PREDIKSI KANDUNGAN KADAR GULA REDUKSI PADA PISANG AMBON
BERBASIS CITRA DIGITAL MENGGUNAKAN METODE JARINGAN SARAF
TIRUAN
PROPOSAL SKRIPSI
Oleh:
NURUL RACHMA
NIM 165100201111057
JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
PREDIKSI KANDUNGAN KADAR GULA REDUKSI PADA PISANG AMBON
BERBASIS CITRA DIGITAL MENGGUNAKAN METODE JARINGAN SARAF
TIRUAN
Oleh:
NURUL RACHMA
NIM 165100201111057
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Teknik
JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul Skripsi : Prediksi Kandungan Kadar Gula Reduksi pada Pisang
Ambon Berbasis Citra Digital Menggunakan Metode
Jaringan Saraf Tiruan
Nama Mahasiswa : Nurul Rachma
NIM : 165100201111057
Program Studi : Keteknikan Pertanian
Fakultas : Teknologi Pertanian
Pembimbing Pertama, Pembimbing Kedua,
Yusuf Hendrawan, STP.M.App.Life.Sc. Ph.D Retno Damayanti, STP. MP
NIP. 19810516 200312 1 002 NIK. 01304 760823 2 001
Tanggal Persetujuan: Tanggal Persetujuan:
Nurul Rachma. 165100201111057. Prediksi Kandungan Kadar Gula Reduksi
pada Pisang Ambon Berbasis Citra Digital Menggunakan Metode Jaringan
Saraf Tiruan. Pembimbing: Yusuf Hendrawan, STP.M.App.Life.Sc. Ph.D dan
Retno Damayanti, STP. MP
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman pisang merupakan tanaman yang dapat tumbuh disembarang
tempat dan tumbuh secara berkelompok. Tanaman pisang dapat tumbuh pada
berbagai jenis tanah dengan drainase tanah dan ketersediaan air yang cukup baik.
Kondisi tanah yang mengandung humus memungkinkan penyebaran pisang luas
di Indonesia. Sehingga di Indonesia sangat mudah menemukan buah pisang
dengan berbagai macam jenis. Jenis pisang yang sering dijumpai mulai dari pisang
raja, pisang ambon, pisang kepok, dan lain sebagainya.
Pisang merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak dijumpai
di Indonesia. Produksi pisang di Indonesia menempati posisi pertama setelah
mangga. Menurut Badan Pusat Statistik (2019), produksi pisang di Indonesia pada
tahun 2018 mencapai 7.264.383 ton. Pisang adalah buah bergizi yang merupakan
sumber vitamin, mineral dan juga karbohidrat. Kandungan mineral dan vitamin
yang terdapat pada buah pisang mampu menyuplai cadangan energi secara cepat
sehingga mudah diserap tubuh pada waktu dibutuhkan. Kandungan utama pada
pisang mentah yaitu kardohidrat, sedangkan pada pisang matang terdiri dari gula
seperti glukosa, fruktosa, dan sukrosa.
Pisang ambon merupakan salah satu jenis pisang yang dapat dikonsumsi
dalam keadaan segar atau matang maupun diolah terlebih dahulu. Pisang ambon
memilliki kandungan gula yang cukup tinggi. Gula tersebut bermanfaat bagi tubuh
sebagai sumber energi. Gula disimpan oleh tubuh sebagai cadangan dalam
bentuk glikogen. Pada saat tubuh membutuhkan energi namun tidak ada asupan
makanan, maka glikogen akan dipecah menjadi glukosa yang digunakan sebagai
bahan bakar penghasil energi. Kadar total gula merupakan kandungan gula
keseluruhan baik gula pereduksi maupun gula non-pereduksi. Kadar gula reduksi
merupakan gula yang mempunyai kemampuan untuk mereduksi.karena adanya
gugus aldehid atau keton bebas.
Metode konvensional yang digunakan untuk mengukur kadar gula reduksi
dapat dilakukan menggunakan dua uji, diantaranya uji kualitatif dan uji kuantitatif.
Uji kualitatif dilakukan menggunakan uji Molisch, dimana prinsipnya jika dicampur
dengan pereaksi Molisch akan membentuk cincin berwarna ungu maka sampel
positif megandung gula. Sedangkan uji kuantitatif dilakukan dengan menggunakan
uji Somogyi-Nelson, dimana prinsipnya yaitu gula reduksi akan mereduksi ion Cu2+
menjadi ian Cu+ kemudian ion Cu+ akan mereduksi senyawa arsenomolibdat
membentuk kompleks berwarna biru. Pengujian metode konvensional memiliki
banyak kekurangan diantaranya merusak buah untuk pengujian (destruktif), biaya
yang mahal, dan membutuhkan waktu yang lama.
Pengujian kadar gula reduksi selain menggunakan uji Molisch dan uji
Somogyi-Nelson, dapat pula menggunakan metode pengolahan citra gambar atau
image processing. Pengolahan citra digital merupakan salah satu pengujian tanpa
merusak bahan (non-destruktif) dengan metode jaringan saraf tiruan (JST). JST
adalah metode pengambilan keputusan yang cepat dan tepat. Fitur warna yang
digunakan antara lain Red, Green, Blue (RGB), Hue, Saturation, Lightness (HSL),
Hue, Saturation, Value (HSV), dan L*a*b. Sebelum melakukan permodelan JST,
citra gambar akan diseleksi untuk menduga kandungan kadar total gula dengan
parameter nilai Mean Square Error (MSE) terendah. JST terdiri atas 3 layer, yaitu
input layer, hidden layer, dan output layer dan melalui proses training dan
validation. Dalam penelitian ini menggunakan JST degan algoritma
backpropogation (BP). BP merupakan algoritma yang banyak digunakan karena
beberapa kelebihan seperti mudah digunakan dan digunakan secara luas untuk
menyelesaikan permasalahan permodelan. Penelitian ini diharapkan dapat
digunakan untuk memprediksi kandungan total gula yang terdapat pada pisang
ambon secara sederhana, cepat, dan non-destruktif menggunakan pengolahan
citra digital dan permodelan JST.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Bagaimana hubungan kandungan kadar gula reduksi terhadap tingkat
kematangan pisang ambon?
2. Bagaimana algoritma yang terbentuk untuk memprediksi kandungan gula
reduksi terhadap tingkat kematangan pisang ambon menggunakan
analisis fitur warna?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Menganalisis hubungan kandungan kadar gula reduksi terhadap tingkat
kematangan buah pisang ambon
2. Menyusun algoritma untuk memprediksi kandungan gula reduksi
terhadap tingkat kematangan pisang ambon menggunakan analisis fitur
warna
1.4 Manfaat Penelitian
1. Sebagai salah satu tahapan untuk perancangan alat prediksi kandungan
kadar gula reduksi pada pisang ambon
2. Memberikan referensi baru bagi balai penelitian dan industri untuk
mempediks kandungan kadar gula reduksi yang sederhana, cepat,
akurat, dan non-destruktif
1.5 Batasan Penelitian
1. Pisang ambon yang digunakan berasal dari Agno Techno Park (ATP)
Selobekiti, Jatikerto, Kec. Kromengan, Malang, Jawa Timur
2. Tingkat kematangan yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan
warna yaitu
3. Menggunakan fitur seleksi menggunakan aplikasi Waikato Environment
for Knowledge Analysis (WEKA) dengan enam attribute filter diantaranya
Cfs Subset Evaluator, Correlation Attribute Evaluator, One Attribute
Evaluator, ReliefF, Gain Attribute Evaluator, dan Info Gain Attribute
Evaluator.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pisang Ambon
Pisang merupakan salah satu buah yang banyak dikonsumsi di Indonesia.
Pisang sering dikonsumsi sehari-hari oleh masyarakat selain karena mudah
ditemui, pisang juga memiliki kandungan gizi yang bermanfaat bagi tubuh. Di
Indonesia terdapat banyak jenis buah pisang yang memiliki ciri khas tertentu.
Salah satu jenis pisang yang banyak dikonsumsi terutama para olahragawan yaitu
pisang ambon karena mengandung gula yang cukup untuk dijadikan sebagai
energi cadangan.
Gambar 2.1 Pisang Ambon
Sumber: Cahyono (2009)
Menurut Cahyono (2009), jenis pisang terbagi atas dua yaitu pisang serat
dan pisang komersil. Pisang serat adalah jenis pisang yang hanya dapat
dimanfaatkan untuk keperluan bahan tekstil dan buahnya tidak dapat dimakan.
Sedangkan pisang komersial adalah yang disukai oleh masyarakat karena
keistimewaan rasa dan aroma buah. Salah satu jenis pisang komersial adalah
pisang ambon, yang apabila dibudidaya dapat memiliki nilai ekonomi tinggi. Ciri
pisang ambon yaitu memiliki ukuran buah lebih besar, kulit buah tidak terlalu tebal,
dan daging buah yang sudah matang berwarna kuning putih. Selain itu, daging
buah pisang ambon pulenm berasa manism dan beraroma harum. Oleh karena
itu, pisang ambon cocok disantap atau dikonsumsi sebagai buah segar.
Adapun klasifikasi pisang ambon adalah sebagai berikut (Oktafrina, 2009):
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Subkelas : Commelinidae
Ordo : Zingiberales
Familia : Musaceae
Genus : Musa
Spesies : Musa paradisiaca var. Sapientum
Pisang ambon mengandung senyawa karbohidrat seperti pati dan beberapa
senyawa gula sederhana. Pisang ambon mentah banyak mengandung pati.
Selama proses pematangan buah, kandungan pati akan berubah menjadi gula
sederhana seperti bula pereduksi. Selain mengandung pati dan gula sederhana,
pisang juga mengandung komposisi zat gizi dapat dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Komponen Zat Gizi Pisang Ambon per 100 gram BDD*
Komponen Kandungan Gizi
Air (g) 72,9
Energi (Kal) 108
Protein (g) 1,0
Lemak (g) 0,8
Serat (g) 1,9
Kalsium (mg) 20
Fosfor (mg) 30
Besi (mg) 0,2
Vitamin C (mg) 9
BDD (%) 75
Sumber: Direktorat Gizi Kemkes RI (2018)
*BDD: bagian pangan yang dapat dimakan
2.2 Kadar Gula Reduksi
Gula adalah senyawa organik yang tergolong dalam karbohidrat. Gula
merupakan karbohidrat sederhana karena dapat larut dalam air. Gula terbagi atas
gula pereduksi maupun gula non-pereduksi, dan semua jenis karbohidrat dari
golongan monosakarida, disakarida, oligosakarida, dan polisakarida.
Menurut Sari (2019), gula adalah suatu karbohidrat sederhana karena dapat
larut dalam air dan langsung diserap tubuh untuk diubah menjadi energi. Secara
umum gula di bedakan menjadi dua, yaitu:
a. Monosakarida, sesuai dengan namanya yaitu mono yang berarti satu, ia
terbentuk dari satu molekul gula. Yang termasuk monosakarida adalah
glukosa, fruktosa, galaktosa.
b. Disakarida, berbeda dengan monosakarida, disakarida berarti terbentuk dari
dua molekul gula. Yang termasuk disakarida adalah sukrosa (gabungan
glukosa dan fruktosa), laktosa (gabungan dari glukosa dan galaktosa) dan
maltosa (gabungan dari dua glukosa).
Gula reduksi adalah gula yang mempunyai kemampuan untuk mereduksi.
Hal ini dikarenakan adanya gugus aldehid atau keton bebas. Senyawa yang
mengoksidasi atau bersifat reduktor adalah logam logam oksidator seperti Cu (II).
Contoh gula yang termasuk gula reduksi adalah glukosa, manosa, fruktosa,
laktosa, maltosa, dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk dalam gula non reduksi
adalah sukrosa (Team Laboratorium Kimia UMM, 2008).
2.3 Spektrofotometer UV-VIS
Spektrofotometer UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang dan
intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar
ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan
elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Spektroskopi UV-Vis
biasanya digunakan untuk molekul dan ion anorganik atau kompleks di dalam
larutan. Sinar ultraviolet berada pada panjang gelombang 200-400 nm sedangkan
sinar tampak berada pada panjang gelombang 400-800 nm (Dachriyanus, 2004).
Menurut Suhartati (2017), spektrofotometri UV-Visible dapat digunakan
untuk penentuan terhadap sampel yang berupa larutan, gas, atau uap. Pada
umumnya sampel harus diubah menjadi suatu larutan yang jernih Untuk sampel
yang berupa larutan perlu diperhatikan beberapa persyaratan pelarut yang dipakai
antara lain: 1. Harus melarutkan sampel dengan sempurna. 2. Pelarut yang dipakai
tidak mengandung ikatan rangkap terkonjugasi pada struktur molekulnya dan tidak
berwarna (tidak boleh mengabsorpsi sinar yang dipakai oleh sampel) 3. Tidak
terjadi interaksi dengan molekul senyawa yang dianalisis 4. Kemurniannya harus
tinggi.
2.4 Pengolahan Citra Digital
Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari
suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat
optik berupa foto. Suatu citra dapat didefinisikan sebagai fungsi f(x,y) berukuran M
baris dan kolom, dengan x dan y adalah koordinat spasial dan amplitudo f di titik
koordinat (x,y) dinamakan intensitas atau tingkat keabuan dari citra pada titik
tersebut. Apabila nilai x, y, dan amplitude f secara keseluruhan berhingga (finite)
dan bernilai diskrit maka dapat dikatakan bahwa citra tersebut adalah citra digital
(Hendrawan et al, 2018).
Menurut McAndrew (2004), pengolahan citra digital mengubah citra gambar
menjadi citra lainnya. Pengolahan citra bertujuan untuk memberikan informasi
gambar agar dapat diinterpretasikan oleh manusia maupun mesin. Pada
pengolahan citra digital menggunakan komputer untuk mengubah citra gambar.
Pengolahan citra digital dapat diaplikasikan pada berbagai bidang, diantaranya
bidang kesehatan, pertanian, industri, hingga penegakan hukum. Pada bidang
pertanian dapat diaplikasikan untuk mengetahui lahan yang cocok ditanami suatu
produk pertanian dan dapat membedakan kualitas produk pertanian yang segar
dan ataupun tidak.
2.5 Analisis Warna Citra
2.5.1 Analisis RGB (Red, Green, Blue)
RGB adalah suatu model warna yang terdiri atas 3 buah warna: merah (red),
hijau (green), dan biru (blue), yang ditambahkan dengan berbagai cara untuk
menghasilkan bermacam-macam warna. Model warna RGB adalah model warna
berdasarkan konsep penambahan kuat cahaya primer yaitu red, green dan blue.
RGB merupakan sistem pewarnaan untuk digital appearance dan banyak
digunakan untuk monitor komputer, video, layar ponsel, dan lain-lain. Sistem
warna RGB terdiri dari 100% Red, 100% Green dan 100% Blue yang menghasilan
100 % putih. Tidak ada hitam di RGB (Prabowo et al, 2018).
Gambar 2.2 Warna RGB
Sumber: Prabowo et al (2018)
2.5.2 Analisis HSL (Hue, Saturation, Lightness)
Menurut Junianto dan Zuhdi (2018), HSL merepresentasikan warna dalam
tiga komponen: hue, saturation, dan lightness. Secara konseptual HSL berbentuk
kerucut berganda atau lingkaran dengan pucuknya berwarna putih, sudut
dasarnya berwarna hitam, dan warna-warni sangat pekat pada sekeliling sisi
lingkar horizontal serta pada bagian tengah warna abu-abu sedang. Hue
merupakan karakteristik warna berdasar cahaya yang dipantulkan oleh objek,
dalam warna dilihat dari ukurannya mengikuti tingkatan 0 sampai 359.
Saturation/Chroma adalah tingkatan warna berdasarkan ketajamannya berfungsi
untuk mendefinisikan warna suatu objek cenderung murni atau cenderung kotor
(gray). Saturation mengikuti persentase yang berkisar dari 0% sampai 100%
sebagai warna paling tajam. Lightness adalah tingkatan warna berdasarkan
pencampuran dengan unsur warna putih sebagai unsur warna yang memunculkan
kesan warna terang atau gelap. Nilai koreksi warna pada Lightness berkisar antara
0 untuk warna paling gelap dan 100 untuk warna paling terang.
Gambar 2.3 Warna HSL
Sumber: Swedia dan Cahyanti (2010)
2.5.3 Analisis HSV (Hue, Saturation, Value)
Model warna HSV mendefinisikan warna dalam terminologi Hue, Saturation
dan Value. Hue menyatakan warna sebenarnya, seperti merah, violet, dan kuning.
Hue digunakan untuk membedakan warna-warna dan menentukan kemerahan
(redness), kehijauan (greeness), dsb dari cahaya. Hue berasosiasi dengan
panjang gelombang cahaya. Saturation menyatakan tingkat kemurnian suatu
warna, yaitu mengindikasikan seberapa banyak warna putih diberikan pada warna.
Value adalah atribut yang menyatakan banyaknya cahaya yang diterima oleh mata
tanpa memperdulikan warna (Junianto dan Zuhdi, 2018).
Gambar 2.4 Warna HSV
Sumber: Swedia dan Cahyanti (2010)
2.5.4 Analisis L*a*b
Ruang warna L*a*b* atau yang dikenal dengan CIELAB merupakan model
warna yang dirancang untuk menyerupai persepsi penglihatan manusia dengan
menggunakan tiga komponen yaitu L sebagai luminance (pencahayaan) dan a dan
b sebagai dimensi warna yang berlawanan. Besaran CIE_L* untuk
mendeskripsikan kecerahan warna, 0 untuk hitam dan 100 untuk putih. Dimensi
CIE_a* mendeskripsikan jenis warna hijau-merah, dimana angka negatif a*
mengindikasikan warna hijau dan sebaliknya CIE_a* positif mengindikasi warna
merah. Dimensi CIE_b* untuk jenis warna biru-kuning, dimana angka negatif b*
mengindikasikan warna biru dan sebaliknya CIE_b* positif mengindikasikan warna
kuning (Indrayani, 2012).
Gambar 2.5 Model Warna L*a*b
Sumber: Indrayani (2012)
2.6 Analisis Tesktur Citra
Tekstur merupakan salah satu elemen dasar citra. Elemen citra ini berupa
ciri-ciri atau sifat-sifat yang terdapat di dalam citra, dan membentuk suatu pola-
pola dengan interval jarak dan arah tertentu secara berulang-ulang yang
memenuhi sebagian besar atau seluruh bidang citra (Hidayatno, 2011). Terdapat
10 jenis fitur meliputi (Hendrawan, 2010).
a. Entropy
𝑀 𝑁
𝐸𝑛𝑡𝑟𝑜𝑝𝑦 = − ∑ ∑ 𝑃 [𝑖, 𝑗] log 𝑃 [𝑖, 𝑗]
𝑖 𝑗
b. Energy
𝑀 𝑁
𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔𝑦 = ∑ ∑ 𝑃 2 [𝑖, 𝑗]
𝑖 𝑗
c. Contrast
𝑀 𝑁
𝐶𝑜𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑡 = ∑ ∑ (𝑖 − 𝑗) 2 𝑃[𝑖, 𝑗]
𝑖 𝑗
d. Homogeneity
𝑀 𝑁 𝑃[𝑖, 𝑗]
𝐻𝑜𝑚𝑜𝑔𝑒𝑛𝑒𝑖𝑡𝑦 = ∑ ∑
𝑖 𝑗 1 + |𝑖 − 𝑗|
e. Sum Mean
1 𝑀 𝑁
𝑆𝑢𝑚 𝑀𝑒𝑎𝑛 = ∑ ∑ (𝑖𝑃[𝑖, 𝑗] + 𝑗𝑃[𝑖, 𝑗])
2 𝑖 𝑗
f. Variance
1 𝑀 𝑁
𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑐𝑒 = ∑ ∑ ((𝑖 − µ) 2 𝑃[𝑖, 𝑗] + (𝑗 − µ) 2 𝑃[𝑖, 𝑗]
2 𝑖 𝑗
g. Correlation
𝑀 𝑁 (𝑖 − µ)(𝑗 − µ)𝑃[𝑖, 𝑗]
𝐶𝑜𝑟𝑟𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 = ∑ ∑
𝑖 𝑗 𝜎2
h. Inverse Difference Moment
𝑀 𝑁 𝑃[𝑖, 𝑗]
𝐼𝑛𝑣𝑒𝑟𝑠𝑒 𝐷𝑖𝑓𝑓𝑒𝑟𝑒𝑛𝑐𝑒 𝑀𝑜𝑚𝑒𝑛𝑡 = ∑ ∑ 𝑖 ≠𝑗
𝑖 𝑗 |𝑗 − 𝑘|𝑘
i. Cluster Tendency
𝑀 𝑁
𝐶𝑙𝑢𝑠𝑡𝑒𝑟 𝑇𝑒𝑛𝑑𝑒𝑛𝑐𝑦 = ∑ ∑ (𝑖 + 𝑗 − 2µ) 𝑘 𝑃[𝑖, 𝑗]
𝑖 𝑗
j. Maximum Probability
2.7 Jaringan Saraf Tiruan
2.7.1 Definisi Jaringan Saraf Tiruan
Jaringan saraf tiruan (JST) adalah sebuah pengolahan informasi yang
terinspirasi dari sistem kerja syaraf biologis, seperti kinerja otak, yang memproses
suatu informasi. JST merupakan salah satu representasi buatan dari otak manusia
yang selalu mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran pada otak
manusia tersebut. Istilah buatan disini digunakan karena jaringan saraf
diimplemintasikan dengan menggunakan program komputer yang mampu
menyelesaikan sejumlah proses perhitungan selama proses pembelajaran
(Cynthia dan Ismanto, 2017).
Menurut Hidayatno (2011), jaringan saraf tiruan dibentuk sebagai
generalisasi model matematika dari jaringan saraf biologi, dengan asumsi bahwa:
1. Pengolahan informasi terjadi pada elemen sederhana yang disebut neuron.
2. Sinyal atau isyarat dikirimkan di antara neuron-neuron melalui penghubung-
penghubung.
3. Penghubung antar neuron memiliki bobot yang akan memperkuat atau
memperlemah sinyal.
2.7.2 Kelebihan dan Kekurangan Jaringan Saraf Tiruan
JST memiliki kelebihan antara lain (Salim dan Jauhari, 2016):
1. Belajar adaptive: kemampuan untuk mempelajari bagaimana melakukan
pekerjaan berdasarkan data yang diberikan untuk pelatihan atau
pengalaman awal.
2. Self-organisation: sebuah jaringan saraf tiruan dapat membuat organisasi
sendiri atau representasi dari informasi yang diterimanya selama waktu
belajar.
3. Real time operation: perhitungan jaringan saraf tiruan dapat dilakukan
secara paralel sehingga perangkat keras yang dirancang dan diproduksi
secara khusus dapat mengambil keuntungan dari kemampuan ini.
Selain mempunyai kelebihan tersebut, JST juga memiliki kekurangan antara
lain (Salim dan Jauhari, 2016):
1. Tidak efektif jika digunakan untuk melakukan operasi-operasi numerik
dengan presisi tinggi.
2. Tidak efisien jika digunakan untuk melakukan operasi algoritma aritmatik,
operasi logika, dan simbolis.
3. Untuk beroperasi jaringan syaraf tiruan butuh pelatihan sehingga bila jumlah
datanya besar, waktu yang digunakan untuk proses pelatihan sangat lama.
2.7.3 Fungsi Pembelajaran
2.7.4 Fungsi Aktivasi
Menurut Karlik dan Olgac (2011), fungsi aktivasi adalah fungsi yang
digunakan dalam jaringan saraf untuk menghitung jumlah input dan bias yang
digunakan untuk memutuskan apakah neuron dapat ditembakkan atau tidak.
Selain itu, fungsi aktivasi dapat membatasi keluaran amplitudo sebuah neuron dan
mengaktifkan dalam rentang fungsi tertentu. Fungsi aktivasi digunakan untuk
menyelesaikan persamaan non-linear. Adapun macam-macam fungsi aktivasi
diantaranya:
1. Fungsi Sigmoid Uni-Polar
Fungsi aktivasi dari sigmoid uni-polar diberikan sebagai berikut:
1
𝑔 (𝑥) =
1 + 𝑒 −𝑥
Fungsi ini digunakan pada jaringan saraf backpropagation karena dapat
meminimalkan perhitungan kapasitas untuk pelatihan. Grafik fungsi sigmoid
interval (-∞, ∞) ke (0, 1) dapat dilihat pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Fungsi Sigmoid Uni-Polar
Sumber: Karlik dan Olgac (2011)
2. Fungsi Sigmoid Bipolar
Fungsi aktivasi dari sigmoid bipolar diberikan sebagai berikut:
1 − 𝑒 −𝑥
𝑔 (𝑥) =
1 + 𝑒 −𝑥
Fungsi ini sama dengan fungsi sigmoid. Grafik fungsi aktivasi ini dapat
diaplikasikan untuk yang menghasilkan nilai output interval (-1,1) dapat dilihat
pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Fungsi Sigmoid Bipolar
Sumber: Karlik dan Olgac (2011)
3. Fungsi Hiperbolik Tangen
Fungsi ini yaitu rasio antara sinus hiperbolik dan fungsi cosinus atau rasio
antara perbedaan dan jumlah dua fungsi eksponensial pada x dan -x yaitu sebagai
berikut.
sinh (𝑥) 𝑒 𝑥 − 𝑒 −𝑥
tan ℎ (𝑥) = = 𝑥
cosh (𝑥) 𝑒 + 𝑒 −𝑥
Fungsi ini sama dengan fungsi sigmoid. Grafik fungsi aktivasi ini
menghasilkan nilai output interval (-1,1) dapat dilihat pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8 Fungsi Hiperbolik Tangen
Sumber: Karlik dan Olgac (2011)
4. Fungsi Radial Dasar
Fungsi radial dasar berdasarkan pada kurva Gaussian. Yang mana
dibutuhkan parameter nilai tengah (mean) dari fungsi dari nilai yang diinginkan.
2.8 Algoritma Backpropagation
2.9 Penelitian Terdahuluan
III METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2020 hingga Maret 2020.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil
Pertanian Jurusan Keteknikan Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Universitas Brawijaya Malang.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
3.2.2 Bahan
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Persiapan Sampel
Dalam penelitian ini menggunakan pisang ambon pada tingkat kematangan
1,2, dan 3 sebagai objek penelitian yang dipanen langsung dari ATP. Pada
penelitian ini digunakan 5 tingkat kematangan pisang ambon yaitu a, b, dan c.
Setiap pengambilan data menggunakan 15 buah pisang ambon sehingga
diperlukan 75 buah pisang ambon dengan 5 tingkat kematangan.
3.3.2 Akuisisi Data Kadar Gula Total Secara Konvensional
3.3.3 Akuisisi Data Citra Digital
a. Akuisisi Data Citra Digital
Citra pisang ambon pada tingkat kematangan 2,4,5 diambil menggunakan
kamera. Setiap sampel pisang ambon dilakukan pengambilan citra pada 2 sisi
yang berbeda, sehingga jumlah citra yang didapatkan pada satu tingkat
kematangan sebanyak 30 citra. Total citra yang didapatkan dari 5 tingkat
kematangan yaitu sebanyak 150 citra. Berikut adalah tahapan dalam akuisisi data
citra digital pisang ambon:
1. Pisang ambon yang akan digunakan diletakkan di dalam kotak. Kotak
ditutup agar tidak ada cahaya dari luar yang masuk
2. Pisang ambon di ambil citra pada kedua sisinya
3. Citra yang didapatkan dipindahkan ke laptop dan di simpan dalam satu
folder
4. Format citra yang digunakan adalah bitmap.
b. Pengolahan Citra Digital
Citra hasil akuisisi yang telah dipotong dan disimpan dalam bentuk bitmap
selanjutnya diekstraksi nilai fitur warna dan fitur tekstur. Hasil dari ekstraksi fitur
warna yaitu RGB, HSV, HSL, dan L*a*b dan hasil dari ektraksi fitur tekstur yaitu
entropy, energy, contrast, homogeneity, sum mean, variance, correlation,
maximum probability, inverse difference moment, dan cluster tendency. Hasil dari
tahap ektraksi ini adalah rekapan berupa data dalam bentuk file .xls. Tahap
ekstraksi fitur warna dan fitur tektur citra sebagai berikut:
1. Laptop yang telah terinstal software Visual Basic
2. Membuka folder feature selection. Citra pisang ambon yang telah
dipotong dan diubah menjadi bentuk bitmap dimasukkan ke dalam folder
3. Selanjutnya dibuka aplikasi feature selection, lalu diklik Analysis. Pada
tab Analysis dipilih opsi Feature Extraction (Color, Gray, HSV, HSL,
CMY, CMYK). Setelah itu, diinput jumlah sesuai dengan data yang
digunakan kemudian di klik Run
4. Setelah di klik Run, maka feature extraction dimulai
5. Hasil dari proses feature extraction adalah data yang terekap dalam file
Microsoft Excel (.xls).
3.3.4 Perancangan Topologi Jaringan Saraf Tiruan
Jaringan saraf tiruan (JST) adalah merupakan salah satu representasi
buatan dari otak manusia yang selalu mencoba untuk mensimulasikan proses
pembelajaran pada otak manusia tersebut (Cynhtia dan Ismanto, 2017). JST
bekerja seperti otak manusia yang terdiri dari beberapa neuron. JST bekerja
berdasarkan tahap pelatihan (training) dan validasi. Dalam penelitian ini, input JST
yaitu data pengolahan citra digital. Sebelum digunakan, data hasil citra digital
dilakukan seleksi fitur (feature selection) untuk menseleksi input JST sebagai salah
satu preprocessing data. Menurut Marono (2007), feature selection dapat
meningkatkan kinerja algoritma fungsi pembelajaran. Feature selection yang
digunakan yaitu software Waikato Environment for Knowledge Analysis (WEKA)
3.8. WEKA digunakan untuk menyeleksi fitur data yang tidak diperlukan agar
sesuai dengan fungsi pembelajaran yang diinginkan (Garner, 1995). Dalam
penelitian ini, seleksi fitur menggunakan teknik filter dengan beberapa metode
pemilihan fitur yaitu Cfs Subset Evaluator, Correlation Attribute Evaluator, One
Attribute Evaluator, ReliefF, Gain Attribute Evaluator, dan Info Gain Attribute
Evaluator. Data citra digital hasil seleksi fitur digunakan sebagai input JST. Dalam
penelitian ini perancangan topologi JST melalui analisis sensitivitas menggunakan
algoritma Backpropagation. Penelitian ini menggunakan analisis sensitivitas
dengan variasi learning rate, momentum, jumlah node hidden layer, serta jumlah
hidden layer untuk perancangan topologi JST. Hal tersebut dilakukan guna
mendapatkan model terbaik dengan parameter MSE validasi terendah. Prosedur
analisis sensitivitas permodelan JST dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Data pengolahan citra (input), hasil
seleksi fitur, data kadar gula total
Ditransformasikan ke dalam interval -1 hingga 1
Data didalam interval -1 hingga 1
Perancangan topologi JST:
1. Algoritma pembelajaran = Backpropogation
2. Goal MSE = 0,01
Data di-training dan divalidasi dengan learning rate, momentum,
jumlah hidden layer, jumlah node per hidden layer tetap, namun
berbeda pada fungsi pembelajaran da fungsi aktivasi
Nilai MSE dan R
Dipilih fungsi pembelajaran dan fungsi aktivasi
dengan nilai MSE terendah
Dipilih model terbaik dengan nilai MSE validasi terendah
Topologi jaringan saraf tiruan terbaik
Gambar 3.1 Prosedur Analisis Sensitivitas Prediksi Kandungan Kadar Total Gula
pada Pisang Ambon
Dalam permodelan JST terdapat tahap preprocessing dan tahap analisis
sensitivitas yang terdiri dari pelatihan dan validasi model. Tahap tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Tahap preprocessing
Dalam perancangan topologi JST, data input yang telah dipilih dari seleksi
fitur selanjutnya dimasukkan ke dalam software Matlab 2012a. sebelum dilakukan
tahap penelitian, data terlebih dahulu di preprocessing untuk membakukan skala
data. Dalam penelitian ini, menggunakan Teknik preprocessing normalisasi yang
mengubah data input dan output dalam skala -1 sampai 1. Preprocessing data
penting dilakukan untuk menghindari perubahan bobot secara signifikan pada
proses pelatihan JST. Data input dan output yang berbeda rentang datanya dapat
menyebabkan noise selama pelatihan sehingga dapat mempengaruhi tingkat
kesalahan dari model. Setelah data input dan output diubah pada skala -1 sampai
1, selanjutnya data input dan output dibagi menjadi data training dan data validasi.
Selanjutnya, trial error fungsi pembelajaran dan fungsi aktivasi dengan kriteria
MSE validasi terendah.
2. Tahap analisis sensitivitas
a. Training (Pelatihan)
Tahap pelatihan dimulai dengan modifikasi learning rate, momentum,
jumlah hidden layer, jumlah node per hidden layer, fungsi pembelajaran, dan
fungsi aktivasi, serta epoch maksimal 10.000 dengan error minimal 0,01.
Penetapan epoch maksimal dan error minimal untuk menghindari overfitting
model. Overfitting adalah keadaan dimana jaringan sangat mengenali pola
sehingga keakuratan dapat menurun. Adanya epoch maksimal dan error minimal
membuat pelatihan akan berhenti apabila telah mencapai jumlah yang telah
ditentukan. Hal ini menjadi salah satu cara untuk menghindari overfitting.
b. Validasi
Validasi model dilakukan untuk mengetahui tingkat kesalahan dari model
yang dibangun. Dalam penelitian ini, validasi model berdasarkan nilai MSE
terendah. Rumus untuk menghitung MSE adalah sebagai berikut:
1 𝑁
𝑀𝑆𝐸 = [ ∑ (𝑌𝑚𝑜𝑑𝑒𝑙,𝑖 − 𝑌𝑚𝑒𝑎𝑛𝑠,𝑖 )2 ]
𝑁 𝑖=1