Universitas Sumatera Utara

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 113

ANALISIS MUSIKAL DAN TEKSTUAL TERHADAP PERKULCAPI

DALAM TURI-TURIN PERKABANG NGGURISA PADA MASYARAKAT

KARO

PROPOSAL SKRIPSI

DIKERJAKAN

ARDI BRENA GURUSINGA

NIM: 120707013

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI

MEDAN

2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ANALISIS MUSIKAL DAN TEKSTUAL TERHADAP PERKULCAPI

DALAM TURI-TURIN PERKABANG NGGURISA PADA MASYARAKAT

KARO

PROPOSAL SKRIPSI

DIKERJAKAN

ARDI BRENA GURUSINGA

120707013

Disetujui Oleh :

DosenPembimbing I DosenPembimbing II

Drs. KumaloTarigan. M,A Drs. PerikutenTarigan. M,Si


NIP. 1958 1213 1986 011002 NIP. 1958 0402 1987 031003

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI

MEDAN

2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul Analisis Musikal Dan Tekstual Terhadap Perkulcapi


Dalam Turi-turin Perkabang Nggurisa Pada Masyarakat Karo. Penelitian ini
membahas tentang bagaimana pola permainan kulcapi dan bagaimana makna tekstual
yang ada pada turi-turin perkabang nggurisa tersebut. Selain itu, didalam penelitian ini
penulis juga mendeskripsikan wilayah kebudayaan masyarakat Karo beserta dengan
kesenian di tanah Karo.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif
dengan pendekatan kualitatif berupa tulisan, rekaman secara lisan, dan berbagai bentuk
data lain yang bersumber dari hasil observasi, wawancara, serta dokumentasi. Untuk
mendukung data-data yang diperoleh di lapangan, penulis melakukan studi kepustakaan
yaitu dengan mempelajari buku-buku dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan
topik penelitian.
Untuk menganalisis pola permainan kulcapi pada turi-turin Perkabang
Nggurisa ini penulis menggunakan teori deskripsi musik yang dikemukakan oleh Bruno
Nettl dalam bukunya Theory and Method in Ethnomusicology (1964), yang
mengatakan bahwa untuk menganalisis seluruh bentuk musikal dilakukan analisis
terhadap tangga nada, melodi, ritem, warna suara, dinamik, dan tempo. Namun penulis
hanya menggunakan beberapa komponen seperti, tangga nada, warna suara dan tempo.
Selain itu penulis juga menggunakan teori etnosains yang dikemukakan Ihromi yang
menitikberatkan kepada pandangan dan aktivitas yang dilakukan oleh informan yang
dilatarbelakangi budaya itu hidup. Jadi penulis hanya menginterpretasi data
berdasarkan si pemilik kebudayaan yaitu informan.
Turi-turin perkabang nggurisa ini terdiri dari tujuh bagian yaitu (1) Jumpa ras
singenan (bertemu dan saling jatuh cinta), (2) Meriah-riah (bersuka ria), (3) Kawin
(perkawinan), (4) Erban asar (membuat sarang), (5) Naruhen ras medemken (bertelur
dan memeramkan), (6) Pegalang anak (membesarkan anak) dan (7) Pekabangken
(terbang meninggalkan sarangnya). Dari hasil analisa yang diperoleh dari ketujuh
bagian tersebut maka terdapat empat tangga nada yang berbeda, dan di dalam wilayah
nadanya, nada yang paling terendah adalah G dan nada tertinggi adalah Gis’dan
didalam turi-turin ini juga terdapat beberapa warna bunyi yang dilakukan oleh
perkulcapi yang merupakan karakter dari cerita yang dibawakan. Dan pada bagian teks,
ceritanya berthemakan tentang kehidupan burung nggurisa (enggang). Dan jika dilihat
dari isi teks ceritanya penulis menemukan hal baru yang sebelumnya belum pernah
diketahui bahwa pada turi-turin/cerita ini sang nggurisa jantan memiliki sifat egois
dimana sang jantan ingin membunuh anaknya yang jantan juga. Penulis melihat juga
bahwa bahasa yang digunakan merupakan bahasa sehari-hari tanpa adanya
perlambangan.

Kata kunci : Kulcapi, Turi-turin Perkabang Nggurisa, Permainan kulcapi, Nggurisa,


Perkulcapi

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME karena rahmat dan

karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan dengan baik penulisan skripsi ini

yang berjudul Analisis Musikal dan Tekstual Terhadap Perkulcapi Dalam Turi-Turin

Perkabang Nggurisa Pada Masyarakat Karo.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan jenjang S1 dan

memperoleh gelar Sarjana Seni (S.Sn) pada Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu

Budaya, Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berisikan hasil penelitian mengenai

Analisis Musikal dan Tekstual Terhadap Perkulcapi Dalam Turi-Turin Perkabang

Nggurisa Pada Masyarakat Karo

Dalam penulisan skripsi ini tidak dapat pungkiri, bahwa penulis banyak

menerima bantuan dari berbagai pihak yang luar biasa banyak dan baik. Pada

kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Ketua Departemen

Etnomusikologi Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. yang memberikan

motivasi serta bimbingan kepada penulis serta memberikan berbagai kemudahan dalam

menyelesaikan berbagai segala urusan perkuliahan yang berdampak positif bagi penulis

selama beliau menjabat sebagai ketua Departemen Etnomusikologi, dan Ibu Dra.

Heristina Dewi, M.Pd., selaku Sekretaris Departemen Etnomusikologi yang sangat

komunkatif terhadap mahasiswanya sehingga memberikan energi yang baik bagi setiap

mahasiswanya agar terus bersemangat dalam menyelesaikan studi di Etnomusikologi.

Ucapan terima kasih yang teristimewa penulis ucapkan untuk Bapak Drs. Kumalo

Tarigan, M.A selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Drs. Perikuten Tarigan, M.Si

selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberi bantuan, semangat dan membimbing

dengan baik dalam penyelesaian skripsi ini. Kedua Dosen Pembimbing ini juga telah

bersedia dan sangat membantu penulis dalam membimbing, mengarahkan, serta

iv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


menyempurnakan didalam penyusunan skripsi ini. Saran dan arahan mereka membuat

penulis semakin termotivasi dan semakin semangat untuk menyelesaikan skripsi ini,

semoga amal baik dan ibadahnya mendapatkan berkah dari Tuhan YME.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Sumatera

Utara, Dekan Fakultas Ilmu Budaya, serta seluruh Dosen-dosen dan pegawai di

lingkungan Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Bapak Drs. Setia

Dermawan Purba, M.Si., Bapak Prof. Mauly, M.A., Ibu Dra. Frida Deliana Harahap ,

M.Si., Drs. Torang Naiborhu, M.Hum., Bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si., Ibu Arifni

Netrirosa SST,M.A., Ibu Dra. Rithaony Hutajulu, M.A., Bapak Drs. Irwansyah M.A.,

yang telah memberikan peluang, kesempatan dan kemudahan secara moril kepada

penulis sejak awal duduk di bangku perkuliahan hingga sampai kepada tahap

penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Drs.

Fadlin, M.A. atas sebuah ajaran mata kuliah Metode Penelitian Lapangan yang beliau

ajarkan kepada penulis serta obrolan-obrolan singkat yang beliau tuturkan, sehingga

dapat membuat penulis semakin ingin mengenal dunia Fotografi.

Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada teman

seperjuangan/kawan stambuk 2012, para penggual Etnosiroga Niko Fredy Ginting, Erik

Emanuel Tarigan, Egi Sinulingga, Riko Sembiring, dan Oktavianus Gurusinga yang

telah bersedia membantu penulis dalam mendapatkan dokumentasi untuk pengumpulan

data. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Wisnu Bangun (Dream Team) dan

Novrendo Malbreba Malau (Petracoustic) yang telah membantu penulis dalam hal

pentranskripsian musik. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Yuni

Gurky (nande biringna) yang juga telah memberi bantuan, semangat dan doanya dalam

mengerjakan skripsi ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Ucapan terima kasih yang sangat istimewa kepada orang tua penulis, Ibunda

Salam Br Bangun dan Ayahanda Drs Amin Gurusinga. Penulis ucapkan Terima Kasih

sebesar-besarnya karena telah membesarkan, mendidik, membimbing, dan yang telah

memberikan dorongan, kesabaran serta iringan doa sehingga penulis dapat

menyelesaikan studi pada Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas

Sumatera Utara. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Adinda Florentina Br

Gurusinga atas semangat doa yang telah diberikan.

Dalam penyelesaian skripsi ini penulis telah berusaha menyusun dengan sebaik-

baiknya. Namun demikian penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari

sempurna dan tidak luput dari kekurangan. Oleh karena itu penulis mengucapkan

beribu-ribu maaf dan mengharapkan kritik serta saran dari segenap pembaca untuk

kesempurnaan selanjutnya.

Akhir kata, penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan

sumbangan fikiran dan pengetahuan yang bermanfaat bagi pembaca, khususnya dalam

budaya masyarakat Karo dan dalam bidang ilmu Etnomusikologi.

Mejuah-juah,

Medan, 2017

Penulis

vi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAKSI ................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Pokok Permasalahan ........................................................................ .... 5
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................ .... 5
1.3.1 Tujuan Penelitian ......................................................................... 5
1.3.2 Manfaat Penelitian ....................................................................... 6
1.4 Konsep dan Teori ................................................................................. 6
1.4.1 Konsep ......................................................................................... 6
1.4.2 Teori ............................................................................................ 8
1.5 Metode Penelitian ................................................................................. 10
1.5.2 Studi Kepustakaan ....................................................................... 11
1.5.2 Pengumpulan Data ....................................................................... 12
1.5.3 Wawancara ................................................................................... 12
1.5.4 Kerja Laboratorium ...................................................................... 13
BAB II KESENIAN KARO ........................................................................... 15
2.1 Pendukung Kesenian Karo .................................................................. 15
2.1.1 Wilayah Kultural Masyarakat Karo ............................................ 15
2.2 Jenis-Jenis Kesenian Karo ................................................................... 18
2.2.1 Seni Sastra ................................................................................... 18
2.2.1.1 Sastra Lisan ..................................................................... 18
2.2.1.2 Sastra Tulis ...................................................................... 19
2.2.2 Seni Suara (Vokal) ...................................................................... 20
2.2.3 Seni Musik ................................................................................... 21
2.2.3.1 Gendang Lima Sendalanen .............................................. 22
2.2.3.1.1 Sarune ................................................................. 23
2.2.3.1.2 Gendang Singanaki dan Gendang Singindungi.. 24
2.2.3.1.3 Gung dan Penganak ........................................... 25
2.2.3.1.4 Peran Masing-Masing Instrumen
dalam Gendang Lima Sendalanen ....................... 26
2.2.3.2 Gendang Telu Sendalanen ............................................... 27
2.2.3.2.1 Kulcapi .............................................................. 28
2.2.3.2.2 Balobat .............................................................. 28
2.2.3.2.3 Ketteng-ketteng .................................................. 29
2.2.3.2.4 Mangkok ............................................................ 30
2.2.3.2.5Peran Masing-Masing Instrumen
Gendang Telu Sendalanen ................................. 30
2.2.3.2.6 Posisi Pemain Gendang Telu
Sendalanen ......................................................... 31
2.2.3.3 Alat Musik Tradisional Karo non-Ensambel ..................... 32
2.2.3.3.1 Surdam ............................................................... 32
2.2.3.3.2 Embal-embal dan Empi-empi ............................. 32
2.2.3.3.3 Murbab dan Genggong ...................................... 33

vii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.3 Sistem Kekerabatan .............................................................................. 34
2.3.1 Merga Silima ............................................................................... 34
2.3.2 Tutur siwaluh ................................................................................. 34
2.3.3 Rakut Sitelu .................................................................................... 36
BAB III ALAT MUSIK KULCAPI DALAM MASYARAKAT KARO
3.1 Klasifikasi Kulcapi .............................................................................. 38
3.2 Kulcapi Pada Masyarakat Karo ............................................................. 38
3.3 Kulcapi Secara Solo Instrumen ............................................................. 41
3.4 Kulcapi Pada Ansambel Gendang Telu Sendalanen ............................ 43
3.4.1 Gendang Telu Sendalanen ......................................................... 43
3.4.2 Peran Masing-Masing InstrumenGendang Telu Sendalanen ...... 45
3.4.3 Posisi Pemain Gendang Kulcapi ............................................... 46
3.5 Penggabungan Kulcapi Dengan Gendang Lima Sendalanen ................ 46
3.6 Fungsi Kulcapi Pada Masyarakat Karo ................................................. 47
3.6.1 Fungsi Kulcapi Sebagai Pengungkapan Emosional .................... 48
3.6.2 Fungsi Kulcapi Sebagai Hiburan ................................................. 48
3.6.3 Fungsi Kulcapi Sebagai Komunikasi ........................................... 48
3.6.4 Fungsi Kulcapi Sebagai Pengesahan
Lembaga Sosial dan Upacara Keagamaan ................................. 49
3.6.5 Nada Yang Dihasilkan Pada Kulcapi ........................................... 49
BAB IV TRANSKRIPSI TURI-TURIN PERKABANG GURISA ................. 51
4.1 Konsep Penyajian Turi-Turin Perkabang Nggurisa .............................. 51
4.2 Metode Pentranskripsian ......................................................................... 52
4.2.1 Sistem Notasi ................................................................................. 53
4.3 Turi-Turin Perkabang Nggurisa ............................................................. 55
4.4 Analisis Melodi Turi-Turin Perkabang Gurisa ...................................... 65
4.4.1 Jumpa ras Singenan (Bertemu dan Saling Mencintai) ................... 65
4.4.1.1 Tangga Nada ..................................................................... 65
4.4.1.2 Jumlah Nada ..................................................................... 66
4.4.1.3 Wilayah Nada .................................................................... 67
4.4.1.4 Motif Melodi ...................................................................... 67
4.4.2 Meriah-riah (Bersuka Ria) ............................................................. 68
4.4.2.1 Tangga Nada ..................................................................... 68
4.4.2.2 Jumlah Nada ...................................................................... 68
4.4.2.3 Wilayah Nada ..................................................................... 69
4.4.2.4 Motif Melodi ..................................................................... 70
4.4.3 Kawin (Melakukan Perkawinan)................................................... 70
4.4.3.1 Tangga Nada ..................................................................... 71
4.4.3.2 Jumlah Nada ...................................................................... 71
4.4.3.3 Wilayah Nada .................................................................... 72
4.4.3.4 Motif Melodi ..................................................................... 72
4.4.4 Erban Asar (Membuat Sarang) .................................................... 73
4.4.4.1 Tangga Nada ..................................................................... 73
4.4.4.2 Jumlah Nada ..................................................................... 74
4.4.4.3 Wilayah Nada .................................................................... 75
4.4.4.4 Motif Melodi .................................................................... 75
4.4.4.5 Warna Bunyi .................................................................... 75
4.4.5 Naruhen ras Medemken
(Bertelur dan Memeramkan Telur .................................................... 77
4.4.5.1 Tangga Nada ...................................................................... 77

viii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.4.5.2 Jumlah Nada ..................................................................... 78
4.4.5.3 Wilayah Nada ..................................................................... 78
4.4.5.4 Motif Melodi ..................................................................... 79
4.4.5.5 Warna Bunyi ..................................................................... 79
4.4.6 Mpegalang Anak (Membesarkan Anak) ...................................... 80
4.4.6.1 Tangga Nada ...................................................................... 80
4.4.6.2 Jumlah Nada ...................................................................... 81
4.4.6.3 Wilayah Nada ..................................................................... 81
4.4.6.4 Warna Bunyi ...................................................................... 82
4.4.7 Pekabangken (Terbang Meninggalkan Sarang) ............................ 82
4.4.7.1 Tangga Nada ...................................................................... 84
4.4.7.2 Jumlah Nada ....................................................................... 84
4.4.7.3 Wilayah Nada ...................................................................... 85
4.4.7.4 Warna Bunyi ...................................................................... 85
4.5 Analisis Tangga Nada ............................................................................ 87
4.6 Analisis Jumlah Nada ............................................................................. 90
4.7 Analisis Wilayah Nada ........................................................................... 91
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 94
5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 94
5.2 Saran ......................................................................................................... 95
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 97
DATA INFORMAN .......................................................................................... 98
LAMPIRAN 1...................................................................................................... 99
Transkripsi Turi-Turin Perkabang Nggurisa ................................................ 99

ix

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DATA GAMBAR

Halaman
Gambar 1 Aksara Karo ................................................................................ 20
Gambar 2 Alat Musik Sarune ................................................................. 24
Gambar 3 Alat musik gendang singanaki, gendang singindungi,
gong, palu-palu gong, penganak dan palu-palu penganak ..................... 25
Gambar 4 Gendang Balobat ................................................................... 27
Gambar 5 Gendang Telu Sendalanen ...................................................... 27
Gambar 6 Alat Musik Kulcapi ............................................................... 28
Gambar 7 Alat Musik Balobat ................................................................ 28
Gambar 8 Alat musik Ketteng-Ketteng .................................................... 29
Gambar 9 Alat musik Mangkok dan palu-palu ....................................... 30
Gambar 10 Posisi memainkan kulcapi oleh perkulcapi ............................ 31
Gambar 11 Nama dari bagian-bagian alat musik Kulcapi ........................ 41
Gambar 12 Kepala Kulcapi ..................................................................... 41
Gambar 13 Takur ................................................................................... 41
Gambar 14 Sierjabaten yang memainkan penggabungan
alat musik kulcapi dengan alat musik gendang lima sendalanen............... 47
Gambar 15 Nada-nada yang ada pada kulcapi ........................................ 50
Gambar 16 Posisi jari saat mengetok badan kulcapi
dengan jari tengah kanan .......................................................................... 75
Gambar 17 Posisi jari saat mengetok leher kulcapi
dengan jari tangan kiri .............................................................................. 75
Gambar 18 Menekan senar kulcapi pada bagian yang tidak
memiliki fret yang menandakan nggurisa sedang bertelur (naruhen) ....... 79
Gambar 19 Posisi jari saat menekan senar kulcapi .................................. 85

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karo merupakan salah satu etnis yang ada di Sumatera Utara yang sangat kaya

akan kesenian. Salah satu kesenian yang terus berkembang hingga pada saat ini adalah

seni musik. Di dalam musik Karo terdapat dua ansambel musik tradisional yang biasa

dipakai dalam upacara ritual maupun pertunjukan kesenian yaitu gendang lima

sendalanen yang biasa disebut gendang sarune dan gendang telu sendalanen yang

biasa disebut gendang kulcapi. Selain itu juga terdapat alat musik yang dalam

penyajiannya dapat dimainkan secara solo instrumen seperti balobat, surdam dan

kulcapi.

Diantara alat musik yang dimainkan secara solo instrumen tersebut, kulcapi

merupakan alat musik yang sudah lama dikenal di dalam masyarakat Karo. Dalam

tulisan ini penulis akan membahas tentang alat musik kulcapi tersebut yang dimainkan

secara solo instrumen. Dalam pengklasifikasiannya kulcapi merupakan alat musik petik

yang tergabung ke dalam kordofon (two-strenged fretted-necked lute) atau alat musik

berleher yang memiliki fret dan memiliki dua senar. Kulcapi terbuat dari kayu tualang,

nangka, dan kembawang. Selain bisa dimainkan secara solo instrumen kulcapi juga bisa

dimainkan secara ansambel musik. Secara ansambel, kulcapi tergabung ke dalam

ansambel gendang telu sendalanen atau yang biasa disebut juga dengan gendang

kulcapi. Dalam ansambel gendang kulcapi, kulcapi digunakan sebagai pembawa melodi

utama.

Hal yang menarik dari kulcapi adalah peranannya sebagai instrumen solo yang

dalam penyajiannya membawakan cerita atau turi-turin. Dalam masyarakat Karo cerita

atau turi-turin bisa dimainkan melalui alat musik. Dalam konteks permainan kulcapi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


secara solo instrumen, kulcapi dinilai memiliki kelebihan lain dibandingkan dengan

instrumen lainnya dimana alat musik lain biasanya hanya berperan sebagai pengiring

suatu kegiatan tertentu dalam masyarakat Karo. Dalam konteks permainan kulcapi

secara solo instrumen, melodi-melodi yang dimainkan melalui kulcapi dimaksudkan

untuk menyampaikan suatu pesan dari turi-turin yang akan dimainkan. Dalam hal ini

penulis tertarik untuk mengkaji salah satu dari turi-turin yang ada pada kulcapi

tersebut. Penulis memilih untuk mengkaji turi-turin perkabang nggurisa karena dalam

komposisi turi-turin tersebut penulis melihat beberapa keunikan dari cerita dan

lantunan melodi yang akan dimainkan perkulcapi.

Turi-turin perkabang nggurisa yaitu salah satu komposisi musik yang biasa

disajikan dalam permainan kulcapi secara solo instrumen. Secara harafiah, kata ‘turi-

turin’ artinya cerita, pada masyarakat Karo turi-turin adalah cerita yang dalam

penyampaianya bisa secara verbal, bisa juga dinyanyikan bahkan bisa juga disampaikan

melalui alat musik. Sedangkan kata ‘perkabang’ berasal dari kata ‘kabang’ yang

artinya ‘terbang’, dan nggurisa merupakan seekor burung sejenis enggang.

Turi-turin perkabang nggurisa adalah komposisi permainan kulcapi secara solo

instrumen yang biasanya digunakan sebagai hiburan pribadi, maupun dihadapan

sekelompok pendengar yang tidak memiliki konteks tertentu. Dalam permainan kulcapi

secara solo instrumen, kulcapi juga memiliki komposisi-komposisi lain yang berisi

tentang turi-turin atau cerita-cerita seperti turi-turin penganjak kuda sitajur, turi-turin

perkatimbung beru tarigan, tangis-tangis seberaya, tangis-tangis guru, dan beberapa

cerita lainnya. Masing-masing cerita tersebut dimainkan melalui melodi kulcapi.

