Modul Pertemuan 14 - Bisnis Model Canvas
Modul Pertemuan 14 - Bisnis Model Canvas
KEWIRAUSAHAAN 1
Fakultas : FBIS
Program studi : Manajemen
Tatap Muka
14
Kode Matakuliah : U1119004
Disusun oleh : Vely Randyantini, SE., MM
ABSTRAK TUJUAN
Business Model Canvas (BMC) menjadi alat analisis
model bisnis popular dengan penyajian data secara
sederhana namun menyeluruh terhadap sembilan
komponen esensial pada bisnis. Meskipun Mahasiswa dapat menjelaskan Bisnis
sederhana, BMC dapat membantu perusahaan Model Canvas.
untuk mendapatkan fokus terhadap cara pandang
perusahaan pada bisnis yang dijalani.
PEMBAHASAN
Pendahuluan
Model bisnis merupakan metode populer yang dibutuhkan oleh perusahaan dalam
bisnisnya. Model bisnis menjelaskan kebutuhan konsumen apa yang akan dipenuhi oleh
perusahaan, mengapa solusi perusahaan bekerja lebih baik dari kompetitor, dan
seberapa besar jarak antara kemampuan konsumen untuk membayar dengan biaya yang
harus dikeluarkan. Model bisnis sendiri dapat menolong perusahaan dalam hal lainnya,
yaitu untuk bercerita mengenai keadaan perusahaan secara menyeluruh kepada anggota
maupun khalayak luas, serta sebagai acuan dalam motivasi anggota perusahaan.
Business Model Canvas (BMC) menjadi alat analisis model bisnis popular dengan
penyajian data secara sederhana namun menyeluruh terhadap sembilan komponen
esensial pada bisnis. Meskipun sederhana, BMC dapat membantu perusahaan untuk
mendapatkan fokus terhadap cara pandang perusahaan pada bisnis yang dijalani.
1. Customer Segment
Menurut Tim PPM Manajemen (2012:30) Customer segment atau segmen
pelanggan adalah pihak yang menggunakan jasa/produk dari organisasi dan mereka
yang berkontribusi dalam memberikan penghasilan bagi organisasi. Umumnya,
pelanggan adalah pihak yang membayar langsung atas jasa/produk yang dibelinya.
Customer Segmen adalah kelompok orang atau organisasi yang dituju oleh
perusahaan untuk dilayani. Termasuk juga pelanggan adalah para pengguna atau
penikmat, yang bukan pembeli memberikan pendekatan langsung, tetapi perusahaan
harus memperhatikan kemauan dan keinginan mereka. Sebagaimana disampaikan
oleh Osterwalder dan Pigneur (2012:20) bahwa pelanggan adalah inti dari model
bisnis. Tanpa pelanggan (yang dapat memberikan keuntungan), tidak ada
perusahaan yang mampu bertahan dalam waktu lama. Untuk lebih memuaskan
pelanggan, perusahaan dapat mengelompokkan mereka dalam segmen-segmen
berbeda berdasarkan kesamaan kebutuhan, perilaku atau atribut lain.
Menurut Tim PPM Manajemen (2012:62) Tidak semua kumpulan pelanggan
bisa di sebut segmen. Suatu kelompok pelanggan disebut sebagai segmen apabila:
1. Memerlukan pelayanan (Value Propositions) yang tersendiri, karena
permasalahan dan kebutuhan mereka khusus
2. Dicapai dan dilayani dengan saluran distribusi (Channels) yang berbeda
3. Perlu pendekatan (Customer Relationships) yang berbeda
4. Memberikan profitabilitas yang berbeda
5. Mempunyai kemauan bayar yang berbeda dengan persepsi terhadap nilai yang
mereka terima
Untuk mengidentifikasi suatu segmen yang akan dilayani dapat dilakukan dengan
mengajukan pertanyaan:
1. Untuk siapa kita membuat Value Proposition?
2. Siapa pelanggan utama?
3. Siapa yang mendatangkan Revenue?
4. Siapa penikmat atau pengguna Value Proposition?
Menurut Alexander Osterwalder dan Yves Pigneur menyebutkan ragam
Customer Segments sebagai berikut:
1. Pasar Terbuka
Model bisnis yang menetapkan sasaran pelanggannya pada pasar terbuka tidak
menetapkan segmen khusus tertentu. Disini, perusahaan semua orang adalah
pelanggan. Perusahaan barang elektronik biasanya menggunakan pendekatan
segmentasi ini. Sebagai contoh, produsen pesawat televisi tidak membagi secara
tegas kelompok pelanggan yang dituju. Demikian juga bisnis yang bergerak
dibidang perdagangan Sembilan bahan kebutuhan pokok (pedagang beras atau
gula). Semua lapisan masyarakat, dari kelas bawah sampai atas semua
membutuhkan barang itu. Jadi, pedagang tidak perlu membuat segmentasi atau
pengelompokkan pelanggan.
2. Ceruk Pasar
Model bisnis mengarah ke pasar khusus (ceruk) yang jumlahnya sangat kecil
yang selama ini belum terlayani oleh siapapun. Value proposition, Distribution
Channels, dan Customer Relationships semua didesain khusus mengarah ke
kelompok pelanggan khusus. Sebagai contoh, perusahaan penerbangan yang
menyediakan pesawat carter pribadi,. Pesawat ini ditujukan untuk
eksekutif/perusahaan yang banyak melakukan perjalanan antar kota/Negara
dengan jadwal yang tidak tetap. Kebutuhan mereka tidak bisa dipenuhi oleh
layanan pernerbangan regular. Di Jakarta ada perusahaan yang menyediakan
helicopter yang mendarat di puncak-puncak gedung tinggi. Layanan helikopter ini
ditujukan bagi eksekutif puncak/pengusaha yang sehari-hari harus pindah dari
satu tempat ke tempat yang lain di Jakarta, sementara menggunakan transportasi
darat (mobil) akan kesulitan karena banyak akses jalan yang macet. Di industry
transportasi, ada kebutuhan untuk rombongan eksekutif yang ingin berpergian
sambil melakukan rapat. Untuk ini PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) menyediakan
gerbong khusus yang didesain pula, sehingga bisa dipakai untuk
pertemuan/rapat. Gerbong ini bisa di carter. Di industri makanan ada perusahaan
yang menyediakan makanan untuk penyadang autis. Ada perusahaan media yang
menerbitkan majalah bagi kelompok orang yang memiliki hobi tertentu, misalnya
majalah Mancing.
3. Pasar Tersegmentasi
Model bisnis diarahkan untuk melayani pelanggan yang diklasifikasikan lagi
berdasarkan kebutuhan dan permasalahan mereka. Sebagai contoh, beberapa
bank mengelompokkan nasabahnya berdasar jumlah simpanannya,
penghasilannya, atau kekayaan. Kelompok-kelompok nasabah itu sebenernya
sama, yaitu para nasabah bank, tetapi mempunyai permasalahan dan kebutuhan
berbedah. Nasabah kelompok atas mempunyai kebutuhan untuk
menginvestasikan uangnya agar mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.
Nasabah kelompok menengah mempunyai kebutuhan untuk kemudahan menarik
uang dengan mudah. Sementara nasabah kelompok bawah mempunyai
kebutuhan untuk bisa mendapatkan kredit secara mudah.
4. Diversifikasi Pasar
Model bisnis diarahkan untuk melayani dua atau lebih segmen pelanggan yang
tidak berkaitan dalam hal permasalahan dan kebutuhannya. Kedua atau lebih
segmen pelanggan ini tampaknya mempunyai kebutuhan yang sama, akan tetapi
berbedah karakteristik nya. Sebagai contoh, PT Kereta Api Indonesia (PT KAI)
mengelompokkan layanannya ke pelanggan penumpang jarak jauh dan
pelanggan penumpang computer. Pelanggan penumpang jarak jauh adalah para
penumpang yang berpergian lintas kota. Sedangkan pelanggan penumpang
computer adalah layanan sosial ke pelanggan kereta jarak dekat. Pelanggan ini
adalah para penumpang yang memanfaatkan jasa kereta untuk berangkat dan
pulang kerja. Kedua kelompok pelanggan PT KAI itu mempunyai kesamaan, yaitu
pelaggan jasa transportasi. Akan tetapi kebutuhan kedua kelompok itu berbeda.
Palanggan komersial, membutuhkan jasa transportasi jarak jauh atau antar kota.
Penumpang komuter , membutuhkan jasa transportasi jarak pendek untuk pergi
dan pulang kerja sehari-hari. Dengan demikian PT KAI harus memberikan
perlakuan yang berbeda dari dua segmen pelanggan itu.
5. Multipasar
Model bisnis diarahkan untuk melayani dua atau lebih segmen pelanggan yang
saling berkaitan (multiside market). Bank yang menyediakan layanan kartu kredit
melayani dua segmen pelanggan yang saling terkait. Bank selain melayani
pemegang kartu, juga melayani outlet yang melayani transaksi menggunakan
kartu kredit. Hanya dengan cara seperti ini, bank dapat memberikan nilai tambah
bagi kedua segmen pelanggan tersebut. Pemegang kartu kredit membutuhkan
keleluasaan, kemudahan dan keamanan bertransaksi, tanpa harus membawah
uang tunai yang besar. Dengan demikian, pemegang kartu kredit membutuhkan
banyak outlet yang bisa menerima kartu kredit yang dimilikinya. Sebaliknya,
pemilik outlet menginginkan banyak transaksi termasuk dari pemilik kartu kredit.
Bank penyedia kartu kredit harus bisa memenuhi kebutuhan kedua pihak tersebut.
Oleh karena itu, bank menerbitkan bulletin dan katalog produk yang disediakan
oleh pemilik outlet.
Menurut Tim PPM Manajemen (2012:188) Secara Garis besar Key Activities dapat
dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu:
1. Operasi Produksi
Meliputi aktivitas-aktivitas yang terkait dengan perancangan, pembuatan, dan
penyerahan produk dalam jumlah besar serta bermutu tinggi. Aktivitas produksi
mendominasi model bisnis pada perusahaan-perusahaan manufaktur. Sebagai
contoh adalah produsen mobil seperti atau produsen barang konsumsi. Aktivitas-
aktivitas utama pada organisasi jenis produksi meliputi pengadaan bahan yang
diperlukan dari pemasok, pengelolaan dalam proses produksi, serta penyaluran
produk jadi atau jasa kepada pelanggan. Key Activities dalam kegiatan produksi
secara umum dapat digeneralisasikan melalui kerangka sistem proses: input-
transformasi-output.
2. Operasi Jasa (Pelayanan)
Key activities pada bidang operasi jasa (peyanan) untuk membantu mengatasi
masalah yang dihadapi pelanggan, untuk memberikan solusi solusi baru bagi
mereka. Aktivitas-aktivitas penyelesaian masalah khusunya merupakan jenis
kegiatan operasi bagi konsultan, rumah sakit, dan organisasi-organisasi
pelayanan lainnya.
3. Platform dan Jaringan
Organisasi yang bergerak dibidang ini misalnya eBay, Visa, Microsoft, Kaskus,
dan sebagainya) secara terus menerus melakukan pengembangan dan
penyempurnaan pada platform mereka. Aktivitas utama pada organisasi bisnis
yang berbasis platform dan network meliputi perancangan, pembangunan, dan
pengembangan hardware dan software, termasuk jaringan internet dan website.
8. Key Partnerships
Menurut Tim PPM Manajamen (2012:37) Key Partnerships atau kemitraan kunci
merupakan mitra kerjasama mengoperasikan organisasi. Organisasi membutuhkan
kemitraan ini untuk berbagai motif yang umumnya adalah: penghematan karena tidak
tercapainya ekonomi skala, mengurangi risiko, memperoleh sumber daya atau
pembelajaran.
Oswerlader (2004) menyintesiskan definisi kemitraan adalah kesepatan kerjasama
yang diprakarsai secara sukarela antara dua atau lebih perusahaan yang
independen untuk menyelesaikan proyek tertentu atau aktivitas bersama sama
secara spesifik dengan mengkoordinasikan kemampuan, sumber daya, dan/atau
kegiatan yang diperlukan. Dari definisi tersebut kita tahu bahwa kemitraan:
1. Melibatkan dua atau lebih pihak
2. Suatu bentuk kesepakatan
3. Kesepakatan dalam bentuk kegiatan dan sumber daya dalam melakukan
kemitraan.
Joint Venture
Istilah kontrak patungan merupakan terjemahan dari kata joint venture contract
atau joint venture agreement. Di dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang
Usaha Kecil, disebut dengan istilah perjanjian kemitraan. Hakikat perjanjian kemitraan
adalah kerjasama antara pengusaha kecil dengan pengusaha menengah dan besar.
Kerjasama ini menyangkut tentang permodalan maupun skill.
Para ahli mencoba mengemukakan berbagai pandangannya tentang pengertian
dan hakikat dari kontrak joint venture
Peter Mahmud mengemukakan bahwa kontrak joint venture adalah ”suatu kontrak
antara dua perusahaan untuk membentuk suatu perusahaan joint venture.” (Peter
Mahmud, 2000:10).
Erman Rajagukguk dkk. mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan joint venture
agreement adalah “suatu kerja sama antara pemilik modal asing dengan pemilik
modal nasional berdasarkan suatu perjanjian (kontraktual)” (Erman Rajagukuguk, dkk:
1995:200)
Inti dari kedua definisi tersebut adalah bahwa kontrak joint venture merupakan
1. kerjasama antara pemodal asing dan nasional
2. membentuk perusahaan baru, antara pengusaha asing dengan pengusaha nasional;
3. didasarkan pada kontraktual
Joint Venture merupakan suatu pengertian yang luas. Dia tidak saja mencakup
suatu kerja sama dimana masing-masing pihak melakukan penyertaan modal (equity joint
ventures) tetapi juga bentuk-bentuk kerja sama lainnya yang lebih longgar, kurang
permanen sifatnya serta tidak harus melibatkan partisipasi modal. Yang pertama
mengarah pada terbentuknya suatu badan hukum, sedangkan pola yang kedua
perwujudannya tampak dalam berbagai bentuk kontrak kerjasama (contractual joint
ventures) dalam bidang manajemen (management contract), pemberian lisensi (license
agreement), bantuan teknik dan keahlian (technical assistance and know-how
agreement), dan sebagainya.
Akuisisi
Akuisisi berasal dari kata “acquisition” (Latin) dan “acquisition” (Inggris), makna
harfiah akuisisi adalah membeli atau mendapatkan sesuatu / obyek untuk ditambahkan
pada sesuatu yang telah dimiliki sebelumnya. Akuisisi dalam teminologi bisnis diartikan
sebagai pengambilalihan kepemilikan atau pengendalian atas saham atau asset suatu
perusahaan oleh perusaahaan lain, dan dalam peristiwa baik perusahaan pengambilalih
atau yang diambil alih tetap eksis sebagai badan hukum yang terpisah (Moin, 2003).
Cara penggabungan usaha lainnya adalah dengan cara akuisisi. Melalui akuisisi
perusahaan dapat menjadikan perusahaan targetnya sebagai anak perusahaannya jadi
dengan kata lain perusahaan baik pengakuisisi ataupun perusahaan target tetap berdiri
semua (Agus Sartono, 2001). Dalam proses akuisisi kebanyakan pemegang saham
perusahaan target akan mendapatkan banyak manfaaat dibandingkan dengan pemegang
saham perusahaan pengakuisisi. Hal ini dapat terjadi bila dalam tender pengambilalihan
banyak perusahaan berpartisipasi sehingga penawaran saham perusahaan menjadi lebih
tinggi.
Akuisisi dalam terminologi bisnis menurut Hadiningsih (dikutip dari Moin, 2003)
diartikan sebagai pengambilalihan kepemilikan atau pengendalian atas saham atau aset
suatu perusahaan oleh perusaahaan lain, dan dalam peristiwa baik perusahaan
pengambilalih atau yang diambil alih tetap eksis sebagai badan hukum yang terpisah.
Sedangkan sebuah akuisisi menurut Hitt (2001, h. 295) adalah strategi yang melaluinya
suatu perusahaan membeli hak untuk mengontrol atau 100 persen kepemilikan terhadap
perusahaan lain dengan tujuan untuk menggunakan kompetensi inti perusahaan itu
secara efektif, dengan cara menjadikan perusahaan yang diakuisisi itu sebagai bagian
dari bisnis dalam portofolio perusahaan yang mengakuisisi.
Merger
Merger berasal dari bahasa latin “mergerer” yang berarti (1) bergabung, bersama,
menyatu, berkombinasi (2) menyebabkan hilangnya identitas karena terserap atau
tertelan sesuatu. Merge rmerupakan kombinasi dari dua perusahaan atau lebih untuk
membentuk sebuah perusahaan baru (Scott C. Whitaker, 2012). Merger biasa digunakan
dalam perusahaan sebagai proses penggabungan suatu usaha. Merger dapat dilakukan
baik secara internal maupun eksternal. Merger internal terjadi ketika perusahaan sasaran
berada dalam satu kepemilikan group yang sama sedangkan Merger eksternal terjadi
ketika perusahaan sasaran berada dalam group kepemilikan yang berbeda.
Dalam strategi bisnis Merger didefinisikan oleh Hitt (2001, h. 295) sebagai sebuah
strategi dimana dua perusahaan setuju untuk menyatukan kegiatan operasionalnya
dengan basis yang relatif seimbang, karena mereka memiliki sumber daya dan
kapabilitas yang secara bersama-sama dapat menciptakan keunggulan kompetetif yang
lebih kuat. Lebih lanjut Sudarsanam (1999, h. 1) mengatakan bahwa dalam Merger
perusahaan-perusahaan yang menggabungkan dan membagi sumber daya yang mereka
miliki untuk mencapai tujuan bersama, dan para pemegang saham dari perusahaan-
perusahaan yang bergabung tersebut seringkali tetap dalam posisi pemilik bersama
entitas yang digabungkan.
Waralaba
Waralaba atau franchising dari bahasa Perancis untuk kejujuran atau kebebasan
adalah hak-hak untuk menjual suatu produk atau jasa maupun layanan. Sedangkan
menurut versi pemerintah Indonesia, yang dimaksud dengan waralaba adalah perikatan
dimana salah satu pihak diberikan hak memanfaatkan atau menggunakan hak dari
kekayaan intelektual (HAKI) atau pertemuan dari ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain
dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pihak lain tersebut
dalam rangka penyediaan atau penjualan barang dan jasa. (Sumarsono, 2009)
Sedangkan menurut Asosiasi Franchise Indonesia, yang dimaksud dengan
waralaba adalah suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan akhir,
dimana pemilik merek (franchisor) memberikan hak kepada individu atau perusahaan
untuk melaksanakan bisnis dengan merk, nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang
telah ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu.
Waralaba sebagaimana diatur dalam Pasal satu ayat satu Peraturan Pemerintah
Nomor 42 Tahun 2007 yaitu waralaba merupakan hak khusus yang dimiliki oleh orang
perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam
rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat
dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.
Dari definisi waralaba tersebut unsur-unsur yang tercakup adalah:
a. Terdapat hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha;
b. Terdapat sistem bisnis dengan ciri khas dalam rangka memasarkan barang dan/atau
jasa dan sistem tesebut telah terbukti berhasil; dan
c. Sistem bisnis tersebut dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain
(penerima waralaba) berdasarkan perjanjian.
Perlu digaris bawahi bahwa dalam definisi tersebut mengenai “badan usaha” tidak
disyaratkan harus berbentuk badan hukum, apalagi badan hukum Indonesia. Selanjutnya
Pasal tiga Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba menentukan
bahwa waralaba harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Memiliki ciri khas usaha;
b. Terbukti sudah memberikan keuntungan;
c. Memiliki standar atas pelayanan barang dan/atau jasa yang ditawarkan yang dibuat
secara tertulis;
d. Mudah diajarkan dan diaplikasikan;
e. Terdapat dukungan yang berkesinambungan;
Selain pengertian waralaba, perlu dijelaskan pula apa yang dimaksud dengan
Franchisor dan Franchisee. (Sumarsono, 2009)
1. Franchisor atau pemberi waralaba, adalah badan usaha atau perorangan yang
memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak
atas kekayaan intelektual atau penemuan atau cirri khas usaha yang dimilikinya.
2. Franchisee atau penerima waralaba, adalah badan usaha atau perorangan yang
diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan
intelektual atau penemuan atau cirri khas yang dimiliki pemberi waralaba.