Ferra Proposal BAB 123

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 57

PROPOSAL

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN GIZI

KURANG PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

BENTENG AMBON

OLEH :

FENANSIA M. RESILAY

12114201170212

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU

AMBON

2022
LEMBAR PERSETUJUAN

Kami menyatakan bahwa telah menerima dan menyetujui proposal ini yang disusun oleh :

Fenansia M. Resilay, NPM : 12114201170212 untuk diseminarkan.

Ambon, November 2022

Pembimbing I Pembimbing II

Ns. S. R. Maelissa, S.Kep.,M.Kep Ns. F. A. Tasijawa, M.Kep)

NIDN : 1223038001 NIDN: 1217119101

Mengetahui

Ketua Program Studi Keperawatan

Ns. S. R. Maelissa, S.Kep.,M.Kep

NIDN: 1223038001

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat,

tuntunan, penyertaan dan anugerah-Nya, sehingga penyusunan proposal dengan judul “

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Gizi Kurang Pada Balita di

Wilayah Kerja Puskesmas Benteng Ambon’’. Ini dapat terselesaikan.

Penyusunan proposal ini merupakan syarat dalam menyelesaikan tugas akhir untuk

memperoleh gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) di Fakultas Kesehatan Universitas Kristen

Indonesia Maluku.

Dengan terselesainya proposal ini, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Hengky H. Hetharia, M.Th Selaku Rektor Universitas Kristen Indonesia

Maluku

2. Pembantu Rektor I, II, III DAN IV Universitas Kristen Indonesia Maluku

3. B. Talarima, SKM.,M.Kes Selaku Dekan Fakultas Kesehatan Universitas Kristen

Indonesia Maluku dan para pembantu Dekan I, II, III dan IV

4. Ns. S. R. Maelissa S.Kep., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan

Universitas Kristen Indonesia Maluku sekaligus sebagai pembimbing I yang telah

banyak mengarahkan dan membimbing, memberikan motivasi dan dukungan

kepada penulis dalam proses penyempurnaan penulisan proposal ini.

5. Ns. Mevy Lilipory, S.Kep., M.Kep sebagai sekretaris Program Studi dan petugas

administrasi yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan proses

pembuatan dan pengajuan proposal.

3
6. Ns. F. A. Tasijawa, M.Kep selaku pembimbing II yang telah membantu penulis

dalam memberikan motivasi dan arahan demi kesempurnaan penulisan proposal

ini.

7. Seluruh Dosen dan Staf Fakultas Kesehatan Program Studi Keperawatan

Universitas Kristen Indonesia Maluku, yang telah membekali penulis dengan ilmu

pengetahuan selama proses perkuliahan yang penulis jalani di Program Studi

Keperawatan.

8. Orang tua, Keluarga, sahabat, dan teman-teman yang selalu memberikan

semangat, dorongan, motivasi serta dukungan, Doa sehingga penulis dapat

menyelesaikan proposal ini.

9. Teman-teman seperjuangan Fakultas Kesehatan Program Studi Keperawatan

angkatan 2017 yang telah memberikan dukungan dan Doa bagi penulis hingga

terselesaikan proposal ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari kata

sempurna, untuk itu penulis memohon saran dan kritik yang sifatnya membangun

demi kesempurnaan dalam penulisan proposal ini.

Ambon, November 2022

Penulis

4
DAFTAR ISI

COVER...............................................................................................................................
LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................................i
KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................iV
DAFTAR TABEL..........................................................................................................Vi
DAFTAR GAMBAR....................................................................................................Vii
DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................................Viii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................6
C. Tujuan Penelitian....................................................................................................6
D. Manfaat Penelitian..................................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................8
A. Tinjauan Umum Gizi Kurang Pada Balita............................................................8
B. Tinjauan Umum Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gizi Kurang......................19
C. Tinjauan Umum Variabel Penelitian....................................................................36
1. Pengetahuan Ibu............................................................................................36
2. Pola Makan Balita.........................................................................................36
3. Pendapatan Keluarga.....................................................................................36

D. Kerangka Konsep..................................................................................................46
E. Hipotesis Penelitian...............................................................................................47
BAB III METODE PENELITIAN...............................................................................48
A. Jenis Penelitian.....................................................................................................48
B. Lokasi Dan Waktu Penelitian...............................................................................48
C. Populasi Dan Sampel Penelitian...........................................................................48
D.Variabel Penelitian ................................................................................................49
E. Defenisi Operasional.............................................................................................49

5
F. Instrumen Penelitian..............................................................................................50
G.Teknik Dan Prosedur Pengumpulan Data .............................................................51
H. Analisa Data..........................................................................................................52
I. Etika Penelitian ....................................................................................................54
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................57
LAMPIRAN.............................................................................................................59

6
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Defenisi Operasional Variabel.........................................................................49

7
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.3 Kerangka Konsep.........................................................................................46

8
DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Keputusan Dekan Tentang Penunjukan Pembimbing


2. Surat Permohonan Pengambilan Data Awal
3. Surat Permintaan Untuk Menjadi Responden
4. Lembar Persetujuan Menjadi Responden
5. Lembar Kuesioner

9
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gizi kurang merupakan suatu kondisi berat badan menurut umur (BB/U) tidak

sesuai dengan usia yang seharusnya. Kondisi gizi kurang rentang terjadi pada balita usia

2-5 tahun karena balita sudah menerapkan pola makan seperti makanan keluarga dan

mulai dengan tingkat aktivitas fisik yang tinggi. Kekurangan gizi pada masa balita terkait

dengan perkembangan otak sehingga dapat mempengaruhi kecerdasan anak dan

berdampak pada pembentukan kualitas sumber daya manusia di masa mendatang (Ninja,

2017).

Asupan zat gizi adalah salah satu penyebab langsung yang dapat mempengaruhi

status gizi balita. Asupan zat gizi dapat diperoleh dari beberapa zat gizi, diantaranya yaitu

zat gizi makro seperti energi, karbohidrat, protein dan lemak. Zat gizi makro merupakan

zat gizi yang dibutuhkan dalam jumlah besar oleh tubuh dan sebagian besar berperan

dalam penyediaan energi. Tingkat konsumsi zat gizi makro dapat mempengaruhi terhadap

status gizi balita. Hal tersebut terdapat hubungan antara tingkat konsumsi energi dan

protein dengan status gizi balita. Asupan energi dan protein yang rendah berdampak pada

meningkatkan resiko masalah gizi seperti kekurangan energi kronis dan kekurangan

energi protein, selain pada balita dapat berdampak pada terhambatnya pertumbuhan dan

perkembangan kognitifnya (Rusmil, 2017).

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) 2020, menyatakan bahwa

lebih dari 47 juta balita menderita gizi kurang menyebab sepertiga dari seluruh dikaitkan

dengan 45% kematian anak di seluruh dunia, 52 juta anak diperkirakan terlalu kurus

untuk tinggi badan. Masalah gizi masih menjadi masalah kesehatan yang serius di

10
Indonesia. terbukti dengan masih ditemukan kasus gizi buruk. Asia selatan merupakan

daerah yang memiliki prevalensi gizi kurang terbesar didunia, yaitu sebesar 46%, disusul

Sub Sahara Afrika 28%, Amerika Latin/Caribbean 7%, dan yang paling rendah terdapat

di Eropa Tengah, Timur dan Common dan Common Wealth of Independen States

(CEE/CIS) sebesar 5% .

Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dengan permasalahan gizi

yang kompleks. Hasil data riset Kesehatan Dasar Riskesdas (2013) yaitu sebesar 19,6%

yang terdiri dari 5,7% gizi buruk dan 13,9% gizi kurang. Dibandingkan dengan Riskesdas

(2018) gizi kurang pada balita mencapai (usia 0-59 bulan) sehingga menunjukan adanya

peningkatan 17,7% masalah sehingga menunjukan adanya peningkatan gizi kurang di

Indonesia. Diantara 34 Provinsi di Indonesia, 19 Provinsi memiliki prevalensi gizi kurang

dan gizi buruk diatas angka prevalensi Nasional yaitu berkisar antara 21,2% sampai

dengan 33,1%, diantara Provinsi Maluku menduduki posisi urutan ke -4. Sedangkan

menurut data dan informasi Profil Kesehatan Indonesia, gizi kurang di Provinsi Maluku

gizi kurang pada balita sebanyak 17,90%. Diantaranya 11 kabupaten/Kota yang ada di

Provinsi Maluku.

Upaya perbaikan gizi masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi

perseorangan dan masyarakat, antara lain melalui perbaikan pola konsumsi makanan,

perbaikan perilaku sadar gizi, peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi serta kesehatan

sesuai dengan ilmu dan teknologi. Pemerintah daerah bersama-sama menjamin

tersedianya bahan makanan yang mempunyai nilai gizi yang tinggi secara merata dan

juga berkewajiban menjaga agar bahan makanan yang dimaksud memenuhi standar mutu

gizi yang baik. Penyediaan bahan makanan dilakukan secara lintas sektor dan antar

Provinsi, antar Kabupaten, dan atau antar kota. Upaya perbaikan gizi diatas di lakukan

pada seluruh siklus kehidupan sejak dalam kandungan sampai lanjut usia dengan prioritas

11
kepada keluarga rawan. Pemerintah bertanggungjawab menetapkan standar angka

kehidupan gizi, standar pelayanan gizi, dan standar tenaga gizi pada berbagai tingkat

pelayanan. Pemerinta juga bertanggung jawab atas pemenuhan kecukupan gizi pada

keluarga miskin serta bertanggungjawab terhadap pendidikan dan informasi yang benar

tentang gizi kepada masyarakat.(Kemenkes RI, 2018).