Dalam penyajian permainan kulcapi secara solo tersebut jika didengarkan oleh

sekelompok orang sebagai hiburan, kadang-kadang timbul pertanyaan dari pendengar

tentang arti melodi yang sedang dibawakan oleh perkulcapi karena mereka tidak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mengerti. Perkulcapi biasanya akan menjelaskan cerita dari melodi yang sedang ia

mainkan sambil mengulangi melodi tersebut, sehingga pendengar akan semakin

mengerti dengan melodi-melodi yang dimainkan perkulcapi.

Menurut Bangun Tarigan 1 cerita atau turi-turin diangkat menjadi salah satu

bagian komposisi di dalam permainan kulcapi karena dahulu hiburan didalam

kehidupan masyarakat Karo sangat terbatas, sehingga pada jaman dahulu kulcapi

digunakan untuk menghibur masyarakat di kesain kuta (halaman desa) atau dimana saja

ketika masyarakat meminta perkulcapi memainkan kulcapinya. Disaat perkulcapi

memainkan kulcapinya, disaat itulah muncul ide cerita atau turi-turin yang dimasukkan

kedalam permainan kulcapi.

Di dalam turi-turin perkabang nggurisa ini penulis juga akan menguraikan

tentang bagaimana kisah kehidupan nggurisa tersebut. Menurut cerita yang

disampaikan oleh bapak M.Yahmin Sinulingga, nggurisa2 merupakan sejenis burung

enggang yang membuat sarangnya diatas pohon yang tinggi, nggurisa memilih pohon

yang tinggi dan membuat sarangnya dengan cara memperbesar lubang yang dimana

sebelumnya pada pohon tersebut sudah memiliki lubang kecil yang kemudian

diperbesar lagi oleh nggurisa tersebut. Di saat nggurisa betina memeramkan telur di

sarangnya, nggurisa betina menutup sarangnya dengan getah pohon, rumput atau

ranting-ranting dan hanya menyisakan sebuah lubang kecil sebagai tempat penyaluran

makananan dari nggurisa jantan. Dalam turi-turin ini diceritakan bahwa pada suatu

tempat hanya terdapat satu nggurisa jantan saja, karena jika ada nggurisa jantan lain

maka masing-masing nggurisa jantan akan berusaha membunuh nggurisa jantan

lainnya karena menganggap akan ada persaingan, begitu juga ketika sang jantan

mengetahui bahwa jika telur yang diperamkan oleh nggurisa betina adalah jantan juga
1
Wawancara dengan Bangun Tarigan di Desa Sari Munthe
2
Wawancara dengan M.Yahmin Sinulingga di Desa Lingga tanggal 20 Oktober 2016

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


maka sang jantan juga akan berusaha membunuhnya. Oleh karena itu nggurisa betina

akan berusaha untuk menutupi atau menyembunyikan keberadaan anak jantannya dari

sang ayah hingga sang anak besar dan mulai bisa terbang. Ketika sang anak telah besar

dan mampu untuk terbang, sang betina tetap berusaha menyembunyikan keberadaan

sang anak jantannya dari sang ayah, sehingga ketika sang ayah pergi mencari makanan,

sang betina membuka sarangnya dan membawa anaknya terbang bersama jauh

meninggalkan sarangnya.

Pada turi-turin ini, kulcapi digunakan untuk memainkan melodi yang

menggambarkan bagaimana kisah kehidupan burung nggurisa tersebut melalui melodi-

melodi yang dimainkan oleh perkulcapi. Menurut Jhon Hadir Purba 3proses penyajian

turi-turin perkabang nggurisa terdiri dari tujuh bagian imulai dengan menggambarkan

bagaimana nggurisa tersebut jumpa ras singenan (bertemu dan saling mencintai),

meriah-riah (bersuka ria), kawin atau melakukan perkawinan, erban asar (membuat

sarang), naruhen dan medemken (bertelur dan memeramkan telur), pegalang anak

(membesarkan anak) dan pekabangken (terbang meninggalkan sarangnya). Pada tahap-

tahap inilah perkulcapi akan menyampaikan pesan melalui melodi-melodi yang ia

mainkan.

Kulcapi pada saat dimainkan dapat menghasilkan bunyi yang merupakan ciri

khas dari musik Karo yaitu rengget. Rengget merupakan gaya atau style musik Karo.

Selain rengget di dalam hal analisis musiknya, penulis melihat ada keunikan dalam cara

bermain kulcapi pada turi-turin perkabang nggurisa ini. Pada turi-turin ini perkulcapi

tidak hanya memainkan kedua senar yang ada pada kulcapi namun pada turi-turin

perkabang nggurisa ini unsur fisik atau badan kulcapi juga ikut dimainkan. Seperti

ketika pada tahap erban asar (membuat sarang) perkulcapi akan memainkan

3
Wawancara dengan Jhon Hadir Purba

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kulcapinya seolah-olah menyerupai cara membuat sarang dengan cara mengetok badan

kulcapi, dan keunikan lainnya yaitu seperti pada saat nggurisa tersebut terbang,

perkulcapi juga memainkan kulcapi seolah-olah menyerupai suara nggurisa tersebut

terbang dengan cara mengusap-usap senar kulcapi.

Turi-turin perkabang nggurisa ini sangat menarik untuk dikaji oleh disiplin

etnomusikologi, sebagaimana yang telah penulis pelajari selama kuliah. Salah satu

kajian utama dalam etnomusikologi adalah kajian musik dilihat dari segi aspek fisik

musiknya, sebagaimana didefinisikan oleh Mantle Hood bahwa lahan penelitian

etnomusikologi adalah dari aspek fisik musik etnis itu sendiri. Berkaitan dengan

pembahasan ini, penulis akan membahas tentang analisis musikal dan tekstual terhadap

perkulcapi dalam turi-turin perkabang nggurisa pada masyarakat karo.

Dari latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk meneliti dan

menuliskannya kedalam sebuah tulisan ilmiah dengan judul : ANALISIS MUSIKAL

DAN TESKTUAL TERHADAP PERKULCAPI DALAM TURI-TURIN

PERKABANG NGGURISA PADA MASYARAKAT KARO

1.2 Pokok Permasalahan

1. Bagaimana struktur musikal dalam turi-turin perkabang nggurisa.

2. Bagaimana makna tekstual dalam turi-turin perkabang nggurisa.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui struktur musikal dalam turi-turin perkabang nggurisa.

2. Untuk mengetahui bagaimana makna tekstual dalam turi-turin perkabang

nggurisa.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1.3.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan bermanfaat sebagai:

1. Sebagai perbendaharaan dan dokumentasi musik Karo.

2. Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya di kemudian hari.

3. Sebagai bahan motivasi kepada pembaca terkhusus bagi masyarakat Karo untuk

melestarikan musik tradisional.

1.4 Konsep dan Teori

1.4.1 Konsep

Untuk memberikan pemahaman tentang tulisan ini maka penulis menguraikan

kerangka konsep sebagai landasan berpikir dalam penulisan. Tulisan ini berisi suatu

kajian tentang analisis musikal dan tekstual terhadap perkulcapi pada turi-turin

perkabang nggurisa pada masyarakat Karo.

Analisis dapat diartikan menguraikan atau memilah-milah suatu hal atau ide ke

dalam setiap bagian-bagian sehingga dapat diketahui bagaimana sifat, perbandingan,

fungsi, maupun hubungan dari bagian-bagian tersebut. Analisis yang penulis maksud

disini adalah menelaah dan menguraikan struktur musikal turi-turin perkabang

nggurisa, seperti tangga nada, nada dasar, jumlah nada, warna bunyi dan jumlah

interval. Kata analisis dalam tulisan ini berarti hasil penguraian objek penelitian.

Turi-turin dalam masyarakat Karo adalah cerita yang dalam penyampaianya

bisa secara verbal, bisa juga dinyanyikan bahkan bisa juga disampaikan melalui alat

musik. Turi-turin dalam masyarakat Karo adalah cerita yang berbentuk prosa yang

isinya tentang asal-usul marga, asal usul kampung, cerita tentang orang sakti, cerita

tentang hewan, cerita lucu, dan lain sebagainya. Namun dalam turi-turin perkabang

nggurisa tersebut, turi-turin ini tidak bisa diceritakan secara verbal saja melainkan

dengan permainan kulcapi juga, karena di dalam turi-turin ini cerita dan pola

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


permainan kulcapi memiiki hubungan yang merupakan satu kesatuan yang utuh dalam

penyajiannya yang dimana unsur-unsur didalam melodi kulcapi bermaksud untuk

menyampaikan isi dari cerita dalam turi-turin tersebut.

Perkulcapi adalah sebutan bagi seseorang yang mampu memainkan kulcapi.

Dahulu sebutan untuk “perkulcapi” tidak hanya sekedar bisa bermain kulcapi saja,

namun menurut Bangun Tarigan seorang perkulcapi4 juga memiliki kemampuan lain

seperti membuat kulcapi, mencari dekung (senar), bercerita, menyanyi dan memainkan

kulcapi. Beberapa hal tersebut harus dimiliki seorang perkulcapi karena pada dasarnya

lagu-lagu yang dimainkan pada kulcapi adalah menceritakan suatu cerita atau turin-

turin.

Menurut Soeharto. M dalam buku “Kamus Musik” (1992:86) pengertian musik

adalah pengungkapan melalui gagasan melalui bunyi, yang unsur dasarnya berupa

melodi, irama, dan harmoni dengan unsur pendukung berupa gagasan, sifat dan warna

bunyi. Dari pengertian musik ini, dapat dikatakan bahwa musikal merupakan suatu

ungkapan dari ekspresi manusia yang diolah dalam suatu nada-nada yang harmonis.

Turin-turin perkabang nggurisa merupakan salah satu dari cerita yang ada pada

kulcapi yang dimainkan secara solo instrumen. Dahulu masyarakat karo biasa melihat

pertunjukan ini di kesain kuta (halaman kampung), jambur (jambur adalah bangunan

luas yang dipergunakan sebagai ruang serba guna khas masyarakat Karo). Pada

umumnya jambur digunakan sebagai tempat pelaksanaan pesta-pesta adat Karo, baik

pesta pernikahan maupun pesta adat kematian. Namun seiring dengan perkembangan

zaman pertunjukan ini pun sudah jarang ditemukan pada masyarakat Karo. Dalam

konteks penyajian musikalnya, perkulcapi akan bercerita, dan setelah selesai bercerita

maka perkulcapi akan memainkan kulcapinya dan pola permainan kulcapi tersebut

4
Wawancara dengan Bangun Tarigan di Desa Sari Munthe

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


akan menggambarkan jalan kehidupan sang burung nggurisa yang dimainkan melalui

melodi kulcapi. Perkulcapi akan menjelaskan frasa demi frasa dari setiap cerita yang ia

mainkan melalui kulcapi.

1.4.2 Teori

Teori dapat digunakan sebagai landasan kerangka berpikir dalam membahas

permasalahan (Nasution, 1982:126). Dalam tulisan ini yang menjadi pokok

permasalahannya adalah mengetahui unsur-unsur musikal yang terkandung dalam turi-

turin perkabang nggurisa tersebut. Sesuai dengan pokok masalah dalam penelitian ini,

yaitu: analisis musikal, maka dipergunakan beberapa teori untuk mendukung penulis

dalam proses pengerjaan tulisan ini.

Secara umum, proses belajar musik tradisional merupakan oral tradition (tradisi

lisan), begitu juga dengan turi-turin perkabang nggurisa yang juga merupakan bagian

dari tradisi lisan yang proses belajarnya juga secara oral tradition (tradisi lisan).

George List dalam “Discussion of K.P. Wachsman’s paper,” Journal of the Folkore

Institue mengatakan: Apa yang dimaksud dengan ‘musik tradisional’? Musik

tradisional adalah musik yang mempunyai dua ciri: musik tersebut diwariskan dan

disajikan dengan hapalan bukan dengan menggunakan tulisan, dan musik tersebut

selalu ‘hidup’, di mana suatu pertunjukan selalu berbeda dengan pertunjukan

sebelumnya. Di dalam musik tradisional, tradisi lisan (oral tradition) lebih menekankan

pewarisan secara oral. Mengacu dari teori di atas, tradisi lisan di sini maksudnya adalah

salah satu proses belajar dengan cara melihat, mendengar, meniru, dan menghafal

dalam proses mempelajari kebudayaan musik ini. Begitu juga pola permainan kulcapi

pada turi-turin perkabang nggurisa yang dimainkan oleh perkulcapi yang juga

merupakan hasil proses belajar secara lisan. Dengan teori ini saya akan berpatokan

kepada penyajian yang dibawakan oleh perkulcapi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Khusus untuk menganalisis musikal dalam permainan kulcapi, penulis

berpedoman kepada teori deskripsi musik yang dikemukakan oleh oleh Bruno Nettl

dalam bukunya Theory and Method in Ethnomusicology (1964), bahwa untuk

menganalisis seluruh bentuk musikal dilakukan analisis terhadap tangga nada, melodi,

ritem, warna suara, dinamik, dan tempo.

Penulis juga menggunakan teori etnosains. Menurut Ihromi (1987) teori

etnosains adalah teori yang lazim digunakan di dalam disiplin antropologi. Pada

dasarnya teori ini menitikberatkan kepada pandangan dan aktivitas yang dilakukan oleh

informan yang dilatarbelakangi budaya tertentu. Jadi peneliti hanya menginterpretasi

data berdasarkan latar belakang budaya itu hidup. Dalam kaitan dengan penelitian ini,

teori etnosains yang penulis pergunakan adalah untuk mengungkap aspek musikal

kulcapi, dengan peristilahan atau terminologi khas Karo yang digunakan, seperti:

rengget. Selain itu tentu peneliti harus mengkaji lebih jauh apa makna-makna di balik

cerita pada turi-turin perkabang nggurisa yang dimainkan melalui kulcapi, baik itu

makna perlambangan, makna budaya, makna harmoni sosial, dan lain-lain.

Setiap kebudayaan musik dunia memiliki sistem-sistem musik yang berbeda.

Karena kebudayaan musik dunia dikerjakan dengan cara yang tidak sama oleh setiap

pendukung kebudayaan (Nettl 1977:3). Sistem-sistem musik tersebut dapat berupa

teori, penciptaan, pertunjukan, pendokumentasian, penggunaan, fungsi, pengajaran,

estetika, kesejarahan, dan lain-lain.

Salah satu sistem yang terlihat jelas dalam suatu kebudayaan musik dunia

adalah pengajarannya yang diwariskan dari mulut ke mulut (oral tradition) (Nettl

1973:3). Dengan demikian pewarisan kebudayaan melalui mulut ke mulut dapat

menciptakan hasil kebudayaan musik yang berbeda dari setiap generasi. Hal ini tentu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dapat dijadikan sebagai hal yang menarik untuk diteliti dan harus diketahui tentang

materi-materi lisan dan variasi ragam musik yang menggunakan istilah-istilah ideal dari

suatu kebudayaan musik itu sendiri.

Kulcapi merupakan alat musik yang berperan sebagai melodi. Jadi dalam

pentranskripsian melodi kulcapi, penulis menggunakan metode transkripsi. Dalam

rangka penelitian ini, sebelum menganalisis melodi turi-tuirn perkabang nggurisa yang

disajikan oleh narasumber penulis, maka terlebih dahulu data audio ditranskripsi ke

dalam notasi balok dengan pendekatan etnomusikologis. Setelah dapat ditransmisikan

ke dalam bentuk notasi yang bentuknya visual, barulah notasi tersebut dianalisis. Dalam

kerja ini juga penulis melakukan penafsiran-penafsiran.

1.5 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis mengumpulkan data yang dibutuhkan dengan

menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, karena

pendekatan ini lebih berupa kata-kata secara detail dan bukan berupa angka-angka.

Sejalan dengan itu, Bogdan dan Taylor (dalam Maleong 1988:3), mengungkapkan

bahwa metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku masyarakat

yang dapat diamati.

Seperti telah disebutkan diatas bahwa penelitian ini menggunakan format

penelitian deskriptif. Yang dimaksud penelitian dekriptif (descriptive research) yang

biasa juga disebut dengan penelitian taksonomik, dimaksudkan untuk eksplorasi dan

klarifikasi mengenai sesuatu fenomena atau kenyataan sosial, dengan jalan

mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang

diteliti. Jenis pendekatan ini tidak sampai mempersoalkan jalinan hubungan

antarvariabel yang ada. Tidak dimaksudkan untuk menarik generalisasi yang

10

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


menjelaskan variabel-variabel anteseden yang menyebabkan sesuatu gejala atau

kenyataan sosial. Oleh karena itu, pada penelitian yang menggunakan format penelitian

deskriptif, tidak menggunakan dan melakukan pengujian hipotesis, seperti yang

dilakukan pada penelitian dengan format eksplanasi. Berarti tidak dimaksudkan untuk

membangun dan mengembangkan perbendaharaan teori. Dalam pengolahan dan

analisis data, lazimnya menggunakan statistik yang bersifat deskriptif. Selanjutnya yang

dimaksud dengan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini, adalah mengutip pendapat

Denzin, et al. (2009:6) yang menjelaskan bahwa peneliti kualitatif menekankan sifat

realitas yang terbangun secara sosial, hubungan erat antara peneliti dengan subjek yang

diteliti, dan tekanan situasi yang membentuk penelitian. Para peneliti semacam ini

mementingkan sifat penelitian yang sarat nilai. Mereka mencari jawaban atas

pertanyaan-pertanyaan yang menyoroti cara munculnya pengalaman sosial sekaligus

perolehan maknanya.

Penelitian kualitatif merupakan bidang antar-disiplin, lintas-disiplin, dan

kadang-kadang kontradisiplin. Penelitian kualitatif menyentuh humaniora, ilmu-ilmu

sosial, dan ilmu-ilmu fisik. Penelitian ini teguh dengan sudut pandang naturalistik

sekaligus kukuh dengan pemahaman interpretif mengenai pengalaman manusia

(Nelson, dkk., dalam Denzin dan Lincoln, 2009:5). Adapun teknik pengumpulan data

yang dipakai dalam penelitian ini adalah mencakup: (a) studi kepustakaan, (b)

pengumpulan data (observasi), (c) wawancara, dan (d) kerja laboratorium. Keempat

teknik ini dapat dijabarkan sebagai berikut.

1.5.1 Studi Kepustakaan

Sebelum melakukan kerja lapangan, penulis terlebih dahulu melakukan studi

kepustakaan. Penulis mencari informasi dan referensi untuk mendapat pengetahuan

dasar tentang objek yang diteliti. Dalam hal ini, penulis menggunakan referensi berupa

11

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


buku dan sebagian besar dari beberapa skripsi yang relevan dengan objek yang diteliti.

Selain itu juga buku-buku yang berkait dengan kebudayaan masyarakat Karo, tentang

siklus hidup manusia terutama ritus peralihan antara dunia nyata dan kehidupan

pernikahan, tentang sistem religi yang berkaitan dengan pernikahan, dan lain-lain.

Selain itu juga dalam studi kepustakaan ini penulis melakukan survei terhadap tulisan-

tulisan di jejaring sosial internet, terutama yang berkaitan dengan topik penelitian ini.

Di dalamnya terdapat data yang diunggah melalui blok dan juga laman web. Data-data

ini membantu memahami latar belakang kajian terhadap turi-turin perkabang nggurisa

sebagai prilaku sosial, budaya, dan musikal.

1.5.2 Pengumpulan data (Observasi)

Teknik pengumpulan data dengan observasi adalah metode yang digunakan

dengan menggunakan pengamatan dan pengindraan untuk menghimpun data penelitian.

Menurut Bungin (2007:115), metode observasi merupakan kerja pancaindera mata serta

dibantu dengan pancaindera lainnya. Dalam meneliti turi-turin perkabang nggurisa ini,

penulis meneliti langsung ke lapangan. Sebelum melakukan penelitian penulis

melakukan pengamatan lokasi, tempat penelitian serta mencari beberapa narasumber

yang betul-betul menguasai turi-turin perkabang nggurisa tersebut, setelah melakukan

observasi maka penulis dapat melakukan penelitian. Adapun lokasi penelitian ini adalah

di desa Sarimunthe, desa Kandibata, desa Lingga dan Kabanjahe. Penulis tinggal

selama beberapa hari di tanah Karo untuk menjumpai narasumber-narasumber di

beberapa desa tersebut.

1.5.3 Wawancara

Salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis adalah dengan

teknik wawancara. Adapun teknik wawancara yang penulis lakukan adalah wawancara

berfokus (focus interview) yaitu membuat pertanyaan yang berpusat terhadap pokok

12

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


permasalahan. Selain itu juga melakukan wawancara bebas (free interview) yaitu

pertanyaan yang tidak hanya berfokus pada pokok permasalahan saja tetapi pertanyaan

berkembang ke pokok permasalahan lainnya yang bertujuan untuk memperoleh data

lainnya namun tidak menyimpang dari pokok permasalahan (Koentjaraningrat,

1985:139). Dengan melakukan teknik wawancara tersebut, maka penulis mendapatkan

banyak informasi tentang objek yang diteliti. Dalam hal ini, penulis melakukan

wawancara terhadap beberapa informan yaitu: bapak Bangun Tarigan, Bapak

M.Yahmin Sinulingga, Bapak Jhon Hadir Purba, Bapak Fauzi Ginting. Wawancara

dilakukan dengan menggunakan bahasa Karo dan selanjutnya diterjemahkan oleh

penulis sendiri, karena penulis adalah keturunan Karo sehingga penulis tidak

mengalami kesulitan dalam berbahasa Karo.

1.5.4 Kerja Laboratorium

Keseluruhan data yang diperoleh penulis dari berbagai sumber yaitu hasil

pengamatan di lapangan, hasil wawancara selanjutnya akan ditelaah dan diolah dalam

kerja laboratorium. Penulis juga akan menstranskripsikan musik tersebut. Transkripsi

dilakukan dengan menggunakan notasi balok dengan bantuan perangkat lunak program

finale agar memperjelas kualitas notasi balok di dalam tulisan ini. Hasilnya dapat

dilihat dalam Bab IV skripsi ini. Langkah berikutnya adalah menganalisis aspek

melodinya untuk melengkapi analisis melodis ini.

