0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
137 tayangan24 halaman

Apresiasi Novel

Unsur intrinsik dan ekstrinsik novel terdiri atas beberapa elemen penting. Unsur intrinsik meliputi tema, tokoh, alur cerita, latar, sudut pandang, dan pesan moral. Sedangkan unsur ekstrinsik mencakup pengarang, genre, dan konteks sosial-budaya karya.

Diunggah oleh

bima rizki prayogo
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online di Scribd
0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
137 tayangan24 halaman

Apresiasi Novel

Unsur intrinsik dan ekstrinsik novel terdiri atas beberapa elemen penting. Unsur intrinsik meliputi tema, tokoh, alur cerita, latar, sudut pandang, dan pesan moral. Sedangkan unsur ekstrinsik mencakup pengarang, genre, dan konteks sosial-budaya karya.

Diunggah oleh

bima rizki prayogo
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online di Scribd
Anda di halaman 1/ 24

MAKALAH APRESIASI NOVEL

DISUSUN OLEH

M.GILANG RIAN PANGESTU ( 335420110003 )

AYUB GUNAWAN ( 335420110017 )

SILVA ALDILLA WARRAMAH ( 335420110062 )

NAMA DOSEN

BIMA RIZKI PRAYOGO, M.Pd., Gr

MATA KULIAH

APRESIASI SASTRA

PRODI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

UNIVERSITAS TANGERANG RAYA

2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha Pengasih dan lagi maha
Penyayang. Selain itu kami juga memanjatkan puji syukur atas limpahan berkah dan
hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas yang diberikan dosen yang kemudian
dilanjutkan dengan penyusunan makalah kelompok dengan judul “ Apresiasi Novel ”

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena
itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang
membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi perkembanngan dunia pendidikan.

Pringsewu, 14 April 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

Apresiasi Novel
DAFTAR ISI....................................................................................................................3
BAB I................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.............................................................................................................3
A. Latar Belakang..........................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.....................................................................................................4
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................4
PEMBAHASAN...............................................................................................................4
BAB III...........................................................................................................................12
PENUTUP.......................................................................................................................12
A. Kesimpulan.............................................................................................................12
B. Saran........................................................................................................................13
DAFRTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apresiasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2007 : 62)
adalah “penilaian (penghargaan) terhadap sesuatu,” sedangkan “mengapresiasi
adalah melakukan pengamatan, penilaian, dan penghargaan (misal terhadap
karya seni).” “Novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung
rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya dengan
menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku” (Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Depdiknas, 2007 : 788). Aminudin (1987 : 34) mengemukakan
bahwa apresiasi mengandung makna pengenalan melalui perasaan  atau
kepekaan batin, dan pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang
diungkapkan pengarang. Apresiasi dikembangkan dengan menumbuhkan
sikap sungguh-sungguh dan melaksanakan kegiatan  apresiasi sebagai bagian
hidupnya dan sebagai suatu kebutuhan yang mampu memuaskan rohaniahnya.
Apresiasi dalam suatu karya mempunyai tingkatan. Waluyo (2002 : 45)
membagi tingkatan apresiasi meliputi, (1) tingkat menggemari, (2) tingkat
menikmati, (3) tingkat mereaksi, dan (4) tingkat produktif. Pada tingkat
menggemari keterlibatan batin pembaca belum kuat. Pada tingkat menikmati,
keterlibatan batin pembaca terhadap karya sastra sudah semakin mendalam.
Pada tingkat mereaksi, sikap kiritis terhadap karya sastra semakin menonjol
karena ia mampu menafsirkan  dengan seksama dan ia mampu menyatakan
keindahan dan menunjukkan dimana letak keindahan itu. Pada tingkat
produktif, apresiator mampu menghasilkan, mengkritik, atau membuat resensi
terhadap novel secara tertulis.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa apresiasi novel adalah suatu tindakan berupa
pengamatan, penilaian, dan penghargaan terhadap sebuah karya sastra, yang
dalam hal ini novel. Dalam hal apresiasi ini kita harus memahami unsur
intrinsik dan unsur ekstrinsik novel yang kita baca itu.
B. Rumusan Masalah
Apa itu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik novel
C. Tujuan Penulisan
Dapat mengetahui apa itu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik novel
BAB II
PEMBAHASAN
A. UNSUR INTRINSIK DAN UNSUR EKSTRINSIK NOVEL
1.  Unsur Intrinsik Novel
Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2007 : 1248) menyatakan “unsur
adalah bahan asal; zat asal; elemen.” Sedangkan “intrinsik artinya terkandung di
dalamnya” (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depdiknas, 2007 : 440). “Novel adalah
karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang
dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku”
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depdiknas, 2007 : 788). Jadi, yang dimaksud
dengan unsur intrinsik novel adalah unsur-unsur atau elemen-elemen yang
terkandung dalam sebuah novel. Unsur intrinsik dalam sebuah novel terdiri atas
tema, tokoh dan watak (penokohan), alur cerita (plot), latar cerita (setting), amanat
(pesan/tujuan), sudut pandang (point of view), dan gaya bahasa.
1. Tema
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2007 : 1164), “tema
adalah pokok pikiran; dasar cerita.”Tema bisa juga diartikan sebagai ide
sentral yang mendasari sebuah cerita (dalam hal ini novel). Tema dalam
sebuah novel dapat diwujudkan secara tersirat dan dapat juga diwujudkan
secara tersurat. Tema yang berwujud tersurat lebih mudah ditangkap daripada
tema yang tersirat. Hal ini dikarenakan tema tersirat membutuhkan daya nalar
ataupun kemampuan membaca yang tinggi saat membaca novel untuk
menemukan tema tersebut sedangkan untuk tema tersurat tidak demikian
karena tema tersurat sudah terlihat dari sifat yang ditunjukkan oleh tokoh
cerita serta bagaimana jalannya cerita pada novel tersebut.
2. Tokoh dan Watak (Penokohan)
“Tokoh adalah pemegang peran dalam roman atau drama” (Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Depdiknas, 2007 : 1203). “Watak adalah sifat batin
manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku; budi pekerti;
tabiat” (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depdiknas, 2007 : 1270).
Sedangkan, “penokohan adalah penciptaan citra tokoh dalam karya susastra”
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depdiknas, 2007 : 1203). Jadi, tokoh dan
watak dalam sebuah novel adalah pemeran dalam novel itu sendiri dan
bagaimana watak setiap pemeran itu.
3. Alur cerita (Plot)
Alur cerita adalah rangkaian cerita yang disusun sedemikian rupa agar cerita
itu lebih menarik. Senada dengan hal ini Kamus Besar Bahasa
Indonesia (Depdiknas, 2007 : 33) menyatakan “alur adalah jalinan peristiwa
dalam karya sastra untuk mencapai efek tertentu,”Alur cerita dalam sebuah
novel dapat berupa alur maju, alur mundur, atau alur campuran. Alur maju
disusun dengan rangkaian cerita dimulai dari awal menuju akhir cerita. Alur
mundur disusun dengan rangkaian cerita dimulai dari akhir menuju awal
cerita. Alur campuran disusun dengan rangkaian cerita dimulai dari
pertengahan kemudian ke awal baru menuju akhir.
4. Latar Cerita (Setting)
Latar cerita adalah keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya
lakuan dalam karya sastra (Kamus Besar bahasa Indonesia, Depdiknas, 2007 :
643).
5. Amanat
Amanat atau pesan atau nasihat merupakan kesan yang ditangkap pembaca
setelah membaca novel. Amanat dapat juga diartikan sebagai hal yang ingin
disampaikan pengarang novel kepada pembaca lewat novel tersebut. Amanat
dirumuskan sendiri oleh pembaca ketika membaca sebuah novel. Cara
menyimpulkan amanat sangat berkaitan dengan cara pandang pembaca
terhadap suatu hal. Meskipun ditentukan berdasarkan cara pandang pembaca,
amanat tidak lepas dari tema dan isi novel itu sendiri.
6. Sudut Pandang (Point of view)
Sudut pandang adalah tempat sastrawan memandang ceritanya. Dari tempat
itulah sastrawan bercerita tentang tokoh, peristiwa, tempat, dan waktu dengan
gayanya sendiri. Menurut Harry Shaw dalam Mursini dan Atika Wasilah
(2010 : 28) sudut pandang ada tiga macam, yaitu sebagai berikut.

1)      Pengarang terlibat (Auther Participation) adalah pengarang ikut


ambil bagian dalam cerita sebagai tokoh utama atau tokoh
lain, mengisahkan tentang dirinya. Dalam cerita ini
pengarang menggunakan kata ganti orang pertama (aku
atau saya).
2)      Pengarang sebagai pengamat (Auther Observant) adalah posisi
pengarang sebagai pengamat yang mengisahkan
pengamatannya sebagai tokoh samping. Pengarang berada
di luar cerita dan menggunakan kata ganti orang ketiga (ia
atau dia) di dalam ceritanya.
3)      Pengarang serba tahu (Auther Emniscient) adalah pengarang
berada di luar cerita (impersonal) tapi serba tahu tentang
apa yang dirasa dan dipikirkan oleh tokoh cerita. Dalam
kisahan cerita pengarang memakai nama-nama orang dan
dia (orang ketiga tunggal).
7. Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam
bentuk tulisan dan lisan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depdiknas, 2007 :
340). Gaya bahasa dalam sebuah novel sangat banyak, diantaranya gaya
bahasa metafora, personifikasi, hiperbola, asosiasi, sarkasme, sinisme,
asideton, litotes, sinekdhoke, klimaks, antiklimaks, repetisi, paradoks, ironi,
dan sebagainya. Gaya bahasa personifikasi membandingkan suatu benda
dengan memberinya sifat-sifat seperti manusia, contohnya
“angin membelai tubuhku dengan lembut ketika aku sedang duduk meratapi
nasib yang sedang menimpa diriku.” Gaya bahasa hiperbola menyatakan
sesuatu dengan berlebihan, membesar-besarkan. Contohnya “ harga minyak
dunia yang tinggi mengguncangkan Indonesia bahkan dunia.” Gaya bahasa
sarkasme menyatakan sesuatu dengan bahasa yang tidak sopan. Contohnya
“ Anjing kau! Tak tahu berterima kasih,” dan lain sebagainya.

B. Unsur Ekstrinsik Novel


Selain unsur intrinsik, unsur pembentuk sebuah novel juga bisa berupa adalah
unsur ekstrinsik. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2007 :
292) “ekstrinsik adalah berasal dari luar.”Unsur ekstrinsik adalah unsur
pembentuk novel yang terdapat di luar novel itu sendiri. Unsur ekstrinsik
merupakan hal yang melatarbelakangi penciptaan sebuah novel. Latar
belakang itu bisa berkaitan dengan permasalahan kehidupan, falsafah, cita-
cita, ide-ide, dan gagasan serta latar belakang budaya yang menopang kisah
novel itu (Mursini dan Atika Wasilah, 2010 : 23). Senada dengan hal itu,
Wellek & Warren (1956 dalam http://www.anneahira.com/unsur-ekstrinsik-
karya-sastra.htm) menyatakan bagian yang termasuk unsur ekstrinsik adalah
sebagai berikut.
1 Keadaan subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap,
keyakinan, dan pandangan hidup yang semuanya itu mempengaruhi
karya sastra yang dibuatnya.
2 Keadaan psikologis, baik psikologis pengarang, psikologis pembaca,
maupun penerapan prinsip psikologis dalam karya.
3 Keadaan lingkungan pengarang, seperti ekonomi, sosial, dan politik.
4 Pandangan hidup suatu bangsa, berbagai karya seni, agama, dan
sebagainya.

Sedangkan, menurut Wahyudi Siswanto (2008) untuk mendapatkan


pemahaman yang lebih dalam dari sebuah prosa/novel kita sebaiknya
memahami pengarangnya juga. Pemahaman terhadap seorang
sastrawan/pengarang akan semakin lengkap jika dipahami (1) latar belakang
sosiologis, (2) latar belakang psikologis, dan (3) latar belakang kebahasaan
dan kesastraan pengarang.

Dari ketiga pendapat di atas maka saya menyimpulkan unsur ektrinsik novel
adalah sebagai berikut.
1 Latar belakang sosiologis pengarang
Sebagai makhluk sosial, pengarang juga dipengaruhi oleh latar
belakang sosiologisnya yang berupa struktur sosial dan proses-proses
sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial. Struktur sosial adalah
keseluruhan jalinan antar unsur-unsur yang pokok, yaitu kaidah-kaidah
sosial (norma-norma sosial), lembaga-lembaga sosial, kelompok-
kelompok sosial, dan lapisan sosial. Proses sosial adalah pengaruh
timbal balik antara kehidupan ekonomi, politik, hukum, agama,  dan
sebagainya (Soekanto dalam Siswanto, 1988 : 16). Umar Junus dalam
Siswanto (1986 : 10-16) menjabarkan latar belakang sosiologis atas
enam faktor: asal sosial, kelas sosial, jenis kelamin, umur, pendidikan,
dan pekerjaan. Sebagai contoh, ketika Budi Darma sedang menempuh
studinya di Bloomington, ia tinggal di apartemen Tulip Tree. Saking
cintanya dia kepada Tulip Tree, sampai-sampai Tulip Tree
dijadikannya sebagai latar utama dalam novelnya yang
berjudul Olenka.
2 Latar belakang psikologis pengarang
Selain ditentukan oleh sistem organ biologis, perilaku seseorang juga
dipengaruhi dan ditentukan oleh jiwa dan akalnya. Susunan unsur-
unsur akal dan jiwa yang menentukan tingkah laku atau tindakan dari
setiap individu manusia disebut kepribadian. Unsur-unsur kepribadian
tersebut adalah pengetahuan, perasaan, dan dorongan naluri
( Koendjaraningrat dalam Siswanto, 1986 : 101-111). Suryabrata
dalam Siswanto (1987 : 13-70) lebih terperinci lagi mengemukakan
bahwa aktivitas manusia mencakup perhatian, pengamatan, tanggapan,
fantasi, ingatan, pikiran, perasaan, dan motif-motif. Hal ini juga
berlaku bagi pribadi pengarang/sastrawan.
3 Latar belakang kebahasaan dan kesastraan pengarang
Ketika sastrawan ingin menyampaikan pesannya, ia harus
mempergunakan bahasa sebagai mediumnya. Bahasa tersebut harus
dapat dimengerti oleh pembacanya. Oleh karena itu, bahasa yang
digunakan juga berangkat dari bahasa natural, yakni bahasa yang
digunakan berkomunikasi  sehari-hari. Meskipun demikian, dengan
bekal bahasa natural, sastrawan menciptakan sendiri bahasa yang
sesuai dengan sistem sastra.
Sebagai komunikasi yang timbal balik, sistem bahasa yang diciptakan
sastrawan ini harus diterima oleh pembaca dengan cara yang sama.
Bila tidak, komunikasi ini bisa dikatakan gagal. Itulah sebabnya,
bahasa sastra bukan bahasa yang melangar kaidah bahasa natural,
tetapi memang mempunyai kaidah tersendiri. Sastrawan dipandang
sebagai orang yang mempunyai kreatifitas berbahasa yang lebih
dibandingkan dengan anggota masyarakatnya (Brown dan Yule dalam
Siswanto, 1986).
Di bawah ini akan dibahas mengenai unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik
dalam sebuah novel.
Judul novel : Doa Cinta: Doa Ibu dalam Badai Cinta dan Perjuangan
Pengarang : Sirin M. K.
Penerbit : Edelweiss
Kota terbit : Depok
Tahun terbit : April 2009, cetakan 1    

Sinopsis Novel
Novel ini dimulai dengan kisah tokoh Irkham yang telah pergi studi ke
Eropa (Jerman) kemudian diceritakan kembali keadaan keluarganya di
kampungnya (Limpah Luwus, Purwokerto).
Setelah menyelesaikan studinya di Jerman, Irkham kembali ke Tanah Air.
Di Limpah Kuwus ternyata kekasihnya dulu, Amelia, telah menikah. Irkham
sangat terpukul mendengar berita itu, di tambah lagi bahwa ia belum bisa
mendapat pekerjaan yang layak setelah tamat kuliah. Ia berbohong kepada
ibunya dengan mengatakan ia telah bekerja di Semarang tapi sebenarnya ia
malu sebagai lulusan luar negeri tapi pengangguran. Irkham tetap menutupi
keburukannya itu kepada ibu dan adiknya. Suatu hari telepon datang dari
adiknya bahwa ibunya telah tiada. Irkham bertambah merasa bersalah karena
telah membohongi ibunya. Adiknya juga benci kepada Irkham yang telah
membohongi dirinya dan juga almarhum ibunya.
Akhirnya, Irkham pergi lagi ke Semarang. Ia bertemu dengan kawan
lamanya, Siham. Setelah menjelaskan keluhannya, Siham memberi petunjuk
kepada Irkham mengenai suatu pekerjaan. Irkham pun akhirnya bekerja
sebagai peneliti dan menggapai cita-citanya sebagai orang sukses. Irkham
kembali menjumpai adiknya, Fitri, dan memidahkannya kuliah ke Semarang.
Dalam perjalanan hidupnya, ia masih berhubungan dengan Amel, mantan
pacarnya dulu. Suami Amel, Sigit, selalu menyuruh Irkham datang ke
rumahnya walau mereka pernah berkelahi. Seiring dengan berjalannya waktu,
Sigit dan Amel pun telah punya anak. Dalam kelanggengan keluarganya,
Tuhan berkehendak lain. Sigit meninggal dunia karena tabrakan. Sebuah
catatan harian Sigit mengungkap curahan hati Sigit bahwa ia tidak
menginginkan pernikahannya dengan Amel menyakiti hati Irkham, tapi ia
penuhi karena paksaan orang tua. Orang tua Sigit menyadari kesalahan
mereka selama ini. Amel dan Irkham akhirnya bersatu.
Hasil analisis novel di atas dibahas di bawah ini.
I. Unsur Intrinsik Novel
1. Tema
Tema yang dikemukan dalam novel tersebut mengenai perjuangan
menggapai cita-cita dan harapan yang lebih baik di hari esok. Hal ini bisa
dilihat di halaman 12-14 yang berbunyi sebagai berikut.
………………………………………………………………………………
……………..
“ Pernah suatu malam, Irkham mendapati ibunya tengah menangis
di kamarnya ketika ia hendak ke kamar mandi. Biasanya, Irkham selalu
cuek dengan kebiasaan ibunya yang selalu sholat malam. Mungkin saking
dirinya terbiasa mendengar kalimat takbir ataupun zikir shalat yang sayup-
sayup terdengar setiap kali Irkham terbangun untuk ke kamar mandi. Tapi
kali ini langkahnya terhenti, tepat di depan kamar ibunya. Tak seperti
biasanya ia mendengar jelas suara ibunya yang tengah bermunajat kepada
Allah. Yang membuat tertegun, ibunya berkali-kali menyebut namanya
dirinya. Entah apa yang tengah dipinta oleh ibunya kepada Sang Pengasih.
Yang pasti, ia mendengar jelas permohonan ibunya agar ia diberikan
keselamatan, kemudahan, dan kesuksesan dalam menempuh belajar di luar
negeri nanti.
………………………………………………………………………………
………..........
Sungguh beruntung dirinya mempunyai seorang ibu yang selalu
memerhatikan dan menyayanginya. Karena perhatian dan kasih sayang ibu
adalah doa dan salah satu benteng pertahanan dan perjuangan hidup
manusia. Mulai saat itu, ia pun berjanji akan selalu mengingat-ingat
pengalaman malam itu dan bertekad segera mewujudkan doa dan harapan
ibunya.”
2.   Alur Cerita atau Plot
Alur dalam novel ini adalah alur campuran, yaitu cerita yang dimulai dari
tengah kemudian ke awal baru menuju akhir. Cerita dimulai dengan kisah
tokoh Irkham yang telah pergi studi ke Eropa (Jerman) kemudian
diceritakan kembali keadaan keluarganya di kampungnya (Limpah Luwus,
Purwokerto). Setelah menyelesaikan studinya di Jerman, Irkham kembali
ke Tanah Air. Di Semarang ia mencari kerja. Setelah mendapat cobaan
yang berat, yakni kekasihnya yang telah menikah dengan orang lain tanpa
sepengetahuannya, kepergian ibunya, pengangguran, dan dibenci adiknya
karena berbohong, ia akhirnya mendapatkan jalan yang tak ia sangka-
sangka. Melalui Siham, kawan lamanya dulu, Allah  menunjukkan jalan
kepada Irkham hingga mengantarkannya menuju kesuksesan dan
menggapai cintanya kembali.   
3. Amanat
Amanat dalam novel tersebut adalah
1)      Berusaha untuk menggapai cita-cita dan selebihnya berserah dirilah
kepada Tuhan
2)      Jodoh, kematian, dan rezeki hanya Tuhan yang tahu

4. Tokoh dan Watak


a.       Irkham, wataknya
a)      Pintar
“Kini, setelah ia (Irkham) berhasil meraih beasiswa dan menyandang
predikat mahasiswa S-2 di Jerman, tas itu masih menyertai
petualangannya.” (halaman 8)
“Irkham adalah salah satu lulusan terbaik di Universitas Jenderal
Soedirman (Unsoed). Ia telah memberikan banyak prestasi untuk kampus
kebanggaannya itu. Mulai dari prestasi akademik, lomba karya ilmiah,
debat ilmiah, sampai pidato bahasa Inggris.” (halaman 37)  
b)      Berakhlak baik
“kata-kata itulah yang terkadang membuat Irkham sangat bersyukur kalau
dirinya di mata orang lain termasuk anak yang berbakti kepada prangtua.”
(halaman 67)
“Sudah menjadi kebiasaan, Bu Sumirah selalu tiduran di depan TV selepas
sholat Isya. Sudah menjadi kebiasaan pula, Irkham selalu memijat kaki
ibunya. Inilah salah satu bentuk bakti Irkham kepada ibunya.” (halaman
68)
c)       Optimis
“Yang penting Biyung dan Fitri sehat-sehat saja. Itu sudah cukup untuk
sekadar mengobati rasa kangen di hatiku. Aku tidak perlu lama-lama di
sini, aku harus segera kembali mengadu nasib di Semarang. Aku harus
segera menebus setiap doa dan cinta yang telah Biyung berikan kepadaku
selama ini. Aku harus bisa membayarnya dengan kesuksesan dan
kebahagiaan. Biyung, doakan anakmu ini, semoga cepat mendapatkan
pekerjaan yang layak!” (halaman 258)

b.      Amelia, wataknya
a)      Berakhlak baik
“…………………..
Di matanya, Amel adalah gadis yang cantik, periang, sayang sama
orangtua, dan menghargai laki-laki. Jarang sekalai ada gadis seperti dirinya
yang mau berteman, apalagi menjalin kasih dengan laki-laki seperti
dirinya. Amel tahu persis kondisi keluarganya. Anak miskin dan yatim.
Tapi Amel begitu tulus mencintainya dan menyayangi keluarganya.
Sungguh beruntung dirinya bisa berpacaran dengan Amelia.
………………” (halaman 31)
“……………………
“Duh… Aku jadi tambah bangga sama kamu, Mel. Terima kasih ya, telah
mengingatkan aku.”
“Sama-sama, Mas. Sudah sepatutnya kita sesama muslim untuk nasihat-
menasihati dalam hal kebenaran dan kesalahan.”
……………………………..” (halaman 46)
b)      Bersosialisasi dan berserah diri kepada Allah dalam menghadapi
masalah
“Bu Sumirah menggenggam tangan Amelia dengan hangat. “Amelia
sayang, kamu tidak usah bingung atau sedih. Semuanya sudah jelas, Allah
telah memberikan petunjuk. Kamu jangan berprasangka buruk dulu. Belum
tentu apa yang kamu anggap baik, berarti baik juga menurut Allah. Bisa
jadi, apa yang kamu benci malah itu yang terbaik menurut Allah.
Sebaliknya, sesuatu yang kamu anggap baik ternyata malah bukan yang
dikehendaki oleh Allah. Ibu tidak akan marah, apalagi memaksa kamu
untuk menunggu Irkham. Cepatlah kamu temui ayah kamu dan ikuti saran
mereka. Pasti hidup kamu akan bahagia dunia-akhirat. Ridha Allah itu
tergantung ridha orangtua dan murka Allah itu tergantung pada murka
orangtua. Langkahkan kakimu dengan penuh keyakinan. Tatap masa
depanmu dengan penuh keikhlasan. Jadilah generasi muda yang tegar!””
(halaman115)

c.       Sigit, wataknya
a)      Penurut
“Tak tahan dengan sikap Amel yang kaku, Sigit langsung berkata, “Aku
mengerti perasaan kamu sekarang ini. Perkenalan ini atas keinginan
orangtua kita. Terus terang aku juga tidak setuju dengan rencana mereka.
Tapi, apa mau dikata. Sebagai anak, aku tidak mau dibilang sebagai anak
yang tidak berbakti pada orangtua. Toh, ini masih dalam taraf perkenalan.
Masih ada peluang bagi kita untuk menemukan arah sendiri. Jadi, anggap
saja orangtua kita seperti halnya teman yang mencomblangi
kita!”” (halaman 109)
b)      Penyabar
““Ya Allah, bukakanlah hati istriku! Agar ia mau menerimaku sebagai
suaminya. Bimbinglah dia agar menjadi istri yang salehah sehingga kami
bisa mewujudkan keluarga yang sakinah, mawadah wa
rahmah, amin!” Sigit berdoa dalam hati.” (halaman 144)

d.      Bu Sumirah, wataknya


a)      Taat beribadah
“Ia tak menyangka, di tengah kesibukan dan perjuangannya sebagai
seorang ibu sekaligus kepala rumah tangga, ibunya selalu menyempatkan
diri di malam-malam tidurnya untuk bermunajat. Ia juga tak menyangka
akan sedramatis itu pengorbanan sang ibu. Pagi, siang, dan malam
dilaluinya dengan perjuangan dan pengorbanan hanya untuk sebuah doa
dan harapan agar amanah yang dititipkan oleh Allah, yaitu anak-anaknya,
bisa menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain.” (halaman 13)
b)      Penyabar
““Fitri anakku, Biyung yakin kalau kamu itu anak yang baik, sopan, dan
paham dengan tata krama. Tidak selayaknya kamu bersikap kasar seperti
tadi. Biyung tahu kamu masih kesal sama Amel. Tapi sebagai seorang
muslimah yang baik, kita harus senantiasa menghormati tamu yang datang
ke rumah kita. Apalagi, Amel kan sudah minta maaf. Masa kamu tidak mau
memafkan dia. Allah saja Maha Pengampun. Sangat berdosa jika ada orang
yang meminta maaf, kita tidak memaafkannya. Amel sudah berniat baik. Ia
datang ke sini untuk bersilaturahmi. Kamu malah memutuskannya. Kamu
yang sabar ya, Ndho!”” (halaman 114-115 )
c)      Pekerja  keras/tegar
“Namun tidak bagi keluarga Bu Sumirah. Mereka termasuk keluarga yang
rajin dan giat bekerja. Cuaca dingin tidak menghambat mereka beraktivitas.
Tampak sebuah mobil angkutan desa berhenti di depan warung. Seorang
perempuan paruh baya turun dari mobil itu. ia tak lain adalah Bu Sumirah.
Ia adalah satu-satunya orangtua Irkham yang masih tersisa di dunia.
Bapaknya telah lama meninggal. Jadilah Bu Sumirah seorang ibu sekaligus
kepala keluarga yang harus menghidupi dan menyekolahkan Irkham dan
adiknya seorang diri.” (halaman 33)

e.       Fitri, wataknya
a)      Anak yang ramah dan penyayang
“Fitri yang melihat wajah Ibunya merasa kasihan dan langsung
memberikan minuman teh hangat yang sengaja dibawanya dari rumah.
“Nih, Yung, biar pusingnya hilang!”
“Makasih, Fit.’
“Mas Irkham beli karcisnya ke mana sih, Yung, kok lama banget?”
“Sabar, paling sebentar lagi.”
“Yung, coba deh lihat anak-anak kecil itu!”
Fitri menunjuk anak-anak kecil yang naik-turun bis. Mencari uang dengan
mengamen.
“Memangnya kenapa?”
“Kasihan, ya, Yung! Kecil-kecil sudah harus mencari uang. Padahal liburan
kayak gini kan enaknya buat main, nonton TV dan senang-senang.”
“Makanya kamu harus bersyukur. Bisa sekolah, makan, tidur, dan bersantai
ria di hari libur. Dan kalau disuruh bantu orangtua, mesti nurut, ya!” Bu
Sumirah membalasnya dengan nasihat.” (halaman 51)
f.       Siham, wataknya
a)      Pandai berteman dan tahu terima kasih
“Siham sudah paham dengan kondisi temannya itu, Irkham tidak akan
semurung itu, apalagi sampai melamun kalau tidak sedang mengalami
masalah yang berat.
Melihat Irkham hanya diam saja, Siham kembali bicara, “Kham, kamu
ndak perlu sungkan sama aku. Aku ini teman kamu. Selama ini kamu telah
banyak menolong aku hingga aku bisa begini. Sudah seharusnya aku
melakukan hal sama dengan kamu.”” (halaman 283)

5.      Sudut Pandang Pengarang


Sudut pandangnya pengarang serba tahu atau pengarang berada di luar
cerita. Hal ini terlihat dari pemberian nama tokoh dalam novel tersebut.
“Irkham duduk di atas tas miliknya di stasiun kereta bawah tanah. Ia
menyandarkan punggungnya pada dinding stasiun yang terbuat dari batu
marmer. Dinding itu terasa dingin, jauh lebih dingin dari hembusan
hawa air conditioner yang menebar ke setiap jengkal sudut stasiun.”
(halaman 1)
“sekitar jam 10 keesokan harinya, Amelia datang. Sejak kepergian Irkham
ke Jerman untuk melanjutkan kuliahnya, Amelia memang sering
mengunjungi Bu Sumirah dan Fitri. Hubungan mereka sudah seperti
keluarga. Setiap ada acara di keluarga Irkham, Amelia selalu diminta
datang………………………..” (halaman 99)

6.      Latar Cerita atau Setting


Latar cerita dalam novel tersebut berada di:
a)      Kota Berlin (Jerman)
“”Oh, inilah kota Berlin!” Kota yang begitu indah dan hangat. Kota tua itu
sungguh tampak eksotik dan mewah. Beberapa bangunan klasik masa
romantisme berjejer berdampingan dengan julangan bangunan modern.
Danau dan sebaris sungai yang berkelok-kelok tampak membelah kota
berkontur perbukitan itu.” (halaman 19)
b)      Limpah Kuwus (Purwokerto)
“pagi itu, sang surya tampak enggan menampakkan sinarnya. Hawa dingin
masih menyelimuti desa Limpah Kuwus yang berada di sebelah utara
Purwokerto.” (halaman 32)
c)      Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed)
“memasuki kawasan kampus Unsoed, Irkham langsung memarkirkan
sepeda motornya di sebelah gedung administrasi. Dengan langkah penuh
semangat, ia masuk gedung dan menyelesaikan semua urusan terkait
rencana studinya ke Jerman. Setengah jam kemudian ia keluar gedung
dengan wajah cerah.” (halaman 39)
d)     Rumah Sigit/Amel
“Irkham buru-buru pergi dari rumah orangtua Amel. Perasaannya campur
aduk. Rasa marah dan kecewa serasa api dalam sekam. Dadanya panas
membara. Dengan kecepatan tinggi, motor yang dikendarainya melaju ke
arah Perumahan Purwosari yang terletak di sebelah utara Sekolah Polisi
Negara (SPN) Purwokerto. Tak terlalu sulit baginya untuk menemukan
alamat rumah Amel. Terbukti, tak sampai setengah jam, Irkham sudah
sampai di rumah Amel yang baru. Dipencetnya bel yang ada di depan
pagar rumah. Setengah menit kemudian, seorang pembantu di rumah itu
keluar menghampiri Irkham.” (halaman 192)
e)      Toledo
“Saat mereka memasuki gerbang kota, terlihat sebuah patung benteng yang
besar. Sebenarnya Toledo terkenal dengan arena pertunjukan adu benteng
dengan Matador. Tapi mereka tak akan berkesempatan menyaksikan
pertunjukan tersebut, karena musimnya belum tiba. Di dalam kota ini,
terasa sekali suasana kota turisnya. Restoran berderet-deret diselingi toko-
toko souvenir dengan spesialisasi keramik, perak, dan kuningan.” (halaman
87)
f)       Roma
“Hari-hari di Roma memang sangat melelahkan. Hampir tidak ada waktu
bagi Irkham untuk istirahat. Rasanya mau copot saja tulang-tulang yang
menyangga tubuhnya. Kalau bukan karena impian untuk membahagiakan
ibu dan adiknya, mungkin ia sudah meninggalkan pekerjaan itu sejak awal.
Tapi apa mau dikata, ia terlanjur memutuskan untuk merantau ke
Roma.” (halaman 149-150)
g)      Semarang
“Di Semarang, Irkham menyewa satu kamar berukuran 2 x 3 meter.
Pikirnya, cukup untuk tempat berteduh selama ia mencari pekerjaan. Ia
tinggal bersama puluhan penghuni kos
lainnya……………………………….” (halaman 244)

7. Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang dipergunakan dalam novel ini adalah sebagai berikut.
a. Personifikasi
Personifikasi adalah gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-
benda mati seolah-olah memiliki sifat seperti manusia.
Contoh:
“Hawa dingin masih menyelimuti desa Limpah Kuwus yang berada di
sebelah utara Purwokerto”. (halaman 32)
b. Metafora
Metafora adalah gaya bahasa perasosiasian yang digunakan untuk
menyatakan suatu hal atau peristiwa tidak secara literal (harfiah) tetapi
dengan menggunakan suatu perbandingan secara langsung.
Contoh:
“Maklumlah, sudah bertahun-tahun mereka tercerabut dari akar
budayanya sendiri dan harus hidup dikelilingi orang-orang dan budaya-
budaya asing yang belum menyatu dengan jiwa mereka”. (halaman 10)
c. Simile
Simile adalah gaya bahasa yang langsung menyatakan sesuatu sama
dengan hal yang lain. Biasanya mempergunakan kata-kata seperti, seperti,
bagai, bak, seumpama, seolah, dan sebagainya
Contoh:
“Mereka  seolah hanyut dalam komunikasi batin yang tak bisa dijabarkan
lewat kata-kata”. (halaman 369)
d.      Hiperbola
Hiperbola adalah gaya bahasa yang menyatakan suatu benda, hal atau
peristiwa dengan cara melebih-lebihkan lukisan agar lebih menarik
perhatian.
Contoh:
“Mendengar cerita Fitri, batin Irkham terasa diiris-iris sembilu”. (halaman
155)
“Hatinya tersayat seolah tak rela mendengar rintihan ibunya yang
begitu menyayat kalbu, memohon-mohon semoga anaknya diberikan
kesuksesan dan kebahagiaan”. (halaman 13)

C. Unsur Ekstrinsik
1.  Latar belakang sosiologis
Latar belakang sosiologis seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa
pengarang tidak akan terpisahkan dari kehidupan sosialnya. Sirin M.K.
sebagai pengarang novel ini berasal dari kelas sosial yang mapan secara
ekonomi karena bekerja sebagai dosen. Selain itu, pengarang mungkin bisa
berasal dari Purwokerto karena pengarang mampu menggambarkan
Purwokerto secara mendetail dalam novel ini.
Dalam novel ini disinggung mengenai kuliah. Tentu hal ini dipengaruhi
oleh status pengarang yang bekerja sebagai dosen, dimana sebelum
memperoleh kedudukan sebagai dosen tentu pengarang novel ini harus
belajar keras hingga memperoleh hasil yang memuaskan seperti saat
sekarang ini. Secara gender, pengarang ini memang berjenis kelamin laki-
laki tapi penggambaran mengenai sikap ini tidak begitu ketara dalam novel
ini.
2.      Latar belakang psikologi
Latar belakang psikologi pengarang yang di dalamnya terdapat aspek
kepribadian. Dari aspek kepribadian ini terdapat pula aspek dorongan
naluri. Aspek dorongan naluri ini juga ada bermacam-macam, yaitu
dorongan untuk mempertahankan hidup, seks, usaha mencari makan, untuk
bergaul atau berinteraksi dengan sesama manusia, meniru tingkah laku
sesamanya, berbakti dan akan keindahan. Dan salah satu lagi, yaitu
dorongan akan rasa ketuhanan (ini bagi orang yang yang religius).
Dari aspek rasa ketuhanan, yang kebetulan novel ini adalah novel religius
tapi masih relevan dibaca secara universal, novel ini mencerminkan hal itu.
Rangkaian cerita yang disusun secara islami dalam novel karangan Sirin
M.K. ini adalah salah satu bentuk aspek dorongan naluri, khususnya pada
orang yang religius.
Selain dari aspek dorongan naluri (rasa ketuhanan) yang juga bisa terterima
adalah dorongan untuk berbakti. Berbakti maksudnya di sini adalah
menyumbangkan pemikiran lewat tulisan (pesan novel) agar pembacanya
menjadi lebih luas wawasannya setelah membaca novel ini.

3.  Latar belakang kebahasaan dan sesastraan pengarang


Latar belakang mengenai kebahasaan dan kesastraan merupakan hal yang
penting untuk memahami karya pengarang sekaligus mengenal pengarang.
Sirin M.K. sebagai pengarang novel ini yang berasal dari status dosen dan
juga telah beberapa kali melahirkan karya tulisnya tentu bisa dikategorikan
sebagai pengarang yang berpengalaman. Hal ini juga bisa dilihat dari
tulisannya, yakni novel yang dianalisis ini, Doa Cinta: Doa Ibu dalam
Badai Cinta dan Perjuangan. Novel ini walaupun tidak best seller tapi
mampu memberikan kesan yang cukup bagus bagi pembacanya. Jalinan
ceritanya sungguh luar biasa sehingga pembaca merasa seolah-olah
langsung menyaksikan kejadian yang dilukiskan dalam novel ini.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur pembangun
novel itu terbagi atas dua bagian, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik.
Unsur intrinsik novel adalah unsur-unsur atau elemen-elemen yang
terkandung dalam sebuah novel. Unsur ekstrinsik adalah unsur pembentuk
novel yang terdapat di luar novel itu sendiri. Unsur intrinsik dalam sebuah
novel terdiri atas tema, tokoh dan watak (penokohan), alur cerita (plot), latar
cerita (setting), amanat (pesan/tujuan), sudut pandang (point of view), dan
gaya bahasa. Sedangkan unsur ekstrinsik terdiri atas latar belakang sosiologis
pengarang, latar belakang psikologis pengarang, dan latar belakang
kebahasaan dan kesastraan pengarang.
Setelah memahami unsur-unsur pembentuk novel, baik itu unsur intrinsik
maupun unsur ekstrinsik, kita akan lebih mudah melakukan apresiasi terhadap
novel tapi harus kita mengetahui bahwa menganalisis sebuah novel itu tidak
mudah, untuk itu kita harus sering berlatih. Kita berlatih tentunya dengan
sering membaca novel. Karena selain mendapatkan hiburan dari novel yang
dibaca, kita juga bisa memetik hikmah dari pesan yang disampaikan
pengarang dalam novelnya.
DAFTAR PUSTAKA

 Aminuddin. 1987. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru


 Depdiknas. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
 M. K., Sirin. 2007. Doa Cinta: Doa Ibu dalam Badai Cinta dan
Perjuangan. Depok: Edelwiss
 Mursini dan Atika Wasilah. 2010. Diktat Teori Sastra. Medan: FBS, Unimed
 Siswanto, Wahyudi. 2008. Pengantar Teori Sastra. Jakarta : PT Grasindo
 Waluyo, Herman J. 1987. Teori dan Apresiasi Puisi. Surakarta: Erlangga
 http://www.anneahira.com/unsur-ekstrinsik-karya-sastra.htm
 http://tanjungpamahnari.blogspot.com/2011/06/apresiasi-novel.html?m=1
 Gasong,Dina. Apresiasi Sastra INDONESIA. Yogyakarta: Deepublish: 20
februari 2019.

Anda mungkin juga menyukai