Status gizi dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu Faktor langsung dan Faktor tidak

langsung. Faktor langsung yaitu penyakit infeksi dan asupan nutrisi yang dikonsumsi.

Faktor tidak langsung antara lain: sosial, ekonomi, jarak kelahiran yang terlalu cepat,

sanitasi lingkungan yang kurang baik, rendahnya ketahanan pangan tingkat rumah tangga,

pendidikan, pengetahuan, pendapatan, pola asuh, pola makan, dan ASI Eksklusif (Irianti,

2016).

Status gizi sangat penting bagi balita. Masa balita merupakan periode penting

dalam proses tumbuh kembang manusia. Perkembangan dan pertumbuhan dimasa itu

menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak diperiode

selanjutnya. Masa tumbuh kembang diusia ini merupakan masa yang terlalu cepat dan

tidak akan pernah terulang, karena itu sering disebut masa keemasan (Kartikasari, 2014).

Faktor pengetahuan ibu yang rendah dari sebagian ibu akan pentingnya pemberian

makanan bergizi dan seimbang untuk anaknya dapat dikaitkan dengan masalah KEP.

Rendahnya pendidikan dan pengetahuan ibu tentang gizi balita akan berdampak pada

pemenuhan nutrisi pada balita karena pengetahuan merupakan domain yang sangat

penting dari terbentuknya perilaku seseorang, terutama pada ibu. Ibu merupakan sasaran

utama pendidikan gizi keluarga, karena ibu memiliki peran sebagai pengatur makanan

keluarga dalam mengolah sumber daya yang ada untuk mendapatkan kecukupan bahan

makanan yang tersedia dan dimanfaatkan sebaik-baiknya (Nugrahaeni, 2018).

12
Menurut Notoatmodjo (2005), keadaan sosial ekonomi atau pendapatan

merupakan aspek sosial budaya yang sangat mempengaruhi status kesehatan dan juga

berpengaruh pada pola penyakit, bahkan juga berpengaruh pada kematian. Pendapatan

keluarga yang sangat minim juga menjadi pengaruh dalam memberikan asupan gizi yang

baik bagi anak balita karena sulit untuk bisa membeli bahan makanan yang bergisi.

Tingkat pendapatan yang diperoleh oleh setiap individu atau keluarga akan menentukan

jenis dan ragam makanan yang akan dibeli dengan uang tambahan, keluarga dengan

penghasilan rendah berarti rendah pula jumlah uang yang akan dibelanjakan untuk

makanan, sehingga bahan makanan yang dibeli untuk keluarga tersebut tidak mencukupi

untuk mendapat dan memelihara kesehatan seluruh keluarga. Kemiskinan sebagai

penyebab gizi kurang menduduki posisi pertama pada kondisi yang umum. Hal ini harus

mendapat perhatian serius karena keadaan ekonomi ini relative mudah diukur dan

berpengaruh besar pada konsumsi pangan.

Faktor pola makan balita merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi

pada gizi kurang. Pola makan adalah cara seseorang atau kelompok orang (keluarga)

dalam memilih jenis dan jumlah bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang

atau lebih, yang bertujuan untuk mendapatkan zat gizi yang cukup dibutuhkan untuk

pertumbuhan. Pola makan yang baik terdiri dari konsumsi makanan yang berkualitas

yaitu konsumsi makanan yang sehat dan bervariasi, serta konsumsi makan yang cukup

dari segi kualitas diikuti dengan perilaku makan yang benar. Jika hal ini diterapkan, maka

akan menghasilkan status gizi anak yang normal (Sari, 2016).

Berdasarkan data survei awal yang diperoleh dari salah satu tenaga medis

kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Benteng Ambon di temukan bahwa kasus gizi

kurang selalu ada dan meningkat di setiap tahunnya dilihat dari perbandingan status gizi

kurang pada balita bahkan pada setiap tahunnya mengalami kenaikan seperti pada data

13
yang diperoleh dalam waktu tiga tahun terakhir di dapatkan bahwa pada tahun 2020 balita

yang mengalami gizi kurang sebanyak 113 balita, kemudian pada tahun 2021 balita yang

mengalami gizi kurang sebanyak 558 balita sedangkan pada tahun 2022 mengalami

peningkatan sebanyak 839 balita. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti

kepada 7 ibu memiliki balita dengan status gizi kurang, diketahui 2 ibu mengatakan

anaknya sering mengalami cacingan. Hal ini dikarenakan anaknya sering dibiarkan

ditempat yang kotor dan tidak mencuci tangan saat mengambil makanan. Dari hasil

wawancara juga di dapatkan 2 ibu memiliki pola asuh yang kurang baik terhadap anaknya

yang ditunjukan seperti sering membiarkan anaknya jajan sembarangan, dan ibu sehari-

hari jarang menyajikan makanan yang bergizi untuk balitanya. Selanjutnya, diketahui 3

orang ibu tidak sanggup memberikan makanan yang bergizi kepada anak dikarenakan

faktor ekonomi, banyak orang tua masih kesulitan memenuhi kebutuhan gizi anak.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk meneliti tentang

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Wilayah

Kerja Puskesmas Benteng Ambon.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Faktor-Faktor apa saja yang

berhubungan dengan kejadian gizi kurang pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas

Benteng Ambon”?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang tersebut maka tujuan dari penelitian ini terbagi

menjadi dua bagian yaitu :

1. Tujuan umum

14
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Faktor-Faktor yang berhubungan

dengan kejadian gizi kurang pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Benteng Ambon

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus pada penelitian ini adalah untuk mengetahui :

a. Hubungan antara pengetahuan ibu balita dengan kejadian gizi kurang pada balita

di Wilayah Kerja Puskesmas Benteng Ambon

b. Hubungan antara pendapatan keluarga dengan kejadian gizi kurang pada balita di

Wilayah Kerja Puskesmas Benteng Ambon

c. Hubungan antara pola makan anak balita dengan kejadian gizi kurang pada balita

di Wilayah Kerja Puskesmas Benteng Ambon

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan Faktor-Faktor yang

berhubungan dengan kejadian gizi kurang pada balita sehingga dapat dijadikan

sebagai dasar dalam pengembangan ilmu keperawatan komunitas.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Masyarakat

Dapat menambah pengetahuan masyarakat terlebih khusus ibu-ibu dengan anak

balita untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian gizi

kurang pada balita dan dapat melakukan upaya-upaya pencegahan

b. Bagi petugas kesehatan

Sebagai bahan informasi untuk meningkatkan pelayanan dalam menangani

masalah gizi kurang pada balita

c. Bagi penelitian selanjutnya

15
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan bacaan dan referensi

pespustakaan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan dapat dijadikan

panduan bagi mahasiswa yang ingin melakukan panduan berikutnya.

E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap

permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Hipotesis no (H 0)

menyatakan tidak adanya hubungan dua variabel atau tidak adanya pengaruh. Hipotesis

kerja (Ha) menyatakan adanya hubungan antara variabel (Sastroasmoro, 2015).

Hipotesis dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:

H0 : Tidak ada hubungan antara kejadian gizi kurang pada balita di Wilayah Kerja

Puskesmas Benteng Ambon.

Ha : Ada hubungan antara kejadian gizi kurang pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas

Benteng Ambon.

16
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Gizi Kurang Pada Balita

1. Tinjauan umum tentang balita

a. Pengertian Balita

Balita adalah anak usia kurang dari lima tahun sehingga bayi usia dibwah

satu tahun juga termasuk dalam golongan ini. Balita usia 1-5 tahun dapat

dibedakan menjadi dua yaitu anakusia lebih dari satu tahun sampai tiga tahun

yang dikenal dengan balita dan anak usia lebih dari tiga tahun sampai lima tahun

yang dikenal dengan usia prasekolah. Masa ini menjadi tantangan bagi orang tua

karena anak susah makan, memilih makan dan suka pada jajan yang kandungan

gizinya tidak baik seperti mie instan, sehingga menyebabkan kekurangan atau

kelebihan asupan zat gizi yang dapat mempengaruhi status gizi dan kesehatannya

(Setyawati, 2018).

Usia 1-5 tahun pada balita merupakan usia dalam daur kehidupan dimna

pertumbuhan tidak sepeser pada masa bayi, tetapi aktivitasnya banyak diantaranya

bermain dan bermain. Ini adalah ciri aktivitas balita yang khas. Melihat aktivitas

fisik anak balita sudah mulai padat, cenderung lupa waktu pada saat bermain.

Serta rentang terhadap penyakit infeksi, ataupun terhadap penyakit gizi. Maka

faktor gizi sangat berperan sekali dalam pertumbuhan dan perkembangan anak

selanjutnya (Wiratmaja, 2016).

Masalah gizi balita yang harus dihadapi Indnesia pada saat ini adalah

masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih. Masalah gizi kurang disebabkan oleh

17
kemiskinan, kurangnya persediaan pangan, sanitasi lingkungan yang kurang baik,

kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi dan kesehatan, sedangkan

masalah gizi lebih disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada masyarakat disertai

dengan kurangnya pengetahuan gizi dan kesehatan (Ariani, 2016).

b. Karakteristik Balita

Karakteristik balita dibagi menjadi dua yaitu :

1) Anak usia 1-3 tahun

Anak usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif artinya anak menera

makanan dari apa yang disediakan orang tua. Laju pertumbuhan masa balita

lebih besar dari pada masa usia prasekolah, sehingga diperlukan jumlah

makanan yang relative besar.

