Doa Musafir
Doa Musafir
Doa Musafir
Doa Musafir
ُ َو َت َف ُّر َقـَ َنا مِنْ َب ْع ِد ِه َت َف ُّرقا ً َم ْع، اج َعلْ َج ْم َع َنا ه ََذا َج ْم ًعا َم ْر ُح ْو ًما
، ص ْو ًما ْ اَل َّل ُه َّم
2----------------
Bermaksud: “Maha Suci Tuhan yang mengurniakan kepada kami kenderaan ini
yang kami tidak sekali-kali mampu mengendalikannya ( jika tidak dengan
pertolongan dan izin-Mu)”.
3--------------------
Sebelumnya telah kita kaji bersama mengenai beberapa hal yang mesti dipersiapkan sebelum
melakukan safar. Saat ini kita akan melanjutkan bagaimanakah tuntunan yang bisa diamalkan ketika
di perjalanan atau ketika safar. Semoga perjalanan mudik kita semakin berkah dengan
mengamalkan tips berikut ini.
Ketika menaikkan kaki di atas kendaraan hendaklah seorang musafir membaca, “Bismillah,
bismillah, bismillah”. Ketika sudah berada di atas kendaraan, hendaknya mengucapkan,
“Alhamdulillah”. Lalu membaca,
َُس ْب َحانَ الَّ ِذى َس َّخ َر لَنَا هَ َذا َو َما ُكنَّا لَهُ ُم ْق ِرنِينَ وَِإنَّا ِإلَى َربِّنَا لَ ُم ْنقَلِبُون
“Subhanalladzi sakh-khoro lanaa hadza wa maa kunna lahu muqriniin. Wa inna ilaa robbina
lamun-qolibuun” (Maha Suci Allah yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami
sebelumnya tidak mampu menguasainya, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan
kami)[1].
“Subhaanaka inni qod zholamtu nafsii, faghfirlii fa-innahu laa yaghfirudz dzunuuba illa anta”
(Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku telah menzholimi diriku sendiri, maka ampunilah aku
karena tidak ada yang mengampuni dosa-dosa selain Engkau).[2]
Jika sudah berada di atas kendaraan untuk melakukan perjalanan, hendaklah mengucapkan, “Allahu
akbar, Allahu akbar, Allahu akbar.” Setelah itu membaca,
5
ضى َ ْك فِى َسفَ ِرنَا هَ َذا ْالبِ َّر َوالتَّ ْق َوى َو ِمنَ ْال َع َم ِل َما تَر َ ُُسب َْحانَ الَّ ِذى َس َّخ َر لَنَا هَ َذا َو َما ُكنَّا لَهُ ُم ْق ِرنِينَ َوِإنَّا ِإلَى َربِّنَا لَ ُم ْنقَلِبُونَ اللَّهُ َّم ِإنَّا نَ ْسَأل
اط ِو َعنَّا بُ ْع َدهُ اللَّهُ َّم َأ ْنتَ الصَّا ِحبُ فِى ال َّسفَ ِر َو ْالخَ لِيفَةُ فِى اَأل ْه ِل اللَّهُ َّم ِإنِّى َأعُو ُذ بِكَ ِم ْن َو ْعثَا ِء ال َّسفَ ِر ْ اللَّهُ َّم ه َِّو ْن َعلَ ْينَا َسفَ َرنَا هَ َذا َو
َأل
ال َوا ْه ِل ْ
ِ ب فِى ال َم َ ْ ْ َ ْ ْ
ِ َو َكآبَ ِة ال َمنظ ِر َوسُو ِء ال ُمنقَل
“Subhanalladzi sakh-khoro lanaa hadza wa maa kunna lahu muqrinin. Wa inna ila robbina
lamun-qolibuun[3]. Allahumma innaa nas’aluka fii safarinaa hadza al birro wat taqwa wa minal
‘amali ma tardho. Allahumma hawwin ‘alainaa safaronaa hadza, wathwi ‘anna bu’dahu.
Allahumma antash shoohibu fis safar, wal kholiifatu fil ahli. Allahumma inni a’udzubika min
wa’tsaa-is safari wa ka-aabatil manzhori wa suu-il munqolabi fil maali wal ahli.” (Mahasuci
Allah yang telah menundukkan untuk kami kendaraan ini, padahal kami sebelumnya tidak
mempunyai kemampuan untuk melakukannya, dan sesungguhnya hanya kepada Rabb kami, kami
akan kembali. Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu kebaikan, taqwa dan amal yang
Engkau ridhai dalam perjalanan kami ini. Ya Allah mudahkanlah perjalanan kami ini, dekatkanlah
bagi kami jarak yang jauh. Ya Allah, Engkau adalah rekan dalam perjalanan dan pengganti di
tengah keluarga. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kesukaran perjalanan,
tempat kembali yang menyedihkan, dan pemandangan yang buruk pada harta dan keluarga)[4]
Dalam perjalanan, hendaknya seorang musafir membaca dzikir “subhanallah” ketika melewati jalan
menurun dan “Allahu akbar” ketika melewati jalan mendaki. Dalam sebuah riwayat disebutkan,
كان رسول هللا صلى هللا عليه وسلم و أصحابه إذا علوا الثنايا كبروا و إذا هبطوا سبحوا
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya biasa jika melewati jalan mendaki,
mereka bertakbir (mengucapkan “Allahu Akbar”). Sedangkan apabila melewati jalan menurun,
mereka bertasbih (mengucapkan “Subhanallah”).”[5]
Hendaklah seorang musafir memperbanyak do’a ketika dalam perjalanan karena do’a seorang
musafir adalah salah satu do’a yang mustajab (terkabulkan).
وم َو َد ْع َوةُ ْال َوالِ ِد َعلَى َولَ ِد ِه ْ ك فِي ِه َّن َد ْع َوةُ ْال ُم َسافِ ِر َو ْال َم
ِ ُظل َّ ت الَ َش ُ َثَال
ٍ ث َدع ََوا
“Tiga do’a yang tidak diragukan lagi terkabulnya yaitu do’a seorang musafir, do’a orang yang
terzholimi, dan do’a orang tua kepada anaknya.”[6]
Hendaklah seorang musafir ketika mampir di suatu tempat membaca, “A’udzu bi kalimaatillahit
taammaati min syarri maa kholaq (Aku berlindung dengan kalimat Allah yang sempurna dari
kejelekan setiap makhluk).”
Tujuannya agar terhindar dari berbagai macam bahaya dan gangguan. Dari Khowlah binti Hakim
As Sulamiyah, beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
َ لَ ْم يَضُرُّ هُ َش ْى ٌء َحتَّى يَرْ ت َِح َل ِم ْن َم ْن ِزلِ ِه َذلِك.َت ِم ْن َشرِّ َما خَ لَق ِ ال َأعُو ُذ بِ َكلِ َما
ِ ت هَّللا ِ التَّا َّما َ ََم ْن نَ َز َل َم ْن ِزالً ثُ َّم ق
Jika kendaraan mogok, janganlah menjelek-jelekkan syaithan karena syaithan akan semakin besar
kepala. Namun ucapkanlah basmalah (bacaan “bismillah”).
Dari Abul Malih dari seseorang, dia berkata, “Aku pernah diboncengi Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, lalu tunggangan yang kami naiki tergelincir. Kemudian aku pun mengatakan, “Celakalah
syaithan”. Namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyanggah ucapanku tadi,
“Janganlah engkau ucapkan ‘celakalah syaithan’, karena jika engkau mengucapkan demikian,
setan akan semakin besar seperti rumah. Lalu setan pun dengan sombongnya mengatakan, ‘Itu
semua terjadi karena kekuatanku’. Akan tetapi, yang tepat ucapkanlah “Bismillah”. Jika engkau
mengatakan seperti ini, setan akan semakin kecil sampai-sampai dia akan seperti lalat.”[8]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika bersafar dan bertemu dengan waktu sahur, beliau
mengucapkan,
4---------------------------------
Lain2
Soalan:
as’kum
Saya remaja berumur 15 thn dan apabila air mani saya sudah terkeluar saya mesti mandi wajib.
akan tetapi setelah saya mandi wajib saya mesti rasa ragu2 akan air mani itu terkeluar semula. dan
apabila saya memeriksa semula tiba tiba ia terkeluar semula hampir 4 kali saya mandi wajib namun
perkara sama berlaku.
7
Jawapan:
بسم هللا
والصالة والسالم على رسول هللا وعلى آله وصحبه ومن وااله أما بعد
Ulama menyebut 2 pendapat;
pertama:
Wajib mandi janabah setiap kali keluar sisa2 mani dari zakarnya. (mazhab Syafie).
Kerana hadis “Air (yakni: kewajipan mandi) adalah disebabkan air (yakni: keluar mani)”. HR
Muslim (no: 343)
Hadis tidak membezakan antara keluar ketika syahwat, atau keluar sisa-sisa mani tanpa syahwat.
kedua:
Tidak wajib mandi janabah dengan sebab keluar sisa mani. (mazhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali).
Kerana yang dikira junub ialah bila keluar mani dalam keadaan syahwat.
Punca khilaf: Adakah dianggap berjunub jika berlaku junub dalam keadaan luar kebiasaan? Kerana,
kebiasaan dan uruf ialah: keluar mani dalam keadaan syahwat. Tetapi, jika keluar bukan dalam
keadaan syahwat, adakah dipanggil berjunub juga?
rujukan:
-Majmuk 2/139-140
-Bidayatul Mujtahid 1/34.