bedah
Edisi 8 Buku 1. Jakarta: Salemba Medika.

Carpenito. (2014). Diagnosis Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis. Jakarta:


ECG.

Dahlan, A., & Arif F, A. (2020). Pengaruh Teknik Relaksasi Napas Dalam
terhadap Nyeri Frakture: Literature Review.

Dewi, N. W. L. P. (2019). Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post


Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Dengan Gangguan Mobilitas Fisik Di
Rsud Mangusada Badung Tahun 2019 (Doctoral dissertation, Politeknik
Kesehatan Kemenkes Denpasar Jurusan Keperawatan).

Fitriyani, W. N. (2015). Efektifitas frekuensi pemberian range of motion (rom)


terhadap kekuatan otot pada pasien stroke di Instalasi Rawat Inap Rsud
47

Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto (Doctoral dissertation,


Universitas Muhammadiyah Purwokerto).

Heryana, A. (2020). Buku Ajar Metodologi penelitian pada Kesehatan


Masyarakat. In Bahan Ajar Keperawatan Gigi (edisi ke 2, issu june). e-bok
tidak dipublikasi.

Istianah, Umi. (2017). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Muskuloskeletal. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Janssen I, Heymsfield SB, Wang ZM, Ross R. (2010). Sceletal Mass and
Distribution in 468 Men and Woman Aged. Journal of Physiologi. Diakses
tanggal 9 januari 2014.

Kozier, B., et al. (2012). Kozier and Erb’s Fundamentals of nursing, concept,
process and practic, eighth edtion

.New Jersey : Pearson Education.

Kneale, Julia dan Peter Davis. (2011). Keperawatan Orthopedik & Trauma.
Jakarta: EGC.

Maharani, S. T. (2020). Pengaruh Teknik Relaksasi Benson Terhadap Penurunan


Skala Nyeri Pada Pasien Post Operasi Fraktur Di Rsud Temanggung
(Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta).

Notoatmodjo. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.

Noor Zairin. (2016). Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba


Medika

Nurmala, M. F. (2022). Penerapan Range Of Motion Pada Pasien Close Fraktur


Post Operasi Open Reduction Internal Fixation Di Rsud Arjawinangun
Kabupaten Cirebon (Doctoral Dissertation, Poltekkes Tasikmalaya).

Noviyanti, S., Santoso, T. B., Fis, S., Widodo, A., & Fis, S. (2014). Hubungan
Kekuatan Otot Quadriceps Femoris dengan Risiko Jatuh pada Lansia
(Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).

Potter and Perry. (2010). Fundamental Of NurshingBuku 3 Edisi. Salemba


Medika: Jakarta

Pradnyani, K. D. D. (2021). Asuhan Keperawatan Risiko Perdarahan Pada Tn. P


Yang Mengalami Intra Operatif Fraktur Di Ruang Bedah Sentral Rsud
Sanjiwani Gianyar Tahun 2021 (Doctoral dissertation, Poltekkes
Kemenkes Denpasar Jurusan Keperawatan 2021).
48

Pudjiastuti, & Utomo, B. (2013). Fisioterapi Pada Lansia. Jakarta: ECG.

Potter, & Perry. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,
dan Praktik. Jakarta: ECG.

Purwanti, R., & Purwaningsih, W. (2013). Pengaruh Latihan Range Of Motion


(ROM) Aktif Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien Post Operasi Fraktur
Humerus Di RSUD Dr. Moewardi. Gaster, 10(2), 42-52.

Platini, H., Chaidir, R., & Rahayu, U. (2020). Karakteristik Pasien Fraktur
Ekstermitas Bawah. Jurnal Keperawatan'Aisyiyah, 7(1), 49-53.

Rhoads,J. & Meeker,B.J.,(2013). Davids guide to clinical nursing skills.


Philadeplphia :F.A. DavisCompany.

Rahayu , N., & Safitri, W. (2021). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post
Operasi Fraktur Femur Dalam Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman

Rahayu, K. I. N. (2015). Pengaruh pemberian latihan range of motion (rom)


terhadap kemampuan motorik pada pasien post stroke di rsud gambiran.
Jurnal keperawatan, 6(2).

Rino, M., & Al Fajri, J. (2021). Pengaruh Range Of Motion Aktif terhadap
Pemulihan Kekuatan Otot dan Sendi Pasien Post Op Fraktur Ekstremitas
di Wilayah Kerja Puskemas Muara Kumpeh. Jurnal Akademika
Baiturrahim Jambi, 10(2), 324-330.

Supardi, S., & Rusika. (2013). Buku Ajar Metodologi Riset Keperawatan. CV
Trans Info Media.

Silvia, S. (2020). Pengaruh Mirror Therapy Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot


Pada Pasien Stroke Di Rsud Kota Padangsidimpuan Tahun 2020.

Smeltzer,S.C.,Bare,B.G.,Hinkle,J.L.&Cheever,K.H.(2008) Brunner & Suddarth’s


Textbook of medical-surgical nursing.11thEdition.Philadelphia :
LippincottWilliam&Wilkins.

Saratun. (2015). Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Seri Asuhan


Keperawatan (E. Monita, ed.). Jakarata: ECG.

Vidhiastutik, Yusiana; Hidayah, Ardiyanti; Rustanti, Elly. Latihan Gerak Sendi


(Range Of Motion) Pada Kekuatan Otot Motorik Pasca Operasi Pada
Pasien Fraktur Ekstermitas Bawah. Jurnal Keperawatan dan Kebidanan,
2017, 9.2: 6-6.
49

LAMPIRAN
50

Lampiran 1

PENJELASAN PENELITIN

Judul: Pengaruh Frekuensi Latihan Range Of Motion (ROM) Pasif Dan Aktif
Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien Post Operasi Fraktur Ekstremitas
Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi
Lampung Tahun 2023.

Saya mahasiswa keperawatan Poltekkes Tanjung Karang, bermaksud


mengadakan penelitian skripsi mengenai pengaruh frekuensi latihan range of
motion (rom) pasif dan aktif terhadap kekuatan otot pada pasien post operasi
fraktur ekstremitas. Prosedur penelitian dilakukan dengan mengobservasi
kekuatan otot untuk mengetahui pengaruh frekuensi latihan range of motion
(Rom) pasif dan aktif terhadap kekuatan otot pada pasien post operasi fraktur
Ekstremitas.

1. Pelaksanaan kegiatan dilakukan oleh mahasiswa keperawatan yang diberikan


surat untuk melakukan penelitian dari kampus dan rumah sakit.
2. Pelaksanaan ini dibawah pengawasan kampus dan rumah sakit. Jika perilaku
peneliti kurang menyenangkan responden, maka responden dapat
mengundurkan diri dari kegiatan penelitian dengan menghubungi nomor
handphone (089627060679). Aduan responden akan segera ditindaklanjuti
dengan mengklasifikasi perlakuan yang kurang menyenangkan tersebut,
melakukan pengajuan permohonan maaf kepada responden dan memperbaiki
kegiatan penelitian/memberhentikan peneliti yang melakukan kegiatan kurang
menyenangkan tersebut.
51

3. Manfaat penelitian bagi responden adalah pengaruh frekuensi latihan range of


motion (Rom) pasif dan aktif terhadap kekuatan otot pada pasien post operasi
fraktur Ekstremitas Bawah.
4. Peneliti menjamin bahwa penelitian ini tidak berdampak negative bagi
responden. Bila selama responden berpartisipasi dalam penelitian ini
mengalami ketidaknyamanan, maka responden berhak untuk berhenti ikut
dalam penelitian ini. Kami akan menjunjung tinggi hak-hak responden dengan
menjaga kerahasiaan data yang diperoleh.

Melalui penjelasan ini, peneliti mengharapkan partisipasi saudara dalam


penelitian ini, atas kesadaran saudara menjadi responden. Kami ucapkan terima
kasih.

Bandar Lampung, 2023


Peneliti
52

Lampiran 2 Informed Consent

LEMBAR PERSETUJUAN

Yang bertandatangan dibawah ini:

Nama :

Usia :

Jenis Kelamin :

Nama Peneliti : Muhammad Alfan Alkausar

Contact Person : 089627060679

Saya telah mendapat penjelasan dari peneliti tentang penelitian yang akan

dilaksanakan. Saya mengerti bahwa tujuan penelitian ini untuk mengetahui

“pengaruh frekuensi latihan range of motion (ROM) pasif dan aktif terhadap

kekuatan otot pada pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah”. Dan saya

yakin tidak membahayakan bagi kesehatan dan dijamin kerahasiaannya.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan tanpa paksaan.

Bandar Lampung, 2023

Peneliti Responden
53

M.Alfan Alkausar ...........................

Lampiran 3

KARAKTERISTIK RESPONDEN

Inisial Nama :

Alamat :

Tanggal Pengkajian :

Usia :

Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan

Jenis Fraktur :

Riwayat Fraktur :

Lama dirawat :
54

Lampiran 4

LEMBAR OBSERVASI KEKUATAN OTOT

Manual Muscle Testing (MMT)

Manual Muscle Testing (Pengukuran Kekuatan Otot Ekstremitas Bawah)

skala Karakteristik Hasil Pre Test Hasil Post Test

Tanggal Tanggal

0 Kontraksi otot tidak terdeteksi (paralisis


sempurna)

1 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat


di palpasi atau dilihat

2 Gerakan otot penuh melawan gravitasi,


dengan topangan

3 Gerakan yang normal melawan gravitasi

4 Gerakan yang normal melawan gravitasi

5 Kekuatan otot normal, gerakan penuh


yang normal melawan gravitasi dan
melawan tahanan penuh

Jumlah
55

Lampiran 5

Sop Latihan Range Of Motion (Rom) Pasif Dan Aktif Pada Ekstremitas Bawah

Pengertian ROM merupakan latihan gerak sendi yang dilakukan oleh


perawat kepada pasien.

 Memperbaiki tingkat mobilitas fungsional ekstremitas klien,


 mencegah kontraktur dan pengecilan otot dan tendon, serta
Tujuan
 meningkatkan sirkulasi darah pada ekstremitas,
 menurunkan komplikasi vaskular imobilisasi, dan
 meningkatkan kenyamanan klien
Petugas Perawat

Peralatan 1. Handscoon

2. Tempat tidur

3. Bantal

Prosedur A. Tahap Pra Intraksi


Pelaksanaan 1. Menyiapkan alat dan pasien dengan benar (Mengatur
posisi lateral lurus (terlentang biasa)
2. Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada
3. Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar dan
posisi pemeriksa dengan benar
4. Menutup pintu dan jendela serta memasang tabir dan tirai

B. Tahap Orientasi

1. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik


2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
56

keluarga/pasien
3. Memberikan kesempatan pasien bertanya
4. Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan

C. Tahap Kerja

1. Mencuci tangan
2. Menjaga privasi pasien
3. Atur posisi yang nyaman : berbaring dengan posisi tangan
rileks badan telentang biasa (lateral)
4. Memakai sarung tangan
5. Memposisikan perawat di sisi sebelah kanan pasien

Pelaksanaan ROM Aktif dan Pasif


A. Paha
Rotasi
1. Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan kaki
pasien dan satu tangan yang lain di atas lutut pasien.
2. Putar kaki ke arah pasien.
3. Putar kaki ke arah pelaksana.
4. Kembalikan ke posisi semula.
5. Observasi perubahan yang terjadi.
Abduksi dan Adduksi
1. Letakkan satu tangan perawat di bawah lutut pasien dan
satu tangan pada tumit.
2. Angkat kaki pasien kurang lebih 8 cm dari tempat tidur
dan pertahankan posisi tetap lurus. Gerakan kaki
menjauhi badan pasien atau ke samping ke arah
perawat.
3. Gerakkan kaki mendekati dan menjauhi badan pasien.
4. Kembalikan ke posisi semula.
5. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
6. Observasi perubahan yang terjadi. Misal, rentang gerak
dan adanya kekakuan sendi.
B. Lutut
Fleksi dan Ekstensi
1. Letakkan satu tangan di bawah lutut pasien dan pegang
tumit pasien dengan tangan yang lain.
2. Angkat kaki, tekuk pada lutut dan pangkal paha.
3. Lanjutkan menekuk lutut ke arah dada pasien sejauh
mungkin dan semampu pasien.
4. Turunkan dan luruskan lutut dengan tetap mengangkat
kaki ke atas.
5. Kembalikan ke posisi semula.
6. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
57

7. Observasi perubahan yang terjadi. Missal, rentang gerak


dan adanya kekakuan sendi.
C. Pergelangan Kaki
Fleksi dan Ekstensi
1. Letakkan satu tangan pada telapak kaki pasien dan satu
tangan yang lain di atas pergelangan kaki, jaga kaki
lurus dan rileks.
2. Tekuk pergelangan kaki, arahkan jari-jari kaki ke arah
dada atau ke bagian atas tubuh pasien.
3. Kembalikan ke posisi awal.
4. Tekuk pergelangan kaki menjauhi dada pasien. Jari dan
telapak kaki diarahkan ke bawah.
5. Observasi perubahan yang terjadi. Misal, rentang gerak
dan
kekakuan.
Infersi dan Efersi
1. Pegang separuh bagian atas kaki pasien dengan tangan
kita
(pelaksana) dan pegang pergelangan kaki pasien dengan
tangan satunya.
2. Putar kaki dengan arah ke dalam sehingga telapak kaki
menghadap ke kaki lainnya.
3. Kembalikan ke posisi semula.
4. Putar kaki keluar sehingga bagian telapak kaki menjauhi
kaki yang lain.
5. Kembalikan ke posisi awal
6. Observasi perubahan yang terjadi. Misal, rentang gerak,
dan adanya kekakuan sendi.
D. Jari Jari Kaki
Fleksi dan Ekstensi Jari-jari
1. Pegang jari-jari kaki pasien dengan satu tangan
sementara tangan lain memegang kaki.
2. Bengkokkan (tekuk) jari-jari kaki ke bawah.
3. Luruskan jari-jari kemudian dorong ke belakang.
4. Gerakan ke samping kiri kanan (Abduksi-adduksikan).
5. Kembalikan ke posisi awal.
6. Observasi perubahan yang terjadi. Misal, rentang gerak,
dan adanya kekakuan sendi.
7. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
8. Catat perubahan yang terjadi. Misal: rentang gerak, dan
adanya kekakuan sendi.

6. Merapikan kembali pasien dan alat-alat.


7. Melepaskan handscoon
8. Mencuci tangan
58

Sikap Selama Pelaksanaan ROM


1. Menunjukkan sikap sopan dan ramah
2. Menjamin Privacy pasien
3. Bekerja dengan teliti
4. Memperhatikan body mechanism.

Evaluasi ROM
1. Tidak terjadi cedera
2. Tanyakan keadaan dan kenyamanan pasien setelah
tindakan
3. Peningkatan rentang gerak sendi.

D. Tahap Terminasi
1. Melakukan evaluasi tindakan
2. Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
3. Berpamitan dengan klien
4. Membereskan alat-alat
5. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
59
60
61
62
63
64
65
66

Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang


yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma/rudapaksa atau tenaga fisik
yang ditentukan jenis dan luasnya trauma (Lukman & Nurma, 2013). Akibat dari
trauma pada tulang tergantung pada jenis trauma, kekuatan, dan arahnya. Trauma
tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan fraktur
dengan luka terbuka sampai ke tulang yang disebut fraktur terbuka. Fraktur di
dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan fraktur disertai luksasi sendi
yang disebut dengan fraktur dislokasi (Sjamsuhidajat & Jong, 2011).

Anda mungkin juga menyukai