2) Anak usia prasekolah (3-5 tahun)

Pada usia prasekolah anak menjadi konsumen aktif. Mereka sudah

dapat memilih yang disukainya pada usia ini akan dimulai bergaul dengan

lingkungannya atau bersekolah playgrup. Pada fase ini anak mencapai fase

gemar memprotes. Pada masa ini berat badan anak cenderung mengalami

penurunan, akibat dari aktifitas yang mulai banyak, dan pemilihan maupun

penolakan terhadap makanan.

c. Pertumbuhan dan perkembangan balita

1) Pertumbuhan

Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan perubahan dalam besar,

jumlah, ukuran dan fungsi tingkat sel, organ maupun individu, yang diukur

dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm, meter),

umur tulang dan keseimbangan metabolic (retensi kalsium dan nitrogen

18
tubuh). Pertumbuhan adalah peningkatan secara brtahap dari tubuh, organ dan

jaringan dari masa konsepsi sampai remaja (asaupariasa, 2012).

2) Perkembangan

Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill)

dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur

dan dapat ramalkan sebagai hasil proses pematangan. Ada pula yang

mensefenisikan bahwa perkembangan adalah penampilan kemampuan (skill)

yang diakibatkan oleh kematangan system syaraf pusat, khususnya di otak

(Supariasa, 2012).

Perkembangan menyangkut adanya proses diferensiansi dari sel-sel

tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan system organ yang berkembang

sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsi didalamnya

termasuk pula perkembangan emosi, intelektual, dan tinka laku sebagai hasil

interaksi dengan lingkungannya (Supariasa, 2012).

2. Tinjauan umum tentang gizi kurang pada balita

Gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang dapat dilihat

dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi didalam tubuh, keadaan

gizi adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan gizi

dan penggunaan zat gizi tersebut dalam keadaan fisiologi akibat dari tersedianya zat

gizi dalam sel tubuh (Suhardjho, 2017).

Gizi kurang adalah gangguan akibat kekurangan atau ketidakseimbangan zat

gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan indikator yang digunakan untuk mengukur

gizi kurang pada anak dalah tinggi berat menurut umur (TB/U), berat badan menurut

19
umur (BB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), dan untuk dewasa

berdasarkan IMT (Kemenkes, 2015).

Masalah kurang gizi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan dapat

menjadi penyebab kematian terutama pada kelompok resiko tinggi yaitu bayi dan

balita. Gizi kurang pada balita tidak terjadi secata tiba-tiba, tetapi di awali dengan

keterbatasan kenaikan berat badan yang tidak cukup. Apabila seorang anak terkena

defisiensi gizi maka kemungkinan besar sekali anak akan muda terkena infeksi. Gizi

ini sangat berpengaruh terhadap napsu makan, kehilangan bahan makanan misalnya

melalui muntah-muntah dan diare, serta metabolisme pada anak. Selain itu juga dapat

diketahui bahwa infeksi menghambat reaksi imunologis yang normal dengan

menghabiskan sumber-sumber energy tubuh (Wati, 2012).

Gizi yang baik sangat diperlukan untuk proses tumbuh kembang bagi anak-

anak yang normal ditinjau dari segi umur, anak balita yaitu anak yang berumur

dibawah lima tahun yang mengalami tumbuh kembang tergolong kelompok yang

rawan terhadap kekurangan kalori protein. Peran gizi dalam pembangunan kualitas

SDM telah dibuktikan dari berbagai penelitian. Gangguan gizi pada awal kehidupan

mempengaruhi kualitas kehidupan berikutnya. Dizi kurang pada balita tidak hanya

mempengaruhi gangguan pertumbuhan fisik, tetapi juga mempengaruhi kualitas

kecerdasan dan perkembangan di masa mendatang. Oleh karena itu, peran makanan

yang bernilai tinggi sangat penting seperti pada makanan yang mengandung energy

protein (terutama protein hewani), vitamin (vitamin B kompleks, vitamin C, vitamin

A), dan mineral (Ca, Fe, Yodium, Fosfor, Zn) (Adriani, 2012).

Masa balita merupakan masa kehidupan yang sangat penting dan perlu

perhatian yang serius. Pada masa ini berlangsung proses tumbuh kembang yang

sangat pesat yaitu pertumbuhan fisik dan perkembangan psikomotorik, mental, dan

20
sosial. Stimulasi psikososial harus dimulai sejak dini dan tepat waktu untuk

mencapainya perkembangan psikososial yang optimal (Adriani, 2012).

Untuk mendukung pertumbuhan fisik balita, perlu petunjuk praktis makanan

dengan gizi seimbang sebagai berikut :

a. Makanlah aneka ragam makanan

b. Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energy

c. Makanlah makanan sumber karbihidrat setengah dari kebutuhan energy

d. Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kecukupan energy

e. Gunakanlah garam beryodium

f. Makanlah makanan sumber zat bezi

g. Berikan ASI saja kepada bayi sampai umur enak bulan

h. Biasakan makan pagi

i. Minumlah air bersih, aman yang cukup jumlahnya

j. Lakukan kegiatan fisik dan olahraga secara teratur

k. Hindari minuman-minuman alcohol

l. Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan

m. Bacalah label pada makanan yang dikemas

Pada masa ini balita perlu memperoleh zat gizi dari makanan sehari-hari dalam

jumlah yang tepat dan kualitas yang baik. Gizi seimbang balita disusun

berdasarkan 13 pesan dasar PUGS, bertujuan sebagai pedoman petugas gizi

puskesmas dalam meningkatkan perbaikan gizi keluarga. Kebutuhan gizi pada

balita diantaranya energi, protein, lemak, vitamin dan mineral (Adriani, 2012).

21
B. Tinjauan Tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Gizi Kurang

Menurut Adriani (2006) faktor yang mempengaruhi status gizi anak balita

meliputi faktor langsung dan tidak langsung.

1. Faktor langsung

a. Konsumsi pangan

Penilaian konsumsi rumah tangga atau secara perorangan merupakan cara

pengamatan langsung yang dapat menggambarkan pola konsumsi penduduk

menurut daerah, golongan sosial ekonomi dan sosial budaya, konsumsi pangan

lebih sering digunakan sebagai salah satu teknik untuk memajukan tingkat

keadaan gizi (Moehji, 2003).

b. Infeksi

Penyakit infeksi dan keadaan gizi anak merupakan 2 hal yang saling

mempengaruhi. Dengan infeksi, nafsu makan anak mulai menurun dan

mengurangi konsumsi makannya, sehingga berakibat berkurangnya zat gizi

kedalam tubuh anak. Dampak infeksi yang lain adalah muntah dan kehilangan zat

gizi. Infeksi yang menyebabkan diare pada anak mengakibatkan cairan dan zat

gizi didalam tubuh berkurang (Moehji, 2003).

2. Faktor tidak langsung

a. Pengetahuan gizi

Pengetahuan tentang gizi adalah kepandaian memilih makanan yang merupakan

sumber zat-zat gizi dan kepandaian dalam mengolah bahan makanan. Status gizi

yang baik penting bagi kesehatan setiap orang, termasuk ibu hamil, ibu menyusui

dan anaknya. Pengetahuan gizi memegang peranan yang sangat penting dalam

penggunaan dan pemilihan bahan makanan dengan baik sehingga dapat mencapai

keadaan gizi yang seimbang (Suhardjo, 2005).

22
b. Status Ekonomi Keluarga

Kemiskinan sebagai penyebab gizi kurang menduduki posisi pertama pada kondisi

yang umum. Hal ini harus mendapat perhatian serius karena keadaan ekonomi ini

relative mudah di ukur dan berpengaruh besar pada konsumsi pangan (Suhardjo,

2002). Pendapatan keluarga dalam jumlah pendapatan tetap dan sampingan dari

kepala keluarga, ibu, dan anggota keluarga yang dinyatakan dalam rupiah per

capital per bulan (Ernawati, 2006).

Kekayaan berbeda dengan pendapatan, karena kekayaan menandakan kepemilikan

saham asset, sedangkan pendapatan merupakan aliran daya beli. Kekayaan

mewakili kapasitas yang lebih permanen dalam jangka panjang, sedangkan

pendapatan mewakili kapasitas dalam jangka pendek. Kekayaan dan pendapatan

berkolerasi positif, karena pendapatan yang disimpan atau yang di investasikan

dapat menjadi kekayaan, dan kekayaan dapat menjadi sumber penghasilan,

keluarga dengan penghasilan lebih dapat menambah kekayaan, dan keluarga

dengan kekayaan lebih dapat memperoleh tambahan pendapatan (Monnat, 2009).

3. Penilaian status gizi

Menurut (Supariasa, 2002) pada dasarnya penilaian status gizi dapat dibagi

menjadi dua yaitu secara langsung dan tidak langsung.

a. Penilaian status gizi secara langsung

Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu

antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Secara umum antropometri ukuran

tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi

berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi

tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Parameter antropometri

merupakan dasar dari penilaian status gizi (Supariasa, 2002).

23
Indeks antropometri, yaitu :

1) Berat badan menurut umur (BB/U)

Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa

tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang

mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu

makan atau menurunya jumlah makanan yang dikonsumsi. Dalam keadaan

normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi

dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti

pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan yang abnormal, terdapat 2

kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau

lebih lambat dari keadaan 24 normal (Supariasa, 2002).

Kelebihan indeks BB/U :

a) Lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum.

b) Baik untuk mengukur status gizi akut atau kronis

c) Dapat mendeteksi kegemukan (overweight)

d) Sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil

Kekurangan indeks BB/U :

a) Dapat mengakibatkan interprestasi status gizi yang keliru bila terdapat edema

maupun asites.

b) Memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk anak dibawah usia lima

tahun.

c) Seringkali terjadi kesalahan dalam pengukuran, seperti pengaruh pakaian atau

gerakan anak pada saat penimbangan (Supariasa, 2002).

24
Tabel 2.1 Status Gizi Balita dengan Indikator BB/U

Status Gizi Z-Score

Gizi Buruk <-3,0 SD

Gizi Kurang -3,0 SD s/d<-2,0 SD

Gizi Baik -2,0 SD s/d 2,0 SD

Gizi Lebih >2,0 SD

Sumber : Kemenkes 2010 tentang standar antropometri


penilaian status gizi anak

2) Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan

pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring

dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperi berat

badan, relative kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu

pendek (Supariasa, 2002).

Kelebihan indeks TB/U :

a) Baik untuk menilai status gizi masa lampau.

b) Ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah, dan mudah dibawa.

Kekurangan indeks TB/U :

a) Tinggi badan tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin turun.

b) Pengukuran relatif lebih sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak,

sehingga diperlukan dua orang untuk melakukannya (Supariasa, 2002)

25
Tabel 2.2 Status Gizi dengan Indikator TB/U

Status Gizi Z-Score

Sangat Pendek <-3,0 SD

Pendek -3,0 SD s/d <-2,0 SD

Normal ≥-2,0 SD

Sumber : Kemenkes 2010 tentang standar antropometri penilaian status


gizi anak.

3) Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)

Pengukuran antropometri yang baik adalah menggunakan indicator BB/TB,

karena ukuran ini dapat menggambarkan status gizi saat ini dengan lebih

sensitif. Artinya mereka yang BB/TB Kurang dikategoriakan sebagai “kurus”

atau “wasted”. Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi

badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan

pertumbuhan berat badan dengan kecepatan tertentu. Dengan demikian berat

badan yang normal akan proporsional dengan tinggi badannya. Oleh karena itu

indikator BB/TB merupakan indikator terhadap umur (Supariasa, 2002).

Kelebihan indeks TB/BB :

a) Tidak memerlukan data umur.

b) Dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal, dan kurus).

Kekurangan indeks TB/BB :

a) Tidak memberikan gambaran, apakah anak tersebut pendek, cukup tinggi

badan, atau kelebihan tinggi badan menurut umurnya, karena faktor umur

tidak dipertimbangkan.

b) Dalam praktek sering mengalami kesulitan dalam melakukan pengukuran

panjang/tinggi badan pada kelompok balita.

26
c) Membutuhkan dua macam alat ukur.

d) Pengukuran relatif lebih lama.

e) Membutuhkan dua orang untuk melakukannya (Supariasa, 2002).

Tabel 2.3 Status Gizi dengan Indikator BB/TB

Status Gizi Z-Score

Sangat Kurus <-3,0 SD

Kurus -3,0 SD s/d <-2,0 SD

Normal -3,0 SD s/d 2,0 SD

Gemuk >2,0 SD

Sumber : Kemenkes 2010 tentang standar antropometri penilaian


status gizi anak

4) Indeks Masa Tubuh Menurut Umur (IMT/U)

Faktor umur sangat penting dalam menentukan status gizi. Hasil pengukuran

tinggi badan dan berat badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak

disertai dengan penentuan umur yang tepat (Supariasa, 2001). Pengukuran

status gizi anak sekolah dapat dilakukan dengan indeks antropometri dan

menggunakan Indeks masa tubuh (IMT) anak sekolah. Rumus IMT adalah :

IMT = Berat Badan (kg)


Tinggi Badan (m) ᵡ Tinggi Badan (m)

b. Penilaian secara tidak langsung

1) Survey konsumsi

Penilaian konsumsi makanan dilaksanakan dengan cara wawancara mengenai

kebiasaan makanan dan penghitungan konsumsi makanan sehari-hari.

Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan

seseorang.

27
2) Statistik vital

Pemeriksaan ini dilaksanakan dengan analisis data kesehatan yang meliputi

angka kematian, orang sakit dan kematian yang disebabkan oleh hal-hal yang

berkaitan dengan gizi. Tujuannya adalah untuk menemukan indikator tidak

langsung yang berkaitan dengan status gizi masyarakat

3) Faktor ekologi

Pengukuran ini didasarkan pada ketersediaan makanan yang dipengaruhi oleh

faktor ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dan lain sebagainya. Tujuannya

adalah untuk mengetahui penyebab malnutrisi yang dialami oleh masyarakat.

4. Masalah gizi balita

Menurut Wirjatmadi (2016), terdapat beberapa masalah gizi terutama pada

anak yang dapat mengganggu perkembangan optimal fisik dan mental anak.

a. Anemia Defisiensi Besi (Anemia Gizi Besi)

Keadaan ini lebih dikenal penyakit yang kurang darah, terjadi karena terlalu

sedikit atau kekurangan kandungan zat gizi besi dalam jumlah yang tidak

mencukupi kebutuhan sehari-hari dalam makanan, terutama pada anak yang

terlalu banyak mengonsumsi susu sehingga, mengendurkan keinginan untuk

menyantap makanan lain.

b. Kekurangan Vitamin A

Kekurangan Vitamin A adalah penyebab utama kebutuhan utama kebutuan pada

anak dan merupakan gangguan pada organ manusia yang disebabkan oleh dua

faktor yaitu : Kurangnya Vitamin A ini akan menimbulkan kebutuan pada anak,

menghambat pertumbuhan, mortalitas meningkat, imunitas turun, dan akan

menyebabkan penyakit degenerasi secara dini. Disebabkan konsumsi vitamin A

28
tidak mencukupi kebutuhannya kurang vitamin A disebut pada awalnya menderita

buta senja, yaitu ketidakmampuan melihat pada cahaya remang-remang pada sore

hari. Kemudian (bila tidak diobati) pada bola matanya timbul bercak putih yang

disebut bercak bitot dan pada akhirnya menderita kebutaan (Anggraeni, 2015).

c. Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY)

GAKY disebabkan karena konsumsi yudium tidak mencukupi kebutuhan.

Kekurangan yodium dapat menyebabkan penyakit gondok dan kretin. Kekurangan

unsur yodium dalam makanan sehari-haari dapat menurunkan kecerdasan anak

(Adriani, 2016).

d. Karies Gigi

Lubang gigi sering terjadi pada anak, karena terlalu sering makan cemilan yang

lengket dan banyak mengandung gula. Karies yang terjadi pada gigi sulung

memang tidak berbahaya, namun kejadian ini biasanya berlanjut sampai anak

memasuki usia remaja, bahkan sampai dewasa (Adriani, 2016).

e. Penyakit Kronis

Penyakit yang tidak menguras cadangan energy sekalipun, jika berlangsung lama

dapat mengganggu pertumbuhan karena menghilangkan nafsu makan anak.

Disamping itu, ada pula jenis penyakit yang menguras cadangan zat gizi, misalnya

campak yang menghabiskan cadangan vitamin A (Adriani, 2016).

f. Berat Badan Lebih

Masalah ini disebabkan karena konsumsi makanan yang melebihi dari yang

dibutuhkan terutama konsumsi lemak yang tinggi dan makanan dari gula murni.

Pada umumnya masalah ini banyak terdapat didaerah perkotaan dengan dijumpai

balita yang kegemukan (Wirjadmadi, 2016).

29
g. Berat Badan Kurang

Masalah ini disebabkan karena konsumsi gizi yang tidak mencukupi kebutuhan

dalam waktu tertentu. Kekurangan berat badan yang berlangsung pada anak yang

sedang bertumbuh merupakan masalah serius. Kondisi ini mencerminkan

kebiasaan makan yang buruk. Sama seperti masalah kelebihan berat, langka

penanganan harus didasarkan penyebab serta kemungkinan pemecahannya

(Wirjatmadi, 2016).

C. Tinjauan Tentang Variabel Penelitian

1. Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Balita

Ibu merupakan orang yang berperan penting dalam penentuan konsumsi dalam

keluarga khususnya pada anak balita. Pengetahuan yang dimiliki ibu berpengaruh

terhadap pola konsumsi makanan keluarga. Kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi

berakibat pada rendahnya anggaran untuk belanja pangan atau mutu serta

keanekaragaman makanan kurang. Keluarga lebih banyak membeli barang karena

pengaruh kebiasaan, iklan, dan lingkungan. selain itu, gangguan gizi juga disebabkan

karena kurangnya kemampuan ibu menerapkan informasi tentang gizi dalam

kehidupan sehari-hari (Sri, 2010).

Pengetahuan ibu tentang gizi balita merupakan titik penting yang menentukan

pola makan balita yang nantinya akan menentukan status gizi balita. Seorang ibu yang

memiliki pengetahuan tinggi tentang gizi balita akan mampu memiliki jenis bahan

yang akan yang akan digunakan untuk memberi makan balitanya. Demikian juga

dalam memilih frekuensi serta waktu makan bagi balita, sehingga kebutuhan nutrisi

balita akan terpenuhi dengan baik. Dengan demikian, status gizi dari balita tersebut

akan semakin baik pula. Berbeda dengan seorang ibu yang pengetahuannya rendah

30
tentang gizi balita, maka dalam pemberian makanan, serta waktu maupun frekuensi

makan pun akan kurang teratur karena tidak mempunyai pedoman gizi yang baik,

sehingga status gizi balitanya pun semakin rendah (Sri, 2010).

a. Faktor Yang Mempengaruhi Kemampuan

Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan menurut Notoadmodjo

(2003) antara lain :

1) Tingkat pendidikan

Pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi

perubahan perilaku positif yang meningkat. Pendidikan digolongkan sebagai

berikut : tamat SD, tamat SLTP, tamat SLTA, tamat Perguruan Tinggi dan

seterusnya. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan semakin tinggi

tingkat pengetahuannya.

2) Informasi

Seseorang dengan sumber informasi yang lebih banyak akan mempunyai

pengetahuan yang lebih luas.

3) Budaya

Tingka laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhan

yang meliputi sikap dan kepercayaan.

4) Pengalaman

Sesuatu yang pernah dialami seseorang akan menambah pengetahuannya

tentang sesuatu yang bersifat informal.

b. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

(kuesioner) yang menanyakan tentang materi yang ingin diukur dari subjek

penelitian atau responden untuk mengetahui status pengetahuan seseorang dan

31
disajikan dalam tabel distribusi frekuensi (Arikunto, 2013). Pengetahuan

seseorang dapat diketahui dan diinterpresentasikan dengan skala yang bersifat

kualitatif, yaitu :

1. Baik : Hasil presentasi 76%-100%. Apabila subjek mampu menjawab benar

(8-10) dari 10 pertanyaan.

2. Cukup : Hasil presentasi 56%-75%. Apabila subjek mampu menjawab benar

(6-7) dari 10 pertayaan.

3. Kurang : Hasil presentasi ≤55%. Apabila subjek mampu menjawab benar

(5-0) dari 10 pertanyaan.

2. Pola Makan Anak Balita

Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai

macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh seseorang dan

merupakan ciri khas suatu kelompok masyarakat tertentu. Pemberian makanan balita

adalah segala upaya dan cara ibu untuk memberikan makanan pada anak balita

dengan tujuan supaya kebutuhan anak tercukupi, baik dalam jumlah maupun nilai

gizinya (Erni, 2008).

Pola pemberian makanan balita dapat diartikan sebagai upaya dan cara yang

biasa dipraktekan ibu untuk memberikan makanan kepada anak balita mulai dari

penyusunan menu, pengolahan, penyajian dan cara pemberiannya kepada balita

supaya kebutuhan makan anak tercukupi, baik dalam macam, jumlah maupun nilai

gizinya. Pemberian pada anak bertujuan untuk mencapai kembang anak secara

optimal. Pemberian makanan yang baik dan benar dapat menghasilkan gizi yang baik

sehingga meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan selutuh potensi genetic

yang ada secara optimal (Erni, 2008).

32
Ketidakcukupan zat gizi dalam tubuh, maka simpanan zat gizi berkurang dan

lama kelemaan simpanan menjadi habis. Apabila keadaan ini dibiarkan maka akan

terjadi perubahan faali dan metabolism. Terjadi kemerosotan jaringan yang ditandai

dengan penurunan berat badan dan akhirnya memasuki ambang klinis. Proses ini

berlanjut hingga menyebabkan orang sakit. Tingkat kesakitan dimulai dari sakit

ringan sampai sakit tingkat berat. Dari kondisi ini akhirnya ada 4 kemungkinan yaitu

kematian, sakit kronis, cacat dan sembuh apabila ditangani secara intensif (Supariasa,

2002).

Menurut Judarwanto (2004) pemberian makanan pada anak mempunyai 3

fungsi, yaitu :

a) Fungsi fisiologi yaitu memberikan nutrisi sesuai kebutuhan agar tercapai

tumbuh kembang yang optimal

b) Fungsi psikologis, penting dalam pengembangan hubungan emosional ibu

dan anak sejak awal

c) Fungsi sosial/edukasi yaitu melati anak mengenal makanan, keterampilan

makanan dan bersosialisasi dengan lingkungannya.

Pemberian makanan pada balita harus disesuaikan dengan usia dan

kebutuhannya. Pengaturan makanan dan perencanaan menu harus selalu dilakukan

dengan hati-hati sesuai dengan kebutuhan gizi, usia dan keadaan kesehatannya.

Pemberian makanan yang teratur berarti memberikan semua zat gizi yang diperlukan

baik untuk energy maupun untuk tumbuh kembang yang optimal. Jadi apapun

makanan yang diberikan, anak harus memperoleh semua zat yang sesuai dengan

kebutuhannya.

33
Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai

asupan makanan, jenis makanan, jadwal makan yang dikonsumsi setiap hari (Persagi,

2006). Penjelasan komponen pola makan tersebut dijelaskan sebagai berikut :

1) Jumlah Makanan

Asupan makanan merupakan jumlah makanan yang dikonsumsi individu

dalam sehari. Penilaian asupan makanan biasanya dilihat melalui jumlah zat-zat

gizi yang dikonsumsi. Zat-zat gizi yang masuk terdiri dari micronutrient yakni

karbohidrat, protein dan lemak serta micronutrient yang terdiri dari vitamin dan

mineral. Kita harus menyeimbangkan jumlah kalori yang masuk dengan jumlah

energy yang dikeluarkan. Makanan yang dikonsumsi harus seimbang dengan

kebutuhan yang disesuaikan dengan umur dan piramida makanan yaitu

karbohidrat 50-60%, lemak 25-30% dan protein 15-20. Apabila jumlah kalori

yang masuk lebih besar dari pada energy yang dikeluarkan maka akan mengalami

kelebihan berat badan.

2) Jenis Makanan

Dalam terdapat berbagai jenis bahan pangan baik pangan nabati maupun

pangan hewani. Diantara beragam jenis bahan pangan tersebut, ada yang kaya

akan satu jenis zat gizi dan ada yang kekurangan zat gizi tertentu. Oleh karena itu

manusia memerlukan berbagai macam bahan pangan untuk menjamin agar semua

zat gizi yang diperlukan tubuh dapat dipenuhi dalam jumlah yang cukup. Jenis

makanan yang kita konsumsi harus mengandung karbihidrat, protein, lemak dan

nutrient spesifik. Karbohidrat kompleks bias kita penuhi dari gandum, beras,

terigu, buah dan sayuran. Jenis karbohidrat yang baik dikonsumsi adalah

karbohidrat yang berserat tinggi. Karbohidrat yang berasal dari gula, sirup dan

makanan yang mais-manis sebaiknya dikurangi yakni 3-5 sendok makan perhari

34
saja. Konsumsi protein harus lengkap antara protein nabati dan protein hewani

(Persagi, 2006).

Sumber protein nabati didapat dari kedelai, temped an tahu, sedangkan

protein hewani berasal dari ikan, telur, dan daging (sapi, ayam, kambing dan

kerbau). Sumber vitamin dan mineral terdapat pada vitamin A (hati, susu, wortel

dan sayuran), vitamin D (ikan, susu, dan kuning telur), vitamin E (minyak,

kacang-kacangan, dan kedelai), vitamin K (brokoli, bayam dan wortel), vitamin B

(gandum, ikan, susu, dan telur), serta kalsium (susu, ikan dan kedelai). Makanan

terbagi atas dua jenis yaitu makanan selingan dan makanan utama. Makanan

selingan adalah makanan yang dikonsumsi disela-sela waktu makanan utama.

Makanan utama terdiri dari makanan pokok, lauk pauk hewani dan nabati, sayur,

buah dan minuman. Penjelasan lebih lanjut mengenai makanan selingan dijelaskan

dibawah ini :

a) Makanan selingan adalah makanan kecil yang dibuat sendiri maupun yang

dujual didepan rumah atau di tokoh atau di supermarket. Makanan selingan

menurut bentuknya terdiri dari :

1. Makanan selingan bentuk kering seperti kripik pisang, kripik singkong,

kacang telur, pop corn dan sebagainya

2. Makanan selingan berbentuk basah seperti lemper, semar, mendem, tahu

isi, pastel, pisang goreng, dan sebagainya.

3. Makanan selingan berbentuk kuah seperti bakso, mie ayam, empek-empek,

mie ketupak, dan sebagainya.

35
3) Frekuensi makanan

Frekuensi adalah suatu kejadian yang berkelanjutan atau kejadian yang berulang.

Menurut Okviani (2011), frekuensi makan adalah jumlah makan dalam sehari-hari

baik kualitatif maupun kuantitatif. Jadi, frekuensi makan adalah sejumlah

pengulangan yang dilakukan dalam hal mengonsumsi makanan baik kualitatif

maupun kuantitatif yang terjadi secara berkelanjutan. Frekuensi makan juga dapat

diartikan sebagai seberapa seringnya seseorang melakukan kegiatan makan dalam

sehari baik makan utama maupun makan selingan. Frekuensi makan merupakan

jumlah waktu makan dalam sehari meliputi makanan lengkap (full meat) dan

makanan selingan (snack). Makanan lengkap biasanya diberikan tiga kali sehari

(makan pagi, makan siang, makan malam), sedangkan makanan selingan biasanya

diberikan antara makan pagi dan makan siang dan antara makan siang dan makan

malam.

Frekuensi makan dapat memicu munculnya kejadian maag adalah frekuensi

makan kurang dari frekuensi dapat dianjurkan yaitu makan tiga kali sehari. Secara

alamiah makanan diolah dalam tubuh melalui alat-alat pencernaan mulai dari

mulut sampai usus halus. Lama makanan dalam lambung tergantung sifat dan

jenis makanan. Jika rata-rata umumnya lambung kosong antara 3-4 jam. Maka

jadwal makan ini pun harus menyesuai dengan kosongnya lambung. Pada

umumnya setiap orang melakukan kegiatan makan makanan utama 3 kali dalam

sehari yaitu makan pagi, makan siang, dan makan malam atau sore. Ketiga waktu

makan tersebut yang paling penting adalah makan pagi sebab dapat membekali

tubuh dengan sebagai zat makanan terutama kalori dan protein yang berguna

sebagai cadangan energy untuk melakukan aktivitas dalam sehari. Berdasarkan

penelitian Pereira University of Minnesota School of Public Health menyatakan

36
bahwa orang yang makan pagi dapat mengendalikan napsu makan mereka.

(Okviani, 2011).

Hal ini dapat mencegah mereka makan secara berlebihan saat makan siang atau

makan malam. Makan siang diperlukan setiap orang karena sejak pagi merasa

lelah akibat melakukan aktivitas. Selain makan utama yang dilakukan tiga kali,

maka selingan juga harus dilakukan yakni sekali atau dua kali diantara waktu kana

guna mengulangi rasa lapar, sebab jarak waktu makan yang lama.

3. Pendapatan keluarga

Negara Indonesia jumlah pendapatan sebagian besar adalah golongan rendah

dan menengah, ini akan berdampak pada penemuhan bahan makanan terutama

makanan bergizi. Jika keterbatasan ekonomi yang tidak mampu membeli makanan

yang baik maka pemenuhan gizi akan berkurang. Tingkat pendapatan sangat

menentukan bahan makanan yang akan dibeli. Pendapatan merupakan faktor yang

penting untuk menentukan kualitas dan kuantitas makanan, maka erat hubungannya

dengan gizi. Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang

anak, karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik yang primer

seperti makanan maupun yang sekunder. (Amini, 2015).

Pendapatan dapat didefinisikan sebagai upah, gaji, keuntungan, sewa, dan

setiap aliran pendapatan yang diterima. Namun, cara lain untuk melihat generasi

sumber penghasilan (pendapatan) adalah dalam bentuk kompensasi pekerja, jaminan

sosial, uang pension, kepentingan atau dividen, royalti, piutang atau tunjangan lain

dari pemerintah, masyarakat, atau bantuan keuangan keluarga (Ohara, 2017).

Pendapatan dapat dilihat dalam dua istilah, relative dan mutlak. Pendapatan

mutlak, sebagaimana diteorikan oleh ekonom John Maynard Keynes adalah hubungan

37
yang sering dengan kenaikan pendapatan, sehingga akan dikonsumsi, tetapi tidak pada

tingkat yang sama. Pendapatan relative menentukan seorang atau tabungan keluarga

dan konsumsi berdasarkan pendapatan keluarga dalam kaitannya dengan orang lain.

Keluarga dengan pendapatan yang lebih tinggi dan mengeluarkan uang dapat

mengumpulkan kekayaan dan focus pada pemenuhan kebutuhan mendesak, sambil

dapat mengkonsumsi dan menikmati kemewahan dan krisis cuaca (Ohara, 2017).

Berdasarkan penggolongannya, Badan Pusat Statistik (PBS, 2012)

membedakan pendapatan menjadi 3 golongan yaitu :

a) Golongan atas Rp. 2.500.000 s/d Rp. 3.500.000 per bulan

b) Golongan menengah Rp. 1.500.000 s/d Rp. 2.500.000 per bulan

c) Golongan bawah <Rp. 1.500.000 per bulan

Menurut (Sebataraja, 2019) Upah Minimal Provinsi untuk Provinsi Maluku

Rp. 2.500.000. Tingkat pendapatan yang diperoleh keluarga setiap bulan untuk

memenuhi kebutuhan setiap hari. Bahkan sangat dibutuhkan untuk setiap hari pada

bahan makanan yang akan dibeli. Pendapatan merupakan faktor yang penting untuk

menentukan kualitas dan kuantitas makanan, maka erat hubungan dengan gizi

(Suhardjo, 2005). Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan pangan dalam rumah

tangga terutama pada ibu hamil dan anak balita akan berakibat pada kekurangan gizi

yang berdampak pada lahirnya generasi muda yang tidak berkualitas. Pemenuhan

kebutuhan pangan dipengaruhi oleh jumlah pendapatan yang dihasilkan oleh keluarga.

Sehingga pendapatan keluarga mempengaruhi status gizi balita (Sukmawandari,

2015).

38
D. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi tentang hubungan atau kaitan

antara konsep-konsep atau variabel-variabel yang akan diamati atau diukur melalui

penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2012).

Pengetahuan Ibu Balita

Pendapatan Keluarga Gizi Kurang


Pada Balita

Pola Makan Balita

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan :

: Variabel Independen

: Variabel Dependen

: Hubungan

39
E. Hipotesis Penelitian

1. Ha

a. Ada hubungan antara Pengetahuan Ibu dengan Kejadian Gizi Kurang pada Balita di

Wilayah Kerja Puskesmas Benteng Ambon

b. Ada hubungan antara Pendapatan Keluarga dengan Kejadian Gizi Kurang pada

Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Benteng Ambon

c. Ada hubungan antara Pola Makan Balita dengan Kejadian Gizi Kurang pada Balita

di Wilayah Kerja Puskesmas Benteng Ambon

2. Ho

a. Tidak ada hubungan antara Pengetahuan Ibu dengan Kejadian Gizi Kurang pada

Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Benteng Ambon

b. Tidak ada hubungan antara Pendapatan Keluarga dengan Kejadian Gizi Kurang

pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Benteng Ambon

c. Tidak ada hubungan antara Pola Makan Balita dengan Kejadian Gizi Kurang pada

Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Benteng Ambon

40
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

kuantitatif dengan pendekatan potong lintang Cross Sectional, dengan menggunakan

kuesioner sebagai sarana pengumpulan data. Desain Cross Sectional merupakan desain

penelitian yang mengukur variabel penelitian pada satu waktu dan satu kali dalam

penelitian Cross Sectional peneliti mencari hubungan antara variabel dependen gizi

kurang pada balita dan variabel independen pengetahuan ibu balita, pendapatan keluarga

dan pola makan balita. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dikarenakan data

yang akan diperoleh merupakan data rasio dan yang menjadi fokus dari penelitian ini

adalah untuk mengetahui besarnya pengaruh antar variable yang akan diteliti

(Batkormbawa, 2021). Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui faktor-

faktor yang berhubungan dengan kejadian gizi kurang pada balita di Wilayah Kerja

Puskesmas Benteng Ambon.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan di Wilaya Kerja Puskesmas

Benteng Ambon.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Januari 2022.

41
C. Populasi dan sampel penelitian

1. Populasi

Populasi merupakan keseluruhan dari objek penelitian berupa manusia, hewan,

tumbuhan, udara, gejala, nilai, peristiwa sikap hidup dan sebagainya sehingga objek

dapat menjadi sumber data penelitian (Batkormbawa, 2021). Populasi dalam

penelitian ini adalah 215 gizi kurang pada baliata dengan rentang usia 1-3 tahun di

Wilayah Kerja Puskesmas Benteng Ambon.

2. Sampel

Sampel terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat digunakan sebagai

subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2017). Unit analisa dari penelitian ini

terdiri dari objek penelitian yaitu gizi kurang pada balita di Wilaya Kerja Puskesmas

Benteng Ambon yang memenuhi kriteria. Adapun kriteria inklusi dari sampel yang

diambil yaitu :

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu

populasi yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2017). Adapun kriteria

inklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Gizi Kurang Pada balita (1-3 tahun)

2) Bersedia menjadi responden

3) Dapat berkomunikasi dengan baik.

b. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang tidak

memenuhi kriteria inklusif karena berbagai alasan (Nursalam, 2017). Kriteria

eksklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Gizi Kurang Pada Balita yang tidak berada dalam gizi kurang

42
2) Tidak tersedia menjadi responden

3) Tidak dapat berkomunikasi dengan baik

Dalama penelitian ini jumlah sampel akan dihitung dengan menggunakan rumus

Slovin dimana :

N
Rumus Slovin n=
1+ N ( d )2

Keterangan :

n = Ukuran Sampel

N = Ukuran Populasi

D2 = Nilai Presisi 95% atau sing = 0,05

Berdasarkan pada rumus Slovin, maka besarnya penarikan jumlah sampel penelitian

ini adalah :

215
n=
1+215 ( 0,05 )2

215
n=
1+215 (0,0025)

215
n=
1+0,5375

215
n=
1,5735

n=139,837

n = 140

Dari hasil yang diperoleh maka populasi yang diambil sebagai sampel adalah

sebanyak 140 orang responden.

43
D. Variabel Penelitian

1. Variabel Independen/Bebas

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen pengetahuan ibu balita,

pendapatan keluarga, dan pola makan balita dengan kejadian gizi kurang pada balita

di Wilayah Kerja Puskesmas Benteng Ambon.

2. Variabel Dependen/Terikat

Dalam penelitian ini variabel dependen adalah kejadian gizi kurang pada balita di

Wilayah Kerja Puskesmas Benteng Ambon.

E. Definisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Kriteria Objektif Skala

Variabel Dependen/Terikat

1. Kejadian Suatu keadaan gizi Timbanga 1. Ya : jika Z-Score Nominal


n injak dan
Gizi balita yang ditentukan -3 SD s/d <-2 SD
dacin
Kurang berdasarkan pengukuran 2. Tidak : jika Z-
berat badan dan umur Score -2 sampai
balita dengan +2 SD
menggunakan rumus Z-
Score

Variabel Independen/Bebas

2. Pengetahuan Ibu Kemampuan yang Kuesioner 1. Baik, jika skor Nominal


dimiliki ibu untuk pengetahuan ibu
memahami status >50%
gizi kurang pada 2. Kurang, jika
balita dengan skor
melihat pada berat pengetahuan ibu

44
badan balita, status ≤50%
gizi yang
mempengaruhi
pertumbuhan balita,
dan tanda-tanda gizi
kurang pada balita.
3. Pendapatan Pendapatan Kuesioner 1. Baik : jika Ordinal
Keluarga keluarga dalam pendapatan
bentuk rupiah yang kepala keluarga
diterima setiap sama besar atau
bulan untuk lebih dari Rp
memenuhi 500.000 per
kebutuhan setiap bulan
hari 2. Kurang : Jika
pendapatan
keluarga kecil
kurang dari
500.000 per
bulan
4. Pola Makan Pola makan yang Kuesioner 1. Baik : jika Nominal
Balita diberikan kepada makan ≥ 3 kali
balita dengan sehari dan
frekuensi konsumsi jumlah ≥ 3
dan sejumlah jenis jenis, (nasi,
bahan makanan lauk, dan sayur)
yang mengandung 2. Kurang : jika
karbihidrat, protein, makan < 3x
lemak, dan vitamin sehari dan < 3
atau makanan jadi jenis
selama periode
tertentu seperti hari,
minggu dan bulan.

45
F. Instrument Penelitian

Instrumen penelitian merupakan peralatan yang digunakan dalam penelitian untuk

pengambilan data (Batkormbawa, 2021). Instrument dalam penelitian ini berupa

kuesioner, daftar pertanyaan dan lainnya yang berkaitan dengan pencari data terkait

penelitian, adapun kuesioner yang digunakan.

Pengumpulan data dalam bentuk kuesioner tertutup berupa lembar pertanyaan,

kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan angket skala likert, data

yang diperoleh berdasarkan pendapat/tanggapan seseorang. Instrument merupakan alat

yang dipakai untuk menjembatani antara subjek dan objek (secara substansial antara hal-

hal teoritis dengan empiris, antara konsep dengan data), sejauh mana data mencerminkan

konsep yang ingin diukur tergantung pada instrument (yang substansinya disusun

berdasarkan penjabaran konsep/penentuan indikator) yang dipergunakan untuk

mengumpulkan data.

Penelitian ini menggunakan 2 kuesioner dengan menggunakan kuesioner tertutup.

Kuesioner tertutup adalah daftar pertanyaan yang alternatif jawabannya telah disediakan

oleh peneliti. Cara ini seringkali dianggap efektif dengan alasannya karena responden

dapat langsung membubuhkan tanda (√ ) dalam kolom yang disediakan. Kuesioner

tertutup dalam penelitian ini sebagai berikut :

a. Kuesioner A : Pengetahuan ibu dengan alternatif jawaban Benar atau Salah

b. Kuesioner B : Pendapatan keluarga Baik atau Kurang

c. Kuesioner C : Pola makan balita Ya atau Tidak

46
G. Jenis Pengumpulan Data

1. Teknik Pengumpulan Data

a. Data Primer

Data primer adalah data yang didapat atau dikumpulkan langsung dengan cara

menggunakan kuesioner sebagai sumber utama.

b. Data Sekunder

Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain, tidak langsung

diperoleh peneliti dari subjek penelitiannya. Kuesioner yang digunakan adalah

kuesioner (kuesioner pengetahuan ibu balita, pendapatan keluarga, pola makan

balita dan gizi kurang pada balita).

2. Prosedur Pengumpulan Data

a. Tahap Persiapan

1) Peneliti membuat surat pengantar untuk penelitian

2) Peneliti mengajukan surat pengantar penelitian di Wilaya Kerja Puskesmas

Benteng Ambon.

3) Peneliti telah membuat proposal penelitian, informed consent, dan etika

penelitian

4) Peneliti memilih responden sesuai dengan sampel (total sampling)

b. Tahap Pelaksanaan Penelitian

1) Peneliti menjelaskan tujuan penelitian kepada responden

2) Peneliti menberikan informed consent

c. Tahap Analisa Data

Setelah mendapatkan hasil observasi kemudian diolah data menggunakan SPSS.

3. Pengolahan dan analisa data

47
Pengolahan data dalam statistik, informasi yang diperoleh digunakan untuk proses

pengambilan keputusan, terutama dalam pengujian hipotesis. Tahapan dalam proses

ini adalah sebagai berikut:

a) Editing

Editing adalah tahap yang dilakukan ditempat pengumpulan data dengan

cara mengecek daftar pertanyaan yang telah diserahkan atau dikumpulkan.

Data yang perluh diperiksa diantaranya kelengkapan identitas pengisi,

kelengkapan lembar kuesioner, kejelasan jawaban dan tulisan, revalensi

jawaban dengan pertanyaan kuesioner serta konsistensi jawaban. Bila

jawaban yang diberikan tidak sesuai petunjuk responden disuru untuk

mengisi kembali kuesioner yang masih kosong.

b) Coding

Coding merupakan kegiatan memberi kode numeric (angka) terhadap data

untuk mempermudah dalam pengolahan data.

c) Tabulating

Tabulating adalah membuat tabel-tabel data, sesuai dengan tujuan

penelitian.

d) Entri data (Memasukan data)

Entri data adalah kegiatan memasukan data yang telah dikumpulkan dan

diolah dalam tabel dan program computer.

e) Cleaning (Pembersihan data)

Tahap cleaning dilakukan dengan pembersihan data dengan cara melihat

variabel-variabel apakah sudah benar atau belum.

48
H. Analisa Data

Data yang sudah diolah kemudian dianalisis meliputi :

1) Analisa Univariat

Analisa Univariat digunakan untuk menjabarkan secara deskritif mengenai

distribusi frekuensi dan proporsi masing-masing variabel yang diteliti. Analisa

unuvariat dilakukan terhadap tiap variabel (variabel bebas dan variabel terikat),

yaiut pengetahuan ibu, pola makan anak, pendapatan, dan kejadian gizi kurang.

2) Analisa Bivariat

Analisa bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan

atau berkolerasi. Analisis ini diperlukan untuk menguji hubungan masing-masing

variabel bebas yaitu pengetahuan ibu balita, pendapatan keluarga, dan pola

makan. Variabel terkait yaitu kejadian gizi kurang. Dalam analisis ini uji statistik

yang digunakan adalah chi-square Syarat chi-square adalah tidak ada sel dengan

nilai observed yang nilai 0 dan sel yang mempunyai nilai expected kurang dari 5

maksimal 20% dari jimlah sel. Jika syarat uji chi-square tidak terpenuhi, maka uji

alternative untuk tabel 2x2 adalah uji fisher.

Adapun syarat-syarat uji chi square

a) Tidak boleh ada actual count atau F0 dengan nilai 0 (nol) pada cell.

b) Jika tabel kontingensi adalah 2x2, tidak boleh ditemukan frekuensi

harapan atau expected count (fh) yang kurang dari 5 pada 1 cell pun.

c) Jika bentuk tabel adalah lebih dari 2x2, baik itu 2x3 atau lebih, tidak boleh

ada cell dengan expected count (fh) kurang dari 5 lebih dari 20% maka

dipakai uji alternatifnya yaitu : uji fisher ,s.

49
I. Etika Penelitian

Menurut Dharma K. K (2017) dalam melakukan penelitian, peneliti perlu membawa

surat rekomendasi dari institusi untuk pihak lain dengan cara mengajukan permohonan

izin kepada institusi lembaga tempat penelitian yang ditujukan oleh peneliti, Setelah

mendapat persetujuan, barulah peneliti dapat melakukan penelitian dengan

mengedepankan masalah etika yang meliputi :

1) Persetujuan (Informed consent)

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan responden

penelitian dengan memberikan lembaran persetujuan Informed consent). Sebelum

melakukan penelitian, peneliti memberikan penjelasan kepada responden dan

meminta persetujuan responden terlebih dahulu.

2) Tanpa Nama (anomity)

Setiap responden akan dijaga kerahasiaannya atas informasi yang diberikan.

Peneliti tidak akan mencantumkan nama responden tetapi pada lembar tersebut

diberi kode.

3) Kerahasiaan (Confidentiality)

Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok data

tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.

4) Keadilan dan inklusivitas/keterbukaan (respect for justice and inclusiveness)

Peneliti berusaha menjaga prinsip keadilan, keterbukaan dan kejujuran

menjelaskan terlebih dahulu prosedur penelitian kepada responden. Jika masih ada

yang kurang jelas, peneliti juga mempersilahkan responden untuk bertanya. Selain

itu, peneliti juga memberikan perlakuan serta kompensasi yang sama kepada

semua subjek peneliti tanpa membedakan ras, agama, status ekonomi dan

50
sebagainya.

5) Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing harms and

benefits)

Peneliti berusaha untuk memberikan manfaat yang maksimal kepada

masyarakat umum dan subyek penelitian secara khusus. Hasil dari penelitian ini

dapat dijadikan masukan bagi para perawat maupun pendidik untuk menyusun

kurikulum pendidikan kesehatan khususnya terkait konsep diri anak usia sekolah.

51
DAFTAR PUSTAKA

Almushawwir, M. D. (2016). Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi pada

Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bontomarannu (Vol. 147) [Universitas

Islam Negeri Alauddin Makassar].

Puskesmas Baumata. 2021. Laporan Kesehatan Puskesmas Baumata Timur Tahun 2021.

Kabupaten Kupang.

Puskesmas Baumata. 2022. Data Status Gizi Balita Tahun 2022. Kabupaten Kupang. Profil

Kesehatan Kabupaten Kupang Tahun 2018.

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2020. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Permenkes RI No. 2 Tahun 2020 Tentang Standar Antropometri Anak. Indonesia.

Aswar, Saifuddin. 2016. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Achmat Djaeni Sediaoetama. (2004). Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi.Edisi Kelima.

Jakarta : Dian Rakyat. Hal. 1-244

Adriani, Merryana. (2006). Peranan Gizi dalam Siklus Kehidupan. Jakarta : peranan medika

Group

Adriani, Merryana. (2011). Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Status Gizi

Kurang Pada Balita Umur 1-5 tahun. Bhakti Wiyata. Kediri

Adriani, M., & Wirjatmadi, B. (2016). Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta : Kencana

Prenada Media Group

Asrar, M., Hadi, H., & Boediman, D. (2009). Pola Asuh, Pola Makan, Asupan Zat Gizi dan

Hubungannya Dengan Status Gizi Anak Balita Masyarakat Suku Nuaulu Di

Kecamatan Amahai Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku. Jurnal Gizi Klinik

Indonesia, 6(2),84

52
Anita, Sri. 2010. Media Pembelajaran. Surakarta : Yuma Pustaka.

Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta Anggraeni. 2012.

Asuhan Gizi Nutritional Care Process. Cetakan Pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta

Adriani Ayu. 2014. Apabila Metodologi Penelitian Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi.

Nuha Medika. Yogyakarta

Adriani Ayu 2016. Ilmu Gizi Dilengkapi Dengan Standar Penilaian Stats Gizi Dan Daftar

Komposisi Bhana Makanan, Nuha Medika. Yogyakarta

Adima. 2018. Gizi Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta : Graha Ilmu

Badan Pusat Statistik. 2012. Informasi Kependudukan Indonesia 2012 : BPS.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). 2014. Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-1019. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat,

Cetakan Pertama, 3-11, 17-19, Digjen POM, Direktorat Pengawasan Obat

Tradisional.

Departemen Kesehatan RI. Undang-Undang Repoblik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009

Tentang Kesehatan. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI : 2009.

Depkes RI. (2009). Klasifikasi Umur Menurut Kategori. Jakarta : Ditjen Yankes.

Depkes RI 2012, Stiulasi, Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : Depkes

Dainur. 2015. Materi-Materi Pokok Ilmu Kesehatan Masyarakat. Penerbit Widja Media.

Jakarta

Dahlan Sopiyudin M. 2013. Besar Aampel dan Cara Pengambilan Sampel. Jakarta : Salemba

Medika.

Ernawati, A. (2006) Hubungan Faktor Sosial Ekonomi, Higyene, Sanitasi Lingkungan,

Tingkat Konsumsi dan Infeksi Dengan Status Gizi Anak Usia 2-5 Tahun di Kabupaten

53
Semarang Tahun 2003 Tesis, Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro :

Semarang

Erni, M, Jufire Md, Riahlianto MP. Pola Makan, Asupan

Gibson, R.S. 2005. Principles of Nutrition Assesment. Oxford University Press : New York

Gupta. 2017. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC

Gunawan, Gladys. (2011). Hubungan Status Gizi dan perkembangan anak usia 1-2 tahun.

Sari Pediatri, 13(2).

Judarwanto, Widodo. (2004). Mengatasi Kesulitan Makan Pada Anak. Jakarta : Puspa Swara.

Kemenkes RI, 2011, Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Masyarakat, Jakarta :

Kemenkes

Kemenkes RI. 2015. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Jakarta

Kemenkes RI. (2015). Situasi Kesehatan Anak Balita di Indonesia. Jakarta : Pusat data dan

informasi (Infodatin).

Kemenkes RI, 2017. Profil Kesehatan Indonesia 2016. Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia. Jakarta

Kemenkes RI. (2018). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun 2017. Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia.

Kartikasari, H.Y., Nuryanto, 2014, Hubungan Kejadian Karies Gigi Dengan Konsumsi

Makanan Kariogenik dan Status Gizi pada Anak Sekolah Dasar. Journal Of Nutrition

Collage, 3(3), 414-421

Marimbi. 2010. Tumbuh Kembang, Status Gizi dan Imunisasi Dasar Pada Balita.

Yogyakarta : Nuha Medika.

Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsio-Prinsip Dasar. Jakarta : Rineka

Cipta

Notoatmodjo, S.2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta

54
Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Notoatmodjo, S. 2016. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. 2016. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta : Rineka Cipta

Okviani. (2011). Hubungan Pola Makan Dengan Gastritis Pada Mahasiswa S1 Keperawatan

Program FIKKES UPN “Veteran” Jakarta. Retrived Desember 5, 2011. From

http ://www.library.ac.id/pdf/3keperawatanpdf/207312041/abstrak.pdf.

Ohara, 2010. Defenisi Pendapatan. Surakarta : Sebelas Maret University Pres

Persagai. 2006. Kebutuhan Pangan dan Gizi. Jakarta : EGC

Proverawati, Wati. 2012. Ilmu Gizi Untuk Keperawatan & Gizi Kesehatan. Nuha Medika.

Yokyakarta

Phalevi, A. E. (2012). Determinan status gizi pada siswa sekolah dasar. KEMAS : Jurnal

Kesehatan Masyarakat, 7(2), 122-126.

Putri, R. F., Sulastri, D., & Lestari, Y. (2015). Artikel Penelitian Faktor-Faktor yang

Berhubungan dengan Status Gizi Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo

Padang. Jurnal Kesehatan Andalas, 4(1), 254-261

Raffalovich, L.E., Monnat, S.M., & Tsao, H. (2009). Family Incaome at the Bottom and at

the Top : Income Soueces and Family Characteristics.

Rahmawati, 2012. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif Pada Ibu

Menyusui Di Kelurahan Padalangan Kecamatan Banyumanik Kota Semarang. Jurnal

KesMasdaSka.

RIKESDAS. 2013. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas Tahun 2013).

Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depertemen Kesehatan RI.

Riskesdas 2018. (2018). Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar. Kementrian Kesehatan

Republik Indonesia, 1-100.

Suharjo, 2017. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

55
Supariasa. 2001. “Penilaian Status Gizi”. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Soekirman, 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Jakarta : Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi

Depertemen Pendidikan Nasional.

Suhardjo. 2002. Pemberian makanan pada bayi dan anak. Yogyakarta. Kanisius

Suhardjo. 2005. Perencanaan Pangan dan Gizi. Bumi Aksara. Jakarta

Suhardjo, Hardinsyah, Riyadi H. 2009. Survey Konsumsi Pangan. Bogor : Pusat Antar

Universitas Pangan dan Gizi, Institut pertanian Bogor.

Sukmawandari, 2015. Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi balita 1-5 tahun

didesa klipu Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang.

Sugito, M Wati. (2016). Hubungan ASI Eksklusif dengan kejadian Underweight di Jawa

Timur Tahun 2016. Jurnal Nutrition. Vol 1 No 3, 180-188.

Sholika A, Rustiana ER, Yuniastuti A. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi

Balita di Pedesaan dan perkotaan Public Health Perspective Journal. 2017;2(1):9-18.

Shiombing, E. 2017. Pola Pengasuhan dan Status Gizi Balita Ditinjau Dari Karakteristik

Ibu. Jurnal Kesehatan Masyarakat. USU. Medan.

Setyawaty, V., & Hartini, E. (2018). Buku Ajar Dasar Ilmu Gizi Kesehatan Masyarakat.

Yogyakarta : Deepublish.

Supartini, Y. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC.

TIM Riskesdas 2018. (2019). Laporan Provinsi Maluku RISKESDAS 2018.

UNICEF. (2013). Ringkasan Kajian Gizi. Jakarta : Pusat Promosi Kesehatan Kementrian

Kesehatan RI.

UNICEF. (2018). UNICEF Data : Monitoring the situation of Children and women.

Malnutrion, 1.

World Health Organisation. (2010). Interpretation Guide Nutrition Landscape Information

System (NLIS). In WHO.

56
Wibowo A. 2015. Kesehatan Masyarakat Di Indonesia. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Watloly, Aholiab. 2013. Sosio-Epistemologi : Membangun Pengetahuan Yang Berwatak

Sosial. Yogyakarta : Kanisius.

Wirjatmadi, Adriani. 2016. Peranan Gizi Dalam Siklus Kehidupan. Prenadamedia Group.

Jakarta

World Health Organization. (2018). Levels and Trends in Child Malnutririon. WHO :

WWW.Who.int.

57

Anda mungkin juga menyukai