RMK KLP 10 Materi 2
RMK KLP 10 Materi 2
RMK KLP 10 Materi 2
KELOMPOK 10 :
1. Rencana Sampling
Tahapan-tahapan dalam suatu rencana sampling PPU serupa tapi tidak persis sama
dengan tahapan yang digunakan dalam sampling atribut. Tahapan-tahapan tersebut
adalah:
a. Menetapkan Tujuan Rencana Sampling
Tujuan sampling PPU yang paling umum adalah untuk mendapatkan bukti bahwa
saldo rekening menurut catatan tidak salah saji secara material. Asersi-asersi
laporan keuangan yang dibuktikan sampel bergantung kepada prosedur yang
diterapkan untuk unsur sampel yang bersangkutan. Pengujian substantif detil ini
merupakan sumber bukti tentang berbagai asersi, termasuk asersi hak dan
kewajiban. Dalam hal ini auditor perlu melakukan pengujian lain atas sampel atau
unsur lain dalam populasi, sebelum menyimpulkan bahwa semua asersi yang
berhubungan dengan rekening tersebut bebas dari salah saji material. Dengan
demikian bukti yang diperoleh dari sampel akan menggambarkan hanya satu dari
berbagai sumber pendukung yang diinginkan auditor sebelum sampai pada
kesimpulan bahwa jumlah yang dilaporkan tidak salah saji secara material.
b. Merumuskan Populasi dan Unit Sampling
Populasi terdiri dari kelompok transaksi atau saldo rekening yang akan diuji.
Untuk setiap populasi, auditor harus memutuskan apakah semua unsur akan
dimasukkan. Sebagai contoh, ada empat kemungkinan populasi apabila populasi
didasarkan pada saldo rekening dalam buku pembantu piutang dagang, yaitu
semua saldo, saldo debet saja, saldo kredit saja, dan saldo nol.
Unit sampling dalam sampling PPU adalah rupiah individual, dan populasi adalah
suatu angka rupiah yang sama dengan total jumlah rupiah dari populasi. Setiap
rupiah dalam populasi mempunyai kemungkinan yang sama untuk dipilih sebagai
sampel. Meskipun rupiah-rupiah individual adalah dasar untuk pemilihan sampel,
auditor sesungguhnya tidak melakukan pemeriksaan atas rupiah-rupiah individual
dalam populasi, melainkan terhadap rekening, transaksi, dokumen, atau unsur
tertentu yang berkaitan dengan rupiah yang dipilih. Rupiah-rupiah indi vidual
yang terpilih sebagai sampel kadang-kadang membawa keseluruhan unsur yang
lain dari populasi yang sama.
Dalam sampling PPU, sesuai dengan namanya, semakin besar rupiah berkaitan
dengan suatu unit logis, semakin besar kemungkinan untuk terbawa. Ini berarti
bahwa kemungkinan untuk terpilih adalah proporsional dengan ukurannya.
Namun sampling PPU memiliki dua keterbatasan. Dalam pengujian aktiva, saldo
nol dan saldo negatif harus dikeluarkan dari populasi karena saldo-saldo semacam
itu tidak memiliki kemungkinan untuk terpilih sebagai sampel. Selain itu,
sampling PPU juga tidak cocok digunakan dalam pengujian terhadap kewajiban
terutama tentang pelaporan kewajiban yang lebih rendah dari sesungguhnya,
karena semakin besar suatu unsur dilaporkan terlalu rendah, semakin kecil
kemungkinannya untuk terpilih sebagai sampel.
c. Menentukan Ukuran Sampel
Rumus untuk menentukan ukuran sampel dalam sampling PPU adalah :
NB x FK
n=
SD−(AS x FE)
Keterangan :
NB = nilai buku populasi yang diuji
FK = faktor keandalan (reliability factor) untuk risiko keliru menerima yang
ditetapkan
SD = salah saji ditoleransi
AS = antisipasi salah saji
FE = faktor ekspansi untuk antisipasi salah saji
d. Menentukan Metode Pemilihan Sampel
Metoda pemilihan yang paling banyak digunakan dalam sampling PPU adalah
pemilihan sistematik. Metoda ini membagi total rupiah populasi menjadi interval -
interval rupiah yang sama. Selanjutnya unit logis dipilih secara sistematis dari
setiap interval. Dengan demikian interval sampling dapat dihitung dengan cara
sebagai berikut:
NB
IS =
𝑛
Adapun 3 tehnik yang bisa digunakan dalam sampling variabel klasik adalah :
N = ukuran populasi
Ur = standar deviasi normal untuk risiko keliru menolak yang diinginkan
Sxj = estimasi standar deviasi populasi
A = cadangan untuk risiko sampling direncanakan atau diinginkan
Faktor-faktor berikut menentukan ukuran sampel dalam suatu estimasi sampel
MPU:
1) Ukuran populasi
Pengetahuan yang tepat tentang jumlah unit dalam populasi merupakan
hal yang sangat penting, karena faktor ini akan menyangkut ukuran
sampel dan hasil sampel. Ukuran populasi berhubungan langsung dengan
ukuran sampel, yaitu semakin besar populasi semakin besar pula ukuran
sampel.
