Dokumen tersebut membahas tentang pembuatan pupuk organik padat (kompos) melalui proses pengomposan anaerobik. Proses ini melibatkan mikroorganisme untuk mengurai bahan organik tanpa kehadiran oksigen. Aktivator seperti EM-4 digunakan untuk mempercepat proses dekomposisi. Berbagai bahan organik seperti limbah pasar, eceng gondok, dan daun lamtoro dapat dimanfaatkan untuk membuat kompos karena
0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
158 tayangan15 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang pembuatan pupuk organik padat (kompos) melalui proses pengomposan anaerobik. Proses ini melibatkan mikroorganisme untuk mengurai bahan organik tanpa kehadiran oksigen. Aktivator seperti EM-4 digunakan untuk mempercepat proses dekomposisi. Berbagai bahan organik seperti limbah pasar, eceng gondok, dan daun lamtoro dapat dimanfaatkan untuk membuat kompos karena
Dokumen tersebut membahas tentang pembuatan pupuk organik padat (kompos) melalui proses pengomposan anaerobik. Proses ini melibatkan mikroorganisme untuk mengurai bahan organik tanpa kehadiran oksigen. Aktivator seperti EM-4 digunakan untuk mempercepat proses dekomposisi. Berbagai bahan organik seperti limbah pasar, eceng gondok, dan daun lamtoro dapat dimanfaatkan untuk membuat kompos karena
Dokumen tersebut membahas tentang pembuatan pupuk organik padat (kompos) melalui proses pengomposan anaerobik. Proses ini melibatkan mikroorganisme untuk mengurai bahan organik tanpa kehadiran oksigen. Aktivator seperti EM-4 digunakan untuk mempercepat proses dekomposisi. Berbagai bahan organik seperti limbah pasar, eceng gondok, dan daun lamtoro dapat dimanfaatkan untuk membuat kompos karena
Unduh sebagai PDF, TXT atau baca online dari Scribd
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 15
Laporan Praktikum
Dasar-dasar Agronomi
PEMBUATAN PUPUK ORGANIK PADAT (KOMPOS)
NAMA : ADHWA AULIA TOPHAN
NIM : G061211003 KELAS : PROTEKSI TANAMAN A KELOMPOK : 1 ASISTEN : KAHLIL ISLAMY TOAR
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2022 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pupuk kompos merupakan salah satu jenis pupuk organik yang dikenal luas di masyarakat. Kompos berasal dari hasil pelapukan dari bahan organik, baik secara sengaja maupun tidak disengaja. Bila didefinisikan secara lengkap, maka kompos adalah sisa-sisa bahan organik yang telah mengalami pelapukan, bentuknya berubah, tidak berbau, dan mengandung unsur yang dibutuhkan tanaman. Kompos juga merupakan salah satu jenis pupuk organik yang berasal dari penguraian/dekomposisi bahan organik yg dilakukan oleh mikro-organisme aktif seperi bakteri,jamur dan mikroba. Pengomposan secara anaerobik merupakan proses pengomposan yang tidak memerlukan ketersediaan oksigen, namun hanya memerlukan tambahan panas dari luar. Proses ini memerlukan mikroorganisme untuk mengurai seperti efektif mikroorganisme 4 (EM4), selain itu dapat juga digunakan produk sejenis seperti superbio, probio, dan lain-lain. Proses pengomposan dapat dipercepat dengan bantuan aktivator pengomposan. Beberapa jenis aktivator sering kali ditambahkan pada saat membuat kompos karena ada beberapa hal yang kerap menyebabkan gagalnya pengomposan. Misalnya karena tumpukan bahan organik terlalu sedikit sehingga beberapa parameter untuk terjadinya pengomposan tidak bekerja secara alamiah. Fungsi aktivator adalah membantu proses pengomposan, baik secara alamiah atau rekayasa agar dapat lebih dipercepat. Kandungan unsur hara didalam kompos cukup lengkap, meliputi unsur hara makro (N, P, K, Ca, Mg, S), dan unsur hara mikro (Fe, Cu, Mn, Mo, Zn, Cl, B) yang sangat diperlukan tanaman. Namun kandungan unsur hara tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan kandungan unsur hara tertentu yang terdapat pada pupuk kimia buatan. Oleh karena itu aplikasi kompos biasanya diperlukan dalam jumlah yang banyak. Selain kandungan unsur hara, keunggulan lain kompos adalah kandungan senyawa organik, seperti asam humat, dan asam sulfat yang bermanfaat untuk memacu pertumbuhan tanaman. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengomposan yaitu C/N bahan baku, jenis dan ukuran bahan baku, aerasi, kelembaban, suhu, mikroorganisme dan activator. Ukuran bahan baku dan kadar air merupakan salah satu faktor keberhasilan proses pengomposan. Keasaman atau pH dalam tumpukan kompos juga mempengaruhi aktivitas mikroorganisme. Kisaran pH yang baik untuk pengomposan sekitar 6,5—7,5 (netral). Kompos memberikan kesuburan bagi tanah karena menyediakan unsur- unsur hara dan mineral yang diperlukan tanaman. Pengguanaan kompos dalam bidang pertanian maupun perkebunan tentu akan menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi serta hasil tanaman yang lebih sehat. Di samping proses pembuatannya yang mudah, pupuk kompos juga alami dan ramah lingkungan. Penggunaan pupuk kompos ini tidak hanya memberikan nutrisi kepada tanaman, melainkan juga meningkatkan kesuburan tanah. Maka dari itu, penggunaan pupuk kompos masih sangat perlu di galakkan dikalangan para petani. Dengan demikian, para petani dapat meminimalisir pembiayaan untuk pemupukan, serta mendapatkan berbagai keuntungan dari perbuatan dan penggunaan kompos. Tujuan dan kegunaan Tujuan dilaksanakan praktikum ini adalah untuk melihat pengaruh berbagai aktivator terhadap proses pembuatan pupuk organik dari berbagai limbah pertanian. Kegunaan diharapkan setiap peserta praktikan dapat memahami pembuatan pupuk organik dari limbah pertanian. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kompos Kompos merupakan pupuk yang dibuat dari sampah organik yang sebagian besar berasal dari rumah tangga. Sebetulnya, kompos merupakan pupuk warisan alam yang sudah dikenal nenek moyang kita, tetapi kita lupa untuk memanfatkannya. Kompos adalah bahan organik yang bisa lapuk, seperti daun- daunan, sampah dapur, jerami, rumput dan kotoran lain, yang semua itu berguna untuk kesuburan tanah (Suryati, 2014). Kompos merupakan istilah untuk pupuk organik buatan manusia yang dibuat dari proses pembusukan sisa-sisa buangan mahluk hidup (tanaman maupun hewan). Proses pengomposan adaiah proses penguraian bahan organik oleh mikroorganisme dan satwa tanah. Kompos alami yang ada di alam adalah humus, humus adalah bahan organik yang tersimpan bertumpuk-tumpuk di permukaan tanah selama bertahun-tahun secara liar tanpa ada campur tangan manusia. Humus pada struktur tanah mempunyai ketebalan antara 20-30 m pada bagian top soil, persentase dari total seluruh tanah sangat sedikit yaitu antara 3-5%. Proses pengomposan yang terjadi untuk membentuk humus relatif tidak terkendali yang menyebabkan jangka waktu pembentukan humus relatif lama (Perwitasari, 2017). Adapun suhu pengomposan yang dapat menentukan mutu kompos yang akan dihasilkan yaitu jika pembuatan kompos tidak menimbulkan panas itu artinya menunjukkan aktifitas mikroba tidak berjalan sesuai yang diharapan. Suhu kompos mempunyai pengaturan yang baik karena memiliki kemampuan yang mampu menurunkan patogen (mikroba/gulma yang berbahaya). Jika suhu dalam proses pengomposan hanya berkisaran kurang dari 20oC maka kompos dinyatakan gagal, sehingga perlu diulang kembali (Firmansyah, 2012) 2.2 Pengomposan Anaerob Pengomposan anaerob atau anaerobik adalah proses dekomposisi sampah