Setelah melakukan kerja laboratorium, maka penulis membuatnya ke dalam

sebuah tulisan ilmiah berbentuk skripsi sesuai dengan teknik-teknik penulisan karya

ilmiah yang berlaku di Program Studi Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya,

Universitas Sumatera Utara di Medan. Sesuai dengan pendekatan di bidang

etnomusikologi, maka dalam menganalisis turi-turin perkabang nggurisa dengan pokok

masalah yaitu analisis musikal maka perlu dilihat dalam konteks multidisiplin ilmu.

13

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Seluruh data yang diperoleh di lapangan akan diolah dalam kerja laboratorium,

yaitu melakukan transkripsi musik dan menganalisis bahasan melodi lagu, sehingga

dapat melihat gambaran melodi yang digunakan pada turi-turin yang menjadi bahasan

tulisan ini. Untuk mentranskripsikan komposisi pada turi-turin ini, penulis akan terlebih

dahulu menghapal turi-turin perkabang gurisa sesuai dengan rekaman aslinya,

kemudian baru mencari nada-nada yang terdapat pada komposisi tersebut. Sebelumnya

penulis akan terlebih dahulu menentukan nada dasar dari komposisi tersebut, sehingga

mempermudah penulis dalam mencari tangga nada turi-turin tersebut. Dalam kerja

laboratorium ini, penulis juga akan memisahkan data-data agar tidak terjadi masalah

dalam pengerjaannya. Data-data yang penulis anggap sudah cocok akan disimpan

terlebih dahulu, apabila masih ada data yang penulis dapatkan di lapangan, akan penulis

cari nantinya di penelitian selanjutnya. Data-data yang sudah dipisahkan akan

disesuaikan dengan keperluannya.

14

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB II

KESENIAN KARO

2.1 Pendukung Kesenian Karo

Secara umum, pendukung budaya dan kesenian Karo adalah masyarakat Karo

sendiri. Secara garis besar suku Karo adalah suku asli yang mendiami Dataran Tinggi

Karo, namun selain di Dataran Tinggi Karo suku Karo juga terdapat di tempat lain

seperti Kabupaten Deliserdang, Kota Binjai, Kabupaten Langkat, Kabupaten Dairi,

Kabupaten Simalungun, Kota Medan, dan Kabupaten Aceh Tenggara. Nama suku ini

dijadikan salah satu nama kabupaten di salah satu wilayah yang mereka diami (dataran

tinggi Karo) yaitu Kabupaten Karo. Dalam kehidupan masyarakatnya, suku Karo

memiliki kebudayaan tersendiri. Kebudayaan itu bisa dilihat dari berbagai kesenian,

bahasa, merga dan lain sebagainya.

Untuk lebih jelas penulis akan memaparkan tentang siapa, bagaimana dan

dimana suku Karo itu berada.

2.1.1 Wilayah Kultural Masyarakat Karo

Suku Karo merupakan salah satu dari beberapa suku bangsa yang ada di

Sumatera Utara. Karo juga merupakan sebutan untuk satu wilayah administratif

kabupaten yaitu kabupaten Karo yang wilayahnya meliputi seluruh dataran tinggi Karo.

Kabupaten Karo merupakan dataran tinggi yang dikelilingi oleh gunung-gunung,

diantaranya adalah gunung Sibayak (2417m) dan gunung Sinabung (2172m) yang

ketinggiannya telah diukur dari permukaan laut. Selain itu masih banyak terdapat

pegunungan kecil lainnya. Di daerah Karo juga terdapat sungai-sungai besar, yang

terbesar diantaranya adalah Sungai Lau Biang dan Sungai Lau Rengap dan sebuah

danau yaitu Danau Lau Kawar.

15

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambaran tentang daerah domisili masyarakat Karo dapat pula dilihat seperti

apa yang digambarkan oleh J.H. Neuman dalam buku lentera kehidupan orang Karo

dalam berbudaya (Sarjani Tarigan, 2009 : 36), yaitu:

“Wilayah yang didiami oleh suku Karo dibatasi sebelah timur oleh pinggir jalan
yang memisahkan dataran tinggi dari Serdang. Di sebelah Selatan kira-kira
dibatasi oleh sungai Biang (yang diberi nama sungai Wampu, apabila memasuki
Langkat), disebelah Barat dibatasi oleh gunung Sinabung dan disebelah Utara
wilayah itu meluas sampai kedataran rendah Deli dan Serdang.”
Kabupaten daerah Karo yang ibu kotanya Kabanjahe terbagi atas dua belas

kecamatan, yaitu Kabanjahe, Simpang Empat, Juhar, Munte, Mardinding, Kuta Buluh,

Tiga Binanga, Tiga Panah, Barus Jahe, Payung, Lau Baleng, dan Berastagi. Daerah

Karo terletak di wilayah Provinsi Sumatera Utara dengan luas 2127,23 km atau 3,0%

dari wilayah Sumatera Utara dengan batas-batas sebagai berikut :

• Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Deli Serdang

• Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Kabupaten Samosir

• Sebelah Timur : Berbatas dengan Kabupaten Deli Serdang dan Simalungun

• Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara Propinsi

Nanggroe Aceh Darussallam

Selain wilayah-wilayah tempat tinggal yang telah dijelaskan di atas, masih ada

wilayah yang cukup penting yang menjadi tempat tinggal atau domisili orang Karo,

yaitu wilayah kota Medan (Ibukota Propinsi Sumatera Utara). Di sepanjang jalan dari

Kabanjahe/Kabupaten Karo menuju kota Medan juga terdapat beberapa desa dan semi

kota (sub-urban) yang juga menjadi domisili orang Karo seperti : Kota Berastagi, Desa

Bandarbaru, Desa Sibolangit, Desa Sembahe, dan Pancurbatu (kecuali Berastagi, semua

desa tersebut termasuk dalam wilayah kabupaten Deliserdang).

16

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Memasuki wilayah kota Medan, terdapat lagi beberapa wilayah desa, seperti:

Desa Lau Cih, Kelurahan Simpang Selayang, Simpang Kuala dan Padang Bulan yang

sebagian besar penduduknya adalah orang Karo. Penduduk di setiap wilayah tersebut,

walaupun telah lama tinggal secara menetap, namun secara kekerabatan masih

mempunyai hubungan dengan masyarakat Karo yang tinggal di wilayah kabupaten

Karo.

Dari gambaran luas daerahnya diatas, domisili masyarakat Karo ini memang

tidak dapat dibantah, bahwa ada beberapa kelompok yang berdomisili di daerah pantai

dan hidup berdampingan dengan penduduk Melayu, dan secara bertahap kedua suku

tersebut saling berbaur dan berakulturasi antara sesamanya.

Dengan demikian, orang-orang Karo yang tersebar dan berakulturasi dengan suku-suku

lain tersebut, mengakibatkan adanya perbedaan julukan atas dasar wilayah

komusitasnya seperti : Karo Kenjulu, Karo Teluh Dereng, Karo Singalor Lau, Karo

Baluren, Karo Langkat, Karo Timur dan Karo Dusun.5

5
Karo Kenjulu adalah sebahagian besar wilayah Kabupaten Karo, yakni kecamatan Kabanjahe,
Berastagi, Tiga Panah, Barusjahe, Simpang Empat, Payung. Yang termasuk dalam Karo Teruh Deleng
adalah kecamatan Kuta Buloh, Kec. Payung, kec. Lau Baleng dan kec. Mardinding. Sementara Karo
Singalor Lau meliputi kecamatan Tiga Binanga, kecamatan Juhar, dan kecamatan Munte.Yang termasuk
Karo Baluren adalah kecamatan Tanah Pinem dan kecamatan Tigalingga. Kecamatan Tanah Pinem
sudah merupakan bagian dari kabupaten Dairi.Yang termasuk Karo Langkat adalah masyarakat Karo
yang tinggal di kabupaten Langkat dan kabupaten Binjei yang meliputi kecamatan-kecamatan: Padang
Tualang, Bahorok, Salapian, Kwala, Selesai, Sungai Bingei, Binjei dan Stabat. Yang termasuk Karo
Timur adalah yang tinggal di wilayah kecamatan Lubuk Pakam, kecamatan Bangun Purba, kecamatan
Galang, kecamatan Gunung Meriah, kecamatan Dolok Silau dan kecamatan Silimakuta. Wilayah-wilayah
tersebut merupakan daerah kabupaten Deli Serdang dan kabupaten Simalungun. Yang termasuk dalam
wilayah Karo Dusun adalah kecamatan Sibolangit, Kecamatan Pancurbatu, Kecamatan Namorambe,
Kecamatan Sunggal, kecamatan Kutalimbaru, kecamatan STM-Hilir, Kecamatan STM-Hulu, Kecamatan
Hamparan Perak, Kecamatan Tanjung Morawa dan Kecamatan Biru-biru. (ibid : 37)

17

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.2 Jenis-jenis Kesenian Karo

2.2.1 Seni Sastra

Kesusasteraan Karo memiliki dua bentuk, yakni lisan dan tulisan. Namun, sastra

bentuk, lisan lebih dikenal dan lebih sering digunakan dibandingkan tulisan.

2.2.1.1 Sastra Lisan

Pada umumnya dalam berkomunikasi dengan sesamanya, orang Karo

menggunakan bahasa Karo. Dalam berkomunikasi atau pembicaraan sehari-hari,

penggunaan bahasa Karo ini tidak memerlukan suatu bentuk atau susunan dan aturan

yang baku, yang penting apa yang dikehendaki atau yang perlu disampaikan bisa

dimengerti oleh lawan bicara/pendengar.

Namun untuk keperluan tertentu, seperti ungkapan keluh kesah, pembicaraan

adat, bernyanyi, dan lain sebagainya dilakukan pemilihan kosa kata yang dianggap

paling sesuai. Kosa kata yang dimaksud adalah apa yang disebut oleh orang Karo

sebagai cakap lumat (bahasa halus). Cakap lumat adalah dialog yang diselang-selingi

dengan pepatah, perumpamaan, pantun dan gurindam. Pemakaian cakap lumat ini

sering dipergunakan dalam upacara adat seperti upacara perkawinan, memasuki rumah

baru, dan dalam pergaulan muda-mudi (ungkapan percintaan).

Berdasarkan dari beberapa sumber, penulis menyimpulkan bahwa seni sastra

Karo dibedakan atas beberapa kategori, diantaranya :

1. Tabas-abas (mantra), yaitu sejenis mantra yang diucapkan atau dilantunkan

untuk mengobati orang yang sakit. Mantra ini biasanya

diucapkan/digunakan oleh seorang Guru sibaso (dukun).

2. Kuning-kuningan, yaitu sejenis teka-teki yang biasa digunakan oleh anak-

anak, muda-mudi maupun orang tua di waktu senggang, sebagai permainan

untuk mengasah otak.

18

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3. Ndung-dungen, yaitu sejenis pantun Karo yang terdiri dari empat baris.

Dua baris terdiri dari sampiran, dan dua baris berikutnya merupakan isi.

4. Bilang-bilang, yaitu dendang duka yang merupakan ratapan seseorang yang

sedang berduka. Misalnya kerana teringat dengan ibunya yang telah

meninggal dunia, ataupun meratapi kekasih yang telah meninggalkan

dirinya karena sesuatu hal. Dahulu Bilang-bilang ini ditulis dengan aksara

Karo di sepotong bambu atau kulit kayu, isinya adalah jeritan hati

sipenulisnya. Semenjak dahulu bilang-bilang ini biasanya terfokus pada

suasana kepedihan/kesedihan. Oleh karena itu ada juga yang mengatakan

bilang-bilang sebagai “Dendang duka”.

5. Turi-turin, adalah cerita yang berbentuk prosa yang isinya tentang asal-usul

marga, asal usul kampung, cerita tentang orang sakti, cerita lucu, dan lain

sebagainya. Turi-turin biasanya diceritakan orang-orang tua kepada anak

atau cucunya pada malam hari sebagai pengantar tidur. Beberapa judul

ceritanya antara lain: Beru Patimar, Panglima Cimpa Gabor-gabor, Gosing

si Aji Bonar, dan sebagainya.

2.2.1.2 Sastra Tulis

Aksara Karo merupakan salah satu bentuk kekayaan sastra Karo. Menurut

sejarahnya aksara Karo bersumber dari aksara Sumatera Kuno yaitu campuran aksara

Rejang, Lebong, Komering dan Pasaman. Kemungkinan aksara ini dibawa dari India

Selatan, kemudian ke Myanmar/Siam dan akhirnya sampai ke Tanah Karo. Aksara ini

hampir mirip dengan aksara Simalungun dan Pakpak Dairi, yaitu berupa huruf silabis

(semua huruf atau silabel dasarnya berbunyi a) yang biasa disebut: haka bapa nawa

yang merupakan enam silabel pertama.

19

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pada umumnya tulisan atau aksara Karo tempo dulu digunakan untuk

menuliskan ramuan-ramuan obat, mantra atau cerita. Tulisan ini di ukir di kulit kayu

atau bambu yang di bentuk sedemikian rupa agar dapat dilipat-lipat, dan biasanya

huruf-huruf ini diukir dengan menggunakan ujung pisau dan setelah itu tulisan tersebut

diwarnai (dihitamkan) dengan bahan baku tertentu.

Gambar 1 . Aksara Karo

Sumber : http://www.wikipedia.com/karo.html

2.2.2 Seni Suara (Vokal)

Dalam berkesenian, orang Karo tidak mengenal istilah seni suara (vokal),

namun biasanya orang bernyanyi sering disebut rende, dan penyanyi berarti perende-

ende. Jika seorang perende-ende juga pandai menari (Landek) dan sudah biasa

bernyanyi sekaligus menari dalam suatu pesta Gendang guro-guro aron, maka sebutan

untuknya telah berubah menjadi Perkolong-kolong..

Kemampuan ini tidak terbatas hanya pada kemampuan menyanyikan lagu-lagu

Karo yang bertemakan percintaan atau muda mudi, namun juga mampu menyanyikan

lagu-lagu yang bertemakan pemasu-masun (nasihat-nasihat) yang secara teks atau

liriknya sangat bergantung kepada konteks suatu upacara. Artinya melodi lagu pemasu-

masun memang telah diketahui atau dihapal, namun lirik dari melodi tersebut harus

dibuat (dinyanyikan) sendiri oleh Perkolong-kolong tersebut pada saat bernyanyi sesuai

dengan konteks upacara yang sedang berlangsung pada saat itu.

20

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Diperkirakan pada zaman dahulu masyarakat Karo belum mengenal seni suara

secara nyata. Kemudian dalam perkembangannya muncullah lagu-lagu yang dibawakan

seseorang sebagai ‘Perende-rende’ (penyanyi). Lagu-lagunya masih cenderung bertema

kesedihan, dan lagu ini biasanya dibawakan untuk pengantar sebuah cerita atau memuja

seseorang, juga dibawakan untuk menyampaikan doa seperti lagu didong-didong.

Sementara dalam perkembangan selanjutnya budaya Karo mengenal beberapa

jenis seni vokal diantara:

• Katoneng-katoneng (nyanyian yang berisikan pengharapan),

• Didong dong (nyanyian yang berisikan nasehat-nasehat),

• Mangmang (nyanyian yang berisikan doa-doa),

• Tangis-tangis (nyanyian ungkapan keluh kesah),

• Turi-turin (nyanyian untuk menceritakan sesebuah cerita),

• Ende-enden (nyanyian muda-mudi).

Penyajian seni vokal Katoneng-katoneng dan Ende-enden dilakukan oleh

seorang penyanyi dan penari tradisional Karo (Perkolong-kolong) di dalam acara adat

dan hiburan. Sementara nyanyian Mangmang dilakukan oleh seorang Guru sibaso

(Dukun) di dalam upacara yang berkaitan dengan kepercayaan tradisional (ritual).

Sedangkan, nyanyian Tangis-tangis dilakukan pada upacara kematian, dan didong-dong

biasanya dinyanyikan dalam upacara perkawinan.

2.2.3 Seni Musik

Berekspresi melalui kesenian merupakan salah satu aktivitas manusia yang

sangat umum dalam kehidupan bermasyarakat, dengan demikian kesenian merupakan

suatu kebutuhan yang penting dalam sebuah masyarakat untuk mengekspresikan

dirinya sebagai manusia yang memiliki perasaan indah, senang, gembira maupun sedih.

Salah satu media pengekspresian kesenian tersebut adalah melalui musik. Musik

21

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


tersebut dapat berupa musik instrumentalia, musik vokal, atau gabungan antara

keduanya.

Orang Karo menyebut musik dengan istilah Gendang. Dan dalam masyarakat

Karo gendang itu sendiri mempunyai beberapa pengertian, diantaranya :

1. Gendang, sebagai pengertian untuk menunjukkan jenis musik tertentu

(Gendang Karo, Gendang Melayu),

2. Gendang, sebagai nama sebuah instrumen musik (Gendang singindungi,

Gendang singanaki),

3. Gendang, untuk menunjukkan jenis lagu atau komposisi tertentu (Gendang

Simalungun rayat, Gendang peselukken),

4. Gendang, untuk menunjukkan ensembel musik tertentu (Gendang Lima

Sendalanen, Gendang telu sendalanen),

5. Gendang untuk mengartikan sebuah upacara tertentu (Gendang cawir metua,

Gendang guro-guro aron).

Selain itu masyarakat Karo juga memiliki beberapa jenis musik yang biasanya

digunakan dalam kesenian tradisionalnya. Ada alat musik yang dimainkan secara

bersama-sama (ensambel), ada pula yang dimainkan tunggal (solo). Selain alat musik,

terdapat pula beberapa genre musik vokal (nyanyian), baik yang dinyanyikan secara

solo, maupun diiringi alat musik.

Untuk itu penulis akan menguraikan jenis-jenis alat musik serta genre musik

yang terdapat dalam musik tradisional Karo sebagai berikut :

2.2.3.1 Gendang Lima Sendalanen

Gendang Lima Sendalanen merupakan suatu istilah yang digunakan untuk

menyatakan suatu ensambel musik tradisional Karo yang terdiri dari 5 (lima) buah alat

musik, yaitu: (1) sarune, (2) gendang singanaki, (3) gendang singindungi, (4)

22

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


penganak, dan (5) gung. Istilah gendang pada Gendang Lima Sendalanen ini berarti

“alat musik”, lima berarti “lima buah”, dan sendalanen berarti “sejalan”. Dengan

demikian Gendang Lima Sendalanen mengandung pengertian “lima buah alat musik

yang dimainkan sejalan atau secara bersama-sama”. Kadang-kadang Gendang Lima

Sendalanen disebut dengan istilah Gendang Sarune. Perlu diketahui juga bahwa,

masing-masing alat musik dalam ensambel Gendang Lima Sendalanen tersebut

dimainkan oleh seorang pemain, kecuali alat musik penganak dan gung yang dapat

dimainkan oleh seorang pemain. Adanya dua istilah atau penyebutan satu ensambel

musik tradisional Karo yang sama ini Gendang Lima Sendalanen dan Gendang Sarune

terjadi karena perbedaan latar belakang dari orang-orang yang menggunakannya.

Di kalangan musisi tradisional Karo istilah Gendang Sarune lebih sering

digunakan, sementara itu di berbagai tulisan tentang kebudayaan musik Karo lebih

banyak menggunakan istilah Gendang Lima Sendalanen. Untuk konsistensi penulisan,

dalam tulisan ini penulis menggunakan istilah Gendang Lima Sendalanen. Ini tidak

berarti istilah Gendang Lima Sendalanen lebih mewakili dari pada Gendang Sarune

karena memang kedua istilah tesebut selalu digunakan dalam masyarakat Karo.

Di bawah ini penulis menjabarkan penjelasan tentang masing-masing instrumen

yang terdapat dalam Gendang Lima Sendalanen, yaitu :

2.2.3.1.1 Sarune

Sarune merupakan alat musik tiup yang memiliki lidah ganda (double reed

aerophone) yang terdapat hampir di seluruh kelompok etnis di Sumatera Utara. Alat

musik ini memiliki tabung berbentuk konis (conical) mirip dengan alat musik obo

(oboe). Instrumen ini terdiri dari lima bagian alat yang dapat dipisah-pisahkan serta

terbuat dari bahan yang berbeda pula yaitu anak-anak sarune, tongkeh, ampang-

ampang, batang sarune, dan gundal. Instrumen dengan karakter yang sama - namun

23

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dengan nama yang berbeda – juga terdapat di masyarakat lainnya di wilayah Nusantara

seperti Jawa dan Bali. Nama yang digunakan ialah pereret (Bali), pleret atau gem(p)ret,

selompret, terompet (Sunda), dan tetepret (Banyumas).

Gambar 2 : Alat Musik Sarune

2.2.3.1.2 Gendang Singanaki dan Gendang Singindungi

Gendang singanaki dan Gendang singindungi (double sided conical drums)

merupakan dua alat musik pukul yang terbuat dari kayu, seperti kayu pohon nangka,

kayu tualang dan beberapa kayu lainnya. Pada kedua sisi alat musik yang berbentuk

konis tersebut, terdapat membrane yang terbuat dari kulit binatang. Sisi depan/atas atau

bagian yang dipukul disebut babah gendang, sisi belakang/bawah (tidak dipukul)

disebut pantil gendang.

Kedua alat musik ini memiliki ukuran yang kecil, panjangnya sekitar 44 cm,

dengan diameter babah gendangnya sekitar 5 cm, sedangkan diameter pantil gendang

sekitar 4 cm. Kedua alat musik tersebut memiliki kesamaan dari sisi bahan, bentuk,

ukuran, dan cara pembuatannya. Perbedaannya hanya pada “gendang mini” yang

disebut gerantung (panjang 11,5 cm) yang diikatkan di sisi badan gendang singanaki,

sedangkan pada gendang singindungi tidak ada. Gendang singindungi dapat

menghasikan bunyi naik turun melalui teknik permainan tertentu. Pada bagian luar (dari

ujung ke ujung) alat musik ini dililitkan tali yang terbuat dari kulit lembu. Tali tersebut

lah yang berfungsi untuk mengencangkan kulit/membrane gendang, sehingga

24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


menghasilkan suara yang berbeda. Tetapi biasanya tehnik ini digunakan untuk

‘menyetem’ suara gendang tersebut, sedangkan gendang singanaki tidak memiliki

tehnik tersebut sehingga bunyi yang dihasilkannya tidak bisa naik turun. Masing-

masing gendang memiliki dua palu-palu gendang atau alat pukul (drum stick)

sepanjang 14 cm.

