Analisis Contoh Kasus Ekstradisi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 3

Analisis Contoh Kasus Ekstradisi

Contoh Kasus Ekstradisi yang salah satunya menjadi topik utama di tanah air adalah menyangkut
nama Djoko Tjandra. Djoko Tjandra adalah seorang pebisnis yang terjerat kasus korupsi
pengalihan hak tagih (cessie) dari Bank Bali pada tahun 2000 silam dengan nilai kerugian Rp904
miliar. Kasus lama ini memang merupakan salah satu dari sekian kasus korupsi besar di
Indonesia yang masih menemui permasalahan dalam eksekusinya.

Djoko Tjandra sendiri baru dijatuhi vonis penjara dan hukuman tambahan lain berdasarkan
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 12 PK/Pid.Sus/2009 tanggal 11 Juni 2009
karena telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi yang
mengakibatkan kerugian negara. Hal ini merupakan hasil dari peninjauan kembali yang
dilakukan oleh Kejaksaan Agung ke Mahkamah Agung pada pembebasannya lantaran
perbuatannya tidak ditemukan sebagai perbuatan pidana melainkan perdata pada tahun 2000.
Sejak dijatuhinya vonis tersebut keadilan dan Djoko Tjandra pun bermain kejar-kejaran dimulai
dari mangkirnya Djoko dari panggilan Kejaksaan untuk eksekusi pada 16 Juni 2009. Djoko
dinyatakan buron oleh Kejaksaan dan diketahui melarikan diri ke Papua Nugini sehari sebelum
pembacaan putusan oleh hakim.

Setelah kabur ke Papua Nugini, Djoko Tjandra kemudian mengajukan naturalisasi


kewarganegaraan yang kemudian dikabulkan oleh Papua Nugini dengan mengangkat Djoko
sebagai warga negara Papua Nugini pada April 2012 walaupun Djoko Tjandra ada di dalam
daftar merah Interpol akibat status buronnya di Indonesia. Djoko Tjandra diduga menanamkan
investasi USD 2,000,000,000 atau sekitar Rp.18.000.000.000.000,00 (delapan belas triliun
rupiah) di lahan seluas 100.000 hektar di Papua Nugini. Hal ini kemudian mempersulit upaya
ekstradisi oleh Indonesia karena kewarganegaraan ganda dari Djoko. Setelah beberapa tahun
Djoko menghilang kemudian tersingkap lagi keberadaannya. Ia bahkan sempat ditemukan
membuat E-KTP di Grogol Selatan dan mengajukan permohonan Peninjauan Kembali di tanah
air pada 8 Juni 2020 namun dirinya tak pernah datang karena alasan sakit dengan surat sakit di
Malaysia, sehingga PK pun batal dilanjutkan. Hal tersebut menyingkap adanya “kecolongan”
pada bagian imigrasi, karena Djoko Tjandra dapat dengan bebas tanpa terdeteksi memasuki
wilayah Indonesia dan keluar lagi ke Malaysia, ada pula keterlibatan pemalsuan surat jalan yang
digunakan Djoko untuk berpergian.
Presiden Joko Widodo juga memberikan perintah penangkapan Djoko pada Kapolri Jenderal
Idham Azis. Hal ini disusul dengan pembentukan tim khusus untuk mencari Djoko untuk
melacak posisi aktual Djoko di Malaysia. Pada akhirnya pun Djoko Tjandra berhasil ditangkap
pada 30 Juli 2020 di Malaysia yang kemudian dibawa ke Indonesia di hari yang sama. Hal ini
dapat dicapai dengan koordinasi Kepolisian Diraja Malaysia dan tim khusus Kepolisian
Indonesia tersebut untuk melacak posisi Djoko.

Perbedaan kondisi ekstradisi yang ditemui dalam kasus ini yaitu antara Papua Nugini dan
Malaysia dapat ditemukan dalam perjanjian ekstradisi yang telah dilakukan oleh Indonesia antara
dua negara tersebut. Indonesia-Papua Nugini baru mencapai tahap ratifikasi pada tahun 2015, hal
ini sudah agak jauh dari ditemukannya jejak Djoko di Papua Nugini. Kemudian keadaan tersebut
dipersulit dengan pengangkatan Djoko Tjandra sebagai warga negara Papua Nugini. Memang
benar adanya syarat tidak diperbolehkan seseorang menjadi warga negara dalam hal masuk
dalam red notice Interpol, namun dalam kasus ini terdapat pelanggaran yang melibatkan dua
perwira tinggi kepolisian Indonesia si, yaitu Brigjen Prasetijo Utomo dan Irjen Napoleon
Bonaparte yang menerima suap guna penghapusan red notice dan juga faktor eksternal yaitu
penanaman aset yang dilakukan Djoko di Papua Nugini. Berbeda halnya ketika Djoko Tjandra
berada di Malaysia. Indonesia-Malaysia telah memiliki perjanjian ekstradisi dan ratifikasinya
sejak tahun 1974 yang dituangkan dalam UU Nomor 9 Tahun 1974. Djoko Tjandra tidak
memiliki keuntungan yang sama dibandingkan ketika ia di wilayah yurisdiksi Papua Nugini.
Namun, pada akhirnya kasus serupa seperti ini seharusnya memperoleh perhatian ekstradisi yang
lebih baik, mengingat adanya payung hukum Internasional bersumber pada UN Convention
Against Corruption dimana konvensi ini melibatkan 187 negara pihak termasuk Indonesia,
Malaysia, Papua Nugini. Dalam konvensi di Pasal 44 mengandung anjuran-anjuran mengenai
ekstradisi, termasuk pembantuan proses pencarian oleh kepolisian dari kedua negara dan
penyederhanaan syarat pembuktian, dan hal-hal lain yang seharusnya memperlancar
dilakukannya ekstradisi terhadap terpidana kasus korupsi sesuai UNCAC.

Sumber:

https://nasional.kompas.com/read/2020/07/31/10214211/fakta-penangkapan-djoko-tjandra-dari-
instruksi-jokowi-hingga-operasi-20-juli?page=all
https://www.kompas.id/baca/internasional/2020/07/18/penangkapan-joko-tjandra-dimungkinkan-
lewat-perjanjian-ekstradisi-indonesia-malaysia?status=sukses_login&status_login=login

https://www.kompas.id/baca/internasional/2020/07/18/penangkapan-joko-tjandra-dimungkinkan-
lewat-perjanjian-ekstradisi-indonesia-malaysia?status=sukses_login&status_login=login

http://demajusticia.org/rilis-kajian-labirin-hukum-penyelesaian-kasus-djoko-tjandra/

Anda mungkin juga menyukai