organik tanpa adanya oksigen. Produk yang dihasilkan dari proses ini meliputi metana (CH4), karbon dioksida (CO2), dan ammonia (NH3). Normalnya, pengomposan secara pengomposan anaerob dilakukan dalam waktu 10-80 hari bergantung pada inokulan mikroorganisme yang digunakan (Nugraha, 2017). Pada proses pengomposan aerobik, faktor-faktor yang harus diperhatikan yaitu: mikroorganisme, kadar air, bahan yang akan digunakan dalam pengomposan, ukuran bahan pengomposan, ketersediaan oksigen, kondisi asam basa (pH), temperatur, dan aktivator (Hibino, 2020). Tujuan utama dari proses pengomposan ini adalah untuk menghasilkan suatu energi. Pengomposan ini berlangsung pada kondisi suhu mesofilik atau sekitar 25- 45oC. Metode pengomposan secara aerobik yaitu menggunakan komposter drum yang tidak menimbulkan bau, pada saat waktu pengomposan akan relatif lebih cepat dan suhu proses pembuatannya tinggi sehingga dapat menghasilkan kompos yang jauh lebih higenis (Damanhuri, 2015). 2.3 Aktivator Aktivator EM-4 merupakan aktivator umum di pasaran dari hasil kultur campuran dari berbagai mikroba menguntungkan untuk mempercepat proses fermentasi pada pembuatan pupuk organik karena mengandung Lactobacillus sp., sebagian kecil bakteri fotosintetik, Streptomyces sp., dan ragi. Hasil fermentasi berupa alkohol, asam amino, asam laktat, dan material organik lainnya yang dapat langsung diserap akar untuk proses metabolisme tanaman (Afifudin, 2011). Didalam aktivator terdapat mikroorganisme (jasad renik) yang berfungsi untuk meningkatkan proses dekomposisi bahan organik yang bekerja memalui proses perubahan fisik dan kimia suatu bahan organik sehingga menjadi produk yang berbeda sifatnya. Diketahui ada dua macam aktivator yaitu aktivator organik dan anorganik, aktivator organik adalah bahan-bahan yang mengandung N tinggi dalam bentuk yang bervariasi seperti protein dan asam amino. Sedangkan pupuk anorganik atau mineral, yakni semua pupuk buatan, baik pupuk tunggal maupun majemuk. Beberapa contoh aktivator organik yaitu fungi dan tanah yang kaya akan humus sedangkan aktivator anorganik antara lain amonium sulfat, urea, amoniak, dan natrium nitrat (Farida, 2013). Untuk mengefisienkan waktu pembuatan pupuk kompos maka digunakan aktivator mikroba yang berfungsi untuk mempercepat proses pengurai bahan organik. Pengomposan alami terjadi selama tiga sampai empat bulan, sedangkan pengomposan dengan penambahan aktivator mikroba (dekomposer) dapat dipercepat menjadi dua minggu. Aktivator mikroba yang saat ini banyak dipasarkan yaitu Effective Microorganisme4 atau disebut dengan EM-4 (Isroi, 2012). 2.4 Kandungan Bahan 2.4.1 Limbah Pasar Limbah pasar atau limbah sayuran dengan kandungan organik sebesar 9,438%, N-Total sebesar 0,9825%, dan rasio C/N sebesar 9,44. Kascing dalam penelitian ini masih memiliki nilai C-organik, N-Total, dan rasio C/N yang lebih rendah dibandingkan dengan kualitas kompos lainnya (Sudarmin, 2015). 2.4.2 Eceng Gondok Eceng gondok dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik karena terdapat unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Menyatakan bahwa pupuk organik eceng gondok (E.crassipes) memiliki kandungan unsur hara N sebesar 1,86%, sebesar 1,86%, P sebesar 1,2%, K sebesar 0,7%, rasio C/N sebesar 6,18%, bahan organik sebesar 25,16% % dan Corganik 19,61%. Proses untuk mempercepat pengomposan dapat dipacu dengan pemberian mikroorganisme sebagai dekomposer. Jumlah dan jenis mikroorganisme menentukan keberhasilan proses pengomposan, seperti jamur Trichoderma harzianum. Jamur T. harzianum disebut juga sebagai aktivator biologis yang aktif dalam perombakan bahan organik menjadi senyawa anorganik (Wulandari, 2016). 