31 - (I Gusti Putu Bagus Surya Saputra)
31 - (I Gusti Putu Bagus Surya Saputra)
31 - (I Gusti Putu Bagus Surya Saputra)
Diajukan sebagai prasyarat guna mencapai gelar Sarjana Keperawatan pada Program Studi
Disusun oleh :
I GUSTI PUTU BAGUS SURYA SAPUTRA
NIM. 191141031
Dari uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul :
“Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kepatuhan Pasien Dalam Minum
Obat Anti Hipertensi”.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Faktor apa sajakah yang berhubungan dengan tingkat kepatuhan pasien dalam minum
obat anti hipertensi?
10) Untuk mengetahui hubungan antara motivasi berobat dengan kepatuhan penderita
hipertensi dalam menjalani pengobatan.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Sebagai bahan acuan untuk melakukan penelitian berikutnya tentang ilmu kesehatan
masyarakat khususnya mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan
penderita hipertensi dalam menjalani pengobatan.
2. Penelitian ini melakukan fokus penelitian pada penderita hipertensi dengan usia 45-
64 tahun.
4. Variabel bebas dalam penelitian ini membahas lebih banyak dari penelitian
sebelumnya yaitu jenis kelamin, tingkat pendidikanterakhir, status pekerjaan, lama
menderita hipertensi, keikutsertaan asuransi kesehatan, tingkat pengetahuan tentang
hipertensi, keterjangkauan akses pelayanan kesehatan, dukungan keluarga, peran
tenaga kesehatan, motivasi berobat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Hipertensi
2.1.1.1 Definisi
Hipertensi Menurut Profil Dinas Kesehatan Jawa Tengah tahun 2012 adalah suatu
keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah yang memberi gejala berlanjut pada suatu
target organ tubuh sehingga timbul kerusakan lebih berat seperti stroke (terjadi pada otak dan
berdampak pada kematian yang tinggi), penyakit jantung koroner (terjadi pada kerusakan
pembuluh darah jantung) serta penyempitan ventrikel kiri / bilik kiri (terjadi pada otot jantng)
(Dinkes Jateng,2012:38).
2.1.1.2 Etiologi
Hipertensi merupakan penyakit yang sering dijumpai diantara penyakit tidak menular
lainya. Hipertensi dibedakan menjadi hipertensi primer yaitu hipertensi yang tidak diketahui
penyebabnya dan hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang muncul akibat adanya penyakit lain
seperti hipertensi ginjal, hipertensi kehamilan, dan lain-lain (Dinkes Jateng, 2012:39).
2.1.1.3 Patofisiologi
2.1.1.4 Diagnosis
Sebagian besar penderita hipertensi tidak merasakan gejala penyakit. Ada kesalahan
pemikiran yang sering terjadi pada masyarakat bahwa penderita hipertensi selalu merasakan
gejala penyakit. Kenyataannya justru sebagian besar penderita hipertensi tidak merasakan
adanya gejala penyakit (WHO, 2012). Hipertensi jarang menimbulkan gejala dan cara satu-
satunya untuk mengetahui apakah seseorang mengalami hipertensi adalah dengan mengukur
tekanan darah. Bila tekanan darah tidak terkontrol dan menjadi sangat tinggi (keadaan ini
disebut hipertensi berat atau hipertensi maligna)(Palmer dan William, 2007:12).
Tidak semua penderita hipertensi mengenali atau merasakan keluhan maupun gejala,
sehingga hipertensi sering dijuluki pembunuh dian-diam (silent killer). Keluhan-keluhan yang
tidak spesifik pada penderita hipertensi antara lain: sakit kepala, gelisah, jantung berdebar-
debar, pusing, penglihatan kabur, rasa sakit didada, mudah lelah dll (Depkes RI, 2013:17).
2.1.1.6 Komplikasi
Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endothel arteri dan
mempercepat atherosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk rusaknya organ tubuh
seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah besar. Hipertensi adalah faktor resiko
utama untuk penyakit serebrovaskular (stroke, transient ischemic attack), penyakit arteri
koroner (infark miokard, angina), gagal ginjal, dementia, dan atrial fibrilasi. Bila penderita
hipertensi memiliki faktor-faktor resiko kardiovaskular maka akan meningkatkan mortalitas
dan morbiditas akibat gangguan kardiovaskularnya tersebut. Menurut Studi Framingham,
pasien dengan hipertensi mempunyai peningkatan resiko yang bermakna untuk penyakit
koroner, stroke, penyakit arteri perifer, gagal ginjal, dan gagal jantung (Muchid, 2006: 7).
2.1.1.7 Faktor Risiko Hipertensi
Menurut Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular faktor risiko hipertensi yang
tidak ditangani dengan baik dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu faktor risiko yang tidak
dapat diubah dan faktor risiko yang dapat diubah.
a. Umur
b. Jenis Kelamin
Jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya hipertensi. Pria mempunyai risiko sekitar
2,3 kali lebih banyak mengalami peningkatan tekanan darah sistolik dibandingkan
dengan perempuan, karena pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung
meningkatkan tekanan darah. Namun setelah memasuki menopause, prevalensi
hipertensi pada perempuan meningkat (Depkes RI 2013:7).
c. Keturunan (Genetik)
a. Kegemukan (obesitas)
Berat badan dan indeks masa tubuh (IMT) berkolerasi langsung dengan tekanan darah,
terutama tekanan darah sistolik dimana risiko relatif untuk menderita hipertensi pada
orang-orang gemuk 5 kali lebih tinggi untuk menderita hipertensi dibandingkan dengan
seorang yang badanya normal. Sedangkan, pada penderita hipertensi ditemukan sekitar
20-30% memilki berat badan lebih (overweight) (Depkes RI 2013:8).
b. Merokok
Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap melalui
rokok yang measuk melalui aliran darah dapat mengakibatkan tekanan darah tinggi.
Merokok akan meningkatkan denyut jantung, sehingga kebutuhan oksigen otot-otot
jantung bertambah (Depkes RI 2013:9).
Olahraga yang teratur dapat membantu menurunkan tekanan darah dan bermanfaat bagi
penderita hipertensi ringan. Dengan melakukan olahraga aerobik yang teratur tekanan
darah dapat turun, meskipun berat badan belum turun (Depkes RI 2013:9).
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena menarik cairan diluar sel
agar tidak dikeluarkan, sehingga akan meningkatkan volume tekanan darah (Depkes RI
2013:9).
e. Dislipidemia
Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, marah, dendam, rasa takut, rasa
bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan
memacu jantung berdenyut lebih cepat serta kuat, sehingga tekanan darah meningkat
(Depkes RI 2013: 11).
2.1.1.8 Penatalaksanaan Hipertensi
Modifikasi diet terbukti dapat menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi.
Dianjurkan untuk makan buah dan sayur 5 porsi per-hari, karena cukup mengandung
kalium yang dapat menurunkan tekanan darah sistolik (TDS) 4,4 mmHg dan tekanan
darah diastolik (TDD) 2,5 mmHg.
b. Mengatasi Obesitas
Olahraga isotonik seperti berjalan kaki, jogging, berenang dan bersepeda berperan
dalam penurunan tekanan darah. Aktivitas fisik yang cukup dan teratur membuat
jantung lebih kuat. Hal tersebut berperan pada penurunan Total Peripher Resistance
yang bermanfaat dalam menurunkan tekanan darah. Melakukan aktifitas fisik dapat
menurunkan tekanan darah sistolik sekitar 5-10 mmHg. Olahraga secara teratur juga
berperan dalam menurunkan jumlah dan dosis obat anti hipertensi (Agnesia,
2012).Berolahraga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit (sejauh
3 kilometer) lima kali per-minggu, dapat menurunkan TDS 4 mmHg dan TDD 2,5
mmHg. Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga, atau hipnosis dapat mengontrol
sistem syaraf, sehingga menurunkan tekanan darah (Depkes RI 2013:26).
d. Berhenti Merokok
Kebiasaan merokok merupakan faktor risiko yang tidak saja dapat dimodifikasi
melainkan dapat dihilangkan sama sekali (Mary P. McGowan, 2001:4). Merokok
sangat besar perananya dalam meningkatkan tekanan darah, hal tersebut disebabkan
oleh nikotin yang terdapat didalam rokok yang memicu hormon adrenalin yang
menyebabkan tekanan darah meningkat. Tekanan darah akan turun secara perlahan
dengan berhenti merokok. Selain itu merokok dapat menyebabkan obat yang
dikonsumsi tidakbekerja secara optimal (Agnesia, 2012). Tidak ada cara yang benar-
benar efektif untuk memberhentikan kebiasaan merokok. Beberapa metode yang secara
umum dicoba adalah inisiatif sendiri, menggunakan permen yang mengandung nikotin,
kelompok program, dan konsultasi/konseling ke klinik berhenti merokok (Depkes RI,
2013: 26-27).
2. Terapi Farmakologis
Pengobatan hipertensi dimulai dengan obat tunggal, masa kerja yang panjang sekali
sehari dan dosis dititrasi. Obat berikutnya mungkin dapat ditambahkan selama beberapa
bulan pertama perjalanan terapi. Pemilihan obat atau kombinasi yang cocok bergantung
pada keparahan penyakit dan respon penderita terhadap obat anti hipertensi. Obat-obat
yang digunakan sebagai terapi utama (first line therapy) adalah diuretik, Angiotensin
Converting Enzyme Inhibitor (ACE-Inhibitor), Angiotensin Reseptor Blocker (ARB),
dan Calcium Channel Blocker (CCB). Kemudian jika tekanan darah yang diinginkan
belum tercapai maka dosis obat ditingkatkan lagi, atau ganti obat lain, atau
dikombinasikan dengan 2 atau 3 jenis obat dari kelas yang berbeda, biasanya diuretik
dikombinasikan dengan ACE-Inhibitor, ARB, dan CCB.
b. Prinsip Pemberian Obat Anti hipertensi
3) Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat anti hipertensi
1) Diuretik
Pada awalnya obat jenis diuretik ini bekerja dengan menimbulkan pengurangan cairan
tubuh secara keseluruhan (karena itu urin akan meningkat pada saat diuretik mulai
digunakan). Selanjutnya diikuti dengan penurunan resistansi pembuluh darah diseluruh
tubuh sehingga pembuluh-pembuluh darah tersebut menjadi lebih rileks (Mary P.
McGowan, 2001: 209). Diuretik terdiri dari 4 subkelas yang digunakan sebagai terapi
hipertensi yaitu tiazid, loop, penahan kalium dan antagonis aldosteron. Diuretik
terutama golongan tiazid merupakan lini pertama terapi hipertensi. Bila dilakukan
terapi kombinasi, diuretik menjadi salah satu terapi yang direkomendasikan.
2) Penghambat beta (Beta Blocker)
Mekanisme kerja obat antihipertensi ini adalah melalui penurunan laju nadi dan daya
pompa jantung. Obat golongan beta blocker dapat menurunkan risiko penyakit jantung
koroner, prevensi terhadap serangan infark miokard ulangan dan gagal jantung. Jenis
obat ini tidak dianjurkan pada penderita asma bronkial. Pemakaian pada penderita
diabetes harus hari-hari, karena dapat menutupi gejala hipoglikemia (dimana kadar gula
darah turun menjadi sangat rendah sehingga dapat membahayakan penderitanya)
(Depkes RI, 2013:33).
Penggunaan penyekat reseptor alfa perifer, obat-obatan yang bekerja sentral, dan obat
golongan vasodilator pada populasi lanjut usia sangat terbatas, karena efek samping
yang signifikan.Walaupun obat-obatan ini mempunyai efektifitas yang cukup tinggi
dalam menurunkan tekanan darah, tidak ditemukan asosiasi antara obat-obatan tersebut
dengan reduksi angka mortalitas maupun morbiditas pasien-pasien hipertensi (Depkes
RI, 2013:35)
Perilaku pada pandangan biologi merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme
yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari manusia
itu sendiri. Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme tersebut
dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Secara umum dapat dikatakan bahwa faktor
genetik dan lingkungan merupakan penentu ddari perilaku makhluk hidup termasuk perilaku
manusia (Notoatmodjo. 2008).
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon individu terhadap stimulus yang
berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan.
Adapaun stimulus terdiri dari 4 unsur pokok yaitu sakit dan penyakit, system pelayanan
kesehatan dan lingkungan.
Menurut Green (1980), masalah kesehatan dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor
perilaku (behavior cause) dan faktor non perilaku (non behaviour cause). Perilaku sendiri
ditentukan atau terbentuk oleh 3 faktor utama yaitu:
1. Pengertian
Menurut Siti Noor Fatmah (2012) mendifinisikan kepatuhan adalah sebagai perilaku
untuk menaati saran-saran dokter atau prosedur dari dokter tentang penggunaan obat, yang
sebelumnya didahului oleh proses konsultasi antara pasien (dan keluarga pasien sebagai orang
kunci dalam kehidupan pasien) dengan dokter sebagai penyedia jasa medis. Kepatuhan terapi
pada pasin hipertensi merupakan hal yang penting untuk diperhatikan mengingat hipertensi
merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikendalikan (Palmer dan
William, 2007).
Kepatuhan seorang pasien yang menderita hipertensi tidak hanya dilihat berdasarkan
kepatuhan dalam meminum obat antihipertensi tetapi juga dituntut peran aktif pasien dan
kesediaanya untuk memeriksakan ke dokter sesuai dengan jadwal yang ditentukan.
Keberhasilan dalam mengendalikan tekanan darah tinggi merupakan usaha bersama antara
pasien dan dokter yang menanganinya (Burnier,2001).
Keberhasilan pengobatan pada pasien hipertensi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
peran aktif pasien dan kesediaanya untuk memeriksakan ke dokter sesuai dengan jadwal yang
ditentukan serta kepatuhan dalam meminum obat antihipertensi. Kepatuhan pasien dalam
mengonsumsi obat dapat diukur menggunakan berbagai metode, salah satu metode yang dapat
digunakan adalah metode MMAS-8 (ModifedMorisky Adherence Scale)(Evadewi, 2013:34).
Morisky secara khusus membuat skala untuk mengukur kepatuhan dalam mengkonsumsi obat
dengan delapan item yang berisi pernyataan-pernyataan yang menunjukan frekuensi kelupaan
dalam minum obat, kesengajaan berhenti minum obat tanpa sepengetahuan dokter, kemampuan
untuk mengendalikan dirinya untuk tetap minum obat (Morisky &Muntner, P, 2009).
Perbedaan jenis kelamin yang ditentukan secara biologis, yang secara fisik melekat
pada masing-masing jenis kelamin, laki-laki dan perempuan (Rostyaningsih, 2013). Jenis
kelamin berkaitan dengan peran kehidupan dan perilaku yang berbeda antara laki-laki dan
perempuan dalam masyarakat. Dalam hal menjaga kesehatan, biasanya kaum perempuan lebih
memperhatikan kesehatanya dibandingkan dengan laki-laki. Perbedaan pola perilaku sakit juga
dipengaruhi oleh jenis kelamin, perempuan lebih sering mengobatkan dirinya dibandingkan
dengan laki-laki (Notoatmodjo, 2010). Sampai dengan umur 55 tahun, laki-laki lebih banyak
menderita hipertensi dibanding perempuan. Dari umur 55 s/d 74 tahun, sedikit lebih banyak
perempuan dibanding laki-laki yang menderita hipertensi. Pada populasi lansia (umur ≥ 60
tahun), prevalensi untuk hipertensi sebesar 65.4 % (Muchid, 2006:2). Penelitian yang
dilakukan oleh Alphonce (2012) menunjukan jenis kelamin berhubungan dengan tingkat
kepatuhan pengobatan hipertensi (p=0,044).
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, diselenggarakan dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia (UU RI no. 20 tahun 2003: 1).
Pendidikan menuntut manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupanya yang dapat
digunakan untuk mendapatkaninformasi sehingga meningkatkan kualitas hidup. Semakin
tinggi pendidikan seseorang, maka akan memudahkan seseorang menerima informasisehingga
meningkatkan kualitas hidupdan menambah luas pengetahuan. Pengetahuan yang baik akan
berdampak pada penggunaan komunikasi secara efektif (A. Aziz Alimul Hidayat, 2005:80)
2.1.3.3 Status Pekerjaan
Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003), pekerjaan adalah sesuatu yang
harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan keluarga. Pekerjaan bukanlah
sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan,
berulang, dan banyak tantangan (A.Wawan dan Dewi M, 2010: 17). Orang yang bekerja
cenderung memiliki sedikit waktu untuk mengunjungi fasilitas kesehatan (Notoatmodjo,
2007). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Su-Jin Cho (2014) pekerjaan memiliki
hubungan yang signifikan dengan kepatuhan pasien hipertensi dalam menjalani pengobatan
(p=0,006). Dimana pasien yang bekerja cenderung tidak patuh dalam menjalani pengobatan
dibanding dengan mereka yang tidak bekerja.
Tingkat kepatuhan penderita hipertensi di Indonesia untuk berobat dan kontrol cukup
rendah. Semakin lama seseorang menderita hipertensi maka tingkat kepatuhanya makin
rendah, hal ini disebabkan kebanyakan penderita akan merasa bosan untuk berobat (Ketut
Gama et al, 2014). Penelitian yang dilakukan oleh Suwarso (2010) menunjukan ada hubungan
yang signifikan antara lama menderita hipertensi dengan ketidakpatuhan pasien penderita
hipertensi dalam menjalani pengobatan (p=0,040). Dimana semakin lama seseorang menderita
hipertensi maka cenderung untuk tidak patuh karena merasa jenuh menjalani pengobatan atau
meminum obat sedangkan tingkat kesembuhan yang telah dicapai tidak sesuai dengan yang
diharapkan.
Pengetahuan adalah hasil penginderaan, atau hasil tahu seseorang terhadap objek
melalui indera yang dimilikinya ( mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Pengetahuan
seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis
besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintetis,
evaluasi (Notoatmodjo, 2010:50). Penelitian yang dilakukan Ekarini (2011) menunjukan
pengetahuan berhubungan dengan tingkat kepatuhan pengobatan penderita hipertensi
(p=0,002). Semakin baik pengetahuan seseorang, maka kesadaran untuk berobat ke pelayanan
kesehatan juga semakin baik.
a. Pengetahuan tentang penyakit menular dan tidak menular (jenis penyakit dan tanda-
tandanya, cara penularanya, cara pencegahanya, cara mengatasi atau menangani sementara)
Menurut Notoatmodjo (2008), perilaku dan usaha yang dilakukan dalam menghadapi
kondisi sakit, salah satu alasan untuk tidak bertindak karena fasilitas kesehatan yang jauh
jaraknya. Akses pelayanan kesehatan merupakan tersedianya sarana kesehatan (seperti rumah
sakit, klinik, puskesmas), tersedianya tenaga kesehatan, dan tersedianya obat-obatan (Depkes
RI, 2012). Pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan kesehatan yang dapat dijangkau
oleh seluruh masyarakat. Akses pelayanan kesehatan dapat dilihat dari sumber daya dan
karakteristik pengguna pelayanan kesehatan. Keterjangkauan akses yang dimaksud dalam
penelitian ini dilihat dari segi jarak, waktu tempuh dan kemudahan transportasi untuk mencapai
pelayanan kesehatan. semakin jauh jarak rumah pasien dari tempat pelayanan kesehatan dan
sulitnya transportasi maka, akan berhubungan dengan keteraturan berobat (Sujudi, 1996:64).
Penelitian yang dilakukan oleh Prayogo (2013) menyatakan bahwa ada hubungan antara akses
pelayanan kesehatan menuju fasilitas kesehatan dengan kepatuhan minum obat.
Keluarga adalah unit terkecil masyarakat. Untuk mencapai perilaku sehat masyarakat,
maka hasrus dimulai pada masing-masing tatanan keluarga. Dalam teori pendidikan dikatakan,
bahwa keluarga adalah tempat pesemaian manusia sebagai anggota masyarakat. Karena itu bila
persemaian itu jelek maka jelas akan berpengaruh pada masyarakat. Agar masing-masing
keluarga menjadi tempat yang kondusif untuk tempat tumbuhnya perilaku sehat bagi anak anak
sebagai calon anggota masyarakat,maka promosi sangat berperan (Notoatmodjo,2010:38).
Dukungan dari tenaga kesehatan profesional merupakan faktor lain yang dapat
mempengaruhi perilaku kepatuhan. Pelayanan yang baik dari petugas dapat menyebabkan
berperilaku positif. Perilaku petugas yang ramah dan segera mengobati pasien tanpa menunggu
lama-lama, serta penderita diberi penjelasan tentang obat yang diberikan dan pentingnya
makan obat yang teratur.
Peran serta dukungan petugas kesehatan sangatlah besar bagi penderita, dimana petugas
kesehatan adalah pengelola penderita sebab petugas adalah yang paling sering berinteraksi,
sehingga pemahaman terhadap konsisi fisik maupun psikis menjadi lebih baik dan dapat
mempengaruhi rasa percaya dan menerima kehadiran petugas kesehatan dapat ditumbuhkan
dalam diri penderita dengan baik (A.Novian, 2013). Selain itu peran petugas kesehatan
(perawat) dalam pelayan kesehatan dapat berfungsi sebagai comforter atau pemberi rasa
nyaman, protector, dan advocate (pelindung dan pembela), communicator, mediator, dan
rehabilitator. Peran petugas kesehatan juga dapat berfungsi sebagai konseling kesehatan, dapat
dijadikan sebagai tempat bertanya oleh individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat untuk
memecahkan berbagai masalah dalam bidang kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat
(Wahid Iqbal Mubarak, 2009:73).
Motivasi berasal dari bahasa latin moreve yang berarti dorongan dari dalam diri
manusia untuk bertindak atau berperilaku (reasoning) seseorang untuk bertindak dalam rangka
memenuhi kebutuhan hidupnya. Pengertian motivasi tidak terlepas dari kata kebutuhan atau
keinginan. Motivasi pada dasarnya merupakan interaksi seseorang dengan situasi tertentu yang
dihadapinya. (Notoatmodjo, 2010).
Faktor Predisposisi(Predispo
sing Factors)
1. Jenis Kelamin
2. Tingkat Pendidikan
Terakhir
3. Status Pekerjaan
4. Lama Menderita Hipertensi
5. Tingkat Pengetahuan
Tentang Hipertensi
Faktor Pendorong
(Reinforcing Factors)
9. Dukungan Keluarga
10. Peran Tenaga Kesehatan
Variabel bebas :
- Jenis kelamin - Tingkat
pendidikan terakhir
- Status pekerjaan
- Lama menderita hipertensi
- Keikutsertaan asuransi Variabel terikat
kesehatan
Kepatuhan dalam Menjalani
- Tingkat pengetahuan tentang Pengobatan
hipertensi
- Keterjangkauan akses
pelayanan kesehatan
- Dukungan keluarga
- Peran tenaga kesehatan
- Motivasi berobat
Variabel Perancu
− Adanya komplikasi
− Usia
METODE PENELITIAN
Peneliti menggunakan rancangan cross sectional karena dalam penelitian ini observasi
atau pengukuran variabel dilakukan dalam satu waktu yang sudah ditentukan oleh peneliti serta
dapat menjelaskan faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan penderita hipertensi
dalam menjalani pengobatan karena penelitian cross sectional merupakan penelitian yang
mempelajari hubungan antara faktor risiko (independent) dengan faktor efek (dependent)
(Riyanto Agus, 2011:28).
Penelitian ini berlokasi di wilayah kerja Puskesmas Seltim yang terletak di Jl.
Denpasar-Gilimanuk No.10 Kecamatan Seltim Kota Tabanan. Ditinjau dari letaknya
Puskesmas Seltim cukup strategis dengan luas wilayah kerja 5.399.085 Km2 dan merupakan
salah satu Puskesmas di Kota Tabanan yang menyediakan fasilitas rawat jalan dan rawat inap
dengan 3 Puskesmas pembantu (pustu). Secara administrasi Puskesmas Seltim terbagi atas 10
kelurahan wilayah kerja yaitu Kelurahan Gunungsalak, Kelurahan Megati, Kelurahan Bantas,
Kelurahan Mambang, Kelurahan Braban, Kelurahan Dalang, Kelurahan Gadungan, Kelurahan
Gadungsari, Kelurahan Tangguntiti, dan Kelurahan Tegalmengkeb.
Populasi adalah seluruh subjek yang akan diteliti dan memenuhi karakteristik yang
ditentukan (Riyanto Agus, 2011:89). Populasi dalam penelitian ini adalah pasien penderita
hipertensi yang telah melakukan pengobatan pada bulan Januari-Desember 2020 yang
berjumlah 50 orang yang bertempat tinggal disekitar wilayah kerja Puskesmas Seltim Kota
Tabanan yaitu meliputi Kelurahan Gunungsalak, Kelurahan Megati, Kelurahan Bantas,
Kelurahan Mambang, Kelurahan Braban, Kelurahan Dalang, Kelurahan Gadungan, Kelurahan
Gadungsari, Kelurahan Tangguntiti, dan Kelurahan Tegalmengkeb.
3.4.2 Sampel Penelitian
1. Kriteria Inklusi
a. Pasien hipertensi berusia 45-64 tahun yang tercatat dibuku register rawat
2. Kriteria Eksklusi
Survei Pendahuluan
Studi Pustaka
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Pengumpulan Data
Selesai
Studi pustaka berisi referensi dan teori-teori yang dibutuhkan dalam menyelesaikan
laporan penelitian. Sumber dalam penelitian berasal dari buku- buku, situs-situs internet yang
berkaitan dengan permasalahan manajemen proyek. Dalam hal ini permasalahan lebih
difokuskan pada metode AON (Activity On Node).
Perumusan masalah merupakan langkah yang sangat penting, karena langkah ini akan
menentukan kemana suatu penelitian akan ditujukan. Perumusan masalah pada hakikatnya
merupakan perumusan pertanyaan yang jawabannya akan dicari melalui penelitian.
Tujuan penelitian sangat diperlukan untuk menjawab permasalahan yang ada. Maka
penelitian ini bertujuan untuk mempersingkat waktu proyek dengan pengolahan data
menggunakan metode AON (Activity On Node).
Pada tahap pengumpulan data, data yang dibutuhkan dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
1. Data Primer
2. Data Sekunder
Pengolahan data mengenaia data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data untuk
mendapatkan tujuan dari penelitian ini. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan
metode AON (Activity On Node). Metode AON adalah sebuah aktifitas ditampilkan dalam
sebuah kotak. Kotak bisa berbentuk macam- macam, tampilannya adalah berbentuk sebuah
bujur sangkar. Keterkaitan atau hubungan antara aktifitas-aktifitas ditunjukkan oleh garis-garis
antara kotak-kotak pada jaringan AON.
Pengolahan data ini bertujuan agar data mentah yang diperoleh bisa dianalisa dan
kemudian memudahkan mengambil kesimpulan atau menghasilkan jawaban dari permasalahan
yang sedang diselesaikan.
3.5.8 Analisa
Untuk selanjutnya data hasil pengolahan data dianalisa, dimana akan dilakukan analisa
yang bertujuan untuk mempelajari masalah-masalah yang ada dan mengambil kesimpulan dari
masalah yang ada.
Dari hasil yang telah diperoleh dan dianalisa, maka kesimpulan dan saran yang
diberikan dapat kiranya sebagai masukan kepada pihak pelaksana proyek dan pihak-pihak yang
membutuhkan.
Variabel bebas pada penelitian ini adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan
kepatuhan berobat pada penderita hipertensi, meliputi jenis kelamin, tingkat
pendidikanterakhir, status pekerjaan, lama menderita hipertensi, keikutsertaan asuransi
kesehatan, tingkat pengetahuan tentang hipertensi, keterjangkauan akses pelayanan kesehatan,
dukungan keluarga, peran tenaga kesehatan, motivasi berobat.
Variabel terikat pada penelitian ini adalah tingkat kepatuhan pada penderita hipertensi
dalam menjalani pengobatan di Puskesmas Seltim Kota Tabanan.
2. Usia
Variabel perancu lainya adalah usia pasien hipertensi. Variabel perancu ini akan dikendalikan
dengan teknik restriksi sehingga pasien yang menjadi responden menjadi terbatas yaitu hanya
pada pasien hipertensi dengan rentang usia 45-64 tahun.
Lembar persetujuan berisi penjelasan mengenai penelitian yang dilakukan, tujuan penelitian,
tata cara penelitian, manfaat yang diperoleh responden, dan resiko yang mungkin terjadi.
Pernyataan dalam lembar persetujuan jelas dan mudah dipahami sehingga responden tahu
bagaimana penelitian ini dijalankan. Untuk responden yang bersedia maka mengisi dan
menandatangani lembar persetujuan secara sukarela.
2. Anonimitas
Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak mencantumkan nama responden, tetapi lembar
tersebut hanya diberi kode.
3.Confidentiality ( Kerahasiaan )
Confidentiality yaitu tidak akan menginformasikan data dan hasil penelitian berdasarkan data
individual, namun data dilaporkan berdasarkan kelompok.
4. Sukarela
Peneliti bersifat sukarela dan tidak ada unsur paksaan atau tekanan secara langsung maupun
tidak langsung dari peneliti kepada calon responden atau sampel yang akan diteliti.
DAFTAR PUSTAKA
A Wawan dan Dewi M, 2010, Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan
Perilaku Manusia, Nuha Medika, Yogyakarta.
Alphonce, Angelina, 2012, Factors Afecting Treatment Compliance Among
Hypertension Patients In Three District Hospital – Dar Es Salaam,
Disertasi: Universitas Muhimbili.
Ambaw et al, 2012, Adherence to Antihypertensive treatment and associated
factors among patients on Follow Up at University of Gondar Hospital,
Northwest Ethiopia, Vol.12, No,282, Hal 1-6
Annisa, A Fitria, 2013, Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Berobat
Hipertensi pada Lansia di Puskesmas Pattingallong Kota Makasar,
Ubiversitas Hassanuddin.
Arikunto, Suharsimi, 2010, Prosedur Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta.
Azwar, S, 2011, Perhitungan Sampel dan Skala Psikologi, Salemba Medika,
Jakarta.
Alimul Hidayat, A.Aziz , 2006, Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi
Konsep dan Keperawatan Jilid 1, Salemba Medika, Jakarta.
Balitbangkes Kemenkes RI, 2013, Riset Kesehatan Dasar 2013 (Riskesdas 2013),
Kemenkes RI, Jakarta.
Boima, Vincent et al, 2015, Factors Associated with Medication Nonadherence
Among Hypertensive in Ghana and Nigeria, Volume 2015, Article ID
205717, http://www.internationaljournalofhypertension
Departemen Kesehatan RI, 2013, Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana
Penyakit Hipertensi, Jakarta: Direktorat pengendalian penyakit tidak
menular.
Dinas Pendidikan Nasional, 2003, Undang-Undang No. 20 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Jakarta: DepDikNas.
Ekarini, Diyah 2011, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tingkat
Kepatuhan Klien Hipertensi dalam Menjalani Pengobatan di Puskesmas
Gondangrejo Karanganyar, diakses tanggal 5 Februari 2015,
(http://jurnal.stikeskusumahusada.ac.id)