Eksplorasi 1 Kepemimpinan Murid
Eksplorasi 1 Kepemimpinan Murid
Eksplorasi 1 Kepemimpinan Murid
Kita semua tentu sepakat bahwa murid-murid kita dapat melakukan lebih dari
sekedar menerima instruksi dari guru. Mereka secara natural adalah seorang
pengamat, penjelajah, penanya, yang memiliki rasa ingin tahu atau minat terhadap
berbagai hal. Lewat rasa ingin tahu serta interaksi dan pengalaman mereka dengan
orang lain dan lingkungan sekitarnya, mereka kemudian membangun sendiri
pemahaman tentang diri mereka, orang lain, lingkungan sekitar, maupun dunia yang
lebih luas. Dengan kata lain, murid-murid kita sebenarnya memiliki kemampuan atau
kapasitas untuk mengambil bagian atau peranan dalam proses belajar mereka
sendiri. Namun, terkadang guru atau orang dewasa memperlakukan murid-murid
seolah-olah mereka tidak mampu membuat keputusan, pilihan atau memberikan
pendapat terkait dengan proses belajar mereka. Kadang-kadang kita bahkan tanpa
sadar membiarkan murid-murid kita secara sengaja menjadi tidak berdaya (learned
helplessness), dengan secara sepihak memutuskan semua yang harus murid pelajari
dan bagaimana mereka mempelajarinya, tanpa melibatkan peran serta mereka
dalam proses pengambilan keputusan tersebut.
Agar kita dapat menjadikan murid sebagai pemimpin bagi proses pembelajarannya
sendiri, maka kita perlu memberikan kesempatan kepada murid untuk
mengembangkan kapasitasnya dalam mengelola pembelajaran mereka sendiri,
sehingga potensi kepemimpinannya dapat berkembang dengan baik. Peran kita
adalah:
1. Mendampingi murid agar pengembangan potensi kepemimpinan mereka
tetap sesuai dengan kodrat, konteks dan kebutuhannya.
2. Mengurangi kontrol kita terhadap mereka
Saat murid memiliki kontrol atas apa yang terjadi, atau merasa bahwa mereka dapat
mempengaruhi sebuah situasi inilah, maka murid akan memiliki apa yang disebut
dengan “agency”. Agency berasal dari bahasa inggris yang diartikan sebagai
kapasitas seseorang untuk mempengaruhi fungsi dirinya dan arah jalannya peristiwa
melalui tindakan yang dibuatnya. Murid mendemonstrasikan “student agency”
ketika mereka mampu mengarahkan pembelajaran mereka sendiri, membuat
pilihan-pilihan, menyuarakan opini, mengajukan pertanyaan dan mengungkapkan
rasa ingin tahu, berpartisipasi dan berkontribusi pada komunitas belajar,
mengkomunikasikan pemahaman mereka kepada orang lain, dan melakukan
tindakan nyata sebagai hasil proses belajarnya.
Mengingat bahwa kata agency ini belum ada padanan yang tepat dalam bahasa
Indonesia, maka untuk kepentingan pembahasan di dalam modul ini, maka istilah
student agency ini selanjutnya akan diterjemahkan sebagai “kepemimpinan murid”.
Jika kita mengacu pada OECD (2021), ‘kepemimpinan murid’ berkaitan dengan
pengembangan identitas dan rasa memiliki. Ketika murid mengembangkan agency,
mereka mengandalkan motivasi, harapan, efikasi diri, dan growth mindset
(pemahaman bahwa kemampuan dan kecerdasan dapat dikembangkan) untuk
menavigasi diri mereka menuju kesejahteraan lahir batin (wellbeing). Hal inilah yang
kemudian memungkinkan mereka untuk bertindak dengan memiliki tujuan, yang
membimbing mereka untuk berkembang di masyarakat.
Konsep kepemimpinan murid sebenarnya berakar pada prinsip bahwa murid
memiliki kemampuan dan keinginan untuk secara positif mempengaruhi kehidupan
mereka sendiri dan dunia di sekitar mereka. Kepemimpinan murid dapat dilihat
sebagai kapasitas untuk menetapkan tujuan, melakukan refleksi dan bertindak
secara bertanggung jawab untuk menghasilkan perubahan. Kepemimpinan murid
adalah tentang murid yang bertindak secara aktif; dan membuat keputusan serta
pilihan yang bertanggung jawab, daripada hanya sekedar menerima apa yang
ditentukan oleh orang lain. Ketika murid menjadi agen dalam pembelajaran mereka
sendiri, yaitu ketika mereka berperan aktif dalam memutuskan apa dan bagaimana
mereka akan belajar, maka mereka cenderung menunjukkan motivasi yang lebih
besar untuk belajar dan lebih mampu menentukan tujuan belajar mereka sendiri.
Lewat proses yang seperti ini, murid-murid akan secara natural mempelajari
keterampilan belajar (belajar bagaimana belajar). Keterampilan belajar ini adalah
sebuah keterampilan yang sangat penting, yang dapat dan akan mereka gunakan
sepanjang hidup mereka.
Saat murid menjadi pemimpin dan mengambil peran aktif dalam proses
pembelajaran mereka sendiri, maka hubungan yang tercipta antara guru dengan
murid akan mengalami perubahan, karena hubungannya akan menjadi bersifat
kemitraan. Dalam hubungan yang bersifat kemitraan ini, saat murid belajar mereka
akan:
- berusaha untuk memahami tujuan pembelajaran yang ingin dicapainya
- menunjukkan keterlibatan dalam proses pembelajaran
- menunjukkan tanggung jawab dalam proses pembelajaran mereka sendiri.
- menunjukkan rasa ingin tahu
- menunjukkan inisiatif
- membuat pilihan-pilihan tindakan
- memberikan umpan balik kepada satu sama lain.
Di sisi lain, guru yang akan mengambil peranan sebagai mitra murid dalam belajar
akan:
- berusaha secara aktif mendengarkan, menghormati dan menanggapi ide-
ide, pendapat, pertanyaan, aspirasi dan perspektif murid-murid mereka.
- memperhatikan kemampuan, kebutuhan, dan minat murid-murid mereka
untuk memastikan proses pembelajaran sesuai untuk mereka.
- mendorong murid untuk mengeksplorasi minat mereka dengan memberi
mereka tugas-tugas terbuka.
- menawarkan kesempatan kepada murid untuk menunjukkan kreativitas dan
mengambil risiko.
- mempertimbangkan sejauh mana tingkat bantuan yang harus diberikan
kepada murid berdasarkan informasi yang mereka miliki
- menunjukkan minat dan keingintahuan untuk mendengarkan dan
menanggapi setiap aktivitas murid untuk memperluas pemikiran mereka.
sesuatu yang dapat kita dorong sesuatu yang bisa kita ‘berikan’ atau
‘ambil’ dari murid
murid memiliki suara dan pilihan atas berarti tidak ada akuntabilitas murid.
apa yang akan mereka pelajari, Murid tetap harus menunjukkan
bagaimana mereka belajar dan penguasaan pengetahuan, konsep
mengorganisir pembelajaran mereka. dan keterampilan.
murid dapat memilih arah dan cara berarti mengganti peran guru. Murid
mencapai tujuan pembelajaran justru memerlukan umpan balik,
sendiri. negosiasi, beradu argumen, tuntunan,
coaching dari gurunya di sepanjang
proses pembelajaran.
Kepemimpinan Murid dan Profil Pelajar Pancasila
Populasi manusia Indonesia usia sekolah di masa sekarang, dalam 10-15 tahun
mendatang akan menjadi populasi terbanyak dan mendominasi usia produktif
masyarakat Indonesia. Ini sering kita sebut sebagai bonus demografi jika saja kita
dapat menumbuhkan manusia produktif Indonesia yang berkarakter baik. Namun
sebaliknya, jika karakter yang bertumbuh adalah justru karakter buruk, maka
“kutukan” demografi-lah yang akan Indonesia dapatkan. Profil Pelajar Pancasila
sebenarnya adalah visi dan harapan Indonesia untuk karakter warganya di masa
mendatang. Profil Pelajar Pancasila adalah muara dari konsep merdeka belajar dan
pemelajar sepanjang hayat yang ingin dibangun lewat upaya
penumbuhkembangan kepemimpinan murid. Melalui upaya
menumbuhkembangkan kepemimpinan murid kita menyediakan kesempatan murid
untuk mengembangkan profil positif dirinya, yang kemudian diharapkan dapat
mewujud sebagai pelajar Pancasila yang tidak hanya menjadi pribadi yang
merdeka, namun juga menjadi pribadi yang memerdekakan bangsanya.
1. Suara (voice)
Ketika kita berbicara tentang “suara” murid, maka kita sebenarnya bukan hanya
berbicara tentang memberi murid kesempatan untuk mengomunikasikan ide dan
pendapat. Lebih luas dari ini, mempertimbangkan suara murid adalah tentang
bagaimana kita memberdayakan murid kita agar memiliki kekuatan untuk
memengaruhi perubahan. Suara murid yang otentik memberikan kesempatan bagi
murid untuk berkolaborasi dan membuat keputusan dengan orang dewasa seputar
apa dan bagaimana mereka belajar dan bagaimana pembelajaran mereka dinilai.
Mempromosikan suara murid dalam proses pembelajaran dapat dilakukan dalam
banyak cara. Suara murid dapat ditumbuhkan melalui diskusi, membuka ruang
ekspresi kreatif, memberi pendapat, merelevansikan pembelajaran secara pribadi,
dan sebagainya. Berikut ini adalah beberapa contoh mempromosikan “suara
murid”:
a. Membangun budaya saling mendengarkan.
b. Membangun kepercayaan diri murid bahwa setiap suara berharga dan layak
didengar.
c. Memberikan kesempatan murid untuk bertanya, memberikan pendapat,
berdiskusi.
d. Mendiskusikan keyakinan kelas dan membuat kesepakatan kelas.
e. Melibatkan murid dalam memberikan umpan balik terhadap proses belajar
yang telah dilakukan.
f. Melibatkan murid dalam menyusun kriteria penilaian.
g. Melibatkan murid dalam perencanaan pembelajaran.
h. Membentuk dewan murid atau komite-komite yang anggotanya adalah
murid untuk memberikan masukan kepada sekolah tentang berbagai hal.
i. Membuat daftar rutinitas bersama murid. Mintalah masukan murid untuk
mengembangkan rutinitas seputar apa yang harus dilakukan saat tiba di kelas,
saat berganti/transisi antar pelajaran, sinyal-sinyal komunikasi yang disepakati,
rapat kelas, dsb.
j. Melakukan survei untuk mengetahui alat permainan apa yang mereka
inginkan ada di halaman sekolah.
k. Memberikan kesempatan murid menentukan menu kantin.
l. Membuat kotak saran untuk memberikan murid memberikan saran dan
masukan tentang sekolah.
m. Melakukan kegiatan pembelajaran berbasis proyek. Mengidentifikasi masalah
dunia nyata yang menarik bagi murid dan kemudian memberi kesempatan
mereka untuk bekerja sama dan bertukar pikiran tentang strategi dan solusi
untuk permasalahan tersebut.
n. Membuat blog murid dan majalah dinding untuk menyuarakan aspirasi dan
kreativitas murid.
o. Dapatkah Bapak/Ibu menyebutkan contoh lainnya?
2. Pilihan (Choice)
Penelitian yang dilakukan oleh Aiken, Heinze, Meuter, & Chapman, (2016) dan
Thibodeaux et al. (2017) menyimpulkan bahwa jika kita menginginkan murid-murid
kita mengambil peran tanggung jawab untuk pembelajaran mereka, maka kita harus
memberikan murid kesempatan untuk memilih apa dan bagaimana mereka akan
belajar. Memberikan pilihan pada murid dapat memberdayakan murid, mendorong
keterlibatan dalam pembelajaran, dan mengenalkan pada minat pribadi dalam
pengalaman belajar (Aiken et al, 2016). Selain itu, memberikan murid pilihan juga
meningkatkan motivasi dan otonomi murid, yang dapat memberikan dampak positif
pada efikasi diri dan motivasi murid (Bandura, 1997).
3. Kepemilikan (ownership)
Dalam pembahasan sebelumnya, telah dijelaskan bahwa saat murid berada dalam
kursi kemudi proses belajar mereka, maka mereka akan lebih bertanggungjawab
terhadap proses pembelajaran mereka sendiri dan menunjukkan keterlibatan yang
lebih tinggi dalam proses belajarnya.
Situasi 2
Murid-murid Pak Waluyo, guru Kelas 5 SD, sedang mempelajari sebuah unit
pembelajaran tentang “Pesawat Sederhana”. Mereka mempelajari tentang konsep
“gaya fisika” dan berbagai alat bantu sederhana (misalnya tuas, katrol, bidang
miring, dsb.) yang dapat memudahkan pekerjaan manusia. Mereka juga
mempelajari tentang kerja pesawat sederhana. Salah satu kegiatan belajar yang
dilakukan Pak Waluyo adalah mengajak murid menemukan berbagai contoh
pesawat sederhana yang ada atau digunakan di sekolah mereka, misalnya seperti
perosotan, jungkat-jungkit, bidang miring, dan lain-lain. Murid-murid juga diajak untuk
mendiskusikan bagaimana pesawat sederhana tersebut bekerja. Mereka pun
melanjutkan diskusi dan pembelajaran di kelas dengan melakukan riset, eksperimen,
dsb, baik dalam bentuk kerja kelompok maupun individual. Sebagai tugas sumatif,
mereka mendapatkan tugas kelompok berupa proyek merancang sebuah model
alat, yang mengaplikasikan konsep-konsep terkait pesawat sederhana untuk
menyelesaikan permasalahan di sekolah mereka. Jadi murid diminta untuk
mengidentifikasi permasalahan yang ingin dipecahkan, pesawat sederhana yang
dapat digunakan, membuat desain modelnya dengan bahan-bahan bekas dan
sederhana, kemudian mempresentasikannya. Usai sesi presentasi dan refleksi
bersama, Pak Waluyo kemudian kembali mengundang murid untuk berpikir soal aksi
nyata yang dapat mereka lakukan dengan pengetahuan “pesawat sederhana”
yang baru saja mereka pelajari, untuk menyelesaikan permasalahan di tengah
masyarakat dan lingkungan sekitar mereka. Dalam proses ini, masalah, ide, rencana,
inovasi solusi, dan eksekusinya diserahkan kepada murid untuk dikerjakan secara
mandiri dengan dukungan Pak Waluyo sebagai guru, dan orang tua. Dari tantangan
tersebut, ternyata kemudian muncul beberapa solusi nyata dan orisinil dari murid.
Salah satunya, datang dari salah satu murid yang gemar berenang dan menjadi tim
renang di klub renang dekat rumahnya. Ia mencermati bahwa balok start kolam
renang di klub renang mereka terlalu miring dan permukaannya terlalu licin,
sehingga menurutnya itu tidak aman. Sang Murid kemudian menyusun penjelasan
yang melandasi kekhawatirannya itu berdasarkan pemahamannya tentang friksi
gesekan dan gaya yang bekerja pada bidang miring. Ia khawatir saat anak-anak
menggunakan kolam renang tersebut dan mereka tidak hati-hati, maka akan
berbahaya. Ia juga berkonsultasi dengan orangtua dan Pak Waluyo untuk
menguatkan argumen yang disusunnya. Akhirnya, sang murid dengan bantuan Pak
Waluyo membuat janji bertemu dengan pengelola kolam. Murid tersebut kemudian
mempresentasikan kekhawatiran dan rekomendasi perbaikan balok star tersebut.
Pengelola kolam sangat kagum dan langsung merencanakan untuk masuk segera
dalam proyek perbaikan bulan mendatang. Tak lama kemudian, balok star itu pun
selesai diperbaiki.
Situasi 3
Di masa Pandemi ini, Ibu Santi, seorang guru PAUD sangat menyadari bahwa
meskipun murid-murid belajar dari rumah, murid-murid harus tetap mendapatkan
pengalaman belajar yang akan membantu mereka mengembangkan seluruh aspek
perkembangan anak secara maksimal. Kebetulan, sekolahnya menerapkan sistem
Belajar dari Rumah, yang mengkombinasikan pembelajaran sinkron dan asinkron. Di
dalam jadwal pelajaran setiap harinya, akan ada waktu murid bertemu guru secara
daring melalui Google Meet, namun akan ada juga waktu bagi murid-murid ini untuk
melakukan kegiatan secara mandiri di rumah. Tujuannya, disamping agar murid-
muridnya tidak terlalu lama berhadapan dengan layar komputer, namun yang
paling penting Ibu Santi merasa murid-muridnya yang masih kecil-kecil ini perlu untuk
belajar melalui kegiatan yang bersifat nyata. Bu Santi kemudian membuat
rancangan aktivitas pembelajaran yang tertuang dalam bentuk ‘Choice Board’ atau
“Papan Pilihan”. Choice board ini berbentuk kotak-kotak (terdiri dari 9 kotak). Di
dalam setiap kotak dalam kisi-kisi tersebut, bu Santi menuliskan instruksi untuk
berbagai aktivitas berbeda yang dapat dilakukan oleh murid dalam satu hari.
Instruksinya cukup sederhana dan juga dilengkapi dengan gambar. Jenis
aktivitasnya juga sederhana, namun meliputi aktivitas yang mengembangkan
keterampilan kognitif, fisik- motorik, bahasa, sosial emosional, moral-agama, dan seni.
Salah satu kotak dari 9 kotak tersebut juga dikosongkan oleh bu Santi untuk
memberikan kesempatan murid menentukan sendiri satu kegiatan yang ingin mereka
lakukan bersama orang tua.
Beberapa contoh kegiatan yang dimasukkan dalam grid tersebut,misalnya:
di kotak 1: bu Santi meminta murid membuka dan menutup sebanyak mungkin tutup
botol atau toples yang ada di rumah.
di kotak 2: bu Santi meminta murid ke luar rumah, melihat awan, dan kemudian
menggambarnya.
di kotak 3: bu Santi meminta murid untuk menghitung jumlah kaus yang ada di lemari
pakaiannya dan mengidentifikasi warnanya.
di kotak 4: bu Santi meminta murid untuk melihat ke dapur mereka dan
mengidentifikasi ada warna apa yang mereka lihat di sana.
dsb.
Kesemua aktivitas yang diminta dapat dilakukan secara mandiri oleh murid atau
dengan sedikit supervisi dari orang tua atau orang dewasa di rumah. Choice Board
dibuat oleh guru dalam bentuk yang menarik dan dikirimkan oleh guru kepada orang
tua melalui grup whatsapp. Choice board ini akan dikirimkan kepada orang tua
setiap minggu sekali dan akan terdiri dari choice board yang berbeda setiap harinya
(ada choice board untuk Senin, Selasa, dsb). Terkadang, di choice board yang
berbeda hari akan ada kegiatan yang berulang, karena ada beberapa
keterampilan yang memang harus dilatih, sehingga menurut bu Santi pengulangan
perlu dilakukan. Saat pertemuan di Google Meet di pagi hari, bu Santi akan
menjelaskan instruksi-instruksi yang ada dalam choice board tersebut. Ibu Santi
memperbolehkan murid untuk memilih kegiatan apa saja yang mereka ingin lakukan,
mana kegiatan yang ingin dilakukan lebih dulu dan kapan mereka mau
melakukannya. Murid juga dipersilahkan memberikan ide kegiatan pada guru yang
akan kemudian dimasukkan oleh guru dalam choice board di hari berikutnya. Karena
bu Santi memahami orang tua mungkin bukan guru, maka setiap akhir minggu
(biasanya di hari Jumat) bu Santi juga akan meluangkan waktu untuk bertemu
dengan para orang tua murid untuk menjelaskan choice board untuk seminggu ke
depan. Bu Santi akan menjelaskan maksud dari setiap kegiatan yang diberikan,
tujuannya dan bagaimana orang tua atau orang dewasa lain di rumah dapat
membantu memastikan agar tujuan pembelajaran bisa tercapai. (misalnya:
pertanyaan apa yang harus diajukan pada murid saat mereka melakukan kegiatan
tersebut, panduan pengerjaannya, dsbnya). Bu Santi ingin orang tua tidak hanya
memastikan murid mengerjakan aktivitasnya, tetapi juga memahami tujuan
pembelajaran dibaliknya. Di hari berikutnya, saat pertemuan google meet kembali,
bu Santi kemudian akan meminta murid-muridnya untuk melakukan refleksi terhadap
kegiatan yang telah dilakukan di hari sebelumnya.
Situasi 4
Dalam masa pandemi ini, Pak Bahri, seorang kepala sekolah SMA merasa galau
karena sudah selama 1 tahun ajaran, semua kegiatan ekstra kurikuler di sekolahnya
harus dihentikan. Ia merasa murid-muridnya masih perlu melakukan berbagai
kegiatan yang dapat mengasah minat dan bakat murid, meskipun di masa pandemi.
Namun ia bingung, dengan segala keterbatasan di masa pandemi ini, kira-kira
kegiatan apa yang menarik minat murid dan masih memungkinkan untuk dapat
dilakukan secara daring. Ia kemudian mengajak murid-murid yang menjadi anggota
OSIS untuk bertemu secara daring. Setelah menanyakan kabar, perasaan, dan
umpan balik mereka tentang kegiatan pembelajaran daring yang selama ini
dilakukan, barulah Pak Bahri kemudian menyampaikan kegalauannya. Ia tanyakan
apakah murid-murid merasakan kegalauan yang sama dengannya. Dari pertemuan
tersebut, ia mengetahui ternyata murid-murid juga merasakan kegalauan yang
sama. Ia lalu menanyakan apakah anak-anak memiliki saran atau gagasan,
bagaimana mereka dapat tetap mengadakan kegiatan ekstrakurikuler, walaupun
secara daring, dan apa saja kegiatan-kegiatan yang sekiranya menarik minat murid-
murid. Ternyata, murid-murid memiliki banyak sekali gagasan yang luar biasa tentang
ragam aktivitas yang dapat dilakukan. Namun, ada beberapa kegiatan yang
disarankan yang sepertinya sulit untuk dilakukan, karena Pak Bahri merasa bahwa
tidak ada guru yang memiliki keahlian untuk dapat mengajarkan kegiatan tersebut.
Pak Bahri pun menyampaikan kesulitan tersebut kepada para anggota OSIS.
Ternyata, murid-murid malah memberikan ide untuk meminta agar murid saja yang
mengajar kegiatan ekstrakurikuler tersebut. Mereka rupanya mengetahui ada salah
satu teman mereka yang “ahli’ melakukan hal tersebut. Mereka mengatakan, guru
cukup mensupervisi kegiatannya saja, tetapi murid yang memang memiliki keahlian
tersebutlah yang akan mengajarkan teknik-tekniknya. Mereka juga bahkan
mengajukan diri untuk membantu membujuk anak tersebut agar bersedia menjadi
‘guru’ untuk kegiatan ekstra kurikuler tersebut. Akhirnya, atas kesepakatan bersama,
mereka memutuskan untuk melakukan beberapa kegiatan ekstrakurikuler. Ada
kegiatan yang diajar oleh guru, dan untuk beberapa kegiatan yang tidak dapat
diajarkan oleh guru, diajarkan oleh murid-murid dengan supervisi guru. Mereka lalu
mendiskusikan jadwal, sumberdaya yang diperlukan, dan pengorganisasiannya.
Dibantu oleh OSIS akhirnya kegiatan tersebut dipromosikan dan ternyata, animo
murid untuk terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler tersebut sangat besar. Pak Bahri
pun merasa senang.
Situasi 5.
Dalam satu kesempatan, sebuah SMK menjalankan pembelajaran terintegrasi
berbasis proyek. Mata pelajaran normatif yang terkait adalah Bahasa Indonesia (BI),
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai mata pelajaran adaptif, dan mata
pelajaran Teknologi Pakan Ternak (TPK) sebagai mata pelajaran produktif. Guru
pelajaran TPK menantang murid untuk mengidentifikasi potensi pakan ternak organik
dari lingkungan dan masyarakat sekitar berikut permasalahannya, kemudian
menawarkan solusi untuk mengembangkannya. Tawaran solusi akan dipaparkan
melalui presentasi yang secara teknis akan dinilai oleh Guru TIK dan secara konten
bahasa akan dinilai oleh Guru BI. Dalam perjalanan, para murid terlebih dahulu
memutuskan untuk menciptakan pakan ternak organik bagi peternakan ayam negri
(broiler) di sekolahnya. Selama ini pakan yang digunakan adalah pakan jadi yang
dibeli oleh sekolah. Para murid kemudian mencari, dan menguji coba berbagai
sumber pakan organik di sekitar lingkungan mereka dan mengolahnya menjadi
pakan ayam broiler. Akhirnya, mereka pun menemukan sumber pakan yang paling
cocok dan ekonomis untuk skala produksi kala itu adalah cacing sutra yang diternak
cukup banyak oleh masyarakat di sekitar sekolah. Setelah beberapa uji coba,
mereka juga menemukan bahwa daging ayam broiler yang mengkonsumsi pakan
dengan bahan utama cacing sutra memiliki massa daging lebih banyak dibanding
yang mengkonsumsi pakan ternak biasa. Sekolah melihat hal ini dan
menghubungkan para murid dengan media TV lokal untuk membagikan apa yang
mereka lakukan. Tak dikira, hal tersebut dianggap menarik oleh sebuah waralaba
ayam goreng internasional yang beroperasi di kabupaten mereka dan memutuskan
untuk menguji dan akhirnya menyatakan bahwa produk daging ayam broiler murid-
murid ini layak untuk digunakan. Para murid pun diminta untuk memasok sebagian
daging ayam untuk franchise tersebut. Selain memproduksi sendiri daging ayam
broiler di sekolah, para murid juga mengajak masyarakat peternak broiler di sekitar
sekolah untuk menggunakan pakan buatan mereka sehingga menghasilkan volume
daging yang cukup untuk memasok daging ayam ke waralaba tersebut.
Situasi 6
Dalam perjalanan menuju sekolah, seorang murid di sebuah SMK jurusan mesin
melihat seorang ibu yang mengalami kesulitan saat memarut kelapa karena parutan
sudah rusak. Melihat hal itu, murid mempunyai ide untuk dapat membantu kesulitan
ibu tersebut dengan memanfaatkan alat yang ada di sekolah untuk dibuat mesin
parut kelapa. Meskipun berbagai jenis mesin parut kelapa sudah banyak tersedia,
tapi murid itu berkeinginan untuk memanfaatkan bahan-bahan bekas yang dimiliki
sekolahnya. Gagasan untuk membuat mesin parut sederhana kemudian
disampaikan kepada Bu Sri, gurunya. Setelah mendengarkan cerita dan gagasan
murid, Bu Sri menyetujui dan memberikan kesempatan pada murid untuk mencari
solusi permasalahan tersebut. Bu Sri meminta mereka mencari tahu dan mempelajari
tentang cara kerja mesin parut yang sederhana terlebih dulu. Karena pembuatan
mesin parut bukan hal yang cukup mudah, murid berinisiasi untuk bekerja bersama
dengan beberapa murid. Dengan bimbingan guru mereka pun dapat
mengembangkan ide dan alternatif jenis alat, bahan, cara kerja mesin yang dapat
membantu pekerjaan memarut kelapa tersebut. Dalam kurun waktu kurang dari
seminggu, sebuah mesin parut sederhana sudah berhasil diciptakan. Murid-murid
mulai menguji cobakan jalannya mesin tersebut, ternyata ada beberapa bagian
yang terasa belum bisa digunakan secara efektif dan efisien. Melihat hal tersebut,
dilakukan diskusi bersama, masing-masing menyampaikan ide-ide dan mencari
berbagai alternatif solusi agar mesin itu bisa bekerja dengan efektif dan efisien.
Dengan menggunakan alternatif solusi dari beberapa murid, mesin itu pun
diujicobakan kembali. Hasil kerja mesin tersebut ternyata dapat bekerja dengan baik
sesuai yang diharapkan. Pada akhirnya murid tersebut membuat 2 mesin sederhana
untuk memarut kelapa dan menyerahkan kepada ketua lingkungan setempat.
Ketua lingkungan yang diwakili oleh RT dan RW setempat mengapresiasi hasil karya
murid SMK tersebut dan meminta mereka untuk berbagi keterampilan membuat
mesin pemarut kelapa sederhana kepada pemuda di Karang Taruna lingkungan.
Pihak RT dan Rw menyediakan fasilitas tempat, peralatan, dan bahan-bahan yang
diperlukan oleh murid-murid. Pihak sekolah menyambut baik dan memberikan
kesempatan lagi kepada murid-murid untuk mendiskusikan dan mempersiapkan
kegiatan berbagi keterampilan kepada pemuda di lingkungan sekitar sekolah.
Situasi 7
Video di situasi 7 menggambarkan tentang kegiatan komunitas belajar di SD Salam
yang menggambarkan suasana pasar tradisional dengan murid yang berperan
sebagai pedagang, penjual. Dengan kegiatan ini terlihat bagaimana suara, pilihan,
dan kepemilikan murid didorong. Untuk lebih jelasnya, mari kita simak bersama
tayangan video berikut ini.
Setelah membaca contoh-contoh di atas, kami yakin Bapak/Ibu telah mulai dapat
lebih memahami apa yang dimaksud dengan kepemimpinan murid dan pentingnya
mempertimbangkan aspek suara, pilihan, dan kepemilikan murid dalam
menumbuhkembangkan kepemimpinan murid.