Perilaku Model Sistem Pelat Terpaku (Nailed Slab) Terhadap Pengembangan Pada Tanah Dasar Ekspansif
Perilaku Model Sistem Pelat Terpaku (Nailed Slab) Terhadap Pengembangan Pada Tanah Dasar Ekspansif
Willis Diana
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Jl. Lingkar Luar Barat, Taman Tirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta
Email: [email protected]
Abstrak
Berbagai cara dilakukan untuk mengatasi problem kerusakan perkerasan jalan akibat proses
kembang susut tanah dasar pada tanah ekspansif. Penggantian tanah dasar dengan tanah yang
mempunyai kapasitas yang lebih baik, modifikasi tanah dengan cara stabilisasi, membuat penghalang
kelembaban (moisture barrier) agar kadar air dibawah perkersan relatif tetap, dan membuat
strukutur perkerasan yang tahan terhadap deformasi (kembang susut) tanah dasar. Penelitian ini
mencoba mengamati perilaku sistem perkerasan kaku (rigid pavement) yang diperkuat dengan tiang-
tiang mini yang kemudian disebut sistem pelat terpaku. Penelitian dilakukan dengan uji model 1:10 di
laboratorium, dengan variasi pelat tanpa tiang dan pelat dengan tiang diameter 2 cm, panjang 20 cm,
dan variasi spasi antar tiang 10 cm dan 20 cm. Pengembangan tanah dipicu karena perubahan sistem
air dalam tanah. Pada penelitian ini perilaku tiang terhadap pengembangan tanah diamati dengan
melakukan pengukuran terhadap perpindahan vertikal (ke atas) pelat dan gaya tekan pengembangan
akibat mengembangnya tanah dasar. Hasil penelitian menunjukan bahwa pelat dengan tiang (sistem
pelat terpaku) dengan spasi antar tiang 10 cm menghasilkan perpindahan vertikal (ke atas) dibagian
pinggir 50,39% lebih kecil dibandingkan pelat tanpa tiang, Beda perpindahan vertikal dibagian
pinggir dan tengah yang paling kecil diantara variasi lainnya yaitu sebesar 6,15 mm. Penambahan
tiang dengan spasi 10 cm dapat pengurangi gaya tekan pengembangan di bagian pinggir sampai
21,15% dibanding pelat tanpa tiang.
Kata kunci: tanah ekspansif; sistem pelat terpaku; perpindahan vertikal; gaya tekan
pengembangan
Pendahuluan
Kondisi tanah dasar yang kurang baik (California Bearing Ratio(CBR)<6), adalah salah satu sebab seringnya
terjadi kerusakan jalan, ditambah dengan perancangan dan pelaksanaan perkerasan yang tidak memenui syarat dan
beban kendaraan yang besar memperparah kondisi perkerasan jalan. Perkerasan yang berada diatas tanah dasar
ekspansif sering kali terlihat bergelombang, bagian pinggir aspal yang retak, yang disebabkan proses kembang
susut tanah di bawahnya. Kembang susut pada tanah ekspansif disebabkan karena perubahan kadar air yang terjadi
di dalam tanah.
Untuk mengatasi problem perkerasan jalan pada tanah ekspansif biasanya dilakukan dengan mencegah air
masuk dalam tanah dibawah perkerasan (moisture barrier) berupa penghalang vertikal dan penghalang horisontal.
Modifikasi tanah dapat dilakukan dengan mencampur tanah dengan semen, kapur, fly ash, dan bahan lainnya yang
dapat mengurangi sifat kembang susutnya.
Problem perkerasan pada tanah ekspansif juga dicoba diatasi dengan merancang struktur yang lebih tahan
terhadap proses kembang susut seperti dengan pondasi cakar ayam (Hardiyatmo, 2009). Cakar (sumuran) di bawah
perkerasan akan memperkaku sistem perkerasan, melawan pengembangan dengan momen cakar, dan cakar-tanah-
dan pelat diatasnya menjadi suatu sistem yang mempunyai berat sendiri yang besar sehinga dapat menahan tekanan
pengembangan dari tanah ekspansif.
Penanaman (pemancangan) cakar (sumuran) bukanlah hal yang mudah dilakukan di lapangan, sehingga ada
alternatif lain untuk mengganti cakar-cakar dengan tiang-tiang mini, dengan pelaksanaan di lapangan yang lebih
mudah, kemudian sistem perkerasan dengan menanamkan tiang dibawah perkerasan kaku disebut sistem pelat
terpaku (Hardiyatmo, 2011 ). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku sistem pelat terpaku pada tanah
ekspansif jika digunakan sebagai sistem perkerasan kaku (rigid pavement). Dengan mengetahui perilaku ini
G - 352
Seminar Nasional III Teknik Sipil 2013
Universitas Muhammadiyah Surakarta
diharapkan dapat diketahui gaya-gaya yang terjadi pada struktur pelat terpaku sehingga dapat dibuat usulan desain
perancangan. Penelitian kali ini hanya dibatasi untuk mengetahui perilaku sistem pelat terpaku saja.
Tanah ekspansif
Secara umum bila terjadi perubahan kadar air (derajat kejenuhan) pada tanah, maka akan mempengaruhi
kondisi tegangan dalam tanah, hal ini mempengaruhi kekuatan geser dan perubahan volume tanah. Tanah pasir pun
juga mengalami hal tersebut, tetapi karena ukuran pori tanah pasir relatif lebih besar dibandingkan tanah berbutir
halus, sehingga rentang perbedaan matric suction antara kondisi tanah basah dan kering relatif kecil, maka kekuatan
geser dan perubahan volume yang terjadi pada tanah pasir akibat perbedaan suction ini menjadi relatif kecil, hingga
kekuatan tanah pasir pada kondisi basah dan kering menjadi relatif sama. Pada tanah berbutir halus, rentang matric
suction antara kondisi basah dan kering relatif besar, sehingga perbedaan kekuatan geser tanah pada saat kondisi
basah dan kering menjadi sangat besar. Saat tanah kondisi kering kuat geser akan besar, ketika kondisi basah,
kekuatan geser akan berkurang secara drastis. Pengetahuan tentang perubahan kekuatan tanah akibat perubahan
tegangan karena perubahan kadar air ini menjadi penting untuk mencegah kegagalan struktur dan merancang
struktur menjadi optimum.
Umumnya sistem klasifikasi memasukan mineral lempung kedalam ukuran diameter efektif yang kurang dari
0,002 mm. Ukuran partikel ini bukanlah satu satunya penentu bahwa tanah yang dimaksud termasuk dalam mineral
lempung. Yang lebih penting adalah susunan mineralnya. Untuk partikel yang berukuran kecil, gaya listrik yang
bekerja pada permukaan partikel lebih besar daripada gaya grafitasi, Partikel seperti ini disebut partikel koloid. Tiga
jenis mineral lempung yang paling utama adalah montmorillonite, illite, kaolinite. Partikel ini tersusun dari
kristalhidro-aluminasilikat. Montmorillonite adalah mineral yang paling sering ditemui pada tanah ekspansif
(Chen,1975)
Tanah ekspansif adalah istilah yang digunakan untuk menyebut material tanah atau batuan yang memiliki
potensi penyusutan atau pengembangan oleh karena perubahan kadar air. Mekanisme pengembangan pada tanah
lempung ekspansif sangat kompleks dan dipengaruhi banyak faktor. Pengembangan terjadi karena perubahan sistem
air. Akibat adanya interaksi antara tanah lempung dengan air, maka tanah akan mengembang atau volumenya
bertambah (Sorochan,1991).
Faktor yang mempengaruhi kembang susut tanah adalah, (1) karakteristik tanah yang mempengaruhi sifat
dasar dari medan gaya internal, (2) kondisi lingkungan, (3) kedudukan tegangan (Nelson dan Miller, 1992).
Tanah ekspansif biasanya memiliki rentang kedudukan plastis yang lebar (indeks plastisitas (IP) yang tinggi.
Hubungan potensi pengembangan dan indeks plastisitas sepeti pada Tabel 1. Kenaikan kepadatan tanah oleh
pemadatan akan mengakibatkan pengembangan lebih besar dan tekanan pengembanga lebih tinggi (Hardiyatmo,
2009). Perubahan kadar air di bawah batas susutnya, akan menghasilkan sedikit atau tanpa perubahan volume tanah.
Tetapi, perubahan diatas batas susut akan mempengaruhi perubahan volume secara signifikan (Sorochan, 1991).
Estimasi kemungkinan perubahan volume tanah ekspansif seperti Tabel 2.
Untuk meminimumkan gerakan kembang susut penanganan tanah dasar dengan cara stabilisasi sering
dilakukan, seperti (Nelson dan Miller, 1992): mencampur tanah dengan kapur, semen, atau abu terbang, dengan
bahan tambah, injeksi larutan kapur, struktur penghalang kelembaban, pengendalian kepadatan, dsb.
G - 353
Seminar Nasional III Teknik Sipil 2013
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Gambar 1 Tampang Sistem Pelat Terpaku dirancang untuk beban berat dan tanah dasar bermasalah
(Hardiyatmo, 2011)
Fungsi tiang-tiang dalam sistem pelat terpaku berguna untuk (Hardiyatmo, 2011),
1. Meningkatkan daya dukung tanah dasar (meningkatkan koefisien reaksi subgrade), dengan adanya kenaikan
kapasitas dukung tanah dasar akibat dukungan tiang-tiang pada pelat akan mengurangi kebutuhan tebal
perkerasan beton dan memperkaku sistem perkerasan.
2. Menjaga agar pelat beton tetap kontak dengan baik dengan lapis pondasi bawah dan/atau tanah dasar
dibawahnya, sehingga timbulnya rongga-rongga di bawah pelat beton yang mengurangi kekuatan struktur
perkerasan dapat dicegah, kekuatan jangka panjang struktur perkerasan lebih terjamin
3. Gerakan tanah dasar disekitar tiang-tiang akibat penurunan tidak seragam (differensial settlement) akan
mendapat perlawanan gesek tiang, sehingga beda penurunan akan menjadi kecil, atau ketidakrataan pelat akan
terkendalikan.
Teori Pemodelan
Pada penelitian ini akan digunakan model kekuatan (strenght model), yaitu suatu model dimana geometri dan
pembebanan pada model mirip dengan prototype-nya, dan bahan model sama dengan bahan prototype-nya. Model
ini dapat dipakai untuk memperoleh respon struktur sampai dengan keruntuhan struktur tersebut (inelastic
range).Model struktur harus dirancang, dibebani, dan diinterpretasikan hasil-hasilnya berdasarkan persyaratan-
persyaratan similaritas (similitude requirements) yang menghubungkan antara model dengan prototype-nya.
(Suhendro,2000)
G - 354
Seminar Nasional III Teknik Sipil 2013
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Dari tabel 1 dan 2, dapat disimpulkan bahwa media tanah yang digunakan termasuk lempung ekspasif dengan
ekspansifitas sangat tinggi.Bahan untuk tiang dan pelat dibuat dari mortar semen, tiang berukuran diameter 2 cm dan
panjang 20 cm, dengan diberikan tulangan kawat 2 mm. Pelat dibuat dari mortar dengan di tulangan dari kawat
anyam. Ukuran pelat yang digunakan adalah 60 cm x 10 cm x 1,5 cm. Tiang dipancang ke dalam tanah, sedangkan
pelat di cor ditempat.Peralatan yang digunakan untuk uji model semi 3 dimensi ini terdiri dari box (kotak) uji
berukuran 1,2 m x 1,2 mx 1,2 m, dan peralatan untuk setting pembebanan dan peletakan dial gauge, dial gauge,
batang pembebanan, proving ring untuk mengukur tekanan pengembangan.
Tanah dimasukan dalam kotak uji dengan kepadatan 1,2 gram/cm3, kadar air kurang lebih 15%. Bagian sisi
terluar tanah (sebelah kiri kanan) diberikan lapisan pasir, untuk memodelkan drainasi pinggir. Sebelum dilakukan
pemancangan tiang dilakukan pengujian CBR. Kemudian tiang dipancang kedalam tanah. Variasi model yang
dibuat adalah pelat ukuran 60 cm x 10 cm x 1,5 cm tanpa tiang, pelat 60 cm x 10 cm x 1,5 cm dengan tiang 20 cm
spasi antar 20 cm, pelat 60 cm x 10 cm x 1,5 cm dengan tiang 20 cm spasi 10 cm. Gambar 3 memperlihatkan
skema pemodelan tiang dalam box. Untuk memicu terjadinya pengembangan tanah lempung, dilakukan
pembasahaan (wetting) dipinggir tanah lempung (drainasi samping dari pasir). Pembasahan dilakukan setiap hari
dengan menggunakan air sebanyak 12 liter (6 liter drainasi samping kanan, 6 liter drainasi samping kiri). Pembacaan
dial gauge untuk mengukur perpindahan vertikal pelat akibat pengembangan tanah dan proving ring digunakan
untuk mengukur tekanan pengembangan tanah.
pasir
A B CD E F G
pasir
A B C D E F G
I I
A B CD E F G
lempung
G - 355
Seminar Nasional III Teknik Sipil 2013
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada akhir pembasahan diketahu bahwa dengan pemasangan tiang panjang 20 cm dan spasi 20 cm dapat
mereduksi perpindahan vertikal di pinggir pelat sebesar 23,52% dibanding pelat tanpa tiang , dengan pemasangan
tiang 20 cm dengan spasi 10 cm, reduksi perpindahan vertikal sebesar 50,39%.
G - 356
Seminar Nasional III Teknik Sipil 2013
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Tabel 5. Beda Perpindahan vertikal antara dibagian tengah pelat dan dibagian pinggir pelat
dengan lama pembasahan 312 jam
Beda penurunan di
Jenis Pelat Perpindahan vertikal (mm) tengah dan di pinggir
Ditengah pelat Dipinggir pelat pelat (mm)
(titik D) (titik G)
Pelat saja 2,45 17,98 15,53
Pelat dengan tiang 20 cm spasi tiang 20 cm 2,08 13,75 11,67
Pelat dengan tiang 20 cm spasi tiang 10 cm 2,77 8,92 6,15
Dari tabel 5, dapat diketahui bahwa beda perpindahan vertikal pada pelat dengan tiang 20 cm spasi 10 paling
kecil. Secara umum pelat dengan tiang lebih kaku dan lebih tahan terhadap deformasi yang terjadi pada tanah dasar.
Penambahan tiang dengan spasi yang lebih kecil lebih menjamin kerataan pelat.
24 jam
48 jam
vertikal (mm)
Perpindahan
72 jam
96 jam
120
jam
144
jam
jarak dari tengah pelat (CL) (cm)
(a) Pelat tanpa tiang
24 jam
48 jam
vertikal (mm)
Perpindahan
72 jam
96 jam
120
jam
144
jam
jarak dari tengah pelat (CL) (cm)
G - 357
Seminar Nasional III Teknik Sipil 2013
Universitas Muhammadiyah Surakarta
24 jam
48 jam
vertikal (mm)
Perpindahan
72 jam
96 jam
120
jam
144
jam
jarak dari tengah pelat (CL) (cm)
Pada akhir proses pembasahan gaya tekan pengembangan pada pelat dengan tiang 20 cm spasi 10 cm, terjadi
penurunan gaya tekan pengembangan sebesar 21,25% dibanding pelat tanpa tiang.
Tabel 7. Beda gaya tekan pengembangan antara dibagian tengah pelat dan dibagian pinggir pelat
dengan lama pembasahan 312 jam
Beda gaya tekan
Jenis Pelat Gaya tekan pengembangan (kN) pengembangan di
Ditengah pelat Dipinggir pelat tengah dan di pinggir
(titik C) (titik A) pelat (kN)
Pelat saja 0,0749 0,1762 0,1013
Pelat dengan tiang 20 cm spasi tiang 10 cm 0,0381 0,1388 0,0957
Dari tabel 7 dapat ketahui bahwa beda gaya tekan pengembangan antara dibagian pinggir dan dibagian
tengah relatif lebih kecil pada pelat dengan tiang dibanding pelat tanpa tiang
Asumsi gaya pengembangan untuk analisis dengan menganggap bahwa gaya tekan pengembangan terbesar
terjadi pada bagian pinggir, dan berkurang secara linier sampai dibagian tengah, terbukti realistis. Terutama jika
perubahan kadar air belum berkembang sampai ke tengah pelat perkerasan (pada awal periode pembasahan)
Dari perilaku ini juga dapat diketahui bahwa penghalang kelembaban (moisture barrier) sangat perlu
dibuat untuk menjaga agar kadar air di bawah struktur perkerasan relatif tetap.
G - 358
Seminar Nasional III Teknik Sipil 2013
Universitas Muhammadiyah Surakarta
24
jam
pengembangan
48
jam
72
jam
Gaya
(kN)
96
jam
120
jam
24
jam
pengembanga
48
jam
72
n (kN)
jam
Gaya
96
jam
120
jam
24
jam
pengembangan
48
jam
72
jam
Gaya
(kN)
96
jam
120
jam
Kesimpulan
Perpindahan vertikal (ke atas) akibat pengembangan tanah pada pelat dengan perkuatan tiang (pelat terpaku)
diameter 2 cm, panjang 20 cm, spasi tiang 10 cm di bagian pinggir pelat lebih kecil 50,39% dibanding pelat tanpa
G - 359
Seminar Nasional III Teknik Sipil 2013
Universitas Muhammadiyah Surakarta
tiang. Pelat dengan tiang (pelat terpaku) dapat mereduksi gaya tekan pengembangan ke atas di bagian pinggir pelat
21,15% lebih kecil dari pelat tanpa tiang.
Beda perpindahan vertikal (ke atas) dan beda gaya tekan pengembangan di bagian pinggir dan tengah pelat
terkecil terjadi pada pelat dengan tiang (pelat terpaku), artinya kerataan permukaan pelat lebih terjaga pada pelat
terpaku.
Daftar Pustaka
Chen, F.H., (1975),”Foundation on Expansive Soils”, Elsevier Scientic Publishing Company, pp 1-60
Hardiyatmo, H.C., (2009), “Perilaku Sistem Cakar Ayam pada Tanah Ekspansif”, Laporan Penelitian Program
Intensif Peningkatan Kapasitas Iptek sistem produksi, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Universitas
Gadjah Mada
Hardiyatmo, H.C.,( 2011), “Cakar Ayam Modifikasi”, Gadjah Mada University Press,
Mohamedzein, Y.E.A, Mohamed, M.G, Sharief, A,M, (1999),”Finite element analysis of Short piles in Expansive
soils”, Computers and Geotechnics,vol 24 pp 231-243
Nelson, J.D., and Miller, D.J (1992), “Expansive Soils-Problems and Practice in Foundation and Pavement
engineering”, John Willey & Sons,.
Poulus, H.G.,(2001),” Methods of Analysis of Piles raft Foundations”, Report prepared on behaft of technical
committee TC18 on Piled Foundations International Society of Soil Mechanics and Geotechnical
Engineering,
Puri, A, Hardiyatmo, H.C, Suhendro,B., Rifai, A., 2011, “Kontribusi Koperan dalam Mereduksi Lendutan Sistem
Pelat Terpaku pada Tanah Lempung Lunak”, 9th Indonesian Geotechnical Conference and 15th annual
scientific meeting, pp 229-305.
Sorochan, (1991),”Construction of Building on Expansive Soils”, Balkema Publishers, pp1-42
Suhendro, B, (2000),” Teori Model Struktur dan Teknik Instrumental”, Penerbit Beta Offset.
Xiao, H.B, Zhang, C.S, Wang, Y., Fan, Z., (2011)., “Pile Soil Interaction in Expansive Foundation: Analytical
Solution and Numerical Simulation”, International Journal of Geomechanics ASCE, pp 159-165
G - 360