2.2.3.1.3 Gung dan Penganak

Penganak dan gung tergolong dalam jenis suspended idiophone/gong berpencu

yang memiliki persamaan dari segi konstruksi bentuk, yakni sama seperti gong yang

umumnya terdapat pada kebudayaan musik nusantara. Perbedaan keduanya (Penganak

dan gung) adalah dari segi ukuran atau lebar diameternya. Gung memiliki ukuran yang

besar (diameter 68,5 cm), dan penganak memiliki ukuran yang kecil (diameter 16 cm).

Gung dan Penganak ini terbuat dari kuningan, sedangkan palu-palu (pemukulnya)

terbuat dari kayu dengan benda lunak yang sengaja dibuat di ujungnya untuk

menghasilkan suara gung yang lebih enak didengar (palu-palu gung).

Berikut adalah gambar dari gendang singanaki,gendang singindungi, gong dan

penganak.

Gendang
singindungi
Gendang
singanaki

Gong
Penganak

Palu-palu Palu-palu
gong penganak

Gambar 3 : Alat musik gendang singanaki, gendang singindungi, gong, palu-palu

gong, penganak dan palu-palu penganak

25

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.2.3.1.4 Peran Masing-Masing Instrumen Dalam Gendang Lima Sendalanen

Gendang Lima Sendalanen sebagai suatu ensambel musik yang terdiri dari lima

alat musik memiliki karakter bunyi dan cara memainkan yang berbeda-beda sesuai

dengan bentuk instrumen tersebut.

Sarune dimainkan dengan cara meniup anak-anak sarune (reeds) sementara

jari-jari kedua tangan si pemain memegang (membuka dan menutup) lobang nada yang

terdapat pada badan (batang) alat musik tersebut. Alat musik Sarune ini dalam

Gendang Lima Sendalanen memiliki peran sebagai pembawa melodi lagu.

Sementara itu, gendang singanaki, gendang singindungi dimainkan dengan cara

memukul babah gendang (head membrane) masing-masing dengan dua palu-palu

gendang (alat pukul gendang/stick). Gendang singanaki menghasilkan pola ritem

berulang-ulang (repetitif), sedangkan Gendang singindungi membawakan pola ritem

yang variabel, berbeda dengan pola ritem yang dimainkan gendang singanaki.

Penganak dan gung dimainkan dengan memukul pencu yang terdapat pada

bagian tengah penganak dan gung masing-masing dengan satu palu-palu. Kedua alat

musik tersebut menghasilkan pola pukulan yang berulang-ulang.

Secara umum pemain Gendang Lima Sendalanen dalam setiap pertunjukannya

bermain dalam posisi duduk. Posisi duduk ini - khsususnya untuk penarune dan

penggual - merupakan posisi baku karena dua hal, yaitu:

• Dalam menghasilkan nada-nada tertentu, penarune harus menutupkan ujung

Sarune-nya (tonggum) ke bagian betis kakinya sendiri,

• Penggual senantiasa mengaitkan alat musiknya (gendang singanaki dan

gendang singindungi) diantara kedua kakinya dalam posisi duduk bersila,

sehingga posisi intrumen tersebut menjadi diagonal, dengan babah gendang

mengarah ke sebelah kanan penggual.

26

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


• Simalu gung dan simalu penganak juga bermain dalam posisi duduk, sementara

itu kedua alat musiknya senantiasa digantung dengan seutas tali pada suatu

tempat yang telah disediakan secara khusus.

2.2.3.2 Gendang Telu Sendalanen

Secara harfiah Gendang telu sendalanen memiliki pengertian tiga alat musik

yang sejalan atau dimainkan secara bersama-sama (sama seperti pengertian Gendang

Lima Sendalanen). Ketiga alat musik tersebut adalah (1) Kulcapi/balobat, (2)

ketengketeng, dan (3) mangkok. Dalam ensambel ini ada dua istrumen yang bisa

digunakan sebagai pembawa melodi yaitu kulcapi atau balobat. Pemakaian Kulcapi

atau balobat sebagai pembawa melodi dilakukan secara terpisah dalam upacara yang

berbeda. Sedangkan Keteng-keteng dan mangkok merupakan alat musik pengiring yang

menghasilkan pola-pola ritem yang bersifat konstan dan repetitif.

Jika Kulcapi digunakan sebagai pembawa melodi, dan keteng-keteng serta

mangkok sebagai alat musik pengiringnya , maka istilah Gendang telu sendalanen

sering disebut Gendang Kulcapi, dan jika balobat sebagai pembawa melodi, maka

istilahnya tersebut menjadi gendang balobat. Masing-masing alat musik dimainkan

oleh seorang pemain.

Gambar 4 : Gendang Balobat Gambar 5 :Gendang Telu Sendalanen

(Sumber: Dok. Irwansyah Harahap) (Sumber: Dok. Irwansyah Harahap)

27

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.2.3.2.1 Kulcapi

Kulcapi adalah alat musik petik berbentuk lute yang terdiri dari dua buah senar

(two-strenged fretted-necked lute). Dahulu kala senarnya terbuat dari akar pohon aren

(enau) namun sekarang telah diganti senar metal. Langkup kulcapi (bagian depan

resonator Kulcapi) tidak terdapat lobang resonator, justru lobang resonator (disebut

babah) terdapat pada bagian belakang Kulcapi. Dalam memainkan kulcapi, lobang

resonator (babah) tersebut juga berfungsi untuk mengubah warna bunyi (efek bunyi)

dengan cara tonggum, yakni suatu teknik permainan kulcapi dengan cara mendekapkan

seluruh/sebagian babah kulcapi ke badan pemain kulcapi secara berulang dalam

waktu tertentu. Efek bunyi Kulcapi yang dihasilkan melalui tehnik tonggum ini hampir

menyerupai efek bunyi echo pada alat musik elektronik pada umumnya.

Gambar 6 : Alat musik Kulcapi

2.2.3.2.2 Balobat

Balobat merupakan alat musik tiup yang tebuat dari bambu (block flute).

Instrumen ini mirip dengan alat musik recorder pada alat musik barat. Balobat

memiliki enam buah lobang nada. Dilihat dari perannya dalam gendang telu sedalanen,

balobat memiliki peran yang sedikit atau kurang berperan penting, karena pada

sebagian besar penampilan Gendang telu sendalanen biasanya menggunakan Kulcapi

pembawa melodi.

Gambar 7 : Alat musik balobat

28

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.2.3.2.3 Ketteng-Ketteng

Keteng-keteng merupakan alat musik yang terbuat dari bambu. Bunyi

ketengketeng dihasilkan dari dua buah “senar” yang diambil dari kulit bambu itu sendiri

(bamboo idiochord). Pada ruas bambu tersebut dibuat satu lobang resonator dan tepat di

atasnya ditempatkan sebilah potongan bambu dengan cara melekatkan bilahan itu ke

salah satu senar keteng-keteng. Bilahan bambu itu disebut gung, karena peran musikal

dan warna bunyinya menyerupai gung dalam Gendang Lima Sendalanen. Bunyi musik

yang dihasilkan keteng-keteng merupakan gabungan dari alat-alat musik pengiring

Gendang Lima Sendalanen (kecuali sarune) karena pola permainan keteng-keteng

menghasilkan bunyi pola ritem: gendang singanaki, gendang singindungi, penganak

dan gung yang dimainkan oleh hanya seorang pemain ketengketeng.

Menurut Sempa Sitepu (1982: 192) kemungkinan terciptanya alat musik ini

(keteng-keteng) ialah untuk menanggulangi kesulitan memanggil gendang (Gendang

Lima Sendalanen) dan untuk acara yang tidak begitu besar seperti ndilo tendi

(memanggil roh) atau erpangir ku lau, alat tersebut dapat menggantikannya. Balobat

digunakan sebagai pembawa melodi menggantikan sarune dalam Gendang Lima

Sendalanen.

Gambar 8 : Alat musik Ketteng-Ketteng

29

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.2.3.2.4 Mangkok

Mangkok yang dimaksud dalam hal ini adalah semacam cawan (chinese glass-

bowl) yang pada dasarnya bukan merupakan alat musik, namun dalam gendang telu

sedalanen, mangkok tersebut digunakan sebagai instrumen pembawa ritmis. Selain

sebagai alat musik, mangkok juga merupakan perlengkapan penting dari guru sibaso

(dukun) dalam sistem kepercayaan tradisional Karo. Mangkok tersebut digunakan

sebagai tempat air suci atau air bunga atau juga beras dalam ritual tertentu. Ketika

mangkok digunakan atau dipakai sebagai alat musik dalam Gendang telu sendalanen

biasanya diisi air putih biasa, tujuannya agar bunyi yang dihasilkan mangkok tersebut

menjadi lebih nyaring.

Gambar 9 : Alat musik Mangkok dan palu-palu

2.2.3.2.5 Peran Masing-Masing Instrumen Gendang Telu Sendalanen

Secara struktur musikal, Gendang telu sendalanen mengacu kepada struktur

musikal Gendang Lima Sendalanen, dimana peran musikalnya dibagi dalam dua bagian

penting, yakni satu alat musik sebagai pembawa melodi, yang lainnya sebagai istrumen

musik pengiring. Dalam gendang telu sedalanen, Kulcapi (dalam Gendang Kulcapi)

atau balobat (dalam gendang balobat) berperan sebagai alat musik pembawa melodi.

Keteng-keteng dan mangkok memiliki peranan sebagai musik pengiring. Namun

keteng-keteng sebagai alat musik pengiring memiliki peran yang unik, yakni

menghasilkan bunyi imitasi (tiruan) dari bunyi empat alat musik pengiring yang

30

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


terdapat pada Gendang Lima Sendalanen. Dalam pola permainan alat musik keteng-

keteng terdapat sora (“bunyi”) penganak, gung, cak-cak (pola ritem) singanaki dan

singindungi. Pola pukulan mangkok merupakan pukulan konstan berulang-ulang

mengikuti pola permainan penganak atau gung dalam Gendang Lima Sendalanen.

2.2.3.2.6 Posisi Pemain Gendang Telu Sendalanen

Para pemain Gendang telu sendalanen bermain musik dalam posisi duduk. Alat

musik Kulcapi dimainkan dengan posisi tangan kanan memangku ujung alat musik

sekaligus jari tangan kanan memegang kuis-kuis, yaitu alat petik yang terbuat dari kayu

atau kadang-kadang dari tanduk binatang. Sementara tangan kiri memegang kerahong

(neck) Kulcapi sekaligus jari-jari tangan kiri berperan menekan senar Kulcapi dalam

memainkan melodi. Keteng-keteng dimainkan dengan meletakkan alat musik tersebut

di lantai di depan pemain, mangkok juga ditempatkan dalam posisi serupa.

Gambar 10 : Posisi memainkan kulcapi oleh perkulcapi

31

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.2.3.3 Alat Musik Tradisional Karo Non-Ensambel

Selain alat-alat musik yang termasuk dalam kedua ensambel yang telah

diuraikan di atas, masih terdapat lagi beberapa alat musik tradisional Karo yang

dimainkan secara sendiri (solo) tanpa disertai atau diiringi dengan alat musik yang lain

(non-ensembel). Alat musik solo tersebut adalah Kulcapi, balobat, surdam, embal-

embal, empi-empi, murbab, genggong, dan tambur. Di bawah ini penulis akan

meguraikan beberapa dari alat musik solo tersebut.

2.2.3.3.1 Surdam

Surdam juga alat musik tiup yang terbuat dari bambu. Alat musik surdam ditiup

dari belakang dengan ruas bambu yang terbuka (endblown flute). Secara konstruksi dan

tehnik memainkan, surdam memiliki kemiripan dengan saluang pada musik tradisional

Minangkabau atau shakuhachi pada musik tradisional Jepang. Tidak seperti balobat

yang secara sederhana dapat langsung berbunyi ketika ditiup, surdam memiliki teknik

khusus untuk meniupnya agar dapat berbunyi (lihat Lampiran Gambar L.3). Tanpa

menguasai teknik tersebut, surdam tidak akan berbunyi ketika ditiup. Alat musik

surdam biasanya dimainkan pada malam hari ketika suasana sepi.

2.2.3.3.2 Embal-embal dan Empi-empi

Kedua alat musik ini sebenarnya merupakan alat musik yang hanya biasa

ditemukan pada sawah atau ladang ketika padi sedang menguning. Keduanya

dimainkan atau digunakan sebagai alat musik hiburan pribadi di sawah atau di ladang

ketika menjaga padi dari gangguan burung. Embal-embal (aerophone, single reed)

terbuat dari satu ruas bambu yang dibuat lobang-lobang penghasil nada. Sebagai alat

musik tiup, lidah (reed) embal-embal dibuat dari badan alat musik alat musik itu

sendiri. Empi-empi (aerophone, multiple reeds) terbuat dari batang padi yang telah

mulai menguning. Lidah (reed) dari empi-empi dibuat dari batang padi itu sendiri,

32

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dengan cara memecahkan sebagian kecil dari salah satu ujung batang padi yang

memiliki ruas. Akibat terpecahnya ruas batang padi menjadi beberapa bagian (tidak

terpisah) maka ketika ditiup bagian yang terpecah tersebut akan menimbulk Sebagian

yang tidak terpecah kemudian dibuat lobang-lobang untuk menghasilkan nada yang

berbeda. Biasanya empi-empi mempunyai empat buah lobang nada. Untuk saat

sekarang, embal-embal dan empi-empi sudah semakin jarang ditemukan/dimainkan

oleh masyarakat Karo, khususnya orang Karo yang berada di daerah pedesaan.an bunyi.

2.2.3.3.3 Murbab dan Genggong

Alat musik murbab atau murdab merupakan alat musik gesek menyerupai rebab

pada alat musik tradisional Jawa atau biola pada musik klasik barat. Murbab terdiri dari

dua senar, sedangakan resonatornya terbuat dari tempurung kelapa. Alat musik murbab

dahulu dipergunakan sebagai alat musik solo dan dimainkan dihadapan beberapa orang

sebagai hiburan. Alat musik ini kemungkinan besar telah hilang dari kebudayaan musik

Karo. Genggong adalah alat musik yang terbuat dari besi, dan dibunyikan dengan

menggunakan mulut sebagai resonator. Selain sebagai resonator, mulut juga berfungsi

untuk mengubah tinggi rendahnya nada yang diinginkan. Pada waktu dulu, genggong

dipergunakan oleh anak perana (perjaka) untuk memanggil singudanguda (gadis)

pujaan hatinya pada malam hari agar keluar dari rumah, sehingga mereka bisa memadu

kasih asmara. Biasanya, seorang anak perana memainkan genggong dengan lagu

tertentu yang telah dimengerti oleh kekasihnya, sehingga dia akan keluar dari rumah.

Genggong juga diperkirakan telah hilang dari kebudayaan musik Karo saat ini.

33

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.3 Sistem Kekerabatan

Sistem kekerabatan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

kehidupan sehari-hari yang terwujud pada sikap dan perilaku, fungsi dan

tanggungjawab suatu keluarga dengan keluarga lainnya secara menyeluruh sehingga

seluruh keluarga terintegrasi di dalam system kekerabatan masyarakat tersebut.

2.3.1 Merga Silima

Sistem kekerabatan pada masyarakat Karo dikenal dengan istilah Merga Silima.

Merga Silima artinya terdapat lima kelompok marga pada masyarakat suku Karo, yaitu:

(Sarjani Tarigan 2012 : 42-47)

A. Karo- Karo

B. Ginting

C. Tarigan

D. Sembiring

E. Perangin-angin

2.3.2 Tutur Siwaluh

Pengertian dari Tutur Siwaluh yaitu dibagi menjadi dua kata: Tutur dan

Siwaluh. Tutur yang dimaksud dalam tulisan ini adalah kedudukan dalam adat, dan

Siwaluh adalah kedelapan. Jadi yang dimaksud dengan Tutur Siwaluh dalam penelitian

ini adalah delapan kedudukan dalam adat bagi masayarakat suku Karo. Pembagian

Tutur Siwaluh pada masyarakat Karo adalah sebagai berikut:

1. Sembuyak Sembuyak

Sembuyak Sembuyak adalah orang-orang yang bersaudara (satu ayah dan satu

ibu), atau satu kakek. Misalnya, Rio Ginting, mempunyai adik laki-laki yang berasal

dari ayah dan ibu yang sama. Maka Rio dan adik laki-lakinya adalah Sembuyak.

34

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2. Senina Senina

Senina Senina adalah setiap orang yang memiliki merga yang sama, terkecuali

bila ada seorang laki-laki dan seorang perempuan memiliki merga yang sama maka

mereka adalah erturang. Misalnya, Rudi Tarigan dan Indra Tarigan maka mereka

adalah Senina. Contoh lain Adi Tarigan dan Susi br Tarigan maka mereka adalah

erturang berdasarkan merga yang sama walaupun tidak berasal dari satu kakek.

3. Senina Sipemeren Senina Sipemeren

Senina Sipemeren Senina Sipemeren adalah orang yang bersaudara (ersenina,

erturang) karena ibu mereka bersaudara atau beru ibu mereka sama. Misalnya, Robert

Barus mempunyai mempunyai ibu beru Ginting, dan Juan Tarigan memiliki ibu beru

Ginting, maka Robert Barus dan Juan Tarigan adalah Senina Sipemeren.

4. Senina Siparibanen Senina Siparibanen

Senina Siparibanen Senina Siparibanen adalah orang-orang yang bersaudara

karena beru istri mereka sama. Misalnya, Roni Ginting mempunyai istri beru Tarigan,

dan Bedu Barus mempunyai istri beru Tarigan. Maka Roni dan Bedu adalah Senina

Siparibanen.

5. Kalimbubu Kalimbubu

Kalimbubu Kalimbubu yaitu kelompok pemberi istri bagi keluarga (merga)

tertentu. Misalnya Henry Tarigan mempunyai istri beru Bangun. Maka kalimbubu dari

Henry adalah klan merga Bangun

6. Puang Kalimbubu Puang Kalimbubu

Puang Kalimbubu Puang Kalimbubu adalah Kalimbubu dari Kalimbubu atau

dapat juga disebut Kalimbubu dari paman. Misalnya, Rudi Tarigan mempunyai ibu

beru Bangun bere-bere Sembiring, maka Puang Kalimbubu Rudi Tarigan adalah merga

35

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sembiring atau dengan kata lain Puang Kalimbubu dapat juga disebut dengan mama

nandeta (paman dari ibu).

7. Anak Beru Anak Beru

Anak Beru Anak Beru adalah sekelompok yang mengambil istri dari keluarga (merga)

tertentu Misalnya Joni Tarigan menikah dengan seorang perempuan beru Ginting.

Maka Joni Tarigan akan menjadi anak beru di keluarga merga Ginting (istri).

8. Anak Beru Menteri

Anak beru menteri adalah anak beru dari anak beru. Misalnya, Riko Ginting

mempunyai saudara perempuan, kemudian saudara perempuan Riko Ginting menikah

dengan Aldo Tarigan. Dari hasil pernikahan itu lahirlah seorang anak perempuan, yaitu

Mbelgah br Tarigan. Kemudian Mbelgah Tarigan menikah dengan Tangke Bangun,

maka Tangke Bangun tersebut beserta keturunannya menjadi anak beru menteri di

keluarga Riko Ginting.

2.3.3 Rakut Sitelu

Rakut sitelu adalah gabungan dari dua kata yaitu Rakut yang mempunyai arti

ikatan, dan Sitelu berarti tiga. Jadi pengertian rakut sitelu adalah tiga ikatan yang

berhubungan. Didalam masyarakat Karo Rakut sitelu juga mempunyai pengertian lain

yaitu sangkep nggeluh (kelengkapan hidup) bagi. Yang dimaksud dengan rakut sitelu

adalah, sebagai berikut :

1. Kalimbubu

Yang dimaksud dengan kalimbubu adalah marga pihak pemberi istri, dan

saudara laki-laki dari pihak istri.

2. Anak Beru

Anak beru adalah anak perempuan yang dalam kehidupan masyarakat Karo

dikenal sebagai kelompok yang mengambil istri dari keluarga tertentu.

36

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3. Senina

Senina adalah orang-orang yang satu kata dalam permusyawaratan adat.

Pengertian lain dari senina yaitu orang yang mempunyai marga yang sama dan masih

satu keturunan atau masih terdapat satu marga. Ketiga inilah yang disebut dengan Rakut

Sitelu, Rakut Sitelu sangat berperan penting dalam upacara adat bagi masyarakat Karo.

Jika dalam sebuah upacara adat salah satu dari Rakut Sitelu belum hadir maka upacara

tersebut tidak dapat dimulai.

37

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB III

ALAT MUSIK KULCAPI DALAM MASYARAKAT KARO

3.1 Klasifikasi Kulcapi

Dalam mengklasifikasikan instrumen kulcapi, penulis mengacu pada teori yang

dikemukakan oleh Curt Sach dan Hornbostel (1961) yaitu: ”Sistem pengklasifikasian

alat musik berdasarkan sumber penggetar utama bunyinya. Sistem klasifikasi ini terbagi

menjadi empat bagian yaitu: Idiofon (penggetar utama bunyinya adalah badan dari alat

musik itu sendiri), Aerofon (penggetar utama bunyinya adalah udara), Membranofon

(penggetar utama bunyinya adalah kulit atau membran), Kordofon (penggetar utama

bunyinya adalah senar atau dawai).

Mengacu pada teori tersebut, maka kulcapi diklasifikasikan sebagai alat musik

kordofon karena senar adalah sebagai sumber utama penggetar bunyinya. Sesuai

dengan bentuknya, kulcapi merupakan alat musik lutes yang memiliki leher (neck) dan

posisi dawainya sejajar dengan kotak resonatornya dengan bahasa lain yang lebih rinci

kulcapi dikategorikan sebagai two-strenged fretted-necked lute.

3.2 Kulcapi pada masyarakat Karo

Pada awalnya kulcapi hanya dimainkan tunggal tanpa diiringi alat musik

tradisional lain seperti ketteng-ketteng, mangkuk, gendang singindungi, gendang

singanaki, maupun gung dan penganak. Pada saat kulcapi dimainkan secara tunggal

atau solo instrumen kulcapi memiliki cerita-cerita atau masyarakat sering menyebutnya

sebagai turi-turin Karo. Biasanya turi-turin ini di ceritakan oleh perkulcapi pada saat

malam hari di kesain kuta atau di Jambur. Beberapa turi-turin yang ada pada

permainan kulcapi secara solo instrumen adalah, perkatimbung beru tarigan, penganjak

kuda sitajur, perkabang gurisa dll. Namun seiring dengan perkembangan zaman

38

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kulcapi akhirnya dimainkan dengan diiringi alat musik lain yaitu ketteng-ketteng dan

mangkuk. Penggabungan instrumen inilah yang kemudian menghasilkan ansambel

gendang telu sendalanen/gendang kulcapi, ansambel inilah yang kemudian dipakai

oleh masyarakat karo untuk mengiringi upacara ritual erpangir ku lau.

Pada tahun 1970-an, kulcapi pertama kali di gabungkan dengan gendang

sarune. Kulcapi dan sarune digunakan sebagai pembawa melodi utama yang

dimainkan secara bergantian. Pada saat itu penggabungan ini diiringi oleh 6 Djasa

Tarigan sebagai pemain kulcapi.

Setelah digabungkan dengan ansambel gendang sarune, pada tahun 1990-an

kulcapi dipakai untuk menambah melodi pada alat musik modern yakni keyboard yang

pada saat itu masih memakai merk Yamaha type PSS dan PSR hingga kemudian

dipakai keyboard merk Technics type KN 2000 dan sekarang KN 2600. Penggabungan

ini juga awalnya digunakan oleh Djasa Tarigan dan awalnya mendapat respon positif

oleh masyarakat Karo sehingga pada saat itu pekerjaan Djasa Tarigan bermain kulcapi

untuk mengiringi hiburan gendang guro – guro aron masyarakat Karo sangatlah padat,

dalam satu hari bisa mendapat panggilan hingga 4 sampai 5 kali. Hal ini diutarakan

oleh anak Djasa Tarigan yaitu 7Yanto Tarigan.

Hingga pada saat ini setelah keluar keyboard type baru bermerk Technics, suara

kulcapi tergantikan oleh melodi yang dihasilkan tuts keyboard tersebut, sehingga

masyarakat Karo di beberapa daerah sudah jarang memanggil pemain kulcapi untuk

mengiringi pesta hiburan gendang guro-guro aron, bahkan ada juga yang sudah

memakai keyboard untuk mengiringi ritual erpangir kulau tanpa kulcapi maupun

ketteng-ketteng secara total.

6
Jasa Tarigan wafat pada tanggal 17 juni 2013
7
Wawancara dengan Yanto Tarigan

39

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka 1991 : 253 bahwa

eksistensi adalah keberadaan. Eksistensi kulcapi pada masyarakat Karo bisa dikatakan

sudah hampir punah. Hal ini dapat dilihat jika dibandingkan dengan permintaan musik

tradisional Karo khususnya kulcapi pada acara hiburan (gendang guro-guro aron)

maupun upacara ritual Karo yang sangat sulit untuk menemukan pemain kulcapi.

Keberadaan ini disebabkan oleh faktor yang sudah dijelaskan di atas sebelumnya, yaitu

suara kulcapi yang digantikan oleh musik modern yakni keyboard. Selain itu pelatihan

untuk bermain kulcapi sangat sulit untuk ditemukan. Adapun beberapa pemain kulcapi

yang dipanggil masyarakat karo untuk mengiringi acara hiburan kebanyakan dari

mereka belajar secara otodidak, sedangkan untuk acara ritual belajar secara tertutup

atau belajar pribadi bukan massal kepada Djasa Tarigan semasa hidup.

Namun saat ini, kulcapi sudah diproduksi oleh beberapa pengrajin alat musik

tradisional Karo, beberapa diantaranya adalah Bapak Pauji Ginting (Pancur Batu ), Baji

Sembiring Pelawi ( Seberaya ), Pulungenta Sembiring (Kabanjahe), Bangun Tarigan

(Sarimunthe), Dodi Pranata Purba (Sukamakmur), Jhon Hadir Purba dan pengrajin lain

diluar sepengetahuan penulis . Jika kulcapi diproduksi tanpa adanya pelatihan kulcapi,

hal ini bisa saja mengurangi nilai kulcapi sebagai alat musik tradisional Karo atau

dengan kata lain bisa menggeser nilai kulcapi, yang awalnya sebagai alat musik

tradisional Karo menjadi alat souvenir atau pajangan dinding.

40

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Berikut merupakan konstruksi bagian-bagian pada Kulcapi.

Tunning
peg gitar

Fret/tembuku Dekung/
Kerahung/ senar
leher

Langkup/
membran
Babah/lubang
resonator

Gambar 11 : Nama dari bagian-bagian alat musik Kulcapi

Takur/bridge
Kepala kulcapi/
takal

Gambar 12 : Kepala Kulcapi Gambar 13 : Takur

3.3 Kulcapi secara solo instrumen

Seperti yang dijelaskan sebelumnya kulcapi adalah salah satu alat musik

tradisional yang ada pada masyarakat Karo. Kulcapi adalah alat musik petik yang

dalam klasifikasi alat musiknya tergabung ke dalam kordofon (two-strenged fretted-


41

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


necked lute) atau lute berleher yang memiliki fret dan dua senar. Kulcapi bisa terbuat

dari kayu tualang, nangka, dan kembawang. Selain bisa dimainkan secara solo

instrumen kulcapi juga bisa dimainkan secara ansambel musik. Secara ansambel,

kulcapi tergabung ke dalam ansambel gendang telu sendalanen atau yang biasa disebut

juga dengan gendang kulcapi. Dalam ansambel gendang kulcapi, kulcapi digunakan

sebagai pembawa melodi utama. Orang yang memainkan kulcapi disebut perkulcapi,

menurut bapak Bangun Tarigan dahulu seorang perkulcapi itu dapat dikatakan sebagai

seorang perkulcapi ketika dia bisa membuat kulcapi, mencari senar kulcapi,

memainkan kulcapi, bercerita, dan bernyanyi. Berbeda dengan sekarang kebanyakan

pemain kulcapi hanya bisa bermain kulcapi saja.

Dalam komposisi permainan kulcapi secara solo instrumen terdapat beberapa

komposisi permainan kulcapi yaitu, seperti turi-turin penganjak kuda sitajur, turi-turin

perkabang nggurisa, turi-turin perkatimbung beru tarigan, tangis-tangis seberaya,

tangis-tangis guru, dan beberapa cerita lainnya. Masing- masing cerita tersebut

diceritakan oleh perkulcapi sambil memainkan kulcapinya. Menurut Bangun Tarigan

komposisi-komposisi kulcapi tersebut dimainkan di saat malam hari ketika masyarakat

Karo sudah menyelesaikan aktivitasnya, pada zaman dahulu karena hiburan masih

begitu minim kulcapi dimainkan sebagai hiburan. Tidak ada konsep atau persiapan

yang dilakukan perkulcapi dalam memainkan kulcapinya. Sehingga pada saat

masyarakat Karo melihat perkulcapi membawa kulcapinya mereka meminta perkulcapi

tersebut untuk memainkan kulcapinya, dan pada saat memainkan kulcapi disaat itu juga

muncul ide cerita atau turi-turin atau komposisi-komposisi permainan kulcapi secara

solo instrumen tersebut. Pada penyajiannya cerita atau turi-turin yang dibawakan

perkulcapi tersebut pola permainan atau ceritanya berasal dari ungkapan atau ide-ide

dari perkulcapi sendiri/ sesuai dengan perasaan atau keinginan perkulcapi sendiri.

42

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dalam pertunjukan secara solo tersebut, perkulcapi akan menceritakan kisah atau

komposisi yang akan dia mainkan lalu memainkannya dalam melodi kulcapi. Misalnya

perkulcapi menceritakan mengenai turi-turin yang menjadikan manusia atau hewan

sebagai aktor utama dalam ceritanya, maka perkulcapi akan menjelaskan bagaimana

sifat manusia atau hewan tersebut dalam bentuk cerita atau turi-turin beserta dengan

permainan kulcapi. Dalam turin-turin penganjak kuda sitajur misalnya, terdapat

beberapa tangis-tangis yang menceritakan bagaimana kematian sitajur dalam

peperangan dan dalam bagian tangis-tangis tersebut perkulcapi memainkannya dalam

melodi kulcapi yang menggambarkan kesedihan dari keluarga si tajur tersebut. Kadang

tidak hanya senar atau dekung kulcapi yang ia mainkan, namun kadang badan atau

unsur fisik kulcapi juga ikut dimainkan untuk menyampaikan pesan kepada pendengar

tentang kisah apa, atau situasi seperti apa yang sedang terjadi pada turi-turin yang

sedang ia bawakan.

3.4 Kulcapi Pada Ansambel Gendang Telu Sendalanen

3.4.1 Gendang Telu Sendalanen

Secara harfiah gendang telu sendalanen atau yang biasa juga disebut dengan

gendang kulcapi memiliki pengertian sebagai sebuah ansambel musik yang pembawa

melodi utamanya adalah kulcapi atau biasa juga disebut sebagai gendang kulcapi.

Namun pada gendang telu sendalanen balobat juga kadang digunakan sebagai

pembawa melodi utama. Ansambel musik gendang telu sendalanan tersebut terdiri dari

(1) Kulcapi/balobat, (2) ketteng-ketteng, dan (3) mangkok.

1. Kulcapi adalah alat musik petik yang memiliki dua senar, pada ansambel

gendang telu sendalanen kulcapi juga digunakan sebagai pembawa melodi

utama.

43

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2. Balobat merupakan alat musik tiup yang tebuat dari bambu (block flute).

Instrumen ini mirip dengan alat musik recorder pada alat musik barat.

Balobat memiliki enam buah lobang nada. Dilihat dari perannya dalam

gendang telu sedalanen, balobat memiliki peran yang sedikit atau kurang

berperan penting, karena pada sebagian besar penampilan gendang telu

sendalanen biasanya menggunakan kulcapi pembawa melodi.

3. Ketteng-ketteng merupakan alat musik yang terbuat dari bambu. Bunyi

ketteng-ketteng dihasilkan dari dua buah “senar” yang diambil dari kulit

bambu itu sendiri (bamboo idiochord). Pada ruas bambu tersebut dibuat satu

lobang resonator dan tepat di atasnya ditempatkan sebilah potongan bambu

dengan cara melekatkan bilahan itu ke salah satu senar ketteng-ketteng.

Bilahan bambu itu disebut gung, karena peran musikal dan warna bunyinya

menyerupai gung dalam gendang sarune. Bunyi musik yang dihasilkan

ketteng-ketteng merupakan gabungan dari alat-alat musik pengiring gendang

sarune (kecuali sarune) karena pola permainan ketteng-ketteng

menghasilkan bunyi pola ritem: gendang singanaki, gendang singindungi,

penganak dan gung yang dimainkan oleh hanya seorang pemain ketteng-

ketteng.

Menurut Sempa Sitepu (1982: 192) kemungkinan terciptanya alat musik ini

(ketteng-ketteng) ialah untuk menanggulangi kesulitan memanggil gendang

(gendang Sarune ) dan untuk acara yang tidak begitu besar seperti ndilo

tendi (memanggil roh) atau erpangir ku lau, alat tersebut dapat

menggantikannya. Balobat digunakan sebagai pembawa melodi

menggantikan sarune dalam gendang sarune.

44

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4. Mangkok yang dimaksud dalam hal ini adalah semacam cawan (chinese

glassbowl) yang pada dasarnya bukan merupakan alat musik, namun dalam

gendang telu sedalanen, mangkok tersebut digunakan sebagai instrumen

pembawa ritmis. Selain sebagai alat musik, mangkok juga merupakan

perlengkapan penting dari guru sibaso (dukun) dalam sistem kepercayaan

tradisional Karo. Mangkok tersebut digunakan sebagai tempat air suci atau

air bunga atau juga beras dalam ritual tertentu. Ketika mangkok digunakan

atau dipakai sebagai alat musik dalam gendang telu sendalanen biasanya

diisi air putih biasa, tujuannya agar bunyi yang dihasilkan mangkok tersebut

menjadi lebih nyaring.

Dalam ensambel ini ada dua istrumen yang bisa digunakan sebagai pembawa

melodi yaitu kulcapi atau balobat. Pemakaian kulcapi atau balobat sebagai pembawa

melodi dilakukan secara terpisah dalam upacara yang berbeda. Sedangkan Ketteng-

ketteng dan mangkok merupakan alat musik pengiring yang menghasilkan pola-pola

ritem yang bersifat konstan dan repetitif.

3.4.2 Peran Masing-Masing Instrumen Gendang Telu Sendalanen

Secara struktur musikal, gendang kulcapi mengacu kepada struktur musikal

gendang sarune, dimana peran musikalnya dibagi dalam dua bagian penting, yakni satu

alat musik sebagai pembawa melodi, yang lainnya sebagai istrumen musik pengiring.

Dalam gendang kulcapi, Kulcapi/balobat berperan sebagai alat musik pembawa

melodi. Ketteng-ketteng dan mangkok memiliki peranan sebagai musik pengiring.

Namun ketteng-ketteng sebagai alat musik pengiring memiliki peran yang unik, yakni

menghasilkan bunyi imitasi (tiruan) dari bunyi empat alat musik pengiring yang

terdapat pada gendang sarune. Dalam pola permainan alat musik ketteng-ketteng

terdapat suara (bunyi) penganak, gung, cak-cak (pola ritem) singanaki dan singindungi.

45

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pola pukulan mangkok merupakan pukulan konstan berulang-ulang mengikuti pola

permainan penganak atau gung dalam gendang sarune.

3.4.3 Posisi pemain Gendang Kulcapi

Para pemain gendang Kulcapi bermain musik dalam posisi duduk. Alat musik

Kulcapi dimainkan dengan posisi tangan kanan memangku ujung alat musik sekaligus

jari tangan kanan memegang kuis-kuis, yaitu alat petik yang terbuat dari kayu atau

kadang-kadang dari tanduk binatang. Sementara tangan kiri memegang kerahong

(neck) Kulcapi sekaligus jari-jari tangan kiri berperan menekan senar Kulcapi dalam

memainkan melodi. Ketteng-ketteng dimainkan dengan meletakkan alat musik tersebut

di lantai di depan pemain, mangkok juga ditempatkan dalam posisi serupa.

3.5 Penggabungan Kulcapi Dengan Gendang Lima Sendalanen

Dalam perkembangannya kulcapi bisa dimainkan diluar penggunaannya sebagai

alat musik solo dan juga diluar kegunaannya dalam ansambel gendang telu sendalanen.

Hal ini bisa dilihat dari penggunaan kulcapi dalam penggabungannya dengan gendang

lima sendalanen atau dengan gendang keyboard. Dalam penggabungannya dengan

gendang lima sendalanen atau gendang keyboard, kulcapi tetap digunakan sebagai

pembawa melodi, namun penggunaannya tidak sedominan dalam gendang telu

sendalanen, dalam penggabungan dengan gendang lima sendalanen, kulcapi dimainkan

secara bergantian dengan sarune atau dengan keyboard.

46

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 14 : Sierjabaten yang memainkan penggabungan alat musik kulcapi dengan

alat musik gendang lima sendalanen

3.6 Fungsi Kulcapi Pada Masyarakat Karo

Pada perkembangannya, fungsi dan kegunaan kulcapi mengalami perubahan

dalam masyarakat Karo. Hal itu terlihat pada penggunaan kulcapi dalam upacara atau

kegiatan-kegiatan kesenian yang ada pada masyarakat Karo. Pada awalnya kulcapi

hanya digunakan secara tunggal atau solo tanpa diiringi oleh alat musik lain. Setelah

mengalami berbagai perkembangan musik atau perkembangan dalam kegiatan-kegiatan

dalam masyarakat Karo, kulcapi dapat digabungkan dengan ansambel lain seperti pada

awalnya kulcapi digabungkan dengan ensambel gendang telu sendalanen yang pada

saat itu digunakan sebagai alat musik pengiring dalam upacara ritual erpangir ku lau

dan acara ritual lainnya. Dan setelah itu, kulcapi juga digabungkan dengan ensambel

gendang lima sendalanen bahkan dengan gendang kibot yang merupakan salah alat

musik yang dapat memanipulasi seluruh suara yang ada pada alat musik tradisional

47

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Karo. Pada bagian ini penulis akan menuliskan bagaimana fungsi kulcapi dalam

kehidupan masyarakat Karo.

3.6.1 Fungsi Kulcapi Sebagai Pengungkapan Emosional

Fungsi kulcapi sebagai pengungkapan emosional yang dimaksud adalah

bagaimana perkulcapi mengungkapkan isi hatinya melalui lantunan melodi kulcapi.

Dalam penyajiannya, kulcapi dapat dimainkan secara ansambel maupun tunggal.

Fungsi pengungkapan emosional kulcapi dimainkan secara tunggal. Hal ini bisa terlihat

ketika perkulcapi memainkan lagu-lagu sedih perkulcapi dapat ikut merasa sedih, atau

ketika rindu terhadap seseorang kulcapi dapat dipakai untuk membayangkan orang

yang dimaksud.

3.6.2 Fungsi Kulcapi Sebagai Hiburan

Dalam kehidupan masyarakat Karo saat ini alat musik kulcapi tidak hanya

digunakan sebagai pengiring kegiatan-kegiatan ritual, namun pada saat ini penggunaan

kulcapi lebih dari sekedar membawakan melodi dalam upacara-upacara tersebut. Pada

saat ini kulcapi sering ditampilkan dalam pertunjukan-pertunjukan kesenian Karo,

seperti hiburan rakyat dalam acara gendang guro-guro aron, hal ini dapat dilihat saat

dimainkan secara ansambel, baik dengan gendang tradisi maupun musik modern,

kulcapi sangat diminati masyarakat sebagai musik hiburan. Hal ini terlihat semakin

banyaknya permintaan masyarakat Karo terhadap pemain kulcapi untuk mengiringi

dalam berbagai acara adat maupun acara gendang guro-guro aron, selain itu rekaman

musik daerah Karo bernuansa gendang keyboard semakin marak dengan

digabungkannya kulcapi dengan musik keyboard.

3.6.3 Fungsi Kulcapi Sebagai Komunikasi

Pada masyarakat Karo kulcapi dapat digunakan sebagai alat komunikasi, dalam

beberapa turi-turin atau cerita Karo permainan melodi kulcapi dapat digunakan untuk

48

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


menyampaikan suatu pesan dalam turi-turin yang dibawakannya. Dalam lagu

penganjak kuda sitajur, perkabang nggurisa, lagu perkatimbung beru tarigan berisi

tentang sebuah legenda pada kebudayaan Karo, dimana si pemain kulcapi bercerita

sambil bermain kulcapi di halaman kampung, kulcapi dimainkan dan menirukan

berbagai suasana pada cerita tersebut ataupun menirukan suara aktor yang terlibat pada

cerita tersebut, sebagai contoh pada turi-turin penganjak kuda sitajur, kulcapi sering

sekali dipakai untuk menirukan suara kuda ataupun hentakan kaki kuda.

3.6.4 Fungsi Kulcapi Sebagai Pengesahan Lembaga Sosial dan Upacara

Keagamaan

Fungsi tersebut sebenarnya belum baku dalam agama tertentu pada suku Karo,

namun beberapa gereja sudah mulai memakai kulcapi sebagai alat musik pengiring

dalam acara kebaktian. sebagai contoh GBKP Sibolangit dan beberapa gereja lainnya

yang memakai kulcapi untuk kebaktian pemberkatan pernikahan, selain itu pernah juga

dipakai untuk mengiringi kebaktian Natal.

3.6.5 Nada Yang Dihasilkan Pada Kulcapi

Sebagai informasi perlu beritahukan bahwa penjelasan nada yang akan penulis

jelaskan merupakan penjelasan berdasarkan kesimpulan pribadi dan tidak memiliki

referensi formal yang resmi dan berdasarkan pada instrument kulcapi yang penulis

miliki sendiri, sehingga ketidaksesuain mungkin saja terjadi dikarenakan oleh peletakan

fret pada finger board yang berbeda jarak dan ukurannya pada masing-masing kulcapi

tergantung pada si pembuat kulcapi sendiri, karna seperti yang kita ketahui belum ada

standarisasi yang baku dan formal pada pembuatan kulcapi.

Sejatinya pada kulcapi karo pada awalnya tidak pernah dipasangkan

fret/pembatas nada seperti yang banyak kita temukan sekarang ini, sehingga dalam

penentuan nada ketika bermain sebenarnya lebih mirip biola daripada gitar. Namun

49

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


untuk memudahkan pemain dan kejelasan bunyi yang dihasilkan maka banyak pembuat

kulcapi sekarang yang sengaja menambahkan sendiri fret pada finger board kulcapi

karo. Pada umumnya terdapat 5 fret yang dipasang pada kulcapi, namun untuk

mencapai nada satu oktav kita harus memainkannya sampai pada fret 9 pada fret

transparent (yang tidak terpasang).

Untuk itu penulis mendeskripsikan posisi pengambilan titik nada dari senar

kulcapi tersebut dengan mengikuti pola nada dasar C yaitu C (do), D (re), E (mi), F

(fa), G (sol), A (la), B (si), C’ (do) oktaf

Ditekan nadanya E (mi)

Ditekan nadanya
G (sol) rendah
Ditekan nadanya F (fa)

Apabila ditekanan Ditekan nadanya G


nadanya C (do) (sol)

Senar/dekung 2 Ditekan nadanya A (la)


nada G (sol)
Senar/dekung 1
nada D (re)
Ditekan nadanya B
(si)
Ditekan nadanya C/ do
oktaf

Gambar 15 : Nada-nada yang ada pada kulcapi

50

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB IV

TRANSKRIPSI TURI-TURIN PERKABANG NGGURISA

4.1 Konsep Penyajian Turi-Turin Perkabang Nggurisa

Pada turi-turin perkabang nggurisa ini konsep penyajiannya tidak hanya

sekedar memainkan kulcapi saja namun terdapat pula turi-turin atau cerita didalam

penyajiannya. Konsep penyajian turi-turin ini yaitu pada tahap awal perkulcapi akan

bercerita dan setelah selesai bercerita maka perkulcapi akan memainkan kulcapinya.

Pada turi-turin ini perkulcapi berperan sebagai pencerita dan yang memainkan kulcapi.

Turin turin perkabang nggurisa ini memiliki beberapa bagian yang dimana tiap

bagiannya memiliki cerita dan permainan melodi yang dimainkan melalui kulcapi.

Turi-turin perkabang nggurisa ini terdiri dari tujuh bagian, yang dimana tiap bagiannya

memiliki bagian cerita dan permainan melodi yang memiliki urutan cerita dan frase-

frase permainan melodi yang dimainkan oleh perkulcapi. Pada tahap awal yaitu jumpa

ras singenan (bertemu dan saling mencintia), tahap kedua yaitu meriah-riah (bersuka

ria), tahap ketiga yaitu kawin atau melakukan perkawinan, tahap keempat yaitu erban

asar (membuat sarang), tahap kelima yaitu naruhen ras medemken (bertelur dan

memeramkan telur), tahap keenam yaitu pegalang anak (membesarkan anak) dan tahap

ketujuh yaitu pekabangken (terbang meninggalkan sarangnya). Misal pada tahap

pertama yaitu pada bagian jumpa ras singenan, maka pada tahap tersebut terlebih

dahulu perkulcapi akan menceritakan bagaimana cerita awal mula kedua sang nggurisa

tersebut jumpa ras singenan kemudian setelah selesai bercerita maka perkulcapi akan

memainkan kulcapinya yang merupakan bagian dari jumpa ras singenan tersebut, dan

setelah selesai memainkan kulcapinya maka tahap selanjutnya yaitu perkulcapi akan

mulai nuriken atau menceritakan bagian kedua yaitu tahap meriah-riah (bersuka ria)

51

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dan setelah selesai bercerita maka perkulcapi akan memainkan kulcapinya yang

merupakan bagian dari tahap meriah-riah tersebut. Begitulah tahap demi tahap yang

dilakukan oleh perkulcapi pada tahap-tahap selanjutnya hingga pada tahap ketujuh.

Perkulcapi terlebih dari akan mulai bercerita dan setelah bercerita maka perkulcapi

akan mulai lagi memainkan kulcapinya.

4.2 Metode Pentranskripsian

Mentranskripsikan musik tradisional dalam bentuk notasi visual sejak lama

telah dianggap sebagai tugas yang esensial bagi seorang etnomusikolog. Sekarang ini

terdapat banyak materi dasar yang merupakan hasil penelitian seorang etnomusikolog,

seperti : rekaman-rekaman yang dilakukan dengan teknik rekaman berkualitas baik,

serta materi-materi dengan kontesktual yang sangat luas. Namun, musik-musik ini

hanya dapat dibandingkan atau dianalisis apabila musik-musik itu masih dalam bentuk

dokumen suara yang terdapat di dalam silinder, piringan hitam, atau di dalam pita tape

(Supanggah, ed: 1995).

Nettl (dalam Supanggah, ed: 1995) mengisyaratkan bahwa pada masa-masa

sekarang, transkripsi tidak dipandang sebagai hal yang penting dibanding dengan masa

lalu. Dengan berbagai alasan pro dan kontra seperti pembahasan diatas, kenyataan

visualisasi (dalam bentuk grafis atau notasi) dari musik tradisional sangat diperlukan

untuk tujuan analisis dan perbandingan.

Sebelum sampai pada tahap pemaparan transkripsi turi-turin perkabang

nggurisa ada beberapa proses kerja yang penulis lakukan dalam penyelesaian penelitian

ini. Tahapan-tahapan tersebut berhubungan dengan proses penotasian dan kemudian

dilanjutkan kepada proses penganalisisan turi-turin perkabang nggurisa tersebut.

Pertama, dilakukan pengamatan terhadap narasumber atau perkulcapi ketika

memainkan turi-turin perkabang nggurisa tersebut, dalam hal ini penulis mengamati

52

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


permainan kulcapi yang dimainkan oleh bapak Jhon Hadir Purba. Tahap kedua, penulis

melakukan perekaman musiknya dari narasumber tersebut, yang dijadikan sampel

untuk penganalisisan. Tahap ketiga, usaha yang penulis lakukan adalah mendengarkan

rekaman musik secara berulang-ulang, dari setiap komposisi musik yang dimainkan

perkulcapi. Tahap keempat, usaha yang penulis lakukan adalah mencoba menirukan

permainan kulcapi yang dimainkan oleh narasumber tersebut melalui kulcapi. Tahap

kelima merupakan tahap terakhir, yaitu melakukan pentranskripsian (menotasikan) pola

melodi perkabang gurisa lalu menganalisis pola-polanya yang menjadi tujuan pokok

bahasan dalam tulisan skripsi ini.

4.2.1 Sistem Notasi

Dalam proses pentranskripsian ini, penulis menggunakan sistem notasi Barat.

Alasan penulis menggunakan sistem notasi Barat dalam mentranskripsikan pola

permainan melodi dalam turi-turin perkabang gurisa ini antara lain: (1) karena belum

adanya suatu notasi yang paling cocok untuk menotasikan pola permainan kulcapi pada

turi-turin ini dan belum adanya notasi yang tersedia sekarang ini; (2) secara ritmis

notasi Barat relatif lebih mudah dalam pembagian divisi maupun sub-divisi, bahkan

pada pembagian yang lebih kecil dapat dilakukan berdasarkan nilai notasi pada sistem

notasi musik Barat; (3) karena notasi Barat sudah dikenal secara umum; (4)

menggunakan garis paranada untuk setiap nada dapat memberi gambaran terhadap

tinggi rendahnya suara (grafis). Selanjutnya pada draft transkripsi, penulis akan

memuat jenis tempo dalam skala metronome mark agar lebih memudahkan pembaca

dalam mengukur kecepatan tempo permainan kulcapi tersebut. Sebelumnya akan

dijelaskan terlebih dahulu pengertian dari istilah-istilah dan tanda notasi yang

digunakan dalam draft transkripsi perkabang nggurisa agar para pembaca dapat

53

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mengerti apa yang hendak penulis sampaikan. Berikut adalah pengertian istilah-istilah

notasi yang digunakan pada transkripsi pola melodi perkabang gurisa.

1. = Mewakili suara mengetok badan kulcapi (tak, tok), menirukan

gurisa membuat sarangnya. Simbol ini terdapat pada bagian empat pada tahap

erban asar.

2. = Tanda titik diatas not

menyerupai terknik stakato di dalam permainan gitar, teknik memainkan senar

kulcapi yang terdapat bagian ke lima pada turi-turin perkabang nggurisa ini

sebagai simbol nggurisa sedang bertelur (naruhen).

3. = Teknik memainkan senar

kulcapi yang terdapat pada bagian ke enam tersebut digunakan sebagai simbol

bahwa nggurisa sedang membesarkan anak (mpegalang anak).

4. = Garis penghubung pada

bagian ini merupakan teknik yang menyerupai teknik slur pada gitar, teknik

permainan kulcapi ini dimainkan dengan cara mengusap senar pada bagian yang

tidak memiliki fret, bagian tersebut terdapat pada bagian ke tujuh pada turi-turin

ini. Bagian ini menandakan bahwa nggurisa sedang terbang meninggalkan

sarangnya.

54

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.3 Turi-turin perkabang nggurisa

Pada turi-turin perkabang nggurisa ini, terdapat tujuh (7) bagian yang

menceritakan tentang perjalanan turi-turin ini. Bagian tersebut terdiri dari : (1) Jumpa

ras singenan (bertemu dan saling jatuh cinta), (2) Meriah-riah (bersuka ria), (3) Kawin

(perkawinan), (4) Erban asar (membuat sarang), (5) Naruhen ras medemken (bertelur

dan memeramkan), (6) Pegalang anak (membesarkan anak) dan (7) Pekabangken

(terbang meninggalkan sarangnya). Pada bagian ini penulis akan membahas mengenai

makna dari cerita yang terdapat pada turi-turin perkabang nggurisa tersebut. Karena

dalam turi-turin ini ceritanya dalam bentuk bahasa Karo maka penulis akan mencoba

menerjemahkankannya ke dalam bahasa Indonesia. Cerita ini disajikan oleh perkulcapi.

Tidak ada peraturan waktu tertentu dalam menyajikan turi-turin ini. Ketika turi-turin

ini disajikan, perkulcapi akan bercerita dan memainkan kulcapi untuk menyampaikan

pesan dan makna yang ada pada cerita tersebut. Berikut ini merupakan bagian dari

cerita yang ada pada turi-turin perkabang nggurisa tersebut beserta dengan

terjemahannya.

1. Jumpa ras Singenan (bertemu dan saling mencintai)


Diucapkan oleh perkulcapi :

Jumpa me nggurisa sabugan ras beruna i tengah kerangen,


jumpa paksana duana gawah-gawah i bas tengah kerangen.
Perban usur na jumpa piah na enggo duana ia singenan.
Ibas ia jumpa ras dung na ia duana singenan e, lit je janji na dua na.
Bage nina nggurisa sabugan : “Man bangku kam, aku pagi raja jenda,
aku ngenca raja jenda, tapi lit saratna adi lit pagi anakta sabugan
bangku ia gelah ku bunuh.
Uwe turang, aku pe labo ateku ngena teku dilaki si deban
kam ngenca ateku ngenna turang nina ka nggurisa beruna enda.
Bagenda sora na ibas kulcapi sanga na ia jumpa ras dung na ia singenan.
[terjemahan :

Bertemulah sang burung enggang yang jantan dan betina di tengah hutan.
Bertemu ketika keduanya terbang di dalam hutan.
Karena sering bertemu akhirnya mereka saling suka.

55

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Disaat mereka bertemu dan kemudian saling suka, ada janji diantara mereka berdua,
kata burung enggang jantan :”Engkau menjadi milikku, aku akan menjadi raja disini,
hanya aku raja disini, tapi ada syaratnya jika nanti ada anak kita yang jantan
dia akan menjadi milikku dan akan ku bunuh.
Iya kakanda, aku juga tidak suka dengan jantan lain
hanya kau yang aku suka kata burung enggang betina.
Beginilah suaranya di kulcapi pada saat mereka sedang bertemu dan kemudian saling
jatuh cinta.]

2. Meriah-riah (bersuka ria)


Diucapkan oleh perkulcapi :

Enca nggurisa sabugan ras beruna jumpa


ras dung na ia duana singenan,
bagendam ia dua na paksana meriah-riah,
kabang-kabang ia duana i tengah kerangen
si nandaken ia duana ermeriah ukur
perban go ersada arihna duana.
Bagendam sorana ibas kulcapi paksa na ia ermeriah-riah.
[terjemahan :
Sesudah burung enggang jantan dan betina bertemu
Dan saling jatuh cinta,
Berikut merupakan saat keduanya bersuka ria,
Keduanya terbang kesana kemari di tengah hutan,
Yang menandakan bahwa mereka bersuka ria
Karena perasaan mereka telah bersatu
Beginilah suaranya didalam kulcapi disaat mereka bersuka ria.]

56

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3. Kawin (perkawinan)
Diucapkan oleh perkulcapi :

Kenca nggurisa sabugan ras nggurisa beruna ermeriah-riah,


kawin me ia duana. Bagendam sorana ibas kulcapi.
[terjemahan :
Setelah enggang jantan dan betina bersuka ria,
Kawinlah mereka berdua. Beginilah suaranya didalam kulcapi.]

4. Erban Asar (membuat sarang)


Diucapkan oleh perkulcapi:

Kenca nggurisa sabugan ras nggurisa beruna kawin,


emaka erban asar me ia duana ibas sada batang kayu
si meganjang i tengah kerangen
guna ingan nggurisa beruna medemken naruhna,
i lubangi na me batang kayu ndai,
nce medemken nge nggurisa beruna ibas asarna
i tutupi na me asar na ndai.
Asar nggurisa enda beruna ngenca tading ibas asarna,
emaka iban me sada lubang,
emaka i tutupi me asarna ndai salu getah batang kayu,
nce iban nggurisa beruna me lubang kitik (siat kenca takalna)
guna ingan mereken nakan.
Bagendam sorana ibas kulcapi paksana ia erban asar.
[terjemahan :
Setelah enggang jantan dan betina melakukan perkawinan,
Mereka berdua membuat sarangnya diatas sebuah pohon
yang tinggi di tengah hutan
sebagai tempat enggang betina memeramkan telurnya,
Mereka membuat sarangnya dengan cara melubangi pohon,
57

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kemudian tinggallah enggang betina didalam sarangnya untuk memeramkan telur-
telurnya dan menutupi sarangnya.
Didalam sarang enggang tersebut hanya sang betina yang mendiami sarangnya
Enggang jantan dan betina membuat sarangnya di sebuah pohon di tengah hutan
sebagai tempat memeramkan telurnya.
oleh karena itu dibuatlah sebuah lubang kecil yang dimana pada lubang kecil itu hanya
sebesar kepala enggang saja sebagai tempat penyaluran,
pemberian makanan dari sang nggurisa jantan
Beginilah suaranya didalam kulcapi ketika mereka membuat sarangnya.]

5. Naruhen ras Medemken (bertelur dan memeramkan telur)


Diucapkan oleh perkulcapi:

Paksana nggurisa beruna medemken i asarna,


nggurisa sabugan me usur mbuatsa nakan
ntah pe naruhi nakan man nggurisa beruna ku asarna.
Bas paksana medemken i asarna,
reh me usur nggurisa sabugan ku asarna nungkun anakna ndai.

58

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Nina nggurisa sabugan, “gua go galang anakta ndai? maka ku bunuh!.
Reh me nina nggurisa beruna,”buat nakanta,
ngata pagi aku adi lit anakta si dilaki,
lit pagi warina maka i bunuhndu,
aku pe labo ngena ateku si di laki kam ngenca ateku turang,”
“Uwe nina ka si sabugan”.
Bagendam me sora nggurisa beruna sanga na naruhen bas kulcapi.
[terjemahan :
Ketika enggang betina memeramkan telurnya di sarangnya,
enggang jantanlah yang selalu bekerja untuk mencari makan
dan mengantarnya kepada enggang betina di sarangnya.
Disaat enggang betina memeramkan telurnya di sarangnya,
enggang jantan selalu datang ke sarangnya untuk menanyakan keberadaan anaknya.
Kata enggang jantan,” gimana sudahkah besar anak kita tadi? agar ku bunuh!.
enggang betina menjawab,”ambil saja makanan kami,
aku akan mengabari jika ada anak kita yang jantan,
akan ada saatnya kamu membunuhnya
aku juga tidak suka dengan jantan lain hanya kau yang aku cintai
“iya kata enggang jantan”.
Beginilah suara enggang betina disaat bertelur didalam kulcapi.]

59

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6. Pegalang Anak (membesarkan anak)
Diucapkan oleh perkulcapi:

Tiap nggurisa sabugan mere nakan ku asarna,


lalap i sungkun na anakna ndai.
Me lit nge anakta sabugan ndai? Gelah ku bunuh!
nina nggurisa sabugan.
Lit, emaka taruhindu lah nakan kami gelah pedas galang anakta enda,
maka ibunuh ndu, nina nggurisa beruna.
Ibas ia mpegalang anak na ndai,
lalap nge nggurisa beruna mbuniken anakna enda bas asarna,
perban keleng na ate nggurisa beruna man anakna
tiap reh nggurisa sabugan ku asar,
ban nggurisa beruna me usur sora-sora
gelah la begi nggurisa nggurisa sabugan sora anakna bas asarna e.
Emaka go seh piga-piga bulan enggo galang me anakna ndai.
Bagendam sorana bas kulcapi paksana ia mpegalang anakna.
[terjemahan :
Setiap kali enggang jantan mengantarkan makanan ke sarangnya,
enggang jantan selalu menanyakan keberadaan anaknya tersebut.
Bagaimana keadaan anak kita? Adakah yang jantan? Biar ku bunuh!.
enggang menjawab,” ada, oleh karena itu ambillah makanan kami agar anak ini cepat
besar dan akan kamu bunuh.
Disaat nggurisa betina memperbesar anaknya,
nggurisa betina selalu menyembunyikan keberadaan anaknya didalam sarangnya.
Karena nggurisa betina sangat menyayangi anaknya,
setiap nggurisa jantan datang ke sarangnya
nggurisa betina selalu membuat suara-suara
agar sang nggurisa jantan tidak mendengar keberadaan anaknya di dalam sarangnya.
Tidak terasa setelah beberapa bulan anak nggurisa pun sudah besar.
Beginilah suaranya didalam kulcapi disaat enggang betina memperbesar anaknya.]

60

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7. Pekabangken (terbang meninggalkan sarang)
Pada bagian terbang meninggalkan sarang ini terdiri dari dua bagian yaitu: (a).

Kabang sope langa ndauh sa perkabang na (terbang sebelum jarak terbangnya jauh)

(b). Kabang ngenca ndauh perkabangna (terbang setelah jarak terbangnya jauh).

Berikut bagian pertama (a) Kabang sope langa ndauhsa perkabang na :

Diucapkan oleh perkulcapi:


Nca go galang anak na ndai,
perban kelengna ate nggurisa beruna nandangi anakna ndai.
Baba na me atena kabang ndauh anak na e nadingken asarna
gelah ula sempat i bunuh nggurisa sabugan.
Sope ia ndarat nadingken asarna
suruh nggurisa beruna me nggurisa sabugan
gelah muat nakan si ntabehna man ia ras anakna,
“ndarat ndai nge kami sekalenda turang,
e maka buat ndu nakan kami si ntabehna bas batang kayu siah,
nina nggurisa beruna”.
Emaka lawes me nggurisa sabugan muat nakan ndai
ku batang kayu si kataken nggurisa beruna ndai,
ingan na bas batang kayu si ndauh arah asarna nari.
Paksa nggurisa sabugan muat nakanna ndai,
ndarat me nggurisa beruna ras anakna ndai nadingken asar,
emaka kabang me ia duana ndauh nadingken asarna.
Bagendam sorana bas kulcapi paksa na ia kabang.
[terjemahan :
Ketika anak enggang telah besar,
dan karena sang ibu begitu menyayangi anaknya
sang ibu ingin membawa anaknya terbang meninggalkan sarangnya
agar sang enggang jantan tidak membunuhnya.
Sebelum mereka keluar dan terbang meninggalkan sarangnya,
sang betina menyuruh sang enggang jantan
untuk mengambil makanan yang paling enak
untuk dimakan bersama dengan anaknya.
Kata sang betina ,” kami akan keluar dari sarang,
oleh karena itu ambillah makanan kami yang paling enak
yang ada pada pohon kayu yang ada disana.”
Kemudian sang jantan bergegas pergi
untuk mengambil makanan yang dikatakan oleh sang betina.
Pohon yang dikatakan oleh sang betina letaknya sangat jauh dari sarangnya.

61

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Ketika sang jantan pergi mengambil makanan tersebut,
sang betina membuka sarangnya dan mereka keluar dari sarangnya
dan terbang meninggalkan sarangnya.
Dan mereka pun jauh terbang meninggalkan sarangnya.
Beginilah suaranya didalam kulcapi disaat mereka terbang]

(b). Kabang ngenca ndauh perkabang na (terbang setelah jauh jarak terbangnya)

Paksa na nandena ras anak na ndai kabang,


latih akap anakna janah ngerana me anak na enda man nandena,
“ngadi kita nande.”
“timai nakku tiknari nakku bas batang siah kita ngadi,
nina nandena“
“ngadi kita nande, nina anak na ka”
“timai nakku tiknari nakku bas batang kayu si ah ka nandena.”
Emaka la gejap na go ndauh kel ia duana kabang
go antara deleng ku deleng perkabang na.
Emaka bagenda nge sorana bas kulcapi.
[terjemahan :
Disaat sang anak dan sang ibu terbang,
sang anak lelah dan berkata kepada ibunya,
” berhenti kita ibu, kata anaknya”,
“tunggu anakku sebentar lagi anakku di pohon yang itu kita berhenti”,
“berhenti kita ibu, kata anaknya lagi”
“tunggu anakku sebentar lagi anakku di pohon yang itu lagi, kata ibunya.
Dan tidak terasa mereka pun terbang sudah sangat jauh
sudah mencapai jarak antara gunung ke gunung.
Oleh karena itu beginilah suaranya didalam kulcapi.]

62

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


63

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.4 Analisis Melodi Turi-Turin Perkabang Gurisa

Dalam pola permainan melodi pada turi-turin perkabang nggurisa ini, ke tujuh

bagian melodi yang ada dalam turi-turin perkabang nggurisa ini akan di analisa dari

beberapa aspek seperti tangga nada, jumlah nada, wilayah nada, motif melodi, dan

warna bunyi. Berikut merupakan hasil transkripsi melodi yang dimainkan informan

penulis bapak Jhon Hadir Purba dari bagian pertama sampai bagian ke tujuh.

4.4.1 Jumpa ras Singenan (Bertemu dan Saling Mencintai)

4.4.1.1 Tangga Nada

Dari data transkripsi diatas, tangga nada atau scale yang dimaksud dalam skripsi

ini adalah nada-nada yang dipakai pada bagian pertama dalam turi-turin perkabang

nggurisa ini, yang berkaitan dengan melodi serta nada tonika. Tangga nada ini

memiliki nada-nada anggota, yang membangun melodi secara keseluruhan. Dalam

mendeskripsikan tangga nada, penulis mengurutkan nada-nada yang terdapat dalam

melodi turi-turin tersebut, berdasarkan kaidah penyusunan tangga nada atau modus

melodi di dalam kebudayaan musik manapun di dunia ini. Dari hasil transkripsi

diperoleh nada-nada anggota tangga nada pada turi-turin tersebut.

64

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dapat dilihat dari gambar di atas, maka nada-nada yang dipakai pada bagian ini

adalah nada G, nada A, nada C, nada D, nada F dan nada G’. Sehingga berdasarkan

keterangan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa pada bagian ini memiliki

lima nada dengan Interval nada : 1--1½--1--1½

4.4.1.2 Jumlah Nada

Jumlah nada adalah banyaknya nada yang dipakai dalam suatu musik atau lagu.

Banyaknya jumlah nada yang terdapat dalam turi-turin pada bagian pertama tersebut

yaitu :

1. Nada G : 10

2. Nada A :4

3. Nada C :7

4. Nada D : 24

5. Nada F : 10

6. Nada G’ :4

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa nada yang paling sering muncul

adalah nada D yaitu sebanyak 24 kali, nada yang paling sering muncul kedua adalah

nada nada G ( baik itu nada G dan nada G’) yaitu sebanyak 14 kali, kemudian disusul

oleh nada F sebanyak 10 kali, selanjutnya disusul oleh nada C sebanyak 7 kali dan

nada terakhir yaitu A sebanyak 4 kali. Jumlah keseluruhan nada yang digunakan pada

bagian pertama tersebut yaitu 10+4+7+24+10+4=59 nada..

65

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.4.1.3 Wilayah Nada

Wilayah nada adalah daerah (ambitus) antara nada yang frekuensinya paling

rendah dengan nada yang frekuensinya paling tinggi dalam satu lagu. Wilayah nada

yang digunakan pada frase pertama ini adalah antara nada G tengah dan nada G’, nada

terendah adalah nada G tengah dan nada paling tinggi adalah nada G’ dengan demikian

dapat dikatakan bahwa wilayah nada pada frase pertama ini terdapat 1 oktaf.

Jarak dari G ke G’ sama dengan satu oktaf.

4.4.1.4 Motif Melodi

Pada bagian pertama pada turi-turin perkabang nggurisa ini pola permainan

melodinya mengalami beberapa pengulangan bunyi melodi yang sama. Pengulangan

permainan melodi yang sama itu terdapat pada bar kedua sampai bar ke enam dan di

ulangi lagi pada bar ke tujuh sampai bar ke sepuluh.

Pada bagian ini juga, nada G dan nada D pada permainan kulcapi tersebut

berfungsi sebagai nada yang berfungsi sebagai pengatur tempo dan membuat ritem

seperti gung dan penganak, nada G sebagai gung dan nada D sebagai penganak. Nada

G dan nada D berfungsi sebagai gung dan penganak ketika muncul secara bersama-

sama dan terkadang ketika nada D muncul sendiri. Hal ini terjadi karena pada

permainan kulcapi juga tidak hanya sekedar bermain melodi saja tapi dalam

permainannya juga terkadang ada pola ritem tertentu yang dimainkan. Pada bagian ini

juga penulis menggunakan meter 2/4 dengan mengikuti pola ritem gong dan penganak.

66

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.4.2 Meriah-riah (Bersuka Ria)

4.4.2.1 Tangga Nada

Adapun tangga nada yang dimaksud dalam tulisan ini adalah tangga nada yang

digunakan pada bagian ini yang meliputi nada terendah hingga nada tertinggi.

Dapat dilihat dari gambar di atas, maka nada-nada yang dipakai pada bagian ini

adalah nada G, nada C, nada D dan nada E. Sehingga berdasarkan keterangan di atas

maka dapat diambil kesimpulan bahwa pada bagian ini memiliki empat nada dengan

Interval nada : 2½--1--1

4.4.2.2 Jumlah Nada

Untuk dapat mencari nada dasarnya dengan pendekatan yang ditawarkan oleh

Nettl, maka penulis terlebih dahulu menyusun jumlah nada-nada yang terdapat pada

bagian tersebut. Jumlah nada adalah banyaknya nada yang dipakai dalam suatu musik

atau lagu. Banyaknya jumlah nada yang terdapat dalam turi-turin pada bagian tersebut

yaitu :

1. G : 6

2. C : 8

67

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3. D : 8

4. E : 2

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa nada yang paling sering muncul

adalah nada C dan D yaitu sebanyak 8 kali, kemudian disusul oleh nada G yaitu

sebanyak 6 kali dan nada terakhir yang paling sedikit muncul adalah nada E yaitu

sebanyak 2 kali. Jumlah nada yang digunakan pada bagian kedua tersebut yaitu

6+8+8+2= 24 nada.

Dengan demikian penulis menetapkan nada dasar yang digunakan pada bagian

ini sama dengan nada dasar yang digunakan pada bagian pertama yaitu D. Nada D pada

bagian ini merupakan nada yang paling sering digunakan, pada bagian ini nada D juga

merupakan nada ritmis yang paling besar. Pada bagian ini juga, nada G dan nada D

tersebut berfungsi sebagai ritem seperti gung dan penganak, nada G sebagai gung dan

nada D sebagai penganak. Nada G dan nada D berfungsi sebagai gung dan penganak

ketika muncul secara bersama-sama atau ketika nada D muncul sendiri.

4.4.2.3 Wilayah Nada

Wilayah nada adalah daerah (ambitus) antara nada yang frekuensinya paling

rendah dengan nada yang frekuensinya paling tinggi dalam satu lagu. Wilayah nada

yang digunakan pada frase pertama ini adalah antara nada G dan nada E. Nada terendah

adalah nada G dan nada paling tinggi yaitu nada E. Dari wilayah nada tersebut dapat

disimpulkan bahwa nada yang digunakan pada frase tersebut kurang dari 1 oktaf.

Jarak dari nada G ke nada E hanya 4 ½ laras (6M) kurang dari satu oktaf.

68

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.4.2.4 Motif Melodi

Berdasarkan pendapat Nettl mengenai bentuk melodi, maka pada bagian kedua

tersebut ada bentuk pengulang bunyi melodi yang sama yaitu pada bar pertama dan bar

kedua muncul lagi atau di ulangi lagi pada bar kelima dan bar ke enam. Dapat

disimpulkan bahwa frasa melodi pada bagian ini memiliki pengulangan bunyi melodi

yang sama. Pada bagian ini juga, nada G tersebut berfungsi sebagai ritem seperti gung

pada gendang lima sendalanen. Hal ini terlihat pada melodi awal pada bar pertama

ketika nada G muncul secara bersaman dengan nada D. Nada G berfungsi sebagai gung

ketika muncul secara bersama-sama dengan nada D.

4.4.3 Kawin (Melakukan Perkawinan)

4.4.3.1 Tangga Nada

69

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Adapun tangga nada yang dimaksud dalam tulisan ini adalah tangga nada yang

digunakan pada bagian ini yang meliputi nada terendah hingga nada tertinggi.

Dapat dilihat dari gambar di atas, maka nada-nada yang dipakai pada bagian ini

adalah nada G, nada A, nada,C, nada D, nada F, nada G’. Sehingga berdasarkan

keterangan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa pada bagian ini memiliki

enam nada dengan Interval nada 1--1½--1--½--1

4.4.3.2 Jumlah Nada

Jumlah nada adalah banyaknya nada yang dipakai dalam suatu musik atau lagu.

Dari data transkripsi pada bagian ketiga tersebut nada-nada yang digunakan pada

bagian tersebut adalah :

1. G : 15

2. A : 14

3. C : 14

4. D : 36

5. F : 21

6. G’ : 7

Dapat disimpulkan bahwa nada yang paling sering muncul adalah nada D yaitu

sebanyak 36 kali pengulangan bunyi melodi, nada kedua yang sering muncul adalah

nada G (baik nada G dan G’) sebanyak 22 kali, kemudian terdapat nada F sebanyak 21

kali, dan nada A dan C sebanyak 14 kali. Jumlah keseluruhan nada yang digunakan

70

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pada bagian pertama tersebut yaitu 107 nada. Dari jumlah nada-nada yang paling sering

muncul nada D digunakan seabagai nada dasar.

4.4.3.3 Wilayah Nada

Wilayah nada adalah daerah (ambitus) antara nada yang frekuensinya paling

rendah dengan nada yang frekuensinya paling tinggi dalam satu lagu. Wilayah nada

yang digunakan pada bagian ini adalah antara nada G tengah dan G’. Dengan demikian

dapat dikatakan bahwa wilayah nada pada frase pertama sebanyak 1 oktaf.

Jarak nada G ke G’ sama dengan satu oktaf

4.4.3.4 Motif Melodi

Berdasarkan pendapat Nettl mengenai bentuk melodi, pada bagian ini juga

terdapat beberapa kali pengulang melodi yang sama yaitu terlihat pada bar pertama

sampai bar ke kedua dan pengulangannya dimulai lagi pada bar ke tiga dan bar

keempat. Pada bagian ini terjadi enam kali pengulang bunyi melodi yang sama, yaitu

terjadi enam kali pengulangan bunyi pada bar pertama dan kedua. Pada bagian ini juga,

nada G dan nada D tersebut berfungsi sebagai ritem seperti gung dan penganak, nada G

sebagai gung dan nada D sebagai penganak. Nada G dan nada D berfungsi sebagai

gung dan penganak ketika muncul secara bersama-sama atau ketika nada D muncul

sendiri.

71

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.4.4 Erban Asar (Membuat Sarang)

4.4.4.1 Tangga Nada

Adapun tangga nada yang dimaksud dalam tulisan ini adalah tangga nada yang

digunakan pada bagian ini yang meliputi nada terendah hingga nada tertinggi.

Dapat dilihat dari gambar di atas, maka nada-nada yang dipakai pada bagian ini

adalah nada G, nada Bes, nada C, nada D, nada E, nada F, nada G’, dan nada Gis’.

Sehingga berdasarkan keterangan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa pada

bagian ini memiliki delapan nada dengan interval nada yaitu 1 ½ - 1 – 1 – 1 - ½ - 1 - ½.

72

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.4.4.2 Jumlah Nada

Jumlah nada adalah banyaknya nada yang dipakai dalam suatu musik atau lagu.

Nada-nada yang digunakan adalah G-Bes-C-D-E-F-Gis dengan perincian jumlah nada

dari setiap nada yang muncul yaitu :

1. G : 21

2. Bes: 16

3. C : 19

4. D : 49

5. E : 2

6. F : 16

7. G’ : 34

8. Gis’: 3

Dapat disimpulkan bahwa nada yang paling sering muncul adalah nada G (baik

nada G dan G’) yaitu sebanyak 55 kali, nada yang paling muncul kedua setelah nada G

adalah nada D yaitu sebanyak 49 kali, nada berikutnya adalah nada C yaitu sebanyak 19

kali, kemudian disusul oleh nada F dan Bes yaitu sebanyak 16 kali, selanjutnya adalah

nada Gis yaitu sebanyak 3 kali dan nada terakhir paling sedikit muncul adalah nada E

yaitu sebanyak 2 kali. Jumlah nada yang digunakan dalam bagian ini adalah jumlah

nada dari setiap nada ditambah dengan nada lainnya : 21+16+19+49+2+16+34+3 = 160

nada. Dengan data diatas nada dasar yang digunakan adalah nada D.

73

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.4.4.3 Wilayah Nada

Wilayah nada adalah daerah (ambitus) antara nada yang frekuensinya paling

rendah dengan nada yang frekuensinya paling tinggi dalam satu lagu. Wilayah nada

yang digunakan adalah nada G tengah sampai nada Gis.

Jarak nada antara nada G ke nada Gis’ adalah 6 ½ laras (Decime Minor) lebih dari satu

oktaf.

4.4.4.4 Motif Melodi

Berdasarkan pendapat Nettl mengenai bentuk melodi, pada bagian ini juga

terdapat pengulang bunyi melodi yaitu pada bar pertama sampai bar ke enam di ulangi

kembali pada bar ke depalan sampai bar ke dua belas. Kemudian pada bar ke tiga belas

sampai ke dua puluh terjadi pengulangi melodi yang sudah memiliki variasi melodi.

Pada bar tersebut pola permainan melodi pada bar satu sampai ke enam diulangi lagi

dengan memberi sedikit variasi melodi yang terdapat pada bar ke enam belas. Hal

terlihat ketika pola permainan melodi pada bar ke enam belas diberi variasi melodi

dengan menaikan setengah nada pada nada G’.

4.4.4.5 Warna Bunyi

Pada bagian ini terdapat warna bunyi yang dimainkan oleh perkulcapi, bunyi

yang dimainkan perkulcapi tersebut menggambarkan tentang bagaimana nggurisa

membuat sarangnya. Bunyi itu di hasilkan dengan cara mengetok badan kulcapi dan

leher kulcapi, pada bagian tersebut penulis membuat simbol X X sebagai sebuah simbol

74

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


nggurisa sedang membuat sarangnya tersebut. Simbol X X dibuat karena tidak terdapat

nada apa yang pasti disaat perkulcapi mengetok badan kulcapinya. Di bagian simbol X

X tersebut perkulcapi tidak memainkan senar kulcapinya melainkan mengetok badan

kulcapi. Berikut merupakan gambar perkulcapi mengetok kulcapinya.

Mengetok bagian badan


kulcapi dengan jari
tengah kanan.

Gambar 16 : Posisi jari saat mengetok badan kulcapi dengan jari tengah kanan.

Mengetok bagian
kerahung/leher kulcapi
dengan jari telunjuk kiri

Gambar 17 : Posisi jari saat mengetok leher kulcapi dengan jari tangan kiri.

75

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.4.5 Naruhen ras Medemken (Bertelur dan Memeramkan Telur)

4.4.5.1 Tangga Nada

Adapun tangga nada yang dimaksud dalam tulisan ini adalah tangga nada yang

digunakan pada bagian ini yang meliputi nada terendah hingga nada tertinggi.

Dapat dilihat dari bagian diatas, maka nada-nada yang digunakan pada bagian

ini adalah nada G, nada, nada Bes, nada C, nada D, nada E, nada F, nada G’dan nada

Gis’. Sehingga berdasarkan keterangan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa

pada bagian ini memiliki delapan nada dengan interval nada yaitu 1½--1—1—1--½--1--

76

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.4.5.2 Jumlah Nada

Jumlah nada adalah banyaknya nada yang dipakai dalam suatu musik atau lagu.

dengan nada-nada yang digunakan tersebut maka perincian jumlah nada dari setiap

nada yang muncul yaitu :

1. G : 29

2. Bes: 10

3. C : 12

4. D : 37

5. E : 2

6. F : 15

7. G” : 20

8. Gis”: 3

Dapat disimpulkan bahwa nada yang paling sering muncul adalah nada G (baik

nada G dan G’) yaitu sebanyak 49 kali, nada yang paling muncul kedua setelah nada G

adalah nada D yaitu sebanyak 37 kali, nada berikutnya adalah nada F yaitu sebanyak 15

kali, kemudian disusul oleh nada C yaitu sebanyak 12 kali, selanjutnya adalah nada Bes

yaitu sebanyak 10 kali, kemudian disusul oleh nada Gis sebanyak 3 kali dan nada

terakhir paling sedikit muncul adalah nada E yaitu sebanyak 2 kali. Jumlah nada yang

digunakan dalam bagian ini adalah jumlah nada dari setiap nada ditambah dengan nada

lainnya: 29+10+12+37+2+15+20+3=128 nada

4.4.5.3 Wilayah Nada

Wilayah nada adalah daerah (ambitus) antara nada yang frekuensinya paling

rendah dengan nada yang frekuensinya paling tinggi dalam satu lagu. Wilayah nada

yang digunakan adalah antara nada G tengah sampai nada Gis”.

77

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Jarak antara nada G ke Gis’ adalah 6 ½ laras (Decime Minor).

4.4.5.4 Motif Melodi

Pada bagian ini juga terdapat bentuk pengulang melodi yang sama dan ada juga

bentuk pengulangan melodi yang mengalami perubahan. Bentuk pengulangan melodi

yang sama terdapat pada bar pertama sampai pada bar ke enam yang kemudian diulang

kembali dari bar ke tujuh sampai dengan bar ke dua belas. Dan mulai dari bar ke tiga

belas terjadi pengulangan bentuk melodi yang mengalami perubahan dengan perubahan

yang bisa dilihat pada bar ke enam belas. Dan pada bar ke dua puluh delapan dan dua

puluh sembilan terdapat warna bunyi.

4.4.5.5 Warna Bunyi

Pada bagian ini terdapat juga warna bunyi yang dimainkan oleh perkulcapi,

bunyi yang dimainkan perkulcapi tersebut menggambarkan tentang bagaimana

nggurisa naruhen/bertelur. Bunyi itu dihasilkan dengan cara menekan senar kulcapi

pada bagian bagian yang tidak memiliki fret kulcapi, senar kulcapi seperti sedang di

elus dan menimbulkan efek bunyi yang berbeda. Bagian tersebut terdapat pada bar dua

puluh depan (28) sebagai sebuah simbol nggurisa sedang bertelur. Pada bagian

tersebut tidak terdapat nada apa yang pasti disaat perkulcapi mengusap senar

kulcapinya

78

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Menekan senar kulcapi
dengan kedua jari,

Gambar 18: Menekan senar kulcapi pada bagian yang tidak memiliki fret yang

menandakan nggurisa sedang bertelur (naruhen)

4.4.6 Mpegalang Anak (Membesarkan Anak)

4.4.6.1 Tangga Nada

Adapun tangga nada yang dimaksud dalam tulisan ini adalah tangga nada yang

digunakan pada bagian ini yang meliputi nada terendah hingga nada tertinggi.

79

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dapat dilihat dari bagian diatas, maka nada-nada yang digunakan pada bagian ini

adalah nada G, nada Bes, nada C, nada D, nada F, dan nada G’. Sehingga berdasarkan

keterangan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa pada bagian ini memiliki

delapan nada dengan interval nada yaitu 1½--1—1--1½--1

4.4.6.2 Jumlah Nada

Jumlah nada adalah banyaknya nada yang dipakai dalam suatu musik atau lagu.

dengan nada-nada yang digunakan tersebut maka perincian jumlah nada dari setiap

nada yang muncul yaitu :

1. G : 8

2. Bes : 8

3. C : 8

4. D : 12

5. F : 1

6. G” : 1

Dari data hasil penghitungan jumlah nada diatas, nada D lebih dominan muncul

dibandingkan dengan nada lainnya yaitu muncul sebanyak 12 kali, kemudian disusul

oleh nada G (baik nada G dan G’) yaitu 9 kali, setelah itu disusul oleh nada Bes dan C

yaitu sebanyak 8 kali dan nada terakhir yang paling sedikit muncul adalah nada F yaitu

satu kali.

4.4.6.3 Wilayah Nada

Wilayah nada adalah daerah (ambitus) antara nada yang frekuensinya paling

rendah dengan nada yang frekuensinya paling tinggi dalam satu lagu. Wilayah nadanya

adalah antar nada G sampai ke G’ yaitu sama dengan satu oktaf.

80

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Jarak nada antara nada G ke G’ sama dengan satu oktaf.

4.4.6.4 Warna bunyi

Dan pada bagian ini terdapat juga suatu warna bunyi yang menggambarkan

bagaimana nggurisa memperbesar anaknya, warna bunyi itu dibuat dengan cara

menekan senar kulcapi pada bagian yang tidak memiliki fret, pada bagian ini hampir

sama dengan yang dimainkan pada bagian sebelumnya pada bagian kelima yang

menceritakan nggurisa memperbesar anaknya. Bagian ini terdapat pada bar ke tujuh

dan ke delapan.

4.4.7 Pekabangken (Terbang Meninggalkan Sarang)

81

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


82

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.4.7.1 Tangga Nada

Adapun tangga nada yang dimaksud dalam tulisan ini adalah tangga nada yang

digunakan pada bagian ini yang meliputi nada terendah hingga nada tertinggi.

Dapat dilihat dari bagian diatas, maka nada-nada yang digunakan pada bagian

ini adalah nada G, nada Bes, nada C, nada D, nada E, nada F, nada G’ dan nada Gis.

Sehingga berdasarkan keterangan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa pada

bagian ini memiliki delapan nada dengan interval nada yaitu 1½--1—1—1--½--1—½

4.4.7.2 Jumlah Nada

Jumlah nada adalah banyaknya nada yang dipakai dalam suatu musik atau lagu.

dengan nada-nada yang digunakan tersebut maka perincian jumlah nada dari setiap

nada yang muncul yaitu

1. G : 97

2. Bes: 37

3. C : 81

4. D : 82

5. E : 58

6. F : 45

7. G” : 29

8. Gis: 5

83

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa nada yang paling sering muncul

adalah nada G (baik nada G dan G’) yaitu sebanyak 126 kali, kemudian disusul oleh

nada D sebanyak 82 kali, kemudian disusul oleh nada C yaitu sebanyak 81 kali,

kemudian nada E sebanyak 58 kali, setelah itu disusul oleh nada F sebanyak 45 kali,

kemudian nada Bes sebanyak 37 kali, selanjutnya disusul lagi oleh nada Gis sebanyak 5

kali.

4.4.7.3 Wilayah Nada

Wilayah nada adalah daerah (ambitus) antara nada yang frekuensinya paling

rendah dengan nada yang frekuensinya paling tinggi dalam satu lagu. Wilayah nada

yang digunakan pada bagian tersebut adalah antara nada G sampai nada Gis”, dengan

demikian nada yang digunakan pada bagian ini lebih dari satu oktaf.

Jarak antara nada G ke Gis’ adalah 6 ½ laras (Decime Minor).

4.4.7.4 Warna bunyi

Pada bagian ini juga terdapat warna bunyi yang berbeda, pada bagian warna

bunyi menggambarkan tentang bagaimana nggurisa tersebut terbang meninggalkan

sarangnya. Pada bagian terbang tersebut perkulcapi membuat yang menyerupai suara

nggurisa sedang terbang, bagian itu terdapat pada bar ke tujuh dan ke delapan dan

diulangi pada bar ke lima belas dan pada enam belas.

84

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Menekan senar kulcapi
pada bagian yang tidak
memiliki fret dan mengusap
senar kulcapi seperti teknik
glisando pada biola

Gambar 19 : Posisi jari saat menekan senar kulcapi

Bagian diatas merupakan bagian disaat perkulcapi mengusap senar kulcapinya

pada bagian yang tidak memiliki fret, teknik mengusap senar kulcapi tersebut hampir

sama dengan teknik glissando pada permainan biola. Bagian tersebut terdapat pada bar

tujuh sampai sembilan dan pada bar ke enam belas sampai bar ke delapan belas.

Pada bagian ini juga terdapat pengulangan melodi yang sama yaitu terlihat pada

bar 1(satu) sampai bar 9(sembilan) yang diulang kembali pada bar 10(sepuluh) sampai

bar 18(delapan belas). Dan pada bar ke 19(sembilan belas) sampai bar ke 25(dua puluh

lima) terjadi juga pengulangan melodi yang sama yaitu diulang dari bar 1(satu) sampai

bar 6(enam).

85

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.5 Analisis Tangga Nada

Dari ke tujuh bagian di dalam turi-turin ini, maka tangga nada atau scale yang

dimaksud dalam skripsi ini adalah nada-nada yang dipakai pada bagian pertama sampai

bagian ke tujuh yang berkaitan dengan melodi serta nada tonika. Tangga nada yang

digunakan pada bagian pertama hingga bagian ke tujuh ini memiliki nada-nada

anggota, yang membangun melodi secara keseluruhan. Dalam mendeskripsikan tangga

nada tersebut, penulis akan mengurutkan nada-nada yang terdapat dalam melodi turi-

turin tersebut dari bagian satu hingga bagian ke tujuh.

Bagian 1 Jumpa ras Singenan (bertemu dan saling mencintai)

Dapat dilihat dari gambar di atas, maka nada-nada yang dipakai pada bagian ini adalah

nada G, nada A, nada C, nada D, nada F dan nada G’

Bagian 2 Meriah-riah (bersuka ria)

Dapat dilihat dari gambar di atas, maka nada-nada yang dipakai pada bagian ini adalah

nada G, nada C, nada D dan nada E.

86

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Bagian 3 Kawin (melakukan perkawinan)

Dapat dilihat dari gambar di atas, maka nada-nada yang dipakai pada bagian ini adalah

nada G, nada A, nada,C, nada D, nada F, nada G’.

Bagian 4 Erban asar (membuat sarang)

Dapat dilihat dari gambar di atas, maka nada-nada yang dipakai pada bagian ini adalah

nada G, nada Bes, nada C, nada D, nada E, nada F, nada G’, dan nada Gis’.

Bagian 5 Naruhen ras medemken (bertelur dan memeramkan telur)

Dapat dilihat dari bagian diatas, maka nada-nada yang digunakan pada bagian ini

adalah nada G, nada Bes, nada C, nada D, nada E, nada F, nada G’dan nada Gis’.

87

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Bagian 6 Pegalang anak (membesarkan anak)

Dapat dilihat dari bagian diatas, maka nada-nada yang digunakan pada bagian ini

adalah nada G, nada Bes, nada C, nada D, nada F, dan nada G’.

Bagian 7 Pekabangken (terbang meninggalkan sarang)

Dapat dilihat dari bagian diatas, maka nada-nada yang digunakan pada bagian ini

adalah nada G, nada Bes, nada C, nada D, nada E, nada F, nada G’ dan nada Gis.

Dari ketujuh tangga nada yang digunakan diatas maka dapat disimpulkan bahwa

terdapat empat tangga nada. Hal itu dapat dilihat dari :

(a) Pada bagian 1 Jumpa ras Singenan (bertemu dan saling mencintai)

menggunakan tanggan nada yang sama dengan bagian 3 Kawin (melakukan

perkawinan),

(b) Pada bagian 4 Erban asar (membuat sarang) , bagian 5 Naruhen ras medemken

(bertelur dan memeramkan telur) dan bagian 7 Pekabangken (terbang

meninggalkan sarang) menggunakan tangga nada yang sama juga.

(c) Pada bagian bagian 2 Meriah-riah (bersuka ria) tidak memiliki persamaan

tangga nada dengan bagian yang lain begitu dengan tangga nada yang terdapat

88

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pada bagian 6 Pegalang anak (membesarkan anak) tidak memiliki persamaan

dengan bagian yang lainnya.

4.6 Analisis Jumlah Nada

Nada Bagian Bagian Bagian Bagian Bagian Bagian Bagian Jumlah

I II III IV V VI VII Nada

G 10 6 15 21 29 8 97 186

A 4 - 14 - - - - 18

Bb - - - 16 10 8 37 71

C 7 8 14 19 12 8 81 149

D 24 8 36 49 37 12 82 248

E - 2 - 2 2 - 58 64

F 10 - 21 16 15 1 45 114

G’ 4 - 7 34 20 1 29 95

Gis - - - 3 3 - 5 11

Dari bagian diatas dapat disimpulkan bahwa nada yang paling banyak

digunakan adalah nada G baik itu nada G dan G’ yaitu sebanyak 281 kali. Dan nada

yang paling banyak kedua digunakan yaitu nada D sebanyak 248 kali, dan nada yang

paling sedikit digunakan adalah nada Gis’ yaitu sebanyak 11 kali.

89

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.7 Analisis Wilayah Nada

Pada turi-turin perkabang nggurisa ini terdapat tujuh bagian wilayah nada.
Wilayah nada yang digunakan pada masing-masing bagian pada turi-turin perkabang
nggurisa tersebut adalah:

1. Bagian Jumpa ras Singenan

Wilayah nada yang digunakan adalah satu oktaf yaitu dari nada G ke G’.

2. Bagian Meriah-riah

Wilayah nada yang digunkan adalah kurang dari satu oktaf yaitu dari nada G ke nada E

hanya 4 ½ laras (6M)

3. Bagian Kawin

Wilayah nada yang digunakan adalah dari nada G ke G’ sama dengan satu oktaf.

90

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4. Bagian Erban Asar

Wilayah nada yang digunakan adalah antara nada G ke nada Gis’ adalah 6 ½ laras

(Decime Minor) lebih dari satu oktaf.

5. Bagian Naruhen dan Medemken

Wilayah yang digunakan adalah antara nada G ke Gis’ adalah 6 ½ laras (Decime

Minor).

6. Bagian Pegalang Anak

Wilayah nada yang digunakan adalah antara nada G ke G’ sama dengan satu oktaf.

91

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7. Bagian Pekabangken

Wilayah nada yang digunakan adalah antara nada G ke Gis’ adalah 6 ½ laras (Decime

Minor).

Dari ketujuh wilayah nada diatas dapat disimpulkan bahwa nada terendah yang

digunakan pada turi-turin ini adalah nada G dan nada yang paling tinggi adalah nada

Gis’ dan wilayah yang nada tersebut terdapat pada bagian erban asar, naruhen ras

medemken dan pada bagian pekabangken.

BAB V

92

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Turi-turin perkabang nggurisa merupakan suatu cerita yang mengisahkan

tentang kehidupan burung nggurisa (enggang) yang dijadikaan menjadi suatu

komposisi musik yang dimainkan pada Kulcapi. Menurut informan penulis dalam

permainan kulcapi ada beberapa turi-turin lain yang terdapat pada permainan kulcapi

secara solo, turi-turin ini diangkat menjadi salah satu komposisi musik karena pada

zaman dahulu hiburan dalam masyarakat Karo masih sangat terbatas sehingga alat

musik Kulcapi dijadikan sebagai hiburan dalam masyarakat Karo, dan pada saat

penyajiannya disaat itu juga muncul ide-ide cerita yang dimainkan melalui kulcapi

termasuk ide cerita pada turi-turin perkabang nggurisa tesebut.

Turi-turin perkabang nggurisa terdiri dari tujuh bagian, masing-masing bagian

memiliki cerita dan permainan melodi. Ketujuh bagian itu terdiri dari beberapa tahap,

tahap awal yaitu jumpa ras singenan (perjumpaan dan jatuh cinta), tahap kedua meriah-

riah (bersuka ria), tahap ketiga melakukan perkawinan (kawin), tahap ke empat yaitu

erban asar (membuat sarang), tahap kelima yaitu naruhen (bertelur), tahap ke enam

yaitu mpegalang anak (memperbesar anak), dan tahap ke tujuh yaitu terbang

meninggalkan sarang ( kabang nadingken asar). Pada tahap demi tahap dalam turi-

turin perkabang nggurisa tersebut struktur musik yang disajikan oleh bapak perkulcapi

menunjukkan beberapa karakter melalui melodi yang dimainkan. Jika dilihat dari cara

bermain kulcapi pada turi-turin ini penulis menemukan hal baru dalam teknik atau cara

dalam bermain kulcapinya. Ada beberapa teknik yang digunakan oleh perkulcapi untuk

menghasilkan warna bunyi di dalam turi-turin ini seperti teknik mengetok badan

kulcapi yang terdapat pada bagian erban asar dan teknik mengusap senar kulcapi pada

bagian kabang nadingken asar (terbang meninggalkan sarang). Dari hasil analisa

93

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


musikal yang diperoleh dari ketujuh bagian tersebut maka terdapat empat tangga nada

yang berbeda, dan di dalam wilayah nadanya, nada yang paling terendah yang

digunakan adalah G dan nada tertinggi adalah Gis’ dan didalam turi-turin ini juga

terdapat beberapa warna bunyi yang dilakukan oleh perkulcapi yang merupakan

karakter dari cerita yang dibawakan. Dan pada bagian teks, penulis melihat bahwa

bahasa yang digunakan merupakan bahasa yang digunakan sehari-hari tanpa adanya

perlambangan.

Setelah melakukan penelitian terhadap struktur musikal pada turi-turin

perkabang nggurisa ini, penulis menyadari bahwa dengan meneliti struktur musikal

kulcapi yang dimainkan secara solo tersebut dapat dijadikan sebagai ilmu dasar dalam

memainkan kulcapi, karena sebagian besar ataupun secara keseluruhan teknik

permainan pada turi-turin ini sudah mencakupi pola permainan kulcapi yang lain.

Adapun penyajian permainan kulcapi oleh informan terkait tulisan ini bukan

menjadi patokan akan “keaslian” kesenian ini. Data yang penulis dapat selama di

lapangan dan di laboratorium merupakan informasi yang akan mendukung pelestarian

kesenian ini. Mengingat disiplin Etnomusikologi adalah disiplin ilmu yang mempelajari

musik dalam konteks kebudayaan, di mana musik dihasilkan oleh manusia itu sendiri

yang berarti bentuk kesenian suatu kebudayaan sifatnya dinamis baik itu ada yang

bertambah maupun ada yang berkurang. Sehingga tulisan ini juga akan menjadi

pedoman untuk melihat kesenian tradisi ini hidup.

5.2 Saran

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu,

dengan rendah hati penulis bersedia untuk diberikan saran atau kritik yang membangun

agar tulisan ini lebih baik lagi. Penulis juga memberikan saran kepada masyarakat Karo

hendaknya memberikan perhatian terhadap kebudayaan-kebudayaan yang terdapat

94

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dalam masyarakat Karo sendiri. Misalnya dalam bidang musik Karo terkhusus pada alat

musik Kulcapi yang dimana hingga pada saat ini masih menyimpan banyak komposisi-

komposisi lainnya yang belum tentu setiap orang bahkan setiap pemain kulcapi dapat

mengetahui komposisi-komposisi tersebut. Untuk itu masyarakat Karo sebaiknya

mempertahankan dan mengembangkan lagi bagaimana kebudayaan itu tetap

ditradisikan dalam masyarakat. Perkembangan zaman maupun teknologi kini membuat

masyarakat sekarang terkhusus untuk anak muda mengabaikan sistem-sitem tradisi

yang berlaku dalam masyarakatnya seperti dalam hal kesenian tradisi juga.

Pelestarian sebuah kebudayaan sebaiknya tidak hanya dilakukan secara

regenerasi saja seperti yang terjadi di lingkungan tradisi selama ini. Sehingga suatu

bentuk kebudayaan tidak berada dalam satu generasi saja, seperti pengetahuan musik

dengan kesenian tradisi yang hanya diturunkan kepada anak-anaknya saja yang benar-

benar keturunannya. Terjadinya suatu bentuk pengenalan kesenian terhadap masyarakat

akan membantu pelestarian kesenian tersebut, sesuai dengan usaha yang dilakukan oleh

informan penulis yang berprofesi sebagai seniman Karo yang sama dengan usaha

penulis dalam tulisan ilmiah ini yang mencoba membantu mempertahankan kesenian

ini. Diharapkan untuk generasi selanjutnya dan bahkan peneliti-peneliti berikutnya

dapat mencari dan menuliskan kembali komposisi-komposisi kulcapi yang lainnya agar

masyarakat lebih mengenal bagaimana sebenarnya awal permainan kulcapi itu

dihadirkan di dalam kehidupan masyarakat Karo sendiri. Dengan adanya kesadaran

masyarakat untuk pengembangan dan pelestarian tradisi akan menunjukkan identitas

masyarakat itu sendiri dengan peranannya dalam segala aktivitas budayanya.

DAFTAR PUSTAKA

95

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Bahasa Indonesia, William P. Malm, 1993, Kebudayaan Musik Pasifik
Budaya. Jakarta: Ihromi, T,O. 1981. Pokok-pokok Antropologi Gramedia.
Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup
Darwan, 2004. Adat Karo. Medan: Bina Media Perintis.
Hutagaol, Hari. 2015. Analisis Tekstual dan Musikal Nyanyian Ayun-ayun Tajak
Pada Upacara Turun Karai Dalam Budaya Suku Pesisir Di Sibolga. Skripsi S-
1: Departemen Etnomusikologi FIB USU, Medan.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (kbbi.web.id)
Moleong, Lexy P., 1977. Music Cultures of the Pacific, Near East, and Asia.
Nakagawa, Shin, J. 2000, Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Malm,William 2000. Musik dan Kosmos, Sebuah Pengantar Etnomusikologi.Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
Prinst, Darwin.2002. Kamus Karo Indonesia. Medan : Bina Media Perintis
Purba, Maruli, 2013, Teknik Permainan Dan Strukur Musik Husapi Simalungun Pada
Lagu Parenjak-enjak Ni Huda Sitajur Yang Disajikan Oleh Arisden Purba Di
Huta Manik Saribu Sait Buttu, Kecamatan Pamatang Sidamanik, Kabupaten
Simalungun. Skripsi S-1: Departemen Etnomusikologi USU, Medan.

Rosdakarya. Prier, 1989. Ilmu Bentuk Musik. Yogyakarta: Pusat Musik Gerejawi Prints
Sebayang, Vanesia, A. 2011, Dalan Gendang: Analisis Pola Ritem Dalam Gendang
Lima Sendalanen Oleh Tiga Musisi Karo. Skripsi S-1: Departemen
Etnomusikologi FIB USU, Medan.

Setyaji, Bakti.2010. Analisis Bentuk dan Struktur Musik Estampes pada Komposisi
Pagodes Karya Claude Debusy. Skripsi S1: Jurusan Pendidikan Seni Musik
FBS UNY, Yogyakarta.
Sachs, Curt dan Eric M. Von Hornbostel, 1914. “Systematik der Musikinstrumente.”
Zeitschrift für Ethnologie. Berlin: Jahr. Juga terjemahannya dalam bahasa
Inggeris, Curt Sachs dan Eric M. Von Hornbostel, 1992. “Classification of
Musical Instruments.” Terjemahan Anthony Baines dan Klaus P. Wachsmann.
Ethnomusicology: An Inroduction. Helen Myers (ed.). New York: The
Macmillan Press.

Tarigan, Sarjani.2008. Dinamika Orang Karo, Budaya, dan Modrenisme. Medan.


Abdi Karya

Takari, Muhammad dkk. 1992. Teknik dalam Penulisan Etnomusikologi. Medan;


Etnomuskologi USU
DATA INFORMAN

96

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1. Nama : Bangun Tarigan
Umur : 54 Tahun
Alamat : Desa Sarimunte Kecamatan Munte
Pekerjaan : Pemain Kulcapi dan Pengrajin Alat Musik Karo seperti Kulcapi,
Surdam, dan Balobat.
2. Nama : M.Yahmin Sinulingga
Umur : 65 Tahun
Alamat : Desa Lingga
Pekerjaan : Pengrajin Seni di Desa Lingga
3. Nama : Jhon Hadir Purba
Umur : 47 Tahun
Alamat : Gang Garuda Desa Ketaren Kabanjahe
Pekerjaan : Pemain Musik Tradisional Karo
4. Nama : Muhammad Pauji Ginting
Usia : 38 Tahun
Pekerjaan : Koordinator Gallery Mejuah-juah sekaligus pengerajin alat
musik Karo seperti Kulcapi, Surdam, Keteng-keteng, belobat
dan kerajinan Karo.
Alamat : Desa Hulu Jl. Dewantara, Pancur Batu.
5. Nama : Yanto Tarigan
Usia : 29 Tahun
Pekerjaan : Pemain Musik Karo
Alamat : Jl. Bunga Herba II, Medan
6. Nama : Sorensen Tarigan
Usia : 55 Tahun
Pekerjaan : Pemain Kulcapi
Alamat : Jl. Bunga Herba II, Medan

Lampiran 1

97

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Transkripsi Turi-Turin Perkabang Nggurisa

Turi-turin Perkabang Nggurisa


Jumpa me nggurisa sabugan ras beruna i tengah kerangen,
jumpa paksana duana gawah-gawah i bas tengah kerangen.
Perban usur na jumpa piah na enggo duana ia singenan.
Ibas ia jumpa ras dung na ia duana singenan e, lit je janji na dua na.
Bage nina nggurisa sabugan : “Man bangku kam, aku pagi raja jenda,
aku ngenca raja jenda, tapi lit saratna adi lit pagi anakta sabugan
bangku ia gelah ku bunuh.
Uwe turang, aku pe labo ateku ngena teku dilaki si deban
kam ngenca ateku ngenna turang nina ka nggurisa beruna enda.
Bagenda sora na ibas kulcapi sanga na ia jumpa ras dung na ia singenan.

Enca nggurisa sabugan ras beruna jumpa


ras dung na ia duana singenan,
bagendam ia dua na paksana meriah-riah,
kabang-kabang ia duana i tengah kerangen
si nandaken ia duana ermeriah ukur
perban go ersada arihna duana.
Bagendam sorana ibas kulcapi paksa na ia ermeriah-riah.

Kenca nggurisa sabugan ras nggurisa beruna ermeriah-riah,


kawin me ia duana. Bagendam sorana ibas kulcapi.

98

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kenca nggurisa sabugan ras nggurisa beruna kawin,
emaka erban asar me ia duana ibas sada batang kayu
si meganjang i tengah kerangen,
guna ingan nggurisa beruna medemken naruhna,
i lubangi na me batang kayu ndai,
nce medemken nge nggurisa beruna ibas asarna
i tutupi na me asar na ndai.
Asar nggurisa enda beruna ngenca tading ibas asarna,
emaka iban me sada lubang,
emaka i tutupi me asarna ndai salu getah batang kayu,
nce iban nggurisa beruna me lubang kitik siat kenca takalna
guna ingan mereken nakan.
Bagendam sorana ibas kulcapi paksana ia erban asar.

99

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Paksana nggurisa beruna medemken i asarna,
nggurisa sabugan me usur mbuatsa nakan
ntah pe naruhi nakan man nggurisa beruna ku asarna.
Bas paksana medemken i asarna,
reh me usur nggurisa sabugan ku asarna nungkun anakna ndai.
Nina nggurisa sabugan, “gua go galang anakta ndai? maka ku bunuh!.
Reh me nina nggurisa beruna,”buat nakanta,
ngata pagi aku adi lit anakta si dilaki,
lit pagi warina maka i bunuhndu,
aku pe labo ngena ateku si di laki kam ngenca ateku turang,”
“Uwe nina ka si sabugan”.
Bagendam me sora nggurisa beruna sanga na naruhen bas kulcapi.

100

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tiap nggurisa sabugan mere nakan ku asarna,
lalap i sungkun na anakna ndai.
Me lit nge anakta sabugan ndai? Gelah ku bunuh!
nina nggurisa sabugan.
Lit, emaka taruhindu lah nakan kami gelah pedas galang anakta enda,
maka ibunuh ndu, nina nggurisa beruna.
Ibas ia mpegalang anak na ndai,
lalap nge nggurisa beruna mbuniken anakna enda bas asarna,
perban keleng na ate nggurisa beruna man anakna
tiap reh nggurisa sabugan ku asar,
ban nggurisa beruna me usur sora-sora
gelah la begi nggurisa nggurisa sabugan sora anakna bas asarna e.
Emaka go seh piga-piga bulan enggo galang me anakna ndai.
Bagendam sorana bas kulcapi paksana ia mpegalang anakna.

101

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Nca go galang anak na ndai,
perban kelengna ate nggurisa beruna nandangi anakna ndai.
Baba na me atena kabang ndauh anak na e nadingken asarna
gelah ula sempat i bunuh nggurisa sabugan.
Sope ia ndarat nadingken asarna
suruh nggurisa beruna me nggurisa sabugan
gelah muat nakan si ntabehna man ia ras anakna,
“ndarat ndai nge kami sekalenda turang,
e maka buat ndu nakan kami si ntabehna bas batang kayu siah,
nina nggurisa beruna”.
Emaka lawes me nggurisa sabugan muat nakan ndai
ku batang kayu si kataken nggurisa beruna ndai,
ingan na bas batang kayu si ndauh arah asarna nari.
Paksa nggurisa sabugan muat nakanna ndai,
ndarat me nggurisa beruna ras anakna ndai nadingken asar,
emaka kabang me ia duana ndauh nadingken asarna.
Bagendam sorana bas kulcapi paksa na ia kabang.

Paksa na nandena ras anak na ndai kabang,


latih akap anakna janah ngerana me anak na enda man nandena,
“ngadi kita nande.”
“timai nakku tiknari nakku bas batang siah kita ngadi,
nina nandena“
“ngadi kita nande, nina anak na ka”
“timai nakku tiknari nakku bas batang kayu si ah ka nandena.”
Emaka la gejap na go ndauh kel ia duana kabang
go antara deleng ku deleng perkabang na.
Emaka bagenda nge sorana bas kulcapi.

102

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


103

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai