RMK KLP 10 Materi 2

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 18

PENGAUDITAN 1

SAMPLING AUDIT DALAM PENGUJIAN SUBSTANTIF

KELOMPOK 10 :

Ni Luh Ayu Paramitha Sari ( 09 / 2002622010157 )


Ni Wayan Sugiantari ( 24 / 2002622010172 )
I Gusti Ngurah Agung Wiryaguna ( 33 / 2002622010181 )

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
TAHUN AJARAN 2022
PEMBAHASAN

A. Konsep - konsep Dasar


1. Sifat dan Tujuan
Sampling audit adalah penerapan prosedur audit terhadap unsur-unsur suatu saldo
akun atau kelopok transaksi yang kurang dari 100% dengan tujuan untuk menilai
beberapa karakteristik saldo akun atau kelompok transaksi tersebut. Rencana
sampling untuk pengujian substantif dapat dirancang untuk memperoleh bukti bahwa
saldo akun tidak mengandung salah saji material atau membuat estimasi independen
mengenai jumlah tertentu.
2. Ketidakpastian, Risiko Sampling,dan Risiko Audit
Auditor dibenarkan menerima beberapa ketidakpastian dalam pengujian substantif
jika biaya dan waktu yang diperlukan untuk melakukan pengujian data 100% atas
item dalam populasi, dalam pertimbangannya, lebih besar daripada konsekuensi
kemungkinan kesalahan pendapat karena menguji sampel data. Sampling audit dalam
pengujian substantif ditujukan baik untuk resiko sampling dan non sampling. Resiko
sampling yang berkaitan dengan pengujian substantif adalah :
 Risiko Keliru Menerima
yaitu risiko mengambil kesimpulan, berdasarkan hasil sampel, bahwa saldo
rekening tidak berisi salah saji material, padahal kenyataannya saldo rekening
telah salah saji secara material.
 Risiko Keliru Menolak
yaitu risiko mengambil kesimpulan, berdasarkan hasil sampel, bahwa saldo
rekening berisi salah saji secara material, padahal kenyataannya saldo rekening
tidak berisi salah saji secara material.
3. Pendekatan Sampling Statistik
Ada dua pendekatan sampling statistik yang bisa digunakan oleh au ditor dalam
pengujian substantif, yaitu:
(1) sampling probabilitas - proposional dengan ukuran (PPU),
(2) sampling variabel klasik.
Perbedaan pokok antara kedua pendekatan di atas ialah bahwa sampling PPU
didasarkan pada teori sampling atribut, sedangkan sampling variabel klasik
didasarkan pada teori distribusi normal. Masing-masing pendekatan dapat memberi
sumbangan dalam upaya mendapatkan bukti yang cukup sebagaimana diminta oleh
standar pekerjaan lapangan.
.
B. Sampling Probabilitas Proporsional Dengan Ukuran
Sampling PPU adalah suatu pendekatan yang menggunakan teori sampling atribut untuk
menyatakan kesimpulan dalam jumlah rupiah, bukan sebagai tingkat deviasi. Jenis
sampling ini bisa digunakan dalam pengujian substantif terhadap transaksi dan saldo-
saldo. Model ini diterapkan dalam pengujian transaksi dan saldo yang salah saji terlalu
tinggi. (overstatement) dan terutama akan berguna dalam pengujian:
 Piutang apabila pengkreditan yang tidak dikerjakan terhadap rekening debitur
tidak signifikan.
 Investasi dalam surat berharga.
 Pengujian harga persediaan apabila diperkirakan hanya terdapat sedikit selisih.
 Tambahan pada aktiva tetap.

1. Rencana Sampling
Tahapan-tahapan dalam suatu rencana sampling PPU serupa tapi tidak persis sama
dengan tahapan yang digunakan dalam sampling atribut. Tahapan-tahapan tersebut
adalah:
a. Menetapkan Tujuan Rencana Sampling
Tujuan sampling PPU yang paling umum adalah untuk mendapatkan bukti bahwa
saldo rekening menurut catatan tidak salah saji secara material. Asersi-asersi
laporan keuangan yang dibuktikan sampel bergantung kepada prosedur yang
diterapkan untuk unsur sampel yang bersangkutan. Pengujian substantif detil ini
merupakan sumber bukti tentang berbagai asersi, termasuk asersi hak dan
kewajiban. Dalam hal ini auditor perlu melakukan pengujian lain atas sampel atau
unsur lain dalam populasi, sebelum menyimpulkan bahwa semua asersi yang
berhubungan dengan rekening tersebut bebas dari salah saji material. Dengan
demikian bukti yang diperoleh dari sampel akan menggambarkan hanya satu dari
berbagai sumber pendukung yang diinginkan auditor sebelum sampai pada
kesimpulan bahwa jumlah yang dilaporkan tidak salah saji secara material.
b. Merumuskan Populasi dan Unit Sampling
Populasi terdiri dari kelompok transaksi atau saldo rekening yang akan diuji.
Untuk setiap populasi, auditor harus memutuskan apakah semua unsur akan
dimasukkan. Sebagai contoh, ada empat kemungkinan populasi apabila populasi
didasarkan pada saldo rekening dalam buku pembantu piutang dagang, yaitu
semua saldo, saldo debet saja, saldo kredit saja, dan saldo nol.
Unit sampling dalam sampling PPU adalah rupiah individual, dan populasi adalah
suatu angka rupiah yang sama dengan total jumlah rupiah dari populasi. Setiap
rupiah dalam populasi mempunyai kemungkinan yang sama untuk dipilih sebagai
sampel. Meskipun rupiah-rupiah individual adalah dasar untuk pemilihan sampel,
auditor sesungguhnya tidak melakukan pemeriksaan atas rupiah-rupiah individual
dalam populasi, melainkan terhadap rekening, transaksi, dokumen, atau unsur
tertentu yang berkaitan dengan rupiah yang dipilih. Rupiah-rupiah indi vidual
yang terpilih sebagai sampel kadang-kadang membawa keseluruhan unsur yang
lain dari populasi yang sama.
Dalam sampling PPU, sesuai dengan namanya, semakin besar rupiah berkaitan
dengan suatu unit logis, semakin besar kemungkinan untuk terbawa. Ini berarti
bahwa kemungkinan untuk terpilih adalah proporsional dengan ukurannya.
Namun sampling PPU memiliki dua keterbatasan. Dalam pengujian aktiva, saldo
nol dan saldo negatif harus dikeluarkan dari populasi karena saldo-saldo semacam
itu tidak memiliki kemungkinan untuk terpilih sebagai sampel. Selain itu,
sampling PPU juga tidak cocok digunakan dalam pengujian terhadap kewajiban
terutama tentang pelaporan kewajiban yang lebih rendah dari sesungguhnya,
karena semakin besar suatu unsur dilaporkan terlalu rendah, semakin kecil
kemungkinannya untuk terpilih sebagai sampel.
c. Menentukan Ukuran Sampel
Rumus untuk menentukan ukuran sampel dalam sampling PPU adalah :
NB x FK
n=
SD−(AS x FE)

Keterangan :
NB = nilai buku populasi yang diuji
FK = faktor keandalan (reliability factor) untuk risiko keliru menerima yang
ditetapkan
SD = salah saji ditoleransi
AS = antisipasi salah saji
FE = faktor ekspansi untuk antisipasi salah saji
d. Menentukan Metode Pemilihan Sampel
Metoda pemilihan yang paling banyak digunakan dalam sampling PPU adalah
pemilihan sistematik. Metoda ini membagi total rupiah populasi menjadi interval -
interval rupiah yang sama. Selanjutnya unit logis dipilih secara sistematis dari
setiap interval. Dengan demikian interval sampling dapat dihitung dengan cara
sebagai berikut:
NB
IS =
𝑛

e. Melaksanakan Rencana Samping


Pada tahap rencana ini, auditor menerapkan prosedur pengauditan yang sesuai
untuk menentukan suatu nilai menurut audit untuk setiap unit logis yang
diikutsertakan dalam sampel. Jika terjadi perbedaan, maka auditor harus mencatat
nilai buku dan nilai menurut audit dalam kertas kerja. Informasi ini selanjutnya
akan digunakan untuk melakukan proyeksi atas total salah saji dalam populasi.
f. Mengevaluasi Hasil Sampel
Dalam melakukan evaluasi atas hasil sampel, auditor menghitung batas atas salah
saji (BAS) dari data sampel dan membandingkannya dengan salah saji yang
ditoleransi sebagaimana ditetapkan dalam rancangan sampel. Apabila BAS lebih
kecil dari atau sama dengan salah saji ditoleransi, maka hasil sampel mendukung
kesimpulan bahwa nilai buku populasi tidak salah saji melebihi BAS pada tingkat
risiko keliru menerima yang ditetapkan.
Batas atas salah saji dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :
BAS = PS + CRS
Keterangan :
PS = Total proyeksi salah saji dalam populasi
CRS = Cadangan risiko salah saji
Hasil sampel digunakan untuk memperkirakan total proyeksi salah saji dalam
populasi. Apabila tidak ditemukan salah saji dalam sampel, maka factor (PS)
dalam rumus diatas adalah nol rupiah. Jika salah saji ditemukan dalam sampel,
auditor harus menghitung baik proyeksi total salah saji dalam populasi maupun
cadangan risiko sampling untuk menentukan batas atas salah saji untuk salah saji
terlalu tinggi.

2. Keuntungan dan Kerugian Pemakaian Sampling PPU


Audit Sampling Guide yang disusun oleh AICPA (halaman 68-69) menyebutkan
keuntungan dan kerugian pemakaian sampling PPU.
a. Keuntungan sampling PPU adalah :
 Lebih mudah digunakan dibandingkan dengan sampling variabel klasik karena
auditor dapat menghitung ukuran sampel dan mengevaluasi hasil sampel
dengan tangan atau dengan bantuan tabel.
 Besarnya ukuran sampel PPU tidak didasarkan atas berbagai taksiran nilai
audit.
 Sampling PPU secara otomatis menghasilkan sampel berstrata karena unsur-
unsurnya diseleksi proporsional dengan nilai rupiahnya.
 Pemilihan sampel sistematik PPU, secara otomatis mengidentifikasi setiap
unsur yang secara individual signifikan apabila nilainya melebihi batas atas
rupiah tertentu.
 Apabila auditor menduga terjadi salah saji, sampling PPU biasanya akan
menghasilkan ukuran sampel yang lebih kecil daripada sampel yang
dihasilkan oleh sampling variabel klasik.
 Sampel PPU dapat dirancang lebih mudah dan pemilihan sampel bisa dimulai
sebelum tersedia populasi yang lengkap.
b. Kerugian pemakaian sampling PPU adalah sebagai berikut:
 Sampling PPU didasarkan pada asumsi bahwa nilai audit dari suatu unit
sampling tidak akan lebih kecil dari nol atau lebih besar dari nilai buku.
Apabila diperkirakan terjadi salah saji terlalu rendah atau nilai audit lebih
kecil dari nol, maka diperlukan perancangan yang khusus.
 Apabila ditemukan salah saji terlalu rendah dalam sampel, maka evaluasi atas
sampel memerlukan pertimbangan khusus.
 Pemilihan saldo nol memerlukan pertimbangan khusus.
 Evaluasi PPU bisa melebihi CRS apabila salah saji ditemukan dalam sampel.
Akibatnya auditor kemungkinan besar akan menolak nilai buku populasi yang
sesungguhnya bisa diterima.
 Apabila jumlah salah saji meningkat, maka ukuran sampel yang sesuai juga
akan meningkat. Oleh karena itu akan terjadi pengambilan sampel yang besar
dibandingkan dengan sampel pada sampling variable klasik.

C. Sampling Variabel Klasik


Dalam pendekatan ini teori distribusi normal digunakan untuk mengevaluasi karakteristik
populasi berdasarkan hasil sampel yang ditarik dari populasi. Sampling variabel klasik
akan berguna bagi auditor apabila tujuan audit berkaitan dengan kemungkinan terjadinya
salah saji terlalu tinggi atau terlalu rendah pada suatu saldo rekening dan hal-hal lainnya,
jika sampling PPU tidak tepat untuk digunakan atau bila biaya penyelenggaraannya
dipandang terlalu mahal.
1. Jenis - jenis Tehnik Sampling Variabel Klasik
Audit Sampling Guide (halaman 90-91) menunjukan kendala-kendala yang harus
dipertimbangkan di bawah ini dalam memilih tehnik yang paling tepat sesuai dengan
keadaan yang dihadapi:
 Kemampuan untuk merancang suatu strata sampel. Stratifikasi bisa mengurangi
ukuran sampel secara signifikan pada metoda MPU, tetapi tidak mempengaruhi
ukuran sampel secara material pada tehnik selisih dan tehnik rasio.
 Ekspektasi jumlah perbedaan antara nilai audit dengan nilai buku. Jumlah
perbedaan yang minimal harus ada diantara kedua nilai ini dalam sampel untuk
menggunakan baik tehnik selisih maupun tehnik rasio.
 Tersedianya informasi. Nilai buku harus tersedia untuk setiap unit sam pling
dalam estimasi rasio dan selisih. Nilai buku tidak harus ada pada tehnik MPU.

Adapun 3 tehnik yang bisa digunakan dalam sampling variabel klasik adalah :

1. Estimasi Mean-Per-Unit (MPU)


Sampling estimasi MPU meliputi penentuan nilai audit untuk setiap unsur dalam
sampel. Rata-rata dari nilai audit tersebut kemudian dihitung dan dikalikan
dengan jumlah unit dalam populasi sehingga bisa diperoleh taksiran total nilai
populasi. Cadangan risiko sampling yang berkaitan dengan estimasi ini juga
dihitung untuk digunakan dalam mengevaluasi hasil sampling.
a. Menentukan Tujuan Rencana
Tujuan suatu rencana sampling MPU bisa untuk (1) mendapatkan bukti bahwa
saldo rekening menurut catatan adalah tidak salah saji secara material, atau (2)
mengembangkan suatu estimasi independen tentang suatu jumlah, apabila
tidak tersedia nilai buku berdasarkan catatan.
b. Merumuskan Populasi dan Unit Sampling
Dalam merumuskan populasi, auditor mempertimbangkan sifat dari unsur-
unsur yang membentuk populasi dan apakah semua unsur memenuhi syarat
untuk dimasukkan dalam sampel. Namun demikian, auditor tidak perlu
memeriksa nilai buku masing-masing unsur yang membentuk total nilai buku
populasi berdasar catatan karena nilai buku individual bukanlah variabel
dalam perhitungan MPU.
Unit sampling harus sejalan dengan tujuan audit dan prosedur audit yang akan
dilakukan. Sebagai contoh, jika tujuan audit adalah menentukan bahwa saldo
per buku piutang dagang tidak salah saji secara material, dan bukti akan dicari
melalui konfirmasi tentang saldo rekening dari para debitur (pelanggan), maka
rekening pelanggan akan menjadi unit sampling.
c. Menentukan Ukuran Sampel
Berikut adalah rumus yang digunakan untuk menentukan ukuran sampel
untuk estimasi sampel MPU :
N.Ur.Sxj 2
n=( )
A

N = ukuran populasi
Ur = standar deviasi normal untuk risiko keliru menolak yang diinginkan
Sxj = estimasi standar deviasi populasi
A = cadangan untuk risiko sampling direncanakan atau diinginkan
Faktor-faktor berikut menentukan ukuran sampel dalam suatu estimasi sampel
MPU:
1) Ukuran populasi
Pengetahuan yang tepat tentang jumlah unit dalam populasi merupakan
hal yang sangat penting, karena faktor ini akan menyangkut ukuran
sampel dan hasil sampel. Ukuran populasi berhubungan langsung dengan
ukuran sampel, yaitu semakin besar populasi semakin besar pula ukuran
sampel.
2) Estimasi standar deviasi populasi
Dalam estimasi MPU, ukuran sampel yang diperlukan untuk mencapai
tujuan statistik tertentu berhubungan langsung dengan variabilitas nilai-
nilai dari unsur-unsur populasi. Ukuran variabilitas yang digunakan adalah
standar deviasi. Oleh karena nilai audit tidak diperoleh untuk setiap unsur
populasi, maka standar deviasi nilai audit untuk unsur-unsur dalam sampel
digunakan sebagai estimasi standar deviasi populasi. Akan tetapi karena
standar deviasi sampel belum bisa diketahui sampai sampel diseleksi,
maka standar deviasi tersebut harus diestimasi.
Ada tiga cara untuk mengestimasi faktor ini. Pertama, dalam penugasan
ulangan, standar deviasi yang ditemukan dalam audit tahun lalu bisa
digunakan untuk mengestimasi standar deviasi untuk tahun ini. Kedua,
standar deviasi dapat diestimasi berdasarkan nilai buku yang tersedia.
Ketiga, auditor dapat mengambil suatu sampel pendahuluan kecil, berkisar
antara 30 sampai 50 unsur dan nilai audit yang diperoleh dari unsur
sampel tersebut kemudian digunakan sebagai dasar untuk menaksir
standar deviasi populasi tahun ini. Apabila hal ini dilakukan, sampel
pendahuluan bisa dibuat menjadi sampel akhir.
3) Salah saji bisa ditoleransi
Pertimbangan untuk menetapkan salah saji bisa ditoleransi dalam
sampling MPU sama dengan pertimbangan yang dilakukan dalam
sampling PPU.
4) Risiko keliru menolak
Faktor ini memungkinkan auditor untuk megendalikan risiko apabila
risiko sampel mendukung kesimpulan bahwa saldo rekening menurut
pembukuan telah salah saji secara material, padahal sesungguhnya tidak
demikian. Konsekuensi pokok dari risiko ini adalah terjadinya tambahan
biaya potensial sebagai akibat diperluasnya prosedur audit menyusul
terjadinya penolakan yang pertama. Namun, tambahan prosedur audit pada
akhirnya bisa melahirkan kesimpulan bahwa saldo tidak salah saji secara
material.
5) Risiko keliru menerima
Faktor yang dipertimbangkan dalam menetapkan risiko ini sama dengan
sampling PPS. Risiko kesalah penerimaan sakah saji saldo secara material
biasanya ditetapkan dalam kisaran 5% sampai 30 %, bergantung pada
penilaian tingkat risiko pengendalian auditor dan hasil pengujian
substantif lainnya. Risiko kesalahan penerimaan memiliki pengaruh
terbalik terhadap ukuran sampel, yaitu, semakin rendah risiko yang
ditetapkan, semakin besar ukuran sampel.
6) Rencana cadangan untuk risiko sampel
Rencana cadangan untuk risiko sampel diperoleh dari rumus berikut :
CRS = R x SD
Keterangan :
CRS : cadangan untuk risiko sampling direncanakan atau dikehendaki
R : rasio antara cadangan risiko sampling diinginkan dengan salah
saji ditoleransi
SD : salah saji bisa ditoleransi

Pengaruh perubahan dalam nilai suatu faktor terhadap ukuran sampel,


dengan asumsi bahwa faktor-faktor lainnya konstan dapat diringkas
sebagai berikut :
Faktor Hubungan dengan ukuran
sampel

Ukuran populasi Langsung


Variasi dalam populasi ( standar deviasi) Langsung
Risiko keliru menolak Terbalik
Rencana cadangan untuk risiko sampling Terbalik
Risiko keliru menerima Terbalik
Salah saji ditoleransi Terbaik

d. Menentukan Metoda Pemilihan Sampel


Metoda pemilihan nomor acak sederhana dan metoda pemilihan sistematik
bisa digunakan dalam pemilihan sampel pada tehnik MPU.
e. Melaksanakan Rencana Sampling
Tahap pelaksanaan pada rencana sampling estimasi MPU meliputi tahapan-
tahapan berikut :
 Melakukan prosedur pengauditan yang tepat untuk menentukan nilai audit
untuk setiap unsur sampel.
 Menghitung hal-hal berikut berdasarkan atas data sampel :
- rerata nilai audit sampel
- standar deviasi dari nilai audit sampel
f. Mengevaluasi Hasil Sampel
Pada tahap akhir rencana sampling ini, auditor melakukan penilaian kuantitatif
dan kualitatif hasil sampel dan selanjutnya menarik kesimpulan keseluruhan.
Apabila penilaian auditor atas hasil sampel, baik secara kuantitatif maupun
kualitatif mendukung kesimpulan bahwa populasi salah saji secara material,
maka pertimbangan professional harus digunakan untuk memutuskan tindakan
yang tepat. Kemungkinan penyebab dan tindakan yang diambil adalah sebagai
berikut :
Penyebab Tindakan

Sampel tidak mencerminkan populasi Perluas sampel dan evaluasi kembali


hasilnya

Cadangan untuk risiko sampling Perluas sampel dan evaluasi kembali


yang dicapai mungkin lebih besar hasilnya
daripada cadangan yang diingnkan
karena ukuran sampel terlalu kecil
Nilai buku populasi mungkin salah Klien diminta untuk melakukan
saji dalam jumlah melebihi salah saji penyelidikan dan bila perlu
bisa ditoleransi melakukan penyesuaian atas nilai
buku dan mengevaluasi kembali
hasil sampel

2. Estimasi Selisih
Dalam sampling estimasi selisih, selisih antara nilai audit dan nilai buku dihitung
untuk setiap unsur sampel. Selanjutnya rata-rata selisih digunakan untuk menaksir
nilai total populasi, dan variabilitas selisih digunakan dalam penentuan cadangan
risiko sampling yang dicapai. Berikut adalah 3 kondisi yang harus dipenuhi dalam
penggunaan tehnik ini :
 Nilai buku setiap unsur populasi harus diketahui.
 Total nilai buku populasi harus diketahui dan sama dengan hasil penjumlahan
nilai-nilai buku dari unsur-unsur individual.
 Selisih antara nilai buku dan nilai audit diperkirakan tidak sedikit.
a. Menentukan Tujuan dan Merumuskan Populasi dan Unit Sampel
Karena nilai buku harus diketahui dalam metoda estimasi selisih, maka
metoda ini hanya dapat digunakan untuk mendapatkan bukti bahwa saldo
menurut pembukuan tidak salah saji secara material.
Pertimbangan hal lain yang relevan untuk tahap ini, sama dengan sampling
MPU.
b. Menentukan Ukuran Sampel
Faktor-faktor yang sama yang diperlukan dalam penentuan ukuran sampel
untuk MPU juga berlaku pada estimasi selisih, dengan satu pengecualian yaitu
bahwa dalam estimasi selisih tidak hanya digunakan estimasi standar deviasi
nilai audit saja, tetapi juga estimasi standar deviasi mengenai selisih antara
nilai audit dengan nilai buku. Auditor bisa mendasarkan estimasinya pada
hasil sampel tahun lalu atau pada selisih yang ditemukan pada sampel awal
dalam audit tahun ini. Seperti telah disebutkan di atas, estimasi bisa tidak
dapat dipercaya apabila didasarkan pada selisih yang terlalu sedikit.
Rumus yang digunakan untuk menghitung standar deviasi dan ukuran sampel
dalam metoda MPU perlu diubah simbolnya menjadi sebagai berikut:
N.Ur.Sdj 2
n= ( )
A

 Sdj (estimasi standar deviasi selisih populasi) sebagai pengganti Sxj.


 dj (selisih antara nilai audit dan nilai buku untuk unsur-unsur sampel
individual) sebagai pengganti xj.
 d (mean dari selisih antara nilai audit dan nilai buku untuk unsur-unsur
sampel) sebagai pengganti x.
c. Menentukan Metoda Pemilihan Sampel
Pelaksanaan tahap ini persis sama dengan apa yang dilakukan pada estimasi
MPU.
d. Melaksanakan Rencana Sampling
Langkah pertama dalam melaksanakan rencana sampling adalah menentukan
nilai audit untuk setiap unsur sampel. Hal ini sama dengan apa yang dilakukan
pada sampling MPU, akan tetapi perlu dilakukan langkah-langkah berikut:
 Hitung selisih untuk setiap unsur sampel yaitu nilai audit dikurangi dengan
nilai buku. Selisih ini bisa positif (nilai audit lebih besar dari nilai buku),
negatif (nilai audit lebih kecil dari nilai buku), atau nol (nilai audit sama
dengan nilai buku). Selisih positif berarti bahwa nilai buku salah saji
terlalu rendah, dan selisih negatif berarti nilai buku salah saji terlalu
tinggi.
 Jumlahkan semua selisih unsur sampel individual.
 Bagilah jumlah selisih dengan jumlah unsur di dalam sampel sehingga
dapat diketahui rerata (mean) dari selisih.
 Hitung standar deviasi dari selisih sampel.
3. Estimasi Rasio
Dalam sampling estimasi rasio, auditor menentukan nilai audit untuk setiap unsur
dalam sampel. Selanjutnya ia menghitung rasio dengan cara membagi jumlah
nilai-nilai audit dengan jumlah nilai buku unsur-unsur sampel. Rasio tersebut
kemudian dikalikan dengan total nilai buku sehingga dapat diperoleh taksiran
nilai total populasi. Setelah itu dihitung pula cadangan untuk risiko sampling
berdasarkan variabilitas antara nilai audit dengan nilai buku untuk unsur-unsur
sampel individual.
Kondisi yang harus dipenuhi untuk menggunakan estimasi rasio sama dengan
kondisi untuk estimasi selisih yang diuraikan di atas. Pemilihan antara estimasi
rasio dengan estimasi selisih, terutama tergantung pada apakah terdapat korelasi
antara jumlah selisih-selisih individual dengan nilai bukunya. Apabila selisih
proporsional dengan nilai buku (artinya selisih bertambah besar jika nilai bukunya
juga bertambah besar), maka estimasi rasio akan membutuhkan sampel yang lebih
kecil sehingga akan lebih efisien. Untuk melaksanakan metoda estimasi rasio dan
estimasi selisih, auditor bisa menggunakan program komputer. Dengan menginput
nilai buku dan nilai audit untuk suatu sampel awal, auditor bisa menentukan
ukuran sampel dengan cepat. Selanjutnya auditor tinggal memilih metoda mana
yang dipandang lebih efisien sesuai dengan keadaan yang dihadapi.
Langkah-langkah dalam estimasi rasio sama dengan langkah-langkah pada
estimasi selisih kecuali dalam beberapa hal yang akan diterangkan di bawah ini.
a. Melaksanakan Rencana sampel
Setelah auditor menentukan nilai audit untuk setiap unsur sampel, maka dalam
estimasi rasio perlu dilakukan hal-hal berikut:

 Hitung rasio antara jumlah nilai audit dengan jumlah nilai buku untuk
unsur-unsur sampel.
 Hitung rasio antara nilai audit dengan nilai buku untuk setiap unsur.
 Hitung standar deviasi untuk rasio individual dari unsur-unsur sampel.
b. Mengevaluasi Hasil Sampel
Dalam estimasi rasio, estimasi nilai total populasi ditentukan dengan rumus
berikut:
X = NB x R
Rumus untuk menentukan cadangan untuk risiko sampling dicapai sama
dengan rumus pada estimasi selisih, kecuali standar deviasi selisih diganti
dengan standar deviasi untuk rasio individual dalam sampel. Tahap terakhir
adalah melakukan penilaian kuantitatif dan penilaian kualitatif terhadap hasil
sampel sebagaimana dilakukan dalam estimasi MPU dan estimasi selisih.

2. Keuntungan dan Kerugian Pemakaian Sampling Variable


Audit Sampling Guide (hlm. 87) menunjukkan beberapa keuntungan dan kerugian
pemakaian sampling variabel.
a. Keuntungan yang pokok adalah:
 Jika diperlukan, sampel mudah diperluas, bila dibandingan dengan sampling
PPU.
 Saldo nol dan saldo tak biasa tidak memerlukan rancangan khusus.
 Apabila terdapat perbedaan besar antara nilai audit dengan nilai buku, tujuan
auditor akan dapat terpenuhi dengan ukuran sampel yang kecil dibandingkan
dengan sampling PPU.
b. Kerugian yang utama adalah:
 Samipling variabel klasik lebih kompleks daripada sampling PPU. Pada
umumnya auditor membutuhkan bantuan komputer untuk merancang sampel
yang efisien dan mengevaluasi hasil sampel.
 Untuk menentukan ukuran sampel, auditor harus memiliki estimasi atas
standar deviasi dari berbagai karakteristik dalam populasi.

D. Sampling Nonstatistik Dalam Pengujian Substantif


Seperti telah dijelaskan di atas, apabila dikehendaki auditor bisa memilih untuk
menggunakan sampling nonstatistik untuk pengujian substantif tertentu. Perbedaan besar
antara sampling statistik dan sampling nonstatistik adalah dalam tahapan-tahapan
penentuan ukuran sampel dan evaluasi atas hasil sampel. Tahapan-tahapan tersebut dalam
sampling statistik umumnya lebih objektif, sedangkan dalam sampling nonstatistik lebih
subjektif. Namun demikian dalam sampling statistik masih tetap diperlukan pertimbangan
subjektif, dan hubungan-hubungan tertentu yang dipandang eksplisit di dalam sampling
statistik bisa membantu dalam perancangan dan evaluasi sampling nonstatistik.
a. Menentukan Ukuran Sampel
Pertimbangan yang cermat sangat diperlukan dalam perancangan sampel agar dicapai
sampel yang efisien dan efektif. Dalam sampling statistik hal ini dicapai melalui
penentuan faktor-faktor kunci secara eksplisit dan menghubungkan faktor faktor
tersebut dengan model matematis. Pertimbangan tentang faktor-faktor yang sama
dilakukan dalam sampling nonstatistik untuk mendapatkan sampel yang efisien dan
efektif, bahkan jika faktor-faktor tersebut tidak secara eksplisit dikuantifikasi.
Sebagai contoh, auditor harus mempertimbangkan hubungan hubungan berikut:
Faktor Pengaruh atas ukuran sampel

Ukuran populasi Langsung


Variasi dalam populasi Langsung
Salah saji ditoleransi Terbalik
Salah saji diharapkan Langsung
Risiko keliru menerima Terbalik
Risiko keliru menolak Terbalik
Analisa subjektif yang cermat atas faktor-faktor tersebut dalam keadaan tertentu yang
dihadapi, ditambah dengan pengalaman dan pertimbangan auditor, akan
menghasilkan ukuran sampel yang lebih tepat dibandingkan dengan ukuran sampel
yang ditentukan secara sembarang. Agar dapat dilakukan evaluasi secara tepat atas
sampel yang ukurannya ditetapkan melalui pertimbangan subjektif, auditor bisa
menggunakan tabel statistik, walaupun hal itu tidak merupakan keharusan.
b. Evaluasi Hasil Sampel
Seperti halnya dalam sampling statistik, dalam sampling nonstatistik auditor harus
memproyeksi salah saji yang dijumpai dalam sampel ke populasi, dan
mempertimbangkan risiko sampling dalam mengevaluasi hasil sampel.
Ada dua metoda yang lazim digunakan untuk memproyeksi salah saji dalam sampling
nonstatistik, yaitu:
 Membagi jumlah total rupiah salah saji dalam sampel dengan bagian dari total
rupiah dalam populasi yang termasuk dalam sampel.
 Mengalikan rata-rata selisih antara nilai audit dengan nilai buku dari unsur unsur
sampel dengan jumlah unit dalam populasi.

Sebagai contoh, misalkan data berikut ini dijumpai dalam audit atas PT Mutiara:
Jumlah unsur dalam populasi 2500
Total nilai buku populasi Rp 800.000
Jumlah unsur dalam sampel 100
Total nilai buku unsur-unsur sampel Rp 32.000
Total nilai audit unsur-unsur sampel Rp 33.600

Pada metoda pertama yang disebutkan di atas, proyeksi salah saji dihitung sebagai
berikut:
Rp 33.600−Rp 32.000 Rp 1.600
= = Rp 40.000
Rp 32.000∶Rp 800.000 0,04
Metoda yang kedua menghasilkan perhitungan sebagai berikut :
Rp 33.600−Rp 32.000
x 2.500 = Rp 40.000
100
Dengan demikian kedua metoda di atas menghasilkan total proyeksi salah saji sebesar
Rp40.000,00. Oleh karena total nilai audit dari unsur-unsur sampel lebih besar dari
total nilai buku, maka proyeksi salah saji mencerminkan suatu salah saji terlalu
rendah dibandingkan dengan nilai populasi yang sesungguhnya.
Dalam sampling nonstatistik, auditor tidak dapat menghitung cadangan untuk risiko
sampling untuk tingkat risiko keliru menerima dan risiko keliru menolak tertentu.
Namun selisih antara proyeksi salah saji dan salah saji ditoleransi dapat dipandang
sebagai cadangan untuk risiko sampling. Apabila salah saji ditoleransi jauh lebih
besar daripada proyeksi salah saji, maka auditor bisa berkesimpulan bahwa dengan
risiko sampling rendah yang dapat diterima, salah saji sesungguhnya lebih besar
daripada salah saji ditoleransi. Sebagai contoh, apabila salah saji ditoleransi pada PT
Mutiara adalah Rp80.000,00, sedangkan proyeksi salah saji berdasarkan sampel
adalah Rp40.000,00, maka terdapat kelonggaran Rp40.000,00 bagi salah saji
sesungguhnya dalam populasi sebelum melebihi salah saji ditoleransi. Akan tetapi
jika salah saji ditoleransinya adalah Rp42.000,00, maka antara salah saji ditoleransi
dan proyeksi salah saji hanya terdapat selisih sebesar Rp2.000,00. Dalam situasi
demikian, auditor akan erkesimpulan bahwa terdapat risiko sampling yang tinggi
bahwa salah saji sesungguhnya melebihi salah saji ditoleransi.
Perbandingan antara jumlah dan besarnya salah saji dalam sampel dengan salah saji
diharapkan juga berguna dalam menetapkan risiko sampling. Apabila sampel telah
dirancang dengan cermat dan jumlah serta besarnya salah saji yang ditemukan tidak
melampaui ekspektasi auditor, maka biasanya ia akan berkesimpulan bahwa risiko
salah saji sesungguhnya melebihi salah saji ditoleransi adalah rendah.
Apabila hasil sampel nonstatistik tidak menunjukkan tanda mendukung nilai buku,
maka auditor bisa (1) memeriksa tambahan unit sampel dan melakukan evaluasi
ulang, (2) menerapkan prosedur pengauditan alternatif dan melakukan evaluasi ulang,
atau (3) minta agar kilen melakukan investigasi dan bila diperlukan melakukan
penyesuaian. Seperti halnya dalam sampling statistik, sebelum sampai pada
pengambilan kesimpulan keseluruhan, auditor harus melakukan penilaian kualitatif
mengenai karakteristik salah saji.

Anda mungkin juga menyukai