2.4.3 Lamtoro Daun lamtoro ini sangat disukai ternak, teritama ternak ruminansia dan mempunyai nilai nutrisi yang tinggi sebagai pakan. Kandungan nutrisi dari lamtoro yaitu Protein Kasar (PK) ≥ 20%, Neutral Detergent Fibre (NDF) berkisar 40%, Acid Detergent Fibre (ADF) berkisar 25%, kecernaan ≥ 65% dan energi termetabolisme (ME) sebesar 11 MJ/kg (Disnaskeswan, 2022). 2.4.4 Ampas Tebu Ampas tebu merupakan limbah berserat dan berupa padatan yang volumenya bisa mencapai 30-40% dari tebu dengan metode giling. Ampas ini sebagian besar mengandung bahan-bahan lignoselulosa, yang sebagian besarnya terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin dan juga tidak dapat larut dalam air. Potensi ampas tebu dapat dimanfaatkan untuk diproses sebagai produk turunan antara lain yaitu biobriket, produk sintesis seperti furfural, partikel-board, kompos, dan pakan ternak (Badan Litbang Pertanian, 2016). 2.4.5 Ampas Tahu Kandungan utama ampas tahu yang masih basah atau segar sebagian besar adalah air 51,63%, protein 8,6%, lemak 3,79%, dan abu 21%. Komposisi zat gizi ampas tahu hasil analisis laboratorium terdiri atas bahan kering 8,69%, protein kasar 18,67%, serat kasar 24,43%, lemak kasar 9,43%, abu 3,42%, dan BETN 41,97%. Kandungan ampas tahu fermentasi tersebut dengan perlakuan pH awal 6 dan lama waktu fermentasi selama 12 jam akan dihasilkan yaitu kadar serat kasar sebesar 3,29%, kadar protein sebesar 15,35%, kadar air sebesar 10,50% dan juga rendemen sebesar 21,65% (Muhammad Anjang, 2014). 2.4.6 EM-4 EM-4 adalah jenis larutan yang mengandung bakteri antara lain decomposer, lactobacillus sp, bakteri asam laktat, bakteri fotosintetik, streptomyces, jamur pengurai selulosa, dan bakteri pelarut fosfor yang berfungsi sebagai pengurai organik secara alami (Akmal, 2004). 2.5 Faktor Keberhasilan Pembuatan Kompos Bahan organik yang dapat digunakan sebagai sumber pupuk organik dapat berasal dari limbah/hasil pertanian dan non pertanian (limbah kota dan limbah industri). Dari hasil pertanian antara lain sekam padi, jerami, kulit kacang tanah, ampas tebu, belotong, pupuk kandang (kotoran sapi, kerbau, ayam, itik, dan kuda) dan pupuk hijau. Limbah kota biasanya dikumpulkan dari pasar-pasar atau sampah rumah tangga dari daerah pemukiman serta taman-taman kota, sedangkan limbah industri yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik yaitu limbah indsutri pangan seperti sisa bahan makanan yang sudah tidak layak dikonsumsi, tidak terpakai, sisa olahan atau produk gagal pada saat proses produksi (Kurnia, 2001). Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembuatan kompos yaitu, yang pertama rasio C/N, salah satu aspek yang paling penting dari keseimbangan hara total adalah rasio organik karbon dengan nitrogen (C/N). Dalam metabolisme hidup mikroorganisme mereka memanfaatkan sekitar 30 bagian dari karbon untuk masing-masing bagian dari nitrogen. Sekitar 20 bagian karbon di oksidasi menjadi CO2 dan 10 bagian digunakan untuk mensintesis protoplasma. Yang kedua ukuran partikel, permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas perpermukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partiel bahan tersebut (Widarti, 2015). Faktor yang ketiga yaitu aerasi, aerasi ditentukan oleh posiritas dan kandungan air bahan (kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos. Dan yang terakhir yaitu porosiositas, porosiositas adalah ruang diantra partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Ronggarongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplai oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu (Widarti, 2015). 2.6 Manfaat Kompos Di Bidang Pertanian Pupuk organik atau kompos sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi pertanian baik kualitas maupun kuantitas, mengurangi pencemaran lingkungan, dan meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan. Penggunaan pupuk kompos dalam jangka panjang dapat meningkatkan produktivitas lahan dan dapat mencegah degradasi lahan. Sumber bahan untuk pupuk kompos sangat beranekaragam, dengan karakteristik fisik dan kandungan kimia yang sangat beragam sehingga pengaruh dari penggunaan pupuk kompos terhadap lahan dan tanaman dapat bervariasi. Selain itu, peranannya cukup besar terhadap perbaikan sifat fisika, kimia biologi tanah serta lingkungan. Pupuk kompos yang ditambahkan ke dalam tanah akan mengalami beberapa kali fase perombakan oleh mikroorganisme tanah untuk menjadi humus. Bahan organik juga berperan sebagai sumber energi dan makanan mikroba tanah sehingga dapat meningkatkan aktivitas mikroba tersebut dalam penyediaan hara tanaman (Bejo Munanto, 2013). Manfaat pupuk kompos dalam bidang-bidang pertanian, yaitu yang pertama sebagai kompos bagi tanah, manfaat kompos yang utama pada tanah ialah untuk memperbaiki kondisi fisik tanah dibandingkan untuk menyediakan unsur hara, walaupun dalam kompos unsur hara sudah ada tetapi jumlahnya sedikit. Pupuk kompos dapat berperan dalam menjaga fungsi tanah agar unsur hara dalam tanah mudah dimanfaatkan oleh tanaman. Yang kedua yaitu kompos bagi tanaman, Kompos sangat bermanfaat yaitu bagi proses pertumbuhan tanaman. Kompos tidak hanya mensuplai unsur hara bagi tanaman, selain itu kompos juga dapat memperbaiki struktur tanah kering dan ladang serta menjaga fungsi tanah, sehingga suatu tanaman dapat tumbuh dengan baik (Fitri, 2015). Yang ketiga yaitu meningkatkan kapasitas tukar kation, kapasitas tukar kation (KTK) ialah sifat kimia yang berkaitan erat dengan kesuburan tanah. Tanah dengan KTK tinggi jauh lebih dapat menyediakan unsur hara daripada tanah KTK rendah. Pupuk kompos mampu menyediakan KTK dalam jumlah yang lebih tinggi dibandingkan dengan pupuk organik. Yang keempat yaitu meningkatkan kekuatan tanah untuk menahan air , tanah yang bercampur dengan bahan organik seperti kompos memiliki pori- pori dengan daya rekat yang lebih baik, sehingga kompos dapat mengikat serta menahan ketersediaan air di dalam tanah. Erosi air secara langsung bisa ditahan dengan adanya kompos pada tanah. Yang terakhir yaitu menyediakan unsur mikro bagi tanaman, tidak hanya unsur makro saja yang disediakan yaitu oleh kompos untuk tanaman, tetapi juga menyediakan unsur mikro. Unsur-unsur itu antara lain ialah Zn, Mn,Cu, Fe Cu, Fe dan Mo. Walaupun mengandung unsur hara mikro dan makro yang lengkap, tetapi jumlah yang terkadung yang tidak lengkap (Fitri, 2015). BAB III METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Praktikum ini dilaksanakan di Green House Exfarm Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin. Pada hari selasa, tanggal 22 Maret 2022, pukul 16.00 WITA – Selesai. 3.2. Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu skop, ember (20 liter), pisau, gunting, dan botol kosong. Bahan yang digunakan yaitu lamtoro, limbah pasar, eceng gondok, EM-4, Sekam padi, ampas tahu, ampas tebu, dan pupuk kandang. . 3.3. Prosedur Kerja 1) Menyiapkan satu ember ( 20 liter ) 2) Memotong atau mencincang bahan organik dari limbah rumah tangga, limbah pertanian ataupun limbah pasar (semakin kecil, semakin cepat pengomposan berlangsung) . 3) Menambahkan kompos jadi tanah, pupuk kandang, serbuk gergaji sebagai Inokulan. 4) Melarutkan aktivator dengan air. Tuangkan larutan aktivator atau starter kompos (contoh : EM4) ke bahan kompos. Aduk rata. 5) Menambahkan lagi larutan aktivator bila campuran terlalu kering. Memasukkan dalam wadah pengomposan. 6) Mengaduk seminggu sekali agar aerasi (aliran udara) dalam wadah Berlangsung baik. 7) Kompos yang baik berwarna cokleat kehitaman, berbau tanah, dan berbutir ohalus. 8) Untuk aktivator EM-4 sebelum mengggunakan terlebih dahulu diperam 9) Untuk activator EM-4 tambahkan dedak dan sekam 10) Untuk limbah pertanian eceng gondok tambahkan sekam dengan perbandingan 2:1. 11) Mencampurkan bahan limbah pertanian/ limbah pasar dan aktivator dimasukkan dalam kunci . 12) Setiap 3 hari dilakukan pembalikan bahan organik agar proses fermentasi berlangsung merata. 14) Mengontrol suhu dalam karung sekitar 40-50 o C jika suhu di atas 50o C buka karung goni. 15) Setelah 7-14 hari (tergantung bahannya) bahan dibongkar dan diangin anginkan. 3.4 Parameter Pengamatan 1. Kecepatan proses perombakan limbah pertanian menjadi pupuk organik (hari) diamati setiap pembalikan bahan organik (pengadukan). 2. Tekstur 3. Warna 4. Aroma 5. Volume (menyusut/tidak). BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN DAFTAR PUSTAKA Afifudin, M. 2011. Pengaruh Berbagai Aktivator terhadap C/N Rasio Kompos Kotoran Kelinci. Bandung. A, Farida. 2013. Studi Perbandingan Pengaruh Penambahan Aktivator. Jurnal Teknik Lingkungan. Badan Litbang Pertanian. 2016. Diversifikasi Pemnafaatan Ampas Tebu. Jakarta Dinas Peternakan & Kesehatan Hewan. 2022. Pakan Lamtoro. Nusa tenggara Barat E, Pavithira. 2017. Effect of Potassium Fertilizer Split Applications together with Straw on Optimum Level in Leaf and Stem of Rice. Journal of Agricultural Sciences. Firmansyah. 2012. Teknik Pembuatan Kompos. Jurnal Teknologi Pertanian, Kalimantan Barat. Fitri. 2015. Pengelolaan Sampah Pasar DKI Jakarta. Jakarta: UI Press. Isroi. 2009. Pupuk Organik Granul, Sebuah Petunjuk Paraktis, Peneliti pada Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor. Yogjakarta : Universitas Gadjah Mada. K, Hibino. 2020. Panduan Operasional Pengomposan Sampah Organik Skala Kecil dan Menengah dengan Metode Takakura. Bandung: Institute for Global Environmental Strategies. Kurnia. 2001. Perkembangan dan Penggunaan Pupuk Organik di Indonesia. Jakarta. Munanto Bejo. 2013. Manfaat Penggunaan Pupuk Organik. Kulon progo Nawasis. 2022. Kompos dengan cara aerob maupun anaerob. Jakarta. N, Nugraha. 2017. Rancang Bangun Komposter Rumah Tangga Komunal Sebagai Solusi Pengolahan Sampah mandiri Kelurahan Pasirjati Bandung. CR Journal. Vol.03. No.02. Perwitasari. 2017. Teknik Kompos. Jurnal Pendirian Kebun Bibit Sumber, Demplot dan Feasibility Study untuk Perkebunan Jarak Pagar S, Akmal. 2004. Fermentasi Jerami padi dengan Probiotik Sebagai Pakan Ternak Ruminansia. Jurnal Agrista Setyorini. 2019. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Litbang Pertanian.go.id.. Soedarmanto Edy. 2019. Kandungan unsur hara didalam kompos. Pertanian.go.id Sudarmin. 2015. Mengolah Sampah. Jakarta: Penebar Swadaya. Suryati. 2014. Bebas Sampah dari Rumah. Penerbit PT Agromedia Pustaka. T, Padmi. 2015. Pengelolaan Sampah Terpadu. Bandung: ITB Press. Tifani Anjang Muhammad. 2014. Ampas Tahu Kandungan dan Manfaat. Elinotes Review. T.S Cahaya.2008. Pembuatan Kompos dengan Mengunakan Limbah Padat Organik. Semarang. Universitas Diponegoro. Widarti. 2015. Pengaruh Rasio C/N Bahan Baku Pada Pembuatan Kompos Dari Kubis dan Kulit Pisang. Jurnal Integrasi Proses. Wulandari. 2016. Kualitas Kompos Dari Kombinasi Eceng Gondok dan Pupuk Kandang Sapi dengan Inokulan Trichoderma Harzianum L. Jurnal Protobion.