2) Estimasi standar deviasi populasi
Dalam estimasi MPU, ukuran sampel yang diperlukan untuk mencapai
tujuan statistik tertentu berhubungan langsung dengan variabilitas nilai-
nilai dari unsur-unsur populasi. Ukuran variabilitas yang digunakan adalah
standar deviasi. Oleh karena nilai audit tidak diperoleh untuk setiap unsur
populasi, maka standar deviasi nilai audit untuk unsur-unsur dalam sampel
digunakan sebagai estimasi standar deviasi populasi. Akan tetapi karena
standar deviasi sampel belum bisa diketahui sampai sampel diseleksi,
maka standar deviasi tersebut harus diestimasi.
Ada tiga cara untuk mengestimasi faktor ini. Pertama, dalam penugasan
ulangan, standar deviasi yang ditemukan dalam audit tahun lalu bisa
digunakan untuk mengestimasi standar deviasi untuk tahun ini. Kedua,
standar deviasi dapat diestimasi berdasarkan nilai buku yang tersedia.
Ketiga, auditor dapat mengambil suatu sampel pendahuluan kecil, berkisar
antara 30 sampai 50 unsur dan nilai audit yang diperoleh dari unsur
sampel tersebut kemudian digunakan sebagai dasar untuk menaksir
standar deviasi populasi tahun ini. Apabila hal ini dilakukan, sampel
pendahuluan bisa dibuat menjadi sampel akhir.
3) Salah saji bisa ditoleransi
Pertimbangan untuk menetapkan salah saji bisa ditoleransi dalam
sampling MPU sama dengan pertimbangan yang dilakukan dalam
sampling PPU.
4) Risiko keliru menolak
Faktor ini memungkinkan auditor untuk megendalikan risiko apabila
risiko sampel mendukung kesimpulan bahwa saldo rekening menurut
pembukuan telah salah saji secara material, padahal sesungguhnya tidak
demikian. Konsekuensi pokok dari risiko ini adalah terjadinya tambahan
biaya potensial sebagai akibat diperluasnya prosedur audit menyusul
terjadinya penolakan yang pertama. Namun, tambahan prosedur audit pada
akhirnya bisa melahirkan kesimpulan bahwa saldo tidak salah saji secara
material.
5) Risiko keliru menerima
Faktor yang dipertimbangkan dalam menetapkan risiko ini sama dengan
sampling PPS. Risiko kesalah penerimaan sakah saji saldo secara material
biasanya ditetapkan dalam kisaran 5% sampai 30 %, bergantung pada
penilaian tingkat risiko pengendalian auditor dan hasil pengujian
substantif lainnya. Risiko kesalahan penerimaan memiliki pengaruh
terbalik terhadap ukuran sampel, yaitu, semakin rendah risiko yang
ditetapkan, semakin besar ukuran sampel.
6) Rencana cadangan untuk risiko sampel
Rencana cadangan untuk risiko sampel diperoleh dari rumus berikut :
CRS = R x SD
Keterangan :
CRS : cadangan untuk risiko sampling direncanakan atau dikehendaki
R : rasio antara cadangan risiko sampling diinginkan dengan salah
saji ditoleransi
SD : salah saji bisa ditoleransi
2. Estimasi Selisih
Dalam sampling estimasi selisih, selisih antara nilai audit dan nilai buku dihitung
untuk setiap unsur sampel. Selanjutnya rata-rata selisih digunakan untuk menaksir
nilai total populasi, dan variabilitas selisih digunakan dalam penentuan cadangan
risiko sampling yang dicapai. Berikut adalah 3 kondisi yang harus dipenuhi dalam
penggunaan tehnik ini :
Nilai buku setiap unsur populasi harus diketahui.
Total nilai buku populasi harus diketahui dan sama dengan hasil penjumlahan
nilai-nilai buku dari unsur-unsur individual.
Selisih antara nilai buku dan nilai audit diperkirakan tidak sedikit.
a. Menentukan Tujuan dan Merumuskan Populasi dan Unit Sampel
Karena nilai buku harus diketahui dalam metoda estimasi selisih, maka
metoda ini hanya dapat digunakan untuk mendapatkan bukti bahwa saldo
menurut pembukuan tidak salah saji secara material.
Pertimbangan hal lain yang relevan untuk tahap ini, sama dengan sampling
MPU.
b. Menentukan Ukuran Sampel
Faktor-faktor yang sama yang diperlukan dalam penentuan ukuran sampel
untuk MPU juga berlaku pada estimasi selisih, dengan satu pengecualian yaitu
bahwa dalam estimasi selisih tidak hanya digunakan estimasi standar deviasi
nilai audit saja, tetapi juga estimasi standar deviasi mengenai selisih antara
nilai audit dengan nilai buku. Auditor bisa mendasarkan estimasinya pada
hasil sampel tahun lalu atau pada selisih yang ditemukan pada sampel awal
dalam audit tahun ini. Seperti telah disebutkan di atas, estimasi bisa tidak
dapat dipercaya apabila didasarkan pada selisih yang terlalu sedikit.
Rumus yang digunakan untuk menghitung standar deviasi dan ukuran sampel
dalam metoda MPU perlu diubah simbolnya menjadi sebagai berikut:
N.Ur.Sdj 2
n= ( )
A
Hitung rasio antara jumlah nilai audit dengan jumlah nilai buku untuk
unsur-unsur sampel.
Hitung rasio antara nilai audit dengan nilai buku untuk setiap unsur.
Hitung standar deviasi untuk rasio individual dari unsur-unsur sampel.
b. Mengevaluasi Hasil Sampel
Dalam estimasi rasio, estimasi nilai total populasi ditentukan dengan rumus
berikut:
X = NB x R
Rumus untuk menentukan cadangan untuk risiko sampling dicapai sama
dengan rumus pada estimasi selisih, kecuali standar deviasi selisih diganti
dengan standar deviasi untuk rasio individual dalam sampel. Tahap terakhir
adalah melakukan penilaian kuantitatif dan penilaian kualitatif terhadap hasil
sampel sebagaimana dilakukan dalam estimasi MPU dan estimasi selisih.
Sebagai contoh, misalkan data berikut ini dijumpai dalam audit atas PT Mutiara:
Jumlah unsur dalam populasi 2500
Total nilai buku populasi Rp 800.000
Jumlah unsur dalam sampel 100
Total nilai buku unsur-unsur sampel Rp 32.000
Total nilai audit unsur-unsur sampel Rp 33.600
Pada metoda pertama yang disebutkan di atas, proyeksi salah saji dihitung sebagai
berikut:
Rp 33.600−Rp 32.000 Rp 1.600
= = Rp 40.000
Rp 32.000∶Rp 800.000 0,04
Metoda yang kedua menghasilkan perhitungan sebagai berikut :
Rp 33.600−Rp 32.000
x 2.500 = Rp 40.000
100
Dengan demikian kedua metoda di atas menghasilkan total proyeksi salah saji sebesar
Rp40.000,00. Oleh karena total nilai audit dari unsur-unsur sampel lebih besar dari
total nilai buku, maka proyeksi salah saji mencerminkan suatu salah saji terlalu
rendah dibandingkan dengan nilai populasi yang sesungguhnya.
Dalam sampling nonstatistik, auditor tidak dapat menghitung cadangan untuk risiko
sampling untuk tingkat risiko keliru menerima dan risiko keliru menolak tertentu.
Namun selisih antara proyeksi salah saji dan salah saji ditoleransi dapat dipandang
sebagai cadangan untuk risiko sampling. Apabila salah saji ditoleransi jauh lebih
besar daripada proyeksi salah saji, maka auditor bisa berkesimpulan bahwa dengan
risiko sampling rendah yang dapat diterima, salah saji sesungguhnya lebih besar
daripada salah saji ditoleransi. Sebagai contoh, apabila salah saji ditoleransi pada PT
Mutiara adalah Rp80.000,00, sedangkan proyeksi salah saji berdasarkan sampel
adalah Rp40.000,00, maka terdapat kelonggaran Rp40.000,00 bagi salah saji
sesungguhnya dalam populasi sebelum melebihi salah saji ditoleransi. Akan tetapi
jika salah saji ditoleransinya adalah Rp42.000,00, maka antara salah saji ditoleransi
dan proyeksi salah saji hanya terdapat selisih sebesar Rp2.000,00. Dalam situasi
demikian, auditor akan erkesimpulan bahwa terdapat risiko sampling yang tinggi
bahwa salah saji sesungguhnya melebihi salah saji ditoleransi.
Perbandingan antara jumlah dan besarnya salah saji dalam sampel dengan salah saji
diharapkan juga berguna dalam menetapkan risiko sampling. Apabila sampel telah
dirancang dengan cermat dan jumlah serta besarnya salah saji yang ditemukan tidak
melampaui ekspektasi auditor, maka biasanya ia akan berkesimpulan bahwa risiko
salah saji sesungguhnya melebihi salah saji ditoleransi adalah rendah.
Apabila hasil sampel nonstatistik tidak menunjukkan tanda mendukung nilai buku,
maka auditor bisa (1) memeriksa tambahan unit sampel dan melakukan evaluasi
ulang, (2) menerapkan prosedur pengauditan alternatif dan melakukan evaluasi ulang,
atau (3) minta agar kilen melakukan investigasi dan bila diperlukan melakukan
penyesuaian. Seperti halnya dalam sampling statistik, sebelum sampai pada
pengambilan kesimpulan keseluruhan, auditor harus melakukan penilaian kualitatif
mengenai karakteristik salah saji.