Makalah Kel.8

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH AKIDAH AKHLAK

ORIENTASI TENTANG AKHLAK

Oleh:

REZHA ALAMSYAH KHADAFI (12060112690)

BAGUS RICO PRATAMA ( 12060110585)

Dosen Pengampu:

BAMBANG SUPRADI, M.Pd. I.

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

PEKANBARU

2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Akidah
Akhlak ini. Berkat rahmat dan karunianya, serta di dorong kemauan yang keras disertai
kemampuan yang ada, akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang membahas tentang
”ORIENTASI TENTANG AKHLAK” dalam mata kuliah Akidah Akhlak.
Makalah ini berisi tentang “ORIENTASI TENTANG AKHLAK”. Manusia yang hidup
dalam bimbingan akhlak akan melahirkan suatu kesadaran untuk berprilaku yang sesuai dengan
tuntutan Allah dan Rasul-Nya. serta akan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Karena keterbatasan ilmu dan
pengetahuan yang kami dapatkan, maka kritik dan saran yang membangun, sangat kami
harapkan demi kebaikan dimasa mendatang dan semoga bermanfaat bagi para pembacanya.

Pekanbaru, Desember 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

      

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………… i

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………..
ii

BAB 1 PENDAHULUAN

            A. Latar Belakang…………………………………………………………………………


1

            B. Rumusan Masalah……………………………………………………………………...


1

            C. Tujuan Masalah………………………………………………………………………...


1

BAB ll PEMBAHASAN

            A. Pengertian akhlak ……………………………………………………………………...


3
            B. Pengertian ilmu akhlak…………………………………………………………………
7

            C. Pengertian etika……………………………………………………………………..….


8

            D. Pengertian moral………………………………..…………………………………….


11

E. Dasar-dasar akhlak……………………………………………………………………
12

F. Tujuan akhlak…………………………………………………………………………
12

G.Hikmah mempelajari ilmu akhlak……………………………………………………..


13

H. Proses pembentukan akhlak…………………………………………………………..


13

ii
BAB lll PENUTUP

            A.Kesimpulan……………………………………………………………………………
15

            B.Saran…………………………………………………………………………..……… 15

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari tentu kita sebagai makhluk sosial tidak terlepas dengan yang
namanya berinteraksi. Dalam berinteraksi kita juga memerlukan aturan-aturan atau norma
yang berlaku pada lingkungan sosial. Perlu kita ketahui dalam berinteraksi individu satu
dengan individu lain harus memperhatikan sikap-sikap yang harus kita jaga, misalkan tutur
kata kita sesama manusia maupun tingkah laku kita terhadap manusia yang lain. Hal ini perlu
kita orientasikan untuk kenyamanan dan kebahagian bersama.

Akhlak merupakan tingkah laku seseorang yang didorong oleh sesuatu keinginan secara
mendasar untuk melakukan suatu perbuatan, akhlak itu sendiri merupakan cerminan dari hati
seseorang. Maka sebagai makhluk sosial kita penting melakukan perbendaharaan terhadap
tingkah laku yang selalu kita tunjukkan. Agar nantinya kita dan individu yang lain merasakan
ketenangan dan kenyamanan bersama.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari akhlak?

2. Apa pengertian dari ilmu akhlak?

3. Apa pengertian dari etika?

4. Apa pengertian dari moral?

5. Apa sajakah dasar-dasar dari akhlak?

6. Apakah tujuan dari akhlak?

7. Apa hikmah dari mempelajari ilmu akhlak?

8. Bagaimanakah proses pembentukan akhlak?

C. Tujuan Masalah

1. Mengetahui pengertian dari akhlak.

1
2. Mengetahui pengertian dari ilmu akhlak.

3. Mengetahui pengertian dari etika.

4. Mengetahui pengertian dari moral.

5. Mengetahui dasar-dasar dari akhlak.

6. Mengetahui tujuan dari akhlak.

7. Mengetahui hikmah dari mempelajari ilmu akhlak.

8. Mengetahui proses pembentukan akhlak.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN AKHLAK
a. Pengertian Akhlak secara Etimologi

Secara etimologi, kata akhlaq berasal dari bahasa Arab yang merupakan jamak dari kata
khuluq, yang berarti adat kebiasaan, perangai, tabiat, dan muru’ah. Dengan demikian,
secara etimologi, akhlak dapat diartikan sebagai budi pekerti, watak, tabiat. Dalam
bahasa Inggris, istilah ini sering diterjemahkan sebagai character.

Dalam bahasa sehari-hari, ditemukan pula istilah etika atau moral, yang artinya sama
dengan akhlak. Walaupun sebenarnya, kesamaan antara istilah-istilah tersebut terletak
pada pembahasannya, yaitu persoalan mengenai baik dan buruk.

Menurut Ibnu Al-Jauzi (w. 597 H), al-khuluq adalah etika yang dipilih seseorang.
Disebut khuluq, karena etika bagaikan khalqah, atau biasa dikenal dengan istilah karakter
pada diri. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa khuluq, adalah etika yang menjadi
pilihan dan diusahakan oleh seseorang. Adapun etika yang sudah menjadi tabiat bawaan,
disebut al-khaym.

Meskipun seringkali akhlak dengan etika atau moral dianggap sama, sesungguhnya
kata akhlak lebih luas cakupannya dibanding etika atau moral, yang sering digunakan
dalam dalam bahasa Indonesia. Akhlak meliputi segi-segi kejiwaan dari tingkah laku
seseorang, secara lahiriah dan batiniah.

Perumusan pengertian akhlaq menjadi media yang memungkinkan adanya hubungan


baik antara Khaliq dengan makhluq, dan antara makhluq dengan makhluq.

b. Pengertian Akhlak secara Terminologis

Adapun pengertian akhlak secara terminologi, menurut para ulama sebagai berikut.

1. Imam Al-Ghazali (1055-1111 M)

“ Akhlak adalah hay’at atau sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya lahir
perbuatan-perbuatan yang spontan tanpa memerlukan pertimbangan dan pemikiran. Maka

3
jika sifat tersebut melahirkan suatu tindakan yang terpuji menurut ketentuan akal dan
norma agama, ia dinamakan akhlak yang baik, tetapi jika ia menimbulkan tindakan yang
jahat, maka ia dinamakan akhlak yang buruk.”

2. Ibnu Maskawaih (941-1030 M)

“Keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan


tanpa melalui pertimbangan pikiran terlebih dahulu. Keadaan ini terbagi dua, ada yang
berasal dari tabiat aslinya ... ada pula yang diperoleh dari kebiasaan yang berulang-ulang.
Boleh jadi, pada mulanya tindakan itu melalui pikiran dan pertimbangan, kemudian
dilakukan terus-menerus, maka jadilah suatu bakat dan akhlak.”

3. Muhyiddin Ibnu Arabi (1165-1240 M)

“Keadaan jiwa seseorang yang mendorong manusia untuk berbuat tanpa melalui
pertimbangan dan pilihan terlebih dahulu. Keadaan tersebut pada seseorang boleh jadi
merupakan tabiat atau bawaan, dan boleh jadi juga merupakan kebiasaan melalui latihan
dan perjuangan.”

4. Syekh Makarim Asy-Syirazi

“Akhlak adalah sekumpulan keutamaan maknawi dan tabiat batin manusia.”

5. Al-Faidh Al-Kasyani (w. 1091 H)

“Akhlak adalah tangkapan untuk menunjukkan kondisi yang mandiri dalam jiwa,
darinya muncul perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa didahului perenungan dan
pemikiran.”

6. Dr. Ahmad Muhammad Al-Hufi

Akhlak adalah adat yang dengan sengaja dikehendaki keberadaannya. Dengan kata
lain, akhlak adalah azimah (kemauan yang kuat) tentang sesuatu yang dilakukan
berulang-ulang, sehingga menjadi adat (kebiasaan) yang mengarah kepada kebaikan atau
keburukan.

7. Dr. Ahmad Amin

4
Akhlak adalah kebiasaan kehendak. Artinya, apabila kehendak itu membiasakan
sesuatu, kebiasaannya itu disebut sebagai akhlak.

8. Al-Qurthubi

“Suatu perbuatan manusia yang bersumber dari adab kesopanannya disebut akhlak,
karena perbuatan itu termasuk bagian dari kejadiannya.”

9. Abu Bakar Jabir Al-Jazairi

“Akhlak adalah bentuk kejiwaan yang tertanam dalam diri manusia, yang
menimbulkan perbuatan baik dan buruk, terpuji dan tercela dengan cara yang disengaja.”

Adapun definisi akhlak dalam pandangan penulis, adalah suatu keadaan yang melekat
pada jiwa seseorang, yang darinya akan lahir perbuatan-perbuatan secara spontan; tanpa
melalui proses pemikiran, pertimbangan, atau penelitian.

Istilah akhlak sebenarnya merupakan istilah yang netral, yaitu mencakup pengertian
perilaku baik dan buruk seseorang. Jika perbuatan yang dilakukan seseorang itu baik,
disebut dengan istilah al-akhlaq al-karimah (akhlak yang mulia). Namun jika perbuatan
yang muncul dari seseorang itu buruk, disebut dengan al-akhlaq al-madzmumah (akhlak
tercela).

Dalam percakapan sehari-hari, kata akhlak kerap dianggap mewakili segala perangai
baik (positif). Misalnya, “Si Aisyah itu orangnya berakhlak.” Dalam hal ini, Aisyah
berarti memiliki akhlak yang baik.

Ketika akhlak dipahami sebagai suatu keadaan yang melekat pada diri seseorang,
maka suatu perbuatan baru bisa disebut akhlak jika memenuhi beberapa syarat berikut.
Pertama, perbuatan tersebut dilakukan secara berulang-ulang. Artinya, jika suatu
perbuatan hanya dilakukan sesekali, tidak dapat disebut akhlak. Kedua, perbuatan
tersebut muncul dengan mudah, tanpa dipikirkan terlebih dahulu, sehingga ia benar-benar
merupakan suatu kebiasaan. Artinya, jika perbuatan tersebut timbul karena terpaksa,
sebab beberapa pertimbangan atau berbagai motif yang lain, tidak bisa dikatakan akhlak.

5
Dorongan jiwa yang melahirkan suatu perbuatan, pada dasarnya bersumber dari
kekuatan batin yang dimiliki oleh setiap manusia. Diantara kekuatan batin tersebut
sebagai berikut.

1. Tabiat (pembawaan), yaitu dorongan jiwa yang tidak dipengaruhi oleh lingkungan
manusia, tetapi disebabkan oleh naluri (gharizah) dan faktor warisan sifat-sifat dari orang
tua atau nenek moyangnya. Dorongan itu disebut al-khuluq al-fithriyah.

2. Akal pikiran, yaitu dorongan jiwa yang dipengaruhi oleh lingkungan manusia.
Misalnya, setelah melihat, mendengar, atau merasakan sesuatu. Faktor kejiwaan ini hanya
dapat menilai sesuatu yang lahir atau tampak, dan biasa disebut al-aqlu.

3. Hati nurani, yaitu dorongan jiwa yang hanya dipengaruhi oleh faktor intuitif (wijdan).
Oleh karena itu, ia hanya dapat menilai hal-hal yang sifatnya abstrak (batin). Dorongan
yang mendapatkan keterangan atau ilham dari Allah SWT ini, disebut juga bashirah.

Ketiga kekuatan kejiwaan dalam diri manusia inilah, yang menggambarkan hakikat
manusia itu sendiri. Oleh karena itu, konsepsi pendidikan dalam Islam selalu
memperhatikan ketiga kekuatan tersebut. Hal ini dilakukan agar potensi tersebut dapat
berkembang dengan baik dan seimbang, sehingga terwujud manusia yang ideal (insan
kamil) menurut konsepsi Islam.

Imam Al-Ghazali dalam kitabnya, Ihya’ ‘Ulumuddin menyebutkan bahwa induk dari
akhlak adalah empat hal berikut.

1. Al-Hikmah (Kebijaksanaan)

Hikmah adalah keadaan atau tingkah laku jiwa yang dapat menentukan sesuatu yang
benar, dengan cara menyisihkan hal-hal yang salah dalam segala perbuatan, yang
dilakukan secara ikhtiariah (tanpa paksaan).

2. Asy-Syaja’ah (Keberanian)

Syaja’ah adalah keadaan jiwa yang menunjukkan sifat kemarahan, namun dituntun
oleh akal pikiran untuk terus maju dan mengekangnya.

3. Al-‘Iffah (Pengekangan Hawa Nafsu)

6
‘Iffah adalah mendidik kekuatan syahwat atau kemauan, dengan berdasarkan akal
pikiran dan syariat agama.

4. Al-‘Adl (Keadilan)

Al-‘Adl adalah suatu keadaan jiwa yang dapat membimbing kemarahan dan syahwat,
serta membawanya kearah yang sesuai dengan hikmah dan kebijaksanaan.

B. PENGERTIAN ILMU AKHLAK

Berikut ini akan dipaparkan pengertian ilmu akhlak menurut pendapat beberapa tokoh.

1. Syekh Hafizh Al-Mas’udi

“Yaitu ilmu yang menerangkan tentang kebaikan hati dan segenap pancaindera.”

2. Ahmad Amin

Ilmu akhlak adalah ilmu yang menerangkan arti baik dan buruk, menjelaskan apa yang
seharusnya dilakukan oleh sebagian manusia kepada yang lainnya, menyatakan tujuan
yang harus ditempuh oleh manusia dalam perbuatan mereka, dan menunjukkan jalan
untuk melakukan apa yang harus diperbuat.

3. Barnawie Umarie

Ilmu akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, terpuji dan
tercela, serta tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir batin.”

4. Hamzah Ya’qub

Ilmu akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara yang baik dan buruk, antara
yang terpuji dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia secara lahir dan batin.

Dari beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengertian ilmu akhlak
mencakup empat hal, yaitu 1) menjelaskan arti baik dan buruk; 2) menerangkan apa yang
seharusnya dilakukan; 3) menunjukkan jalan untuk melakukan perbuatan; dan 4)
menyatakan tujuan di dalam perbuatan.”

Sebagaimana telah disebutkan diatas, bahwa ilmu akhlak bersifat teoritis. Oleh karena
itu, seseorang yang mempelajari ilmu akhlak tidak secara otomatis perbuatannya menjadi

7
baik. Perlu adanya kesadaran untuk menerapkan ilmu akhlak tersebut, yaitu dengan cara
mendidik dan melatih secara terus-menerus, Agar sifat-sifat baik akhirnya dapat benar-
benar meresap dalam jiwa, untuk kemudian diaplikasikan dalam hidup.

Menurut Aristoteles, sesuatu yang berhubungan dengan keutamaan tidak cukup hanya
dengan diketahui, apakah keutamaan itu? Bahkan harus ditempuh dengan melaksanakan
dan melatihnya, atau mencari cara lain untuk menjadikan kita orang-orang yang utama
dan baik.

Manfaat dan tujuan mempelajari ilmu akhlak, tidak sekedar untuk mengetahui
pandangan atau teori. Bahkan setengah dari tujuan-tujuannya, ialah untuk mempengaruhi
dan mendorong kehendak manusia, supaya membentuk hidup yang suci, serta
menghasilkan kebaikan dan kesempurnaan. Dengan kata lain, disamping menjelaskan
ihwal baik dan buruk, ilmu akhlak juga mendorong kehendak manusia untuk berbuat
baik. Karena ilmu akhlak juga memuat penjelasan mengenai apa yang seharusnya
dilakukan.

C. PENGERTIAN ETIKA

Sebagian orang memang menyamakan antara akhlak dengan etika. Padahal secara
filosofis, kedua istilah tersebut berbeda. Akhlak merupakan konsep moral dalam Islam,
yang berisi ajaran-ajaran tentang bagaimana seseorang harus bertindak dalam kehidupan
ini, agar menjadi orang yang baik.

Adapun etika adalah sebuah ilmu, bukan sebuah pengajaran. Etika berbicara tentang
mengapa kita harus mengikuti ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita dapat
mengambil sikap yang bertanggung jawab terhadap berbagai ajaran moral atau akhlak.
Kedua istilah tersebut memang dapat dibedakan, tetapi secara fungsional tidak dapat
dipisahkan. Sebab ketika kita berperilaku baik dengan mengetahui alasannya, hal itu akan
menjadikan kita lebih mantap dalam bertindak. Demikian juga ketika kita meninggalkan
perbuatan buruk.

Etika sebagai cabang ilmu pengetahuan tidak berdiri sendiri. Sebagai ilmu yang
membahas manusia, ia berhubungan dengan seluruh ilmu tentang manusia, seperti

8
antropologi, psikologi, sosiologi, ekonomi, hukum, dan berbagai ilmu pengetahuan
lainnya.

Dalam hal ini, para ahli memberikan pengertian berbeda-beda terhadap kata etika
sebagai berikut.

1. Ahmad Amin

Etika adalah ilmu pengetahuan yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan
apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dicapai oleh
manusia dalam perbuatan mereka, dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang
seharusnya diperbuat oleh manusia.

2. Abd. Haris

Etika pada umumnya hanya dilihat dari sisi nilai baik-buruk. Nilai baik dianggap pasti
benar, dan nilai buruk dianggap pasti salah. Ihwal ini semakin jelas ketika dikaitkan
dengan etika religius, bahwa semua yang diperintahkan oleh Tuhan dianggap benar dan
baik. Adapun yang dilarang Tuhan dianggap buruk dan salah.

3. Soegarda Poerbakawatja

Etika adalah filsafat nilai, yaitu pengetahuan tentang nilai-nilai. Etika merupakan ilmu
yang mempelajari kebaikan dan keburukan dalam hidup manusia. Terutama mengenai
gerak pikiran dan perasaan yang menjadi pertimbangan, hingga sampai pada perbuatan
yang dituju.

4. Mudlor Achmad

Etika merupakan ilmu pengetahuan rohaniah normatif; bersifat teologis. Dengan


demikian, ia bukan lagi ilmu pengetahuan yang dapat diukur secara matematis. Oleh
karena itu, etika tidak dapat diramalkan dengan pasti. Etika lebih merupakan ilmu
pengetahuan tentang kepandaian, atau seni hidup secara baik (the art of good living).

9
Bertolak dari uraian diatas, pengertian etika menurut filsafat, adalah ilmu yang
menyelidiki perbuatan baik dan perbuatan buruk, dengan memerhatikan amal perbuatan
manusia sejauh yang dapat dipahami oleh akal pikiran. Etika terbagi menjadi tiga macam,
yaitu etika deskriptif, etika normatif, dan metaetika.

1. Etika Deskriptif

Etika ini menjelaskan kesadaran dan pengalaman moral secara deskriptif. Dalam etika
jenis ini, semua bertolak dari kenyataan bahwa ada berbagai fenomena moral, yang dapat
dilakukan terhadap fenomena spritual lainnya, misalnya religi dan seni. Oleh karena itu,
etika deskriptif merupakan bidang ilmu pengetahuan empiris yang berhubungan erat
dengan kajian sosiologi. Disebut demikian, karena ia berusaha menemukan dan
menjelaskan kesadaran, keyakinan, dan pengalaman moral dalam suatu kultur tertentu.

2. Etika Normatif

Etika normatif sering disebut juga sebagai filsafat moral (moral philosophy), atau etika
filsafat (philosophical ethics). Etika normatif dapat dibagi menjadi dua bagian. Pertama,
etika normatif yang berkaitan dengan teori-teori nilai (theories of value). Dalam hal ini, ia
mempersoalkan sifat kebaikan. Kedua, etika normatif yang berkenaan dengan teori-teori
keharusan (theories of obligation). Etika normatif jenis ini mengulas masalah tingkah
laku.

3. Metaetika

Metaetika adalah sebuah cabang dari etika yang secara khusus membahas makna
istilah-istilah normatif. Istilah yang diungkapkan dalam metaetika, merupakan istilah yang
seringkali digunakan untuk membenarkan atau menyalahkan suatu tindakan. Diantara
istilah-istilah normatif yang sering mendapat perhatian khusus, antara lain keharusan,
baik, buruk, benar, salah, terpuji, tidak terpuji, adil, dan tidak adil.

Dengan demikian, antara etika dan akhlak mempunyai persamaan dan perbedaan.
Keduanya etika dan akhlak sama-sama membahas masalah baik dan buruknya tingkah
laku manusia. Bertolak dari persamaan ini, akhlak seringkali disebut sebagai etika Islam.

10
Adapun perbedaaannya adalah etika bersumber dari akal pikiran, bukan dari agama.
Sementara akhlak (etika Islam), berdasarkan ajaran Allah SWT dan Rasul-Nya.

Antara etika Islam dengan etika filsafat memiliki beberapa perbedaan. Diantara
perbedaan-perbedaan tersebut sebagai berikut.

1. Etika Islam mengajarkan manusia untuk bertingkah laku baik dan menjauhkan diri
dari tingkah laku yang buruk.
2. Etika Islam menetapkan bahwa sumber moral, yang sekaligus menjadi ukuran baik
buruknya perbuatan didasarkan pada ajaran Allah SWT (Al-Qur’an) dan ajaran
Rasul-Nya (sunnah).
3. Etika Islam bersifat universal dan komprehensif, sehingga dapat diterima oleh
seluruh umat manusia dalam segala waktu dan tempat.
4. Etika Islam dapat dijadikan pedoman oleh seluruh manusia. Sebab ia disusun
dengan rumus yang praktis dan tepat, sesuai dengan fitrah (naluri) dan akal pikiran
manusia.
5. Etika Islam mengatur dan mengarahkan fitrah manusia pada akhlak yang luhur. Ia
meluruskan perbuatan manusia berdasarkan petunjuk Allah SWT menuju
keridhaan-Nya, agar manusia selamat dari pikiran dan perbuatan yang keliru dan
menyesatkan.
D. PENGERTIAN MORAL

Selain dikenal dengan istilah etika, kajian mengenai akhlak juga dikenal dengan istilah
moral. Secara etimologi, istilah moral berasal dari bahasa Latin mores, yang merupakan
bentuk jamak dari mos yang berarti adat kebiasaan.

Dalam bahasa Indonesia, moral diterjemahkan sebagai susila. Moral dipahami sebagai
sesuatu yang diterima oleh keumuman massa. Dalam hal ini, mengarah pada tindakan
manusia yang baik dan wajar, sesuai dengan ukuran tindakan yang diterima oleh umum,
dalam lingkungan sosial tertentu.

Moralitas dapat bersifat objektif atau subjektif. Moralitas objektif melihat suatu
perbuatan sebagai perbuatan itu sendiri, terlepas dari kehendak pelakunya. Adapun
moralitas subjektif, adalah moralitas yang memandang suatu perbuatan berdasarkan

11
kondisi pengetahuan dan pusat perhatian pelakunya, latar belakangnya, training, stabilitas
emosional, serta perilaku personal lainnya.

Etika dan moral memiliki beberapa persamaan. Secara etimologis, kata etika dan moral
mempunyai mempunyai arti yang sama, yaitu kebiasaan, adat. Dengan kata lain, etika
dengan rumusan yang sama dengan moral, adalah nilai-nilai dan norma yang menjadi
pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok, dalam mengatur tingkah lakunya.

Adapun perbedaan dari keduanya, etika lebih banyak bersifat teori, sedangkan moral
bersifat praktis. Menurut pandangan para filsuf, etika membahas tingkah laku perbuatan
manusia secara universal (umum), sedangkan moral memandangnya secara spesifik.
Moral menyatakan ukuran, sedangkan etika menjelaskan ukuran tersebut. Dengan
demikian, antara moral dan etika memiliki persamaan pembahasan, terlebih dalam
kaitannya dengan masalah akhlak.

E. DASAR- DASAR AKHLAK


 Al Qur’an.

Dan sesungguhnya engkau benar benar berbudi pekerti yang luhur Q.s Al Qalam(68) : 4

Sungguh , telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, (yaitu)
bagi orang yang mengharap (Rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang
banyak mengingat Allah Q.s Al Ahzab(33) : 21

(Agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan, orang orang terdahulu Q.s ASY
Syu'ara'(26) : 137

 Hadist

Sungguh, aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia (H.R Al Bukhori, Abu
Dawud dan Hakim)

Mukmin yang paling sempurna imannya, adalah orang yang paling bagus akhlaknya
(H.R At Tirmidzi)

Setiap agama memiliki akhlak dan akhlak agama Islam adalah rasa malu (H.R Imam
Malik)

12
F. TUJUAN AKHLAK

Secara umum, tujuan yang akan dicapai manusia dengan perilakunya adalah untuk
mencapai kebahagiaan. Hakikat kebahagiaan tujuan Akhlak memicu berbagai pendapat
menurut para ahli. Ada sebagian ahli ilmu akhlak meletakkan kebahagiaan pada pemuasan
nafsu. Selain it, ada pula yang meletakkan kebahagiaan pada kedudukan atau derajat, dan
ada juga yang meletakkannya pada pencapaian kebijakan.

Adapun akhlak Islam, mendasarkan tujuan kebahagiaan yang akan dicapai adalah
kebahagiaan yang dapat melindungi perorangan dan umat. Inilah kebahagiaan sejati yang
bukan khayalan yang hanya ada pada kehidupan dunia fana semata melainkan lebih dari
itu, yaitu alam akhirat.

Imam Al Ghazali menyebutkan bahwa tujuan Akhlak adalah Sa'adah Ukhrawiyah


(kebahagiaan akhir). Lebih lanjut, Imam Ghazali juga mengatakan bahwa kebahagiaan
yang hakiki adalah kebahagiaan akhirat yang kuncinya adalah ridho Allah.

G. HIKMAH MEMPELAJARI ILMU AKHLAK

Hikmah ilmu akhlak adalah meningkatkan kehidupan ke taraf yang lebih baik.
Diantara manfaat terbesar mempelajari ilmu akhlak adalah sebagai berikut :

 Peningkatan amal ibadah yang lebih baik, lebih khusyuk dan lebih ikhlas.
 Peningkatan ilmu pengetahuan untuk meluruskan perilaku dalam kehidupan.
 Peningkatan kemampuan mengembangkan sumber daya diri, agar lebih mandiri
dan berprestasi.
 Peningkatan kemampuan bersosialisasi, melakukan silaturahmi dan membangun
ukhuwah.
 Peningkatan penghambaan jiwa kepada Allah.
 Peningkatan kemampuan bersyukur.
 Peningkatan Strategi beramal shaleh.

H. PROSES PEMBENTUKAN AKHLAK

Qudwah atau Uswah (keteladanan)

13
Orang tua dan guru yang biasa memberikan teladan perilaku baik, biasanya akan ditiru
oleh anak anak atau muridnya. Hal ini berperan besar pada perkembangan perilaku anak.

Ta'lim (pengajaran).

Dengan mengajarkan perilaku keteladanan, akan terbentuk pribadi yang baik.

Ta'wid (pembiasaan).

Pembiasaan perlu ditanamkan untuk membentuk kepribadian yang berakhlak.

Targhib/Reward (pemberian hadiah).

Memberikan motivasi, baik berupa pujian atau hadiah tertentu, akan menjadi salah satu
latihan positif dalam proses pembentukan akhlak.

Targhib/Punishment (pemberian ancaman/hukuman).

Dalam proses pembentukan akhlak, terkadang diperlukan ancaman agar anak tidak
bertindak sembrono.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Akhlak merupakan sifat-sifat yang mencerminkan diri manusia. Akhlak dibagi menjadi 2,
yaitu akhlak yang terpuji atau akhlak baik dan akhlak tercela atau bisa disebut akhlak yang tidak
baik. Manusia didunia ini adakalanya manusia tersebut perbuatannya baik, berarti ia mempunyai
akhlak yang baik, namun sebaliknya, jika perbuatannya itu jelek maka ia mempunyai akhlak
yang tidak baik atau akhlak tercela.

B. Saran

Sebaiknya sebagai seorang muslim yang baik kita harus mempunyai akhlak yang terpuji agar
orang-orang lain dapat menghormati dan menghargai kita, dan juga derajat dari orang tersebut
akan diangkat oleh Allah SWT.

15
16
DAFTAR PUSTAKA

Samsul Munir Amin

Anda mungkin juga menyukai