Laporan Seminar Kasus CKD-2
Laporan Seminar Kasus CKD-2
Laporan Seminar Kasus CKD-2
YOGI 14420211071
FIRDAUS 14420211057
RUKMA RAHIM 14420211046
MEILAN SIAHAAN 14420211041
AGRIFANNY ARSAN 14420211023
MAHARUNI NURQADRIASTI D. 14420211022
CI INSTITUSI CI LAHAN
(…………………) (…………….……)
A. Latar Belakang
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi
yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel dan progresif
dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan uremia.
Gagal Ginjal Kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) saat ini merupakan
masalah kesehatan yang penting, mengingat selain insiden dan pravelensinya yang
semakin meningkat, pengobatan pengganti ginjal yang harus di jalani oleh penderita gagal
ginjal merupakan pengobatan yang sangat mahal. Dialisa adalah suatu tindakan terapi pada
perawatan penderita gagal ginjal terminal. Tindakan ini sering juga di sebut sebagai terapi
pengganti karena berfungsi menggantikan sebagian fungsi ginjal. Terapi pengganti yang
sering di lakukan adalah hemodialisis dan peritonealisa. Diantara kedua jenis tersebut, yang
menjadi pilihan utama dan metode perawatan yang umum untuk penderita gagal ginjal
adalah hemodialisis.
Di Indonesia Prevalensi penyakit Gagal Ginjal Kronik berdasarkan diagnosis
dokter pada penduduk umur ≥15 tahun di tahun 2013 sebanyak 2.0‰ dan meningkat di
tahun 2018 sebanyak 3.8 ‰ atau sekitar satu juta penduduk. Sedangkan pada pasien gagal
ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di tahun 2015 sebanyak 51.604 pasien, kemudian
meningkat ditahun 2017 menjadi 108.723 pasien.
Terus meningkatnya angka gagal ginjal kronik dengan hemodialisa membuat
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia menetapkan program untuk mengatasinya
melalui upaya pencegahan dan pengendalian penyakit ginjal kronik dengan meningkatkan
upaya promotif dan preventif dengan modifikasi gaya hidup, yaitu dengan melakukan
aktivitas fisik teratur, makan makanan sehat (rendah lemak, rendah garam, tinggi serat),
kontrol tekanan darah dan gula darah, monitor berat badan, minum air putih minimal 2 liter
perhari, tidak mengkonsumsi obat-obatan yang tidak dianjurkan, dan tidak merokok. Selain
itu pemerintah juga mendorong implementasi program Posbindu Pelayanan Penyakit Tidak
Menular adar dapat dilakukan deteksi dini terhadap penyakit gagal ginjal kronik.
(KEMENKES, 2018) Masalah keperawatan yang sering timbul pada gagal ginjal kronik
cukup kompleks, yang meliputi : Hipervolemia, defisit nutrisi, ansietas, kerusakan
integritas kulit, gangguang pertukaran gas, dan intoleransi aktivitas. Dari beberapa masalah
yang muncul dapat dilakukan intervensi seperti kaji status nutrisi pasien, monitoring tanda-
tanda vital, monitor masukan cairan, instruksikan pasien untuk menggunakan teknik
relaksasi dan jelaskan tentang proses penyakit. Dalam mengatasi berbagai permasalahan
yang timbul pada pasien gagal ginjal kronik, peran perawat sangat penting, diantaranya
sebagai pelaksana, pendidik, pengelola, peneliti dan advocate. Sebagai pelaksana, perawat
berperan 7 dalam memberikan asuhan keperawatan secara professional dan kemprehensif
yang meliputi : mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, meningkatkan
asupan nutrisi yang adekuat, menignkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi dan mencegah
injury. Sebagai pendidik perawat memberikan pendidikan kesehatan, khususnya tentang
pembatasan diet, cairan, dll. Perawat sebagai pengelola, yaitu perawat harus membuat
perencanaan asuhan keperawatan dan bekerja sama dengan tenaga kesehatan yang lainnya
sehinggal program pengobatan dan perawatan dapat berjalan dengan baik. Peran perawat
sebagai peneliti adalah menerapkan hasil penelitian di bidang keperawatan untuk
meningkatkan mutu asuhan keperawatan. Peran perawat sebagai advocate adalah membela
hak pasien selama perawatan, seperti hak pasien untuk mengetahui rasional
penatalaksanaan medis, pemeriksaan penunjang, dan sebagainya. Berdasarkan fenomena
dari hasil studi pendahuluan yang telah kami lakukan, maka kami tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai “Asuhan Keperawatan Pasien Chronic Kidney Disease dengan
Hemodialisa di Ruang Assalam Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, kami mengambil kasus pasien Chronic Kidney Disease
dengan Hemodialisa yang mengalami perubahan pada pola napas, yaitu sesak serta
keterbatasan mobilisasi dan nyeri. Masalah yang timbul pada pasien Chronic Kidney
Disease dengan Hemodialisa ini adalah pola nafas tidak efektif, nyeri akut dan intoleransi
aktivitas, sehingga dibutuhkan asuhan keperawatan pasien Chronic Kidney Disease dengan
Hemodialisa untuk mengatasi masalah yang dirasakan pasien tersebut.
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu memahami dan melakukan Asuhan Keperawatan pada pasien
Chronic Kidney Disease (CKD) dengan hemodialisa
2. Tujuan khusus
Mahasiswa mampu melakukan Asuhan Keperawatan Pasien Chronic Kidney
Disease dengan pola nafas tidak efektif di Ruang Assalam Rumah Sakit Ibnu Sina
Makassar
Mahasiswa mampu melakukan Asuhan Keperawatan Pasien Chronic Kidney
Disease dengan nyeri akut di Ruang Assalam Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar
Mahasiswa mampu melakukan Asuhan Keperawatan Pasien Chronic Kidney
Disease dengan Intoleransi aktivitas di Ruang Assalam Rumah Sakit Ibnu Sina
Makassar
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep CKD
1. Defisini
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan
etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel dan
progresif dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan uremia.
Gagal Ginjal Kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) saat ini merupakan
masalah kesehatan yang penting mengingat selain insidens dan pravelensinya yang
semakin meningkat, pengobatan pengganti ginjal yang harus di jalani oleh penderita
gagal ginjal merupakan pengobatan yang sangat mahal. Dialisa adalah suatu tindakan
terapi pada perawatan penderita gagal ginjal terminal. Tindakan ini sering juga disebut
sebagai terapi pengganti karena berfungsi menggantikan sebagian fungsi ginjal. Terapi
pengganti yang sering di lakukan adalah hemodialisis dan peritonealialisa. Diantara
kedua jenis tersebut, yang menjadi pilihan utama dan metode perawatan yang umum
untuk penderita gagal ginjal adalah hemodialisis.
Penyakit ginjal kronik stadium awal sering tidak terdiagnosis, sementara
penyakit ginjal kronik stadium akhir yang disebut juga gagal ginjal memerlukan biaya
6 perawatan dan penanganan yang sangat tinggi untuk hemodialisis atau transplantasi
ginjal. Penyakit ini baik pada stadium awal maupun akhir memerlukan perhatian.
Penyakit ginjal kronik juga merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskuler. Kematian
akibat penyakit kardiovaskuler pada penyakit ginjal kronik lebih tinggi daripada
kejadian berlanjutnya penyakit ginjal kronik stadium awal menjadi stadium akhir.
2. Klasifikasi
Pada dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan chronic renal failure (CRF),
namun pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi kelainan
klien pada kasus secara dini karena dengan CKD dibagi 5 grade, dengan harapan klien
datang/merasa masih dalam stage – stage awal yaitu 1 dan 2. secara konsep CKD, untuk
menentukan derajat (stage) menggunakan terminology CCT (clearance creatinin test)
dengan rumus stage 1 sampai stage 5. sedangkan CRF (chronic renal failure) hanya 3
stage. Secara umum ditentukan klien datang dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan
terminal stage bila menggunakan istilah CRF.
a. Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :
Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
Kreatinin serum dan kadar BUN normal
Asimptomatik
Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
Pemantauan Cairan:
Observasi
Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
Monitor frekuensi napas
Monitor elastisitas atau turgor kulit
Monitor warna, jumlah dan berat jenis urin
Monitor intake dan output cairan
Identifikasi faktor risiko ketidakseimbangan cairan
Terapeutik
Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Informasikan hasil pemantauan, jika perlu.
3. Defisit nutrisi b/d Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi:
ketidakmampuan keperawatan selama 2 x 24 jam, Observasi
mencerna makanan, diharapkan status nutrisi Identifikasi status nutrisi
peningkatan kebutuhan membaik. Dengan kriteria hasil: Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
metabolisme, faktor Porsi makan yang Identifikasi kalori dan jenis nutrien
psikologis (stres, dihabiskan meningkat Monitor asupan makanan
keengganan untuk makan). Kekuatan otot menelan Monitor berat badan
meningkat Terapeutik
Perasaan cepat kenyang Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
menurun Fasilitasi menuntukan pedoman diet
Frekuensi makan Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
membaik Berikan suplemen makanan, jika perlu.
Nafsu makan membaik Edukasi
Anjurkan posisi duduk, jika mampu
Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk emnetukan jumlah aklori dan
jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
No.RM : 21 95 06
Tanggal : Senin, 20 September 2021
Tempat : RS Ibnu Sina Lt. 2-Assalam (206)
I. DATA UMUM
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. H Umur : 51 tahun
Tempat/Tanggal lahir : Makassar, 22-10-1970 Jenis kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Kawin Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SMA Suku : Makassar
Pekerjaan : IRT Ruangan : Assalam – 206
Alamat : Bontobune, Kec. Bajeng Sumber info : Pasien dan Keluarga
Tanggal MRS : 20-09-2021
Golongan darah :B
2. Penanggung Jawab/Pengantar
Nama : Tn. I
Umur : 18 tahun
Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan : Mahasiswa
Hub. Dengan Klien : Anak kandung
Alamat : Bontobune, Kec. Bajeng
I. RIWAYAT KESEHATAN SAAT INI
4. Data Medik
B. Diagnose medic
KETERANGAN:
: Laki-laki
: perempuan
: Pasien
X : Meninggal dunia
G1 : Nenek dari ayah pasien dan kakek dari ibu pasien telah meninggal karena faktor usia.
G2 : Ayah pasien merupakan anak ketiga dari enam bersaudara, sedangkan ibu
pasien merupakan anak kedua dari lima bersaudara dan telah meninggal karena
faktor usia.
G3 : Pasien merupakan anak kedua dari empat bersaudara dan saat ini sedang
dirawat di Rumah Sakit Ibnu Sina di Ruang Assalam 206 dengan diagnosa medik
CKD ON HD
IV. RIWAYAT PSIKO-SOSIAL-SPRITUAL
1. Pola koping : Dalam hal ini klien masuk dalam mekanisme koping adaptif
karena klien masih mampu merespon dengan baik saat diajak berbicara dan
mampu menjelaskan keluhan yang dirasakan. Klien juga mampu menerima
dengan baik informasi yang diberikan oleh perawat, serta menerima kondisinya
saat ini.
10. Keadaan lingkungan : Keadaan lingkungan sekitar pasien nampak bersih dan
nyaman.
11. Kegiatan keagamaan / pola ibadah : Sebelum sakit pasien melakukan shalat
5 waktu, saat sakit klien tidak melakukan sholat 5 waktu karena kondisi yang
dialami.
12. Keyakinan tentang kesehatan : Klien percaya bahwa segala penyakit
datangnya dari Allah swt dan semua ada obatnya.
V. KEBUTUHAN DASAR / POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI
1. Makan
2. Minum
Setelah MRS : Klien lebih sering di tempat tidur dan saat akan
beraktivitas dibantu oleh keluarga.
7. Personal hygiene
Sebelum MRS : Klien mandi 2x sehari, keramas dan menggosok gigi saat
mandi.
Setelah MRS : Klien belum pernah mandi sejak masuk Rumah Sakit dan
hanya, biasanya pasien hanya di lap menggunakan tisu basah saat pagi dan
sore hari oleh keluarga.
VI. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum
N: 60 x/menit
R: 30 x/menit
S: 37oC
2. Head to toe:
Kulit:
Inspeksi : Warna kulit kecokelatan, kulit tampak kering
Palpasi : turgor kulit tidak elastis
Kepala dan rambut :
Inspeksi : Bentuk kepala oval, rambut sedikit berantakan, rambut
nampak ada uban. Panjang rambut melewati bahu dan berbentuk ikal
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Kuku :
Inspeksi : Kuku klien nampak pendek dan bersih
Palpasi : CRT >2detik
Mata :
Inspeksi : Mata klien nampak simetris antara kanan dan kiri, konjungtiva
nampak anemis, gerakan mata normal, tidak mengunakan alat bantu
kacamata
ANALISA DATA
MASALAH
DATA ETIOLOGI
KEPERAWATAN
DS : CKD Pola napas tidak efektif
Pasien mengeluh sesak
napas Tidak mampu sekresi asam
DO :
Pasien nampak Asidosis
menggunakan otot bantu
napas Hiperventilasi
Terpasang oksigen nasal
kanul 3 Liter Pola nafas tidak efektif
S: Skala 4 (sedang)
T: Hilang timbul Metabolisme anaerob
Nyeri
DS : CKD Intoleransi aktivitas
Pasien mengeluh lelah dan
merasa tubuhnya lemah Sekresi eritropoitin
Pasien merasa tidak Produksi Hb menurun
nyaman dan sesak setelah
beraktivitas Oksihemoglobin
DO :
Pasien nampak sianosis Suplai darah dan O2 ke
jaringan tidak adekuat
Intoleransi aktivitas
Arif Muttaqin dan Kumala Sari. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Salemba Medika.
LeMone, P., Burke, M.K., Bauldoff, G. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Edisi ke-5).
EGC.
Price & Wilson. (2012). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Penyakit. EGC.
Robinson & Saputra. (2014). Buku Ajar Visual Nursing (Medikal Bedah) (Jilid 1). Binarupa Aksara
Publisher.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) (Edisi 1).
Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) (Edisi 1).
Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) (Edisi 1).
Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Zul, D. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (Edisi ke-V). EGC.