Tugas Akhir Rinaldi Terbaru
Tugas Akhir Rinaldi Terbaru
Tugas Akhir Rinaldi Terbaru
DOSEN PEMBIMBING :
PRIYO AGUS SETIAWAN, ST.,MT.
ANDA IVIANA JUNIANI, ST.,M.T.
i
ii
1 HALAMAN JUDUL
DOSEN PEMBIMBING :
PRIYO AGUS SETIAWAN, ST.,MT
ANDA IVIANA JUNIANI, ST.,M.T.
iii
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
iv
FINAL PROJECT (605502A)
EVALUATION OF MAINTENANCE SCHEDULING HANGER
SHOT BLAZ KAZO MACHINE WITH RCM II AND MVSM
(CASE STUDY: FOUNDRY PLANT MANUFACTURING
COMPANY)
v
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
vi
2 LEMBAR PENGESAHAN
TUGAS AKHIR
EVALUASI PENJADWALAN PERAWATAN MESIN HANGER SHOT BLAST
KAZO DENGAN RCM II DAN MVSM
(STUDI KASUS : FOUNDRY PLANT PERUSAHAAN MANUFAKTUR)
Disetujui oleh Tim Penguji Tugas Akhir Tanggal Ujian : 24 Juli 2018
Periode Wisuda : Oktober 2018
Mengetahui / menyetujui,
Dosen Penguji Tanda Tangan
Mengetahui/menyetujui Mengetahui/menyetujui
vii
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
viii
No. : F.WDI. 021
Date : 3 Nopember 2015
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT Rev. : 01
Page : 1 dari 1
Adalah benar karya saya sendiri dan bukan plagiat dari karya orang lain.
Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah tersebut,
maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan yang berlaku.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan penuh tanggung jawab.
ix
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
x
4 KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul Evaluasi Penjadwalan Perawatan
Mesin Hanger Shot Blast Kazo Dengan RCM II Dan MVSM (Studi Kasus :
Foundry Plant Perusahaan Manufaktur) sebagai salah satu syarat menyelesaikan
Program Studi D4 Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja Politeknik
Perkapalan Negeri Surabaya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Tugas Akhir ini terdapat banyak
kesulitan dan kekurangan, namun atas bimbingan dan dukungan dari berbagai
pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :
1. Keluarga tercinta yaitu Papa, Mama, adik-adik yang telah memberikan
semangat, doa dan bantuan moril maupun materiil untuk kelancaran
pengerjaan tugas akhir ini.
2. Bapak Ir. Eko Julianto, M.Sc., M.RINA selaku Direktur Politeknik
Perkapalan Negeri Surabaya
3. Bapak George Endri Kusuma, S.T., M.Sc.Eng. selaku Ketua Jurusan
Teknik Permesinan Kapal Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.
4. Bapak Arief Subekti, S.T, M.MT selaku Ketua Program Studi Teknik
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
5. Bapak Priyo Agus Setiawan S.T., M.T. selaku dosen pembimbing I yang
telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan, petunjuk,
bimbingan, saran dan semangat demi terselesaikannya tugas akhir ini
dengan baik.
6. Ibu Anda Iviana Juniani, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing II yang
telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan, petunjuk,
bimbingan, saran dan semangat demi terselesaikannya tugas akhir ini
dengan baik.
xi
7. Para dosen penguji yang memberikan kritik, saran, dan arahan sehingga
tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik.
8. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmu serta pengalaman dari
awal hingga akhir perkuliahan berlangsung.
9. Pembimbing OJT yaitu Pak Brahmanto Anggoro, Ibu Lusi Uslifah, Pak
Siswo Widodo, Pak Suhariyono dan Pak Adi Muljo yang telah
memberikan ilmu, izin serta bantuan selama masa OJT dan penyusunan
tugas akhir ini.
10. Winda Puspitasari yang selalu memberi support, mengingatkan serta
memberi semangat yang tiada henti dalam kondisi apapun.
11. Para sahabat tercinta Afrigh, Rohman, Dhana dan Juan yang telah bersedia
dan selalu sabar menjadi tempat berkeluh kesah dalam suka dan duka
selama masa perkuliahan hingga penyelesaian tugas akhir ini.
12. Keluarga K3 D 2014 yang telah berjuang bersama melewati 4 tahun masa
perkuliahan dengan suka dan duka.
13. Seluruh teman angkatan 12 Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja
untuk segala kebaikan, kebahagiaan dan kenangan yang telah dilalui
selama 4 tahun ini.
14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis selama pengerjaan Tugas Akhir ini.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih terdapat banyak kekurangan
Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik membangun demi
perbaikan tugas akhir ini. Penulis berharap semoga tugas akhir ini bermanfaat
bagi perusahaan terkait serta Program Studi Teknik Keselamatan dan Kesehatan
Kerja.
Penulis
xii
5 ABSTRAK
Mesin hanger shot blast KAZO merupakan mesin yang memiliki peranan
yang sangat vital dalam suatu industri pengecoran logam. Berdasarkan data
downtime peralatan selama 5 tahun terakhir memperlihatkan mesin ini sebagai
mesin yang sering mengalami downtime dengan jumlah 503,75 jam. Penelitian
ini dilakukan untuk mengidentifikasi kegagalan yang terjadi pada mesin hanger
shot blast KAZO , menentukan interval kegiatan perawatan, menentukan jenis
tindakan/aktivitas perawatan serta menentukan efisiensi kegiatan perawatan .
Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah RCM II dan MVSM.
Hasil dari penelitian ini diketahui terdapat 21 bentuk kegagalan dimana 3
komponen yang memiliki nilai RPN tinggi., komponen yang memiliki interval
perawatan terbesar adalah kegagalan crane pada automatic crane sebesar 5003,737
jam dan komponen yang memiliki interval perawatan terkecil adalah hanger
rotator pada bearing hanger rotator dengan nilai 120,522 jam. . Dalam RCM II
diketahui bahwa terdapat 8 failure mode yang dapat dicegah dengan
menggunakan scheduled discard task dan terdapat 13 failure mode yang dapat
dicegah dengan menggunakan scheduled restoration task. Selain itu nilai pada
MVSM menunjukkan current state map pada komponen contactor crane dengan
value added 19,88 % dan not value added 80,11%, sedangkan future state map
menunjukan penurunan pada not value added menjadi 75,35% dan peningkatan
value added menjadi 24,65%.
Kata Kunci : Hanger shot blast KAZO, FMEA, RCM II, MVSM
xiii
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
xiv
6 ABSTRACT
KAZO hanger shot blast machine is a machine that has a very vital role in a metal
casting industry. Based on equipment downtime data over the past 5 years shows
this machine as a machine that often downtime of 503.75 hours. This research
was conducted to identify failures that occur in the machine hanger shot blast
KAZO, determine the interval of maintenance activities, determine the type of
treatment actions or activities and determine the efficiency of maintenance
activities. The method that will be used in this research is RCM II and MVSM.
The results of this study note that there are 21 forms of failure where 3
components that have a high RPN value, the components that have the greatest
maintenance interval are crane failure on automatic cranes with 5003,737 hours
and components that have the smallest maintenance intervals are rotator hanger
on rotator hanger bearings with a value with 120,522 hours. .The result of RCM
II shows that there are 8 failure modes that can be prevented by using a
scheduled discard task and there are 13 failure modes that can be prevented by
using a scheduled restoration task. Besides that the value on MVSM shows the
current state map on the contactor crane component with 19.88% value added
and 80.11% not value added, while the future state map shows a decrease in not
value added to 75.35% and an increase in value added to 24,65%.
xv
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
xvi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..............................................................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................vii
KATA PENGANTAR............................................................................................xi
ABSTRAK .......................................................................................................xiii
ABSTRACT ........................................................................................................xv
DAFTAR ISI........................................................................................................xvii
DAFTAR TABEL.................................................................................................xxi
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................xxiii
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................xxv
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.3 Tujuan...............................................................................................4
1.4 Manfaat.............................................................................................4
2.3 Perawatan.......................................................................................12
xvii
2.4 Hanger Shot Blast KAZO...............................................................13
xviii
2.13.6 Develop improvement.....................................................................55
xix
4.5 Pengolahan Data Kuantitatif........................................................................84
5.1 Kesimpulan...................................................................................117
5.2 Saran.............................................................................................118
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................119
xx
7 DAFTAR TABEL
xxi
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
xxii
8 DAFTAR GAMBAR
xxiii
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
xxiv
BAB 1
PENDAHULUAN
1
penjualan yang ingin dicapai Perusahaan manufaktur cabang Gresik tidak
tercapai.
Kegiatan perawatan yang telah dilakukan berupa preventive dan
corrective maintenance yang terjadwal dalam pemakaian alat 200 jam, 600
jam, dan 1200 jam akan tetapi jadwal untuk masing – masing mesin terpaut
sama. Pada tanggal 21 Desember 2015 terjadi kecelakaan yang melibatkan
operator PKWT heatreatment dikarenakan matanya kemasukan shot ball
karena shot gate 2 bocor pada hanger shot blast KAZO. Hal tersebut
menimbulkan kerugiaan bagi perusahaan dan pekerja khususnya hanya
karena permasalahan perbaikan yang kurang baik dan banyaknya target
yang harus dikerjakan. Penjadwalan preventive maintenance sering tidak
sesuai dengan jadwal yang sudah ada dan proses corrective maintenance
pada mesin hanger shot blast KAZO dapat membuat downtime semakin
lama dan dapat mengganggu proses produksi, dikarenakan dalam satu shift
kerja minimal 19 frame harus dapat diselesaikan. Berdasarkan data
downtime peralatan selama 5 tahun terakhir 2013 sampai 2017
memperlihatkan hanger shot blast KAZO sebagai peralatan yang sering
downtime dengan jumlah 503,75 jam. Salah satu kerusakan yang sering
terjadi adalah bearing impeller yang sering aus, jika hanya satu yang
mengalami masalah maka proses blasting akan tetap dijalankan. Hal yang
sering tidak diinginkan adalah kerusakan pada impeller secara bersamaan
disisi yang sama dan sering terjadi menyebabkan proses blasting harus
2
downtime terbesar selama 5 tahun terakhir perlu adanya kajian lebih dalam
terhadap perancanaan aktivitas perawatan pada mesin tersebut dengan
mengimplementasikan metode RCM II (Reliability Centred Maintenance).
RCM II (Reliability Centred Maintenance) adalah suatu metode untuk
menentukan apa yang harus dilakukan dalam rangka memastikan bahwa
aset - aset fisik dapat berjalan dengan baik dalam menjalankan fungsi
yang dikehendaki oleh pemakainya (perusahaan) dengan menambahkan
Safety and Environment consecuence pada decision diagramnya
(Moubray, 1997). RCM II (Reliability Centred Maintenance) sangat
bermanfaat dalam penyelesaian studi kasus pada hanger shot blast
KAZO di foundry plant Perusahaan manufaktur dimana secara khusus
RCM II (Reliability Centred Maintenance) dapat menganalisa fungsi
komponen, jenis kerusakan yang terjadi, efek yang ditimbulkan akibat
kerusakan, serta tindakan yang harus diberikan untuk mengatasi
kerusakan pada mesin. Sementara itu, untuk mengatasi permasalahan
keandalan mesin dikarenakan usia mesin sudah tua dan aktivitas perawatan
yang belum dijalankan dengan baik maka diperlukan penggambaran sistem
perawatan aktual dengan menggunakan pendekatan MVSM (Maintenance
Value Stream Map). MVSM adalah metode yang menghasilkan output
efisiensi pada kegiatan perawatan yang didalamnya memiliki aktivitas
bernilai tambah (value added) dan aktivitas tidak memiliki nilai tambah
(non-value added) serta efisiensi perawatan.
Metode MVSM diharapkan dapat mengidentifikasi adanya
pemborosan pada aktivitas perawatan yang terjadi kemudian diberikan
analisis perbaikan, sedangkan metode RCM sebagai penunjang yang
menetapkan schedule maintenance dan dapat mengetahui secara pasti
tindakan kegiatan perawatan (maintenance task) yang sesuai dengan tingkat
keandalan yang harus dilakukan pada setiap komponen mesin pada sistem
produksi. Berdasarkan permasalahan yang ada di foundry plant Perusahaan
manufaktur khususnya mesin hanger shot blast KAZO maka peneliti
memberikan sebuah solusi perbaikan berupa perencanaan perawatan mesin
dan kajian tentang efisiensi perawatan yang akan dilakukan.
3
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana mengidentifikasi kegagalan yang terjadi pada mesin hanger
shot blast KAZO yang berada di Perusahaan manufaktur menggunakan
Failure Mode And Effect Analysis?
2. Bagaimana menentukan interval kegiatan perawatan dalam rangka
mengantisipasi terjadinya kegagalan pada mesin hanger shot blast
KAZO menggunakan RCM II?
3. Bagaimana menentukan jenis tindakan/aktivitas perawatan
(maintenance task) yang dilakukan pada mesin hanger shot blast
KAZO menggunakan RCM II?
4. Bagaimana menentukan efisiensi kegiatan perawatan mengunakan
maintenance value stream map?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi kegagalan yang terjadi pada mesin hanger shot blast
KAZO yang berada di Perusahaan manufaktur menggunakan Failure
Mode And Effect Analysis.
2. Menentukan interval kegiatan perawatan dalam rangka mengantisipasi
terjadinya kegagalan pada mesin hanger shot blast KAZO
menggunakan RCM II.
3. Menentukan jenis tindakan/aktivitas perawatan (maintenance task)
yang dilakukan pada mesin hanger shot blast KAZO menggunakan
RCM II.
4. Membantu menentukan efisiensi kegiatan perawatan mengunakan
maintenance value stream map.
1.4 Manfaat
1. Memberitahu informasi secara lengkap mengenai penjadwalan
perawatan mesin kepada perusahaan berdasarkan RCM II Decision
4
worksheet yang dapat digunakan sebagai suatu bahan penentuan
kebijakan untuk perawatan mesin yang vital.
2. Memberikan masukan mengenai Interval Schedule Maintenance
(jadwal perawatan) yang optimal dengan mempertimbangkan resiko
kegagalan untuk mencegah terjadinya kecelakaan atau kegagalan
produksi yang disebabkan oleh kegagalan komponen.
3. Memberikan masukan mengenai jenis tindakan/aktivitas perawatan
(maintenance task) yang tepat kepada perusahaan.
4. Memberikan informasi secara lengkap dalam menentukan efisiensi
kegiatan perawatan mengunakan maintenance value stream map.
5
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
6
9 BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
(Sumber : Penulis,2018)
7
1. Tugas Akhir Mahasiswa PPNS, Triartha Mangihut Simanungkalit
(Analisis Penerapan Metode RCM dan VSM untuk Keandalan dan
Efektifitas Pada Mesin SSC di PT. PJB UBJOM Tanjung Awar-awar.
2012). Hasil penelitian ini menunjukan terdapat ada 9 komponen dengan
19 failure mode pada mesin SSC. Untuk mengantisipasinya maka peneliti
memperhatikan RCM II decision diagram untuk pengambilan keputusan
terhadap langkah perbaikan yang dilakukan meliputi scheduled on-
condition task, scheduled restoration task dan Scheduled discard task.
Hasil komponen yang kritis dari mesin SCC yaitu Chaim dan Idler
kemudian kedua komponen tersebut di VSM untuk mengetahui besar
efisiensi saat perawatan berlangsung. Hasil dari VSM dari dua komponen
tersebut antara lain Current State Map aktivitas perawatan chain
menghasilkan MTTO sebesar 223 menit, MTTR sebesar 189 menit,
MTTY sebesar 50 menit, dan hasil perhitungan efisiensi perawatannya
sebesar 40,90%. Sedangkan Future State Map aktivitas perawatan chain
menghasilkan MTTO sebesar 161 menit, MTTR sebesar 189
menit ,MTTY sebesar 50 menit , dan hasil perhitungan efisiensi
perawatannya sebesar 46,09%. Current State Map aktivitas perawatan
idler menghasilkan d MTTO sebesar 244 menit , MTTR sebesar 196
menit ,MTTY sebesar 48 menit, dan hasil perhitungan efisiensi
perawatannya sebesar 40,16%. Sedangkan Future State Map aktivitas
perawatan idler menghasilkan d MTTO sebesar 186 menit, MTTR
sebesar 196 menit ,MTTY sebesar 48 menit, dan hasil perhitungan
efisiensi perawatannya sebesar 45,58%.
2. (Kurniawati, 2017) mengadakan penelitian pada mesin milling kondia
dengan konstribusi downtime sebesar 17,75 dalam kurun waktu januari
2016 hingga oktober 2016. Penelitian ini bertujuan untuk memecahkan
masalah memalui pemilihan tidakan perawatan (maintenance task) yang
tepat pada komponen sistem yang menjadi komponen kritis pada mesin
milling kondia menggunakan metode Reliability Centred Maintenance II
8
(RCM II). Sementara itu, untuk permasalahan keandalan mesin
dikarenakan usia mesin yang sudah tua dan aktivitas perawatan yang
belum terprogram maka diperlukan penggambaran sistem perawatan
aktual dengan menggunakan pendekatan Maintenance Value Stream Map
(MVSM). Hasil pada penelitian yang menunjukan tindakan pemeliharaan
yang bisa dilakukan pada mesin milling kondia adalah lima komponen
dilakukan tindakan pemeliharaan scheduled on condition task dan tiga
komponen dilakukan tindakan pemeliharaan scheduled restoration task.
Peningkatan presentase efisiensi perawatan menggunakan pendekatan
MVSM pada komponen kritis yang merupakan hasil dari current state
map dan future state map antara lain magnetik kontaktor dari 19,01%
menjadi 29,73%, relay dari 21,77% menjadi 25,78%, fuse/sekering dari
16,5% menjadi 19,34%, pisau frase dari 20% menjadi 26%, dinamo dari
17,93% menjadi 30,77%, dan laker/bearing dari 19,78% menjadi
35,62%. Penambahan nilai efisiensi dalam perawatan dapat membuat
masalah yang selama ini ada dapat dipecahkan dan dapat digunakan
untuk mesin-mesin yang lain.
3. (Lukodono, 2013) mengadakan penelitian tentang sistem pemeliharaan di
PG. X (Malang). Perusahan tersebut menggunakan program
pemeliharaan preventif dan korektif. Namun, pelaksanaan program masih
belum dipandu dengan SOP yang memadai (Standart Operation
Procedure) terutama pada tempat kerja tertentu. Downtime yang terjadi
selama tahun 2012 adalah 241,83 jam. Hal ini berdampak pada potensi
keuntungan, biaya tenaga kerja, dan kapasitas produksi. Untuk mengatasi
masalah tersebut, penelitian ini mengusulkan penerapan Pemeliharaan
Maintenance Value Stream Mapping (MVSM) didukung oleh metode
Reliability Centered Maintenance (RCM). RCM terdiri dari FMEA,
analisis keandalan, dan lembar kerja. Untuk analisis reliabilitas,
penelitian ini menggunakan easyfit 5,5 profesional, sedangkan untuk
MVSM menggambarkan aktivitas aktual pemeliharaan. Berdasarkan
aplikasi dan analisis, diketahui terdapat 3 mesin yang berada dalam
kondisi kritis dan menunjukkan nilai downtime tertinggi, yaitu:
9
Unigrator, Cane Carrier I, dan Cane Carrier II. Hasil penelitian ini
adalah SOP untuk kegiatan pemeliharaan, interval waktu pemeliharaan,
dan tipe pemeliharaan untuk mesin.
4. Nashrul Huda et al (2015), mengadakan penelitian pada mesin Heavy
Duty Hammer Shredder (HDS) yang merupakan salah satu mesin di
Stasiun Gilingan PG. Kebon Agung Malang dengan kontribusi downtime
36% selama periode giling 1 Juni hingga 31 Agustus 2014. Penelitian ini
bertujuan untuk memetakan aktivitas perawatan pada mesin HDS,
menganalisis aktivitas value added dan non value added pada proses
perawatan yang dilakukan, membuat perbaikan proses perawatan dengan
future state map, dan menentukan usulan prosedur perawatan untuk
meningkatkan efisiensi perawatan. Metode yang digunakan adalah
metode Maintenance Value Stream Map (MVSM). Efisiensi perawatan
mengalami peningkatan berkisar antara 5% hingga 12%. Peningkatan ini
terjadi ketika delay yang ada dalam proses perawatan dapat dihilangkan
dengan menerapkan rekomendasi perbaikan yang diberikan berupa
penerapan 5S dan SOP perbaikan mesin HDS.
10
Gambar 2.1 Flow Process Foundry Plant
11
2.3 Perawatan
2.3.1 Dasar Perawatan
Perawatan adalah nilai probabilitas suatu peralatan dapat
diperbaiki sampai suatu kondisi yang ditentukan pada periode
waktu yang diberikan. Dengan adanya kegiatan perawatan
(maintenance) maka diharapkan dapat menjaga suatu peralatan
tidak mengalami penurunan keandalannya.
Perawatan pada dasarnya dibagi menjadi tiga katagori yaitu :
1. Preventive Maintanance
Preventive maintanance merupakan suatu sistem perawatan
yang terjadwal dari suatu peralatan/spare part yang didesain
untuk meningkatkan keandalan mesin serta untuk
mengantisipasi segala kegiatan perawatan yang tidak
direncanakan sebelumnya. Permasalahan tindakan perawatan ini
adalah penentuan interval waktu pemeriksaan atau penggantian
periodik sehingga dapat meminimasi biaya perawatan dan
memaksimumkan sistem kerja peralatan. Ada tiga alasan untuk
dilakukannya tindakan preventive maintanance yaitu :
a. Menghindari terjadinya kerusakan.
b. Mendeteksi awal terjadinya kerusakan.
c. Menemukan kerusakan tersembunyi.
2. Corrective Maintanance
Corrective Maintanance adalah kegiatan perawatanyang
dilakukan setelah terjadinya suatu kerusakan atau disaat
sistem tidak dapat berfungsi seperti apa yang diharapkan.
Tindakan yang dapat diambil biasanya meliputi penggantian
komponen, perbaikan komponen serta overhool.
3. Predictive maintenance
Perawatan yang dilakukan dengan pengukuran modern dan
signal processing metode untuk secara akurat
mendiagnosis kondisi barang/ peralatan selama beroperasi
(Dhillon, 2005)
12
2.3.2 Tujuan Perawatan
Tujuan utama perawatan asset dapat didefinisikan sebagai berikut :
1. Memperpanjang usia kegunaan asset, yaitu setiap bagian dari
suatu tempat kerja, bangunan dan isinya.
2. Menjamin ketersediaan optimum perlatan yang digunakan untuk
produksi dan mendapatkan laba investasi (return of investment)
semaksimal mungkin.
3. Menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang
diperlukan dalam keadaan darurat setiap waktu.
4. Menjamin keselamatan operator yang menggunakan sarana
tersebut.
2.3.3 Kebijakan Perawatan
Kegiatan Pemeliharaan memiliki dua kebijakan yang mengacu pada
efisiensi dan efektifitas kerja yaitu :
1. Kebijakan tradisional
Prinsip kebijakan pemeliharaan tradisional adalah bertindak
apabila mesin mengalami kerusakan. Kelemahan kebijakan ini
adalah kerusakan yang sama dapat terjadi berulang-ulang dan
jumlah kerusakan yang terjadi sering tidak bisa dikontrol.
2. Kebijakan modern
Prinsip kebijakan pemeliharaan modern adalah melakukan
perencanaan perbaikan sebelum peralatan tersebut rusak atau
tidak dapat melakukan fungsinya.
13
susah terpisah dari material cetakan logam seperti : bogie, frame, matel
logam, dan sebagainya.
14
Keterangan :
1. Blast cabinet 9. Storage tank
2. Door 10. Shot gate
3. Impeller unit 11. deck haid rail
4. 1 screw conveyor 12. Hood and duct line
5. 2 screw conveyor 13. Hoist crane
6. Bucket elevator 14. Hoist crane rail
7. Rotary screen 15. Rotator system
8. Air wash separator
2.4.1 Komponen Hanger Shot Blast KAZO
Berikut merupakan komponen Mesin Hanger Shot Blast KAZO dilengkapi
dengan fungsi sebagai dasar penentuan Function Blok Diagram.
15
2.5 Function Block Diagram (FBD)
Langkah pendeskripsian sebuah sistem diperlukan untuk
mengetahui komponen-komponen yang terdapat dalam sistem dan
bagaimana komponen tersebut bekerja sesuai fungsinya. Data fungsi
peralatan dan cara beroperasinya, dipakai untuk membuat definisi dan
dasar untuk menentukan kegiatan perawatan pencegahan (Moubray,
1997). Keuntungan yang didapat dari pendeskripsian sistem adalah
sebagai berikut :
1. Sebagai dasar informasi dari sistem tentang desain dan operasi,
yang dipakai sebagai acuan untuk melakukan tindakan perawatan
pencegahan dikemudian hari.
2. Dapat diperoleh pengetahuan sistem secara menyeluruh.
3. Diperlukan dalam proses pengidentifikasian parameter-parameter
operasi yang menyebabkan kegagalan sistem.
16
menambah atau mengurangi peralatan/komponen dalam matrik mungkin
dilakukan.
Pada kolom pertama FMEA menjelaskan mengenai bentuk
kerusakan peralatan/komponen secara detail dan penyebab yang dapat
mempengaruhi atau menurunkan fungsi dari sistem. Pada akhirnya akan
diperoleh kegiatan perawatan yang optimal yang dapat mengurangi,
menghindari atau mendeteksi awal terjadinya kerusakan. Kolom kedua
pada FMEA mengidentifikasikan penyebab tiap bentuk kerusakan dan
bagaimana kerusakan tersebut dapat terjadi. Penyebab kerusakan dapat
diidentifikasi berdasarkan bentuk kerusakan peralatan/komponen. Kolom
ketiga dalam analisa FMEA adalah menganalisa pengaruh dari tiap bentuk
kegagalan.
Failure mode adalah suatu kejadian yang menyebabkan aset
(sistem atau proses) gagal. Ada kerancuan nyata antara istilah functional
failure (failed state) dan failure mode. Cara terbaik untuk menunjukkan
hubungan dan perbedaan antara failed state dan kejadian yang
menyebabkan kegagalan adalah pertama kali mendata functional failure
kemudian mencatat failure mode yang dapat menyebabkan functional
failure. Deskripsi seharusnya cukup detil sehingga memungkinkan seleksi
strategi menajemen kegagalan. Secara khusus, kata kerja yang digunakan
untuk menggambarkan failure mode seharusnya dipilih secara hati-hati
karena ini berdampak kuat pada proses seleksi kebijakan manajemen
kegagalan. Contoh : kata kerja seperti fail, break atau malfunction
seharusnya digunakan secara tepat karena penggunaan kata kerja
memberikan sedikit atau tidak ada indikasi apapun tentang cara
manajemen kegagalan.
Langkah selanjutnya dalam tinjauan proses produksi adalah
mendata kejadian ketika failure mode muncul, ini dikenal dengan istilah
failure effect. Deskripsi failure effect seharusnya melibatkan seluruh
informasi yang mendukung untuk konsekuensi kegagalan yang didata
meliputi :
17
1. Evidence of Failure (bukti bahwa kagagalan telah terjadi)
Deskripsi seharusnya dinyatakan bagaimana kegagalan disertai
oleh efek fisik seperti : suara bising, kebakaran, asap, uap terjebak, bau
aneh atau cairan di lantai. Ini juga seharusnya dinyatakan bahwa ketika
mesin shutdown hasilnya adalah kegagalan. Ketika mendeskripsikan
failure effect janganlah memutuskan evaluasi failure consequences
dengan menggunakan kata hidden atau evident. Kata itu adalah bagian
dari proses evaluasi konsekuensi dan penggunaan lebih awal akan
berdampak pada evaluasi yang tidak tepat. Ketika berkaitan dengan
protective devices, deskripsi failure effect seharusnya dinyatakan secara
tegas.
2. Safety and Enviromental Hazard (Bagaimana cara kegagalan mengancam
safety dan lingkungan)
Desain indutri modern telah berkembang bahwa hanya porsi kecil
failure mode mempengaruhi / mengancam safety dan lingkungan. Namun
ada kemungkinan bahwa ada seseorang yang terluka atau terbunuh oleh
dampak langsung kegagalan, standar lingkungan atau aturan yang
dilanggar, failure effect seharusnya menggambarkan bagaimana failure
terjadi.
3. Secondary Damage and Production Effect (Bagaimana kegagalan
berdampak pada produksi dan operasi)
Deskripsi failure effect seharusnya membantu keputusan yang
berkaitan dengan konsekuensi operasional dan non operasional. Juga
seharusnya mengindikasikan ketika produksi terpengaruh dan jangka
waktunya. Ini biasanya ditunjukkan dengan downtime yang berkaitan
dengan masing-masing kegagalan/failure. Downtime yaitu total waktu
aset tidak beroperasi karena kegagalan. Tentu memungkinkan untuk
mengurangi konsekuensi operasional kegagalan dengan mengambil
langkah memperpendek downtime.
18
Tabel 2.3 FMEA Worksheet
(Sumber : Moubray,1997)
.
Jika kegagalan berdampak pada operasional maka lebih
penting mendata downtime dibanding MTTR (Mean Time to Repair),
dengan alasan berikut :
a. Dalam benak orang bahwa repair time bermakna memperbaiki
kerusakan, jika ini digunakan dalam istilah downtime dapat merusak
langkah perkiraan konsekuensi operasional dari kegagalan.
b. Kita seharusnya berpatokan bahwa perkiraan konsekuensi adalah typical
worst case/kejadian terburuk dan bukan rata-rata/mean. Efek kegagalan
yang berdampak pada kapabilitas operasional aset seharusnya juga
dicatat.
2.6.1 RPN (Risk Priority Number)
RPN (Risk Priority Number) adalah sebuah teknik yang digunakan
untuk menganalisa risiko dengan menghubungkan potensial masalah yang
diidentifikasi dalam Failure Mode and Effect Analysis (FMEA). FMEA
digunakan untuk mengidentifikasi potensi penyebab kegagalan dalam
sebuah proses. Metode RPN ini selanjutnya akan digunakan oleh peneliti
untuk dapat menggunakan pengalaman yang dimilikinya serta kemampuan
engineering yang dimilikinya untuk memberikan keputusan dalam
menentukan tingkat potensi masalah sesuai dengan 3 rating skala RPN
sebagai berikut :
19
3. Detection merupakan tingkat yang menyatakan kemungkinan sebuah
failure mode dapat dideteksi dengan mengaplikasikasikan suatu
metode deteksi atau dengan melakukan tindakan pengendalian
(current control) yang diberikan sebelum mencapai end-user sebelum
meninggalkan fasilitas produksi.
20
Dibawah ini merupakan deskripsi tingkat Keseringan Terjadi/Probability
(Occurrence) dalam penilaian resiko yang terdapat dalam Manual SMK3
Perusahaan manufaktur.
22
Keuntungan dalam menggunakan RCM II dalam menentukan kegiatan dan
juga interval perawatan yang tepat antara lain sebagai berikut :
a. Menyediakan / sebagai database yang lengkap (comprehensive) Hasil
akhir dari pelaksanaan RCM II adalah berupa data yang lengkap
(comprehensive) dan terdokumentasi untuk setiap tindakan / kegiatan
maintenance yang dipersyaratakan untuk masing masing asset
yang dimiliki perusahaan. Hal ini akan membantu perusahaan
ketika akan dilakukan perubahan keadaan (seperti perubahan pola shift
kerja, atau pengaplikasian teknologi baru). Selain itu juga, informasi
yang tersimpan dalam RCM II worksheet dapat membantu staff/
pekerja baru yang kurang memiliki pengalaman atau kemampuan
(keahlian) untuk menjalankan kegiatan maintenance.
b. Meningkatkan masa pakai / umur suatu peralatan Hal ini difokuskan
pada kegiatan teknik yang diberikan dalam scheduled on-condition
task.
c. Meningkatkan efektivitas biaya maintenance
RCM II memfokuskan perhatian pada aktivitas maintenance yang
memiliki efek langsung terhadap performansi sebuah plant . Hal ini
membantu untuk meyakinkan bahwa segala sesuatu yang dikeluarkan
(spent) untuk maintenance adalah yang terbaik untuk dilakukan. Jika
RCM II dapat diaplikasikan dengan baik maka dapat menurunkan
aktivitas rutin yang biasa dilakukan dalam kegiatan maintenance.
d. Meningkatkan performansi operasi (output, kualitas produk, serta
pelayanan terhadap konsumen) RCM II memperhatikan bahwa segala
bentuk kegiatan maintenance memiliki nilai, dan ada rules untuk
menentukan mana yang paling cocok untuk setiap situasi. Dengan
melakukan hal tersebut, akan membantu untuk menentukan
maintenance yang paling efektif untuk tiap asset yang dimiliki, serta
tindakan yang sesuai untuk diberikan. RCM II akan menggambarkan
program maintenance sebelum kegiatan servis dijalankan.
e. Meningkatkan integritas keselamatan dan juga lingkungan
23
RCM II mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan terhadap
keselamatan (safety) dan lingkungan (environment) pada setiap bentuk
kegagalan sebelum memperhatikan efek yang ditimbulkan terhadap
operasi. Hal ini berarti bahwa langkah yang diambil adalah untuk
menurunkan hazard yang berkaitan dengan keselamatan dan
lingkungan yang teridentifikasi pada peralatan. Dengan
mengintegrasikan safety ke dalam decision making nya, RCM II juga
telah meningkatkan tindakan untuk berlaku aman (attitudes to safety).
2.7.3 Prinsip Kerja Reliability Centred Maintenance (RCM)
Proses yang dijalankan dalam RCM adalah dengan mengajukan
tujuh pertanyaan terhadap tiap asset/ sistem yang dijalankan
perusahaan (dalam konteks operasional). Ketujuh pertanyaan
tersebut adalah sbb :
1. Apakah fungsi serta standar performansi yang dimiliki oleh
asset dalam menjalankan operasinya (function) ?
2. Dalam kondisi seperti apakah asset gagal untuk memenuhi
fungsinya (functional failure) ?
3. Apa penyebab dari tiap kegagalan yang terjadi (failure modes) ?
4. Apa yang akan terjadi pada saat kegagalan tersebut berlangsung
(failure effect) ?
5. Bagaimana masalah yang ditimbulkan akibat kegagalan
yang terjadi (failure consequence) ?
6. Apa yang dapat dilakukan untuk memprediksi atau mencegah
terjadinya kegagalan (pro-active task) ?
7. Apa selanjutnya yang harus dilakukan jika proactive task yang
sesuai tidak dapat diberikan (default action) ?
Masing masing dari pertanyaan diatas dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1) Fungsi dan Standar Performansi
Sebelum kita dapat menentukan kegiatan yang
sesuai diberikan dalam mempertahankan aset fisik sehingga
dapat berjalan seperti yang diinginkan oleh user dalam
24
konteks operasionalnya, ada dua hal yang harus kita penuhi
yaitu :
a. Tentukan apa yang dikehendaki pemakai terhadap aset
tersebut.
b. Pastikan bahwa aset tersebut mampu menjalankan apa yang
dikehendaki oleh pemakai.
Hal ini menjadi alasan mengapa langkah pertama yang
diterapkan dalam proses RCM adalah menentukan apa fungsi dari
tiap aset yang dimiliki dalam konteks operasi yang dijalankan,
bersamaan dengan standar performansi yang diinginkan. Apa yang
user inginkan terhadap aset dapat dikategorikan menjadi dua :
1. Primary functions
Merupakan fungsi utama dari peralatan tersebut. Sedangkan
yang masuk pada kategori fungsi ini adalah kecepatan, output,
kapasitas angkut atau penyimpanan, kualitas produk dan layanan
terhadap konsumen.
2. Secondary functions
Merupakan fungsi tambahan dari fungsi utama, yang biasanya
disesuaikan dengan keinginan pemakai. Juga adanya keinginan
dari user terhadap safety, control, kenyamanan, ekonomi,
perlindungan, efisiensi operasi, pemenuhan terhadap peraturan /
standar lingkungan serta semua yang tampak dan dimiliki oleh
asset.
2) Kegagalan Fungsi
Sasaran yang ingin dicapai dalam menjalankan kegiatan
maintenance adalah sama seperti apa yang telah didefinisikan
dalam fungsi dan standar performansinya. Namun bagaimana
mencapai sasaran tersebut itulah yang dipertanyakan. Satu
satunya kejadian yang dapat menghentikan aset untuk dapat
menjalankan apa yang menjadi tugasnya adalah terjadinya
failure. Untuk itu diperlukan sebuah manajemen failure, dengan
25
memperhatikan bagaimana terjadinya kegagalan tersebut. Proses
RCM untuk mengetahui kegagalan adalah melalui 2 level :
1. Pertama, adalah dengan mengidentifikasi penyebab yang
mengarah pada kondisi kegagalan (failed state).
2. Selanjutnya, dengan mempertanyakan kejadian yang
dapat menyebabkan asset gagal (failed state) menjalankan
fungsinya.
Dalam RCM, failed state dikenal sebagai functional failure karena
hal tersebut terjadi ketika sebuah asset tidak dapat memenuhi
fungsinya sesuai performansi standar yang dapat
diterima/diinginkan oleh user.
3) Bentuk Kegagalan
Setelah mengetahui functional failure, selanjutnya yang
harus dilakukan adalah mengidentifikasi semua peristiwa/ kejadian
yang memungkinkan dapat menjadi penyebab terjadinya tiap-tiap
kondisi kegagalan (failed state). Hal ini dikenal dengan sebutan
failure modes/ bentuk-bentuk kegagalan. Seringnya setiap daftar
bentuk kegagalan disebabkan karena penurunan kemampuan akibat
pemakaian. Meskipun demikian, setiap daftar kerusakan juga dapat
mencantumkan kegagalan yang disebabkan karena human error
(baik karena operator maupun mainteners) maupun karena
kesalahan desain.
4) Efek Kegagalan
Langkah keempat dalam proses RCM adalah membuat
daftar efek dari kegagalan, yang menjelaskan apa saja yang
terjadi ketika failure mode berlangsung. Pendeskripsian
tersebut harus mencantumkan semua informasi yang dibutuhkan
untuk mendukung evaluasi terhadap konsekuensi yang ditimbulkan
oleh failure, yang meliputi :
26
a. Bukti (jika ada) bahwa failure telah terjadi ?
b. Dengan cara bagaimana (jika ada) failure tersebut mengancam
keselamatan dan lingkungan ?
c. Dengan cara bagaimana (jika ada) failure tersebut berakibat
pada produksi dan operasional ?
d. Kerusakan fisik seperti apa (jika ada) yang disebabkan oleh
failure ?
e. Apa yang dapat dilakukan untuk memperbaiki failure
tersebut ?
5) Dampak/ Konsekuensi Kegagalan
RCM mengklasifikasikan konsekuensi kedalam empat bagian yakni
sebagai berikut :
1. Hidden failure consequence
Adalah kegagalan fungsi yang tidak dapat menjadi bukti bagi
operator bahwa telah terjadi kegagalan pada kondisi normal.
Biasanya disebabkan oleh peralatan pengaman (protective
devices) yang gagal bekerja. Hidden failure tidak memiliki
dampak langsung, namun nantinya dapat mengarah pada
multiple failure yang lebih serius, yakni konsekuensi
catasthropic.
2. Safety and environmental consequence
Kegagalan dapat dikatakan mempunyai konsekuensi terhadap
keselamatan jika dapat melukai/ mencederai atau bahkan
membunuh seseorang. Sedangkan dikatakan memiliki
konsekuensi terhadap lingkungan, jika melanggar standar
regional lingkungan, nasional atau bahkan internasional.
3. Operational consequence
Kegagalan dikatakan memiliki konsekuensi operasional jika
berakibat atau berpengaruh pada kegiatan produksi (hasil
keluaran, kualitas produk, pelayanan konsumen atau biaya
operasi sebagai tambahan dari biaya langsung yang
dikeluarkan untuk perbaikan).
27
4. Non-operational consequence
Kegagalan tidak mengarah pada konsekuensi keselamatan
maupun produksi, kegagalan hanya berpengaruh pada biaya
langsung yang ditimbulkan karena perbaikan.
6) Proactive Task
Tindakan ini diambil sebelum failure terjadi, dengan
harapan dapat mencegah item / peralatan mengarah pada
kondisi gagal (failed state). Hal ini dikenal dengan istilah
Predictive dan preventive maintenance. Sedangkan dalam RCM
sendiri digunakan pendekatan scheduled restoration task,
scheduled dischard task serta scheduled on-condition task.
Proactive task dapat menjadi sangat bermanfaat (worth doing)
apabila dapat mengurangi konsekuensi kegagalan yang ada. Selain
itu juga perlu ditambahkan pula bahwa sebelum ditentukan bahwa
task tersebut telah sesuai (worth doing), juga harus ditentukan
bahwa hal tersebut technically feasible. Technically feasible
dimaksudkan bahwa kegiatan yang diberikan memungkinkan atau
sesuai diambil untuk dapat menurunkan konsekuensi dari failure
mode yang ada dan masih dapat diterima / dijalankan oleh
pemilik atau pengguna dari asset tersebut.
1. Scheduled restoration task
Merupakan tindakan pemulihan kemampuan item / komponen
(remanufacturing component) pada saat atau sebelum batas
umurnya, tanpa memperhatikan kondisinya pada saat itu. Kegiatan
yang dilakukan seperti overhouls atau mengubah performansi
seperti pada kondisi mesin sebelumnya dengan tujuan untuk
mencegah terjadinya failure mode yang disebabkan karena umur
peralatan. Dalam penentuan scheduled restoration task ini, terdapat
beberap kriteria yang harus dipenuh / dapat dikatakan technically
feasible sebagai berikut :
a. Telah dilakukan pengidentifikasian umur dimana item
menunjukkan peningkatan laju terjadinya kegagalan
28
b. Kebanyakan dari item-item tersebut dapat bertahan pada
umur tersebut (jika kegagalan yang ditimbulkan memiliki
dampak / konsekuensi terhadap safety atau environment)
c. Dapat dilakukan pemulihan daya tahan item terhadap kegagalan
yang terjadi
2. Scheduled discard task
Merupakan tindakan mengganti item / komponen ketika atau
sebelum batas umur, tanpa memperhatikan kondisinya pada saat
itu. Scheduled discard task dikatakan technicaly feasible jika :
a. Telah dilakukan pengidentifikasian umur dimana item
menunjukkan peningkatan laju terjadinya kegagalan.
b. Kebanyakan dari item-item tersebut dapat bertahan pada
umur tersebut (jika kegagalan yang ditimbulkan memiliki
dampak / konsekuensi terhadap safety atau environment)
3. Scheduled on-condition task
Merupakan scheduled task yang diberikan untuk mendeteksi /
memeriksa terjadinya kegagalan potensial (potential failures),
sehingga dapat ditentukan tindakan untuk mencegah terjadinya
functional failures atau menghindari konsekuensi dari functional
failures.
Scheduled on-condition task dapat dikatakan technically feasible
apabila :
a. Memungkinkan untuk dilakukan penentuan kondisi kegagalan
potensial secara jelas
b. Potential failure – functional failure (P-F) Interval ralatif
konsisten
c. Dapat dilakukan monitoring terhadap item pada interval
kurang dari P-F interval.
d. P-F Interval cukup panjang untuk bisa dilakukan beberapa
alternatif (dengan kata lain, cukup panjang untuk dapat
dilakukan tindakan untuk mengurangi atau mengeliminasi
konsekuensi dari functional failures).
29
Gambar 2.3 Interval P-F
(Sumber : Moubray,1997)
7) Default Action
Tindakan ini diambil setelah tindakan proaktif (proactive
task) tidak dapat diberikan dalam menghadapi failure mode yang
30
terjadi. Default action yang diambil ditentukan berdasarkan
konsekuensi yang ditimbulkan oleh failure, sebagai berikut :
1. Jika proactive task tidak dapat diberikan untuk menurunkan
resiko terhadap multiple failure yang berkaitan dengan hidden
function, maka kegiatan periodik failure finding dapat diberikan.
2. Jika tindakan proaktif tidak dapat diberikan untuk
menurunkan resiko kegagalan yang dapat berpengaruh pada
safety or the environment, maka item tersebut harus di redesain
atau proses yang dijalankan harus di ubah.
3. Jika tindakan proaktif tidak dapat diberikan dimana biaya yang
diberikan selama periode waktu tertentu kurang dari kegagalan
yang disebabkan karena operational consequences, default action
yang dapat diberikan adalah no scheduled maintenance. Jika hal
tersebut terjadi, namun operational consequences masih tetap
tidak dapat diterima, default action yang dapat diberikan adalah
redesign.
a. Jika tindakan proaktif tidak dapat diberikan dimana biaya yang
diberikan selama tenggang waktu/ periode tertentu kurang dari
kegagalan (failure) yang ditimbulkan akibat non-operational
consequence, default action yang dapat diberikan adalah no
scheduled maintenance. dan jika biaya perbaikan terlalu tinggi,
default action kedua dapat diberikan yakni melakukan redesain.
RCM memberikan tiga kategori utama dalam default action sbb:
1. Failure-finding
Meliputi tindakan checking secara periodik atau dengan interval
waktu tertentu terhadap fungsi-fungsi yang tersembunyi (hidden
function) untuk mengetahui apakah item telah mengalami
kerusakan.
FFI = 2 x Utive x Mtive
Keterangan :
FFI : Failure Finding Interval
Utive : Unavelible yang dikehendaki dari proactive device
31
Mtive : MTBF dari proactive device
2. Redesign
Perubahan terhadap kemampuan sebuah sistem Mencakup
modifikasi / perubahan terhadap spesifikasi komponen, menambah
suatu item baru, memindahkan mesin satu dengan mesin yang
berbeda jenis atau tipe atau relokasi sebuah mesin. Hal ini juga
dapat berarti dilakukan perubahan terhadap proses atau prosedur.
3. No scheduled maintenance
Tidak dilakukan usaha yang diaplikasikan untuk
mengantisipasi atau mencegah terjadinya failure mode sehingga
kegagalan dibiarkan saja terjadi dan kemudian diperbaiki. Tindakan
ini biasa juga disebut run-to failure. No-scheduled maintenance ini
baru dapat dilakukan jika :
a. Scheduled task yang sesuai tidak dapat ditemukan untuk sebuah
hidden function, dan kegagalan yang ditimbulkan tidak memiliki
dampak terhadap safety maupun environment.
b. Biaya efektif (cost-effective) yang dikeluarkan untuk kegiatan
preventive task tidak dapat ditentukan baik untuk dampak operasional
maupun non-operasional.
32
Kolom-kolom dalam RCM II Decision Worksheet dapat dibagi
sebagai berikut :
a. Information Reference
Mengacu pada informasi yang diperoleh dari RCM II Decision
Worksheet, yakni dengan memasukkan kode yang dimiliki
Function Failure, serta Failure mode dari masing-masing
equipment.
b. Consequence Reference
Merupakan konsekuensi yang ditimbulkan karena terjadinya
kegagalan fungsi. Dalam RCM II Failure Consequence dibedakan
menjadi atas 4 jenis yakni Hidden failure, Safety Effect,
Enviromental Effect dan Operational Effect. Pengisian yang
dilakukan dalam consequence evaluation adalah sebagai berikut :
33
technically feasible dan worth doing yang telah ditetapkan dalam
RCM II, yakni sebagai berikut :
34
perencanaan yang digunakan sebagai tindakan nyata untuk
menerjemahkan hasil dari proactive task maupun default action yang
diberikan.
35
Gambar 2.5 RCM II Decicion Diagram
(Sumber: Reliability Centered Maintenance 2nd Edition, 1997
e. Initial Interval
Dipakai untuk mencatat interval perawatan optimal dari masing-
masing task yang diberikan untuk scheduling restoration/discard
task.
f. Can be done by
Dipakai untuk mencatat data siapa yang diberikan wewenang
dalam melaksanakan aktifitas perawatan tersebut. Meliputi pihak-
pihak yang berkaitan langsung dengan proses operasi dari peralatan
tersebut.
37
Konsep keandalan dapat digambarkan dalam Bathtub Curve yang
menjelaskan siklus hidup item / komponen
Secara umum ada dua metode yang dipakai untuk melakukan evaluasi
keandalan suatu sistem, yaitu :
1. Metode Kualitatif
Metode kualitatif merupakan metode analisa secara quality dari suatu
mode dan dampak kegagalan, seperti Failure Mode and Effects
Analysis (FMEA), Failure Mode, Effect and Criticality Analysis
(FMECA), Fault Tree Analysis (FTA) dan Reliability Centered
Maintenance (RCM).
2. Metode kuantitatif
Metode kuantitatif merupakan metode analisa yang dilakukan secara
perhitungan matematis. Metode ini dapat dilakukan melalui perolehan
data perawatan (maintenance record) terhadap waktu kegagalan (time
to failure) dan waktu perbaikan (time to repair) dari suatu komponen
atau sistem.
2.8.2 Fungsi Keandalan
Variabel utama dalam fungsi keandalan adalah waktu terjadinya
kerusakan (time failure). Fungsi tersebut dirumuskan sebagai berikut :
R(t) = Pr (T ≥ t) (2.2)
Dimana : R(t) ≥ 0, R(0) = 1, jika nilai t diketahui, maka R(t) merupakan
probabilitas waktu, dimana mesin mengalami kerusakan adalah lebih
besar atau sama dengan t.
38
Apabila ditentukan
F(t) = 1 – R(t) = Pr {T < t} (2.3)
dimana
F(0) = 0
lim F ( t ) =1
t−∞
f(t) ≥ 0 dan ∫ f ( t ) td =1
0
F(t) = ∫ f ( t ) t d
' '
(2.5)
0
R(t) = ∫ f ( t ) td '
'
(2.6)
0
Fungsi R(t) secara normal digunakan pada saat keandalan sudah diketahui,
dan fungsi F(t) biasanya digunakan pada saat probabilitas kerusakan
diketahui.
2.8.3 Laju keandalan
Laju kegagalan (λ) adalah banyaknya kegagalan per satuan waktu.
Laju kegagalan dapat dinyatakan sebagai perbandingan antara banyaknya
kegagalan yang terjadi selama selang waktu tertentu dengan total waktu
operasi komponen atau sistem. Dalam beberapa kasus, laju kegagalan
dapat ditunjukkan sebagai penambahan atau Increasing Failure Rate
39
(IFR), sebagai penurunan atau Decreasing Failure Rate (DFR), dan
sebagai konstan atau Constant Failure Rate (CFR), pada saat fungsi laju
kegagalan λ (t) adalah fungsi penambahan, penurunan atau konstan.
(Ebeling, 1997)
1. Distribusi Laju Kegagalan :
a. Distribusi Normal
Distribusi normal yang sering disebut juga dengan distribusi
gaussian adalah salah satu jenis distribusi yang paling sering
digunakan dalam menjelaskan sebaran data. Jika distribusi waktu
antar kegagalan suatu komponen atau sistem mengikuti distribusi
normal, maka (Ebeling, 1997)
Fungsi keandalannya adalah :
t−μ
R(t) = 1 - ∅ ( ) (2.7)
σ
Waktu rata-rata kegagalannya adalah :
MTTF = µ (2.8)
b. Distribusi Lognormal
Karakteristik distribusi lognormal mempunyai dua
parameter yang pertama parameter lokasi (µ) dan yang kedua
parameter skala (σ ), sama dengan standar deviasi. Jika
distribusi waktu antar kegagalan mengikuti distribusi
lognormal, maka :
Fungsi keandalannya adalah :
1 t
R(t) = 1 - ∅ ( ln ) (2.9)
σ tmed
Waktu rata-rata kegagalannya adalah :
σ2
MTTF = exp(µ + ) (2.10)
2
c. Distribusi Weibull
Distribusi weibull telah digunakan secara luas dalam teknik
keandalan. Karakteristik distribusi weibull adalah Jika
40
distribusi waktu antar kegagalan suatu komponen atau sistem
mengikuti distribusi weibull, maka :
{ ( )}
β
t−γ
R(t) = exp – (2.11)
ƞ
[ ]
β−1
β t−γ
λ(t) = (2.12)
ƞ γ
d. Distribusi Eksponensial
Fungsi padat peluang (probability density function) distribusi
eksponensial adalah :
f(t) = λe− λ(t −γ ), t > 0, λ > 0, t ≥ γ (2.14)
Jika distribusi waktu antar kegagalan suatu sistem mengikuti
distribusi eksponensial, maka :
Fungsi keandalannya adalah :
R(t) = e− λ(tγ ) (2.15)
Laju kegagalannya adalah :
λ(t) = λ (2.16)
Waktu rata-rata kegagalannya adalah :
1
MTTF = (2.17)
λ
2.8.4 Model matematis perawatan
Untuk menentukan interval penggantian untuk sceduled restoration
task dan sceduled discard task yang dapat meminimalkan total biaya
operasi tersebut dapat digunakan metode kalkulus standard (Haryono,
2004). Untuk distribusi weibull 3 parameter diperoleh :
41
[ ]
1
1 CM
TM = ( γ + ƞ ¿
β
x
β+ 1 CR−CM
(2.18)
Untuk distribusi weibull 2 parameter diperoleh :
[ ]
1
1 CM β
TM = ƞ x (2.19)
β +1 CR−CM
Dimana :
CM = biaya tenaga kerja + biaya material
CR = CF + ((CW + CO) x MTTR) (2.20)
CF = biaya penggantian komponen
CO = biaya yang ditanggung perusahaan akibat terjadi down time
CW = biaya pekerja yang melakukan repair
MTTR = waktu rata-rata untuk dilakukan perbaikan
42
2.10 Lean Thinking
Pada dasarnya konsep lean adalah konsep perampingan atau
efisiensi. Konsep ini dapat diterapkan pada perusahaan manufaktur maupun
jasa, karena pada dasarnya konsep efisiensi akan selalu menjadi suatu target
yang ingin dicapai oleh perusahaan. Konsep Lean Thinking ini diprakarsai
oleh sistem produksi Toyota di Jepang. Lean dirintis di Jepang oleh Taichi
Ohno dan Sensei Shigeo Shingo dimana implementasi dari konsep ini
didasarkan pada 5 prinsip utama (Taylor, 2000)yaitu :
1. Specify value
Menetapkan apa yang menghasilkan atau tidak menghasilkan value
berdasarkan pandangan konsumen.
2. Identify whole value stream
Mengidentifikasi semua langkah-langkah yang diperlukan untuk
mendesign, memesan dan memproduksi barang/produk kedalam whole
value stream untuk mencari non-value adding activity.
3. Flow
Membuat value flow, yaitu semua aktivitas yang memberikan nilai
tambah disusun kedalam suatu aliran yang tidak terputus (continous).
4. Pulled
Mengetahui aktivitas-aktivitas penting yang digunakan untuk membuat
apa yang diinginkan oleh customer.
5. Perfection
Perbaikan yang dilakukan dilakukan secara terus menerus sehingga waste
yang terjadi dapat dihilangkan secara total dari proses yang ada.
Dasar pemikiran dari Lean Thinking adalah berusaha menghilangkan
waste (pemborosan) baik dalam tubuh perusahaan atau antar perusahaan.
Dasar pemikiran ini merupakan hal mendasar untuk mewujudkan sebuah
value stream yang ramping atau lean. Untuk dapat mengaplikasikan konsep
lean didalam perusahaan diperlukan pemahaman akan kebutuhan konsumen
dan apa yang dipentingkan oleh konsumen. Dari penggambaran value
stream dari perusahaan akan diketahui aktivitas-aktivitas yang tidak berguna
43
yang bisa dieliminir, sehingga nantinya konsumen tidak perlu membayar
suatu aktivitas yang tidak memberikan manfaat dalam proses.
(Taylor, 2000) menjelaskan Lean manufacturing merupakan
metode yang ideal untuk mengoptimalkan performansi dari sistem dan
proses produksi karena mampu mengidentifikasi, mengukur, menganalisa
dan mencari solusi perbaikan atau peningkatan performansi secara
komprehensif. Pendekatan lean berfokus pada efisiensi tanpa mengurangi
efektivitas proses diantaranya peningkatan operasi yang value added,
mereduksi pemborosan (waste), dan memenuhi kebutuhan customer.
Konsep lean manufacturing merupakan suatu upaya strategi
perbaikan secara kontinu dalam proses produksi untuk mengidentifikasi
jenis-jenis dan faktor penyebab terjadinya waste agar aliran nilai (value
stream) dapat berjalan lancar sehingga waktu produksi lebih efisien.
Pendekatan lean manufacturing merupakan pendekatan yang relatif
sederhana dan terstruktur dengan baik agar mudah dipahami demi
melakukan proses efisiensi yang sesuai dengan kemampuan dan sumber
daya yang ada di perusahaan. Lean manufacturing didefinisikan sebagai
pereduksi dari waste dalam segala bentuk atau kondisi dengan
memaksimalkan aktivitas yang bernilai tambah (value added).
Konsep lean berarti suatu usaha oleh seluruh elemen perusahaan
untuk bersama-sama mengeliminasi waste dan merupakan salah satu tools
untuk mencapai daya saing perusahaan seoptimal mungkin. Pendekatan lean
manufacturing memahami keseluruhan proses bisnis yang meliputi proses
produksi, aliran material, dan aliran informasi. Salah satu tool yang sangat
bermanfaat dan juga sederhana yang sering digunakan untuk memetakan
keseluruhan proses bisnis tadi adalah Value Stream Mapping (VSM).
Keseluruhan informasi tersebut ditampilkan secara unik dalam Current state
map, seperti aliran informasi suatu proses produksi, cycle time, jumlah
persediaan, machine uptime, dan jumlah pekerja. Dengan pendekatan lean
manufacturing ini, aliran informasi dan material dari perusahaan
digambarkan dengan value stream mapping untuk mengetahui waste yang
ada.
44
2.11 Waste (Pemborosan)
Pendefinisian waste merupakan langkah awal untuk bisa menuju
kearah Lean Thinking. Dengan menghilangkan waste (pemborosan) yang
terjadi didalam perusahaan merupakan salah satu cara efektif yang dapat
meningkatkan keuntungan dalam proses manufaktur dan distribusi bisnis
perusahaan. Dalam upaya menghilangkan waste, maka sangatlah penting
untuk mengetahui apakah waste itu dan dimana ia berada. Ada 7 macam
waste yang didefinisikan menurut Shigeo Shingo (Taylor, 2000) yaitu :
1. Overproduction, dapat berupa produksi yang terlalu banyak atau terlalu
cepat sehingga mengakibatkan inventori yang berlebih serta
terganggunya aliran informasi dan material.
2. Defects, dapat berupa kesalahan pada proses dokumentasi, permasalahan
pada kualitas produk yang dihasilkan, dan atau delivery performance
yang buruk.
3. Unneccessary Inventory, dapat berupa kuantitas storage yang berlebih
serta delay material atau produk sehingga mengakibatkan peningkatan
biaya dan penurunan kualitas pelayanan terhadap customer.
4. Inappropriate processing, dapat berupa terjadinya kesalahan proses
produksi yang diakibatkan oleh kesalahan penggunaan tools dan atau
kesalahan prosedur/sistem.
5. Excessive transportation, dapat berupa pemborosan waktu, tenaga, dan
biaya akibat pergerakan yang berlebihan dari pekerja, informasi, dan atau
material/produk.
6. Waiting, dapat berupa ketidakaktifan dari pekerja, informasi, dan atau
material/produk dalam waktu yang relatif panjang sehingga
mengakibatkan terganggunya aliran serta lead times produksi.
7. Unneccessary motion, dapat berupa lingkungan kerja yang tidak kondusif
sehingga mengakibatkan buruknya konsep ergonomi dalam proses kerja
yang dilakukan.
Pada saat berpikir tentang waste, akan lebih mudah bila mendefinisikan
suatu aktivitas kedalam tiga jenis aktivitas yang berbeda yaitu :
45
1. Value adding activity
Segala aktivitas yang dalam menghasilkan produk atau jasa yang
memberikan nilai tambah dimata konsumen.
2. Non-value adding activity
Segala aktivitas yang dalam menghasilkan produk atau jasa yang tidak
memberikan nilai tambah dimata konsumen. Aktivitas inilah yang
disebut waste yang harus dijadikan target untuk segera dihilangkan.
46
2.12 Maintenance Value Stream Map (MVSM)
Maintenance Value Stream Map (MVSM) adalah metode yang
digunakan untuk menggambarkan alur kegiatan perawatan yang
dikembangkan dari VSM untuk mengidentifikasi pemborosan. Pemborosan
tersebut terjadi pada setiap kegiatan perawatan yang tidak memberikan nilai
tambah terhadap proses perawatan tersebut (Muzaki dan Kurniawati, 2017).
MVSM adalah metode yang menghasilkan output berupa jumlah waktu
pada aktivitas perawatan didalamnya memiliki aktivitas bernilai tambah
(value added) dan aktivitas tidak memiliki nilai tambah (non-value added)
serta efisiensi perawatan. Adanya output yang dihasilkan oleh
metode MVSM dapat membandingkan hasil sebelum dan sesudah
usulan agar waste dapat diminimalkan.
Metode MVSM dibedakan berdasarkan map yang dibuat yaitu
current state map dan future state map (usulan). Berdasarkan map yang
telah dibuat, maka aktivitas yang tidak memiliki nilai tambah (non-value
added) dan memiliki nilai tambah (value added) dapat diketahui berupa
waktu pada setiap aliran proses. Pada tahapan pertama ini, terdapat tujuh
kategori yang digunakan untuk mewakili MTTO, MTTR dan MTTY.
Dimana MVSM berfungsi untuk menggambarkan aktivitas perawatan
aktual perusahaan sehingga didapatkan gambaran aktivitas yang
memiliki nilai tambah yaitu Mean Time To Repair (MTTR). Aktivitas
yang tidak memiliki nilai tambah Mean Time To Organize (MTTO) dan
Mean Time To Yield (MTTY).
Tabel 2.10 Framework MVSM
Framework Sub category Symbol Symbol Definition MTTL
category Name Category
Symbol breakdown
Equipment MTTO,
digunakan untuk
breakdown MTTR,
menggambarkan MTTY
komponen dalam
keadaan rusak
47
keterkaitan masalah
peralatan operator
untuk pemeliharaan
pribadi saat keusakan
peralatan
Proses yang
menghasilkan
Generate work perintah pekerjaan
order pemeliharaan MTTO
Work Order
Finish work
Proses ini
order menyelesaikan
perintah pekerjaan
MTTO
pemeliharaan
Proses yang
Repair
melibatkan operasi
repair equipment
perbaikan komponen
MTTO
dengan benar
48
Proses yang
melibatkan operasi
setelah perbaikan
Run the
yield equipment komponen hingga MTTO
memproduksi produk
Mengambarkan
urutan aliran fisik
dari proses dua
bagian urutan proses
pemeliharaan
MTTO,
disambungkan oleh
Push Arrow Push arrow
panah ini
MTTR,
MTTY
Physical
flow
Menggambarkan
aliran fisik diantara
kerusakan komponen
Down Arrow Down Arrow
dan aktivitas pertama MTTO
dalam Value Stream
Menggambarkan
aliran manual
informasi dari
MTTO,
Straight catatan, laporan atau
Manual MTTR,
Arrow wawancara.
MTTY
Frekuensi dan catatan
lainnya disediakan
Information sepanjang garis
flow
Mempresentasikan
informasi electronic
flow dari MTTO,
Wiggle
Electronic internet,LAN,WAN, MTTR,
Arrow Frekuensi dan catatan MTTY
lain disediakan
sepanjang garis
49
Digunakan untuk
mencatat informasi
dari setiap proses
pemeliharaan.
Bermacam informasi
ditempatkan dalam
MTTO,
kotak ini menjadikan
Data box Data box waktu proses dari
MTTR,
MTTY
setiap proses
pemeliharaan
50
Teme line Untuk mencatat
informasi waktu
Value added (VA)
dan non value added MTTO,
(NVA). Waktu NVA
Time Line dicacatat paling atas
MTTR,
dari time line dan MTTY
aktivitas VA dicatata
dibagian bawah dari
time line
(Sumber : Muzaki dan Kurniawati, 2017)
51
3. Membentuk tim Maintenance Value stream map
4. Mengikuti aliran
Mengikuti aliran berarti berkeliling di tempat produksi untuk
melihat dan memahami setiap proses. Gambaran kasar dari proses
dapat dilakukan selama berkeliling dimana setiap proses
dihubungkan oleh tanda panah dengan proses sebelumnya.
Beberapa tahap proses yang ada diantaranya adalah sebagai
berikut :
a. Shipping. Proses shipping dimulai dari akhir proses menuju
upstream dengan menggunakan pendekatan sebab-akibat.
Informasi yang diperlukan berdasarkan permintaan
customer, termasuk kuantitas dan frekuensi pengiriman.
b. Operations. Mengikuti rute dan mengambil data pada setiap
tahap. Data yang diambil adalah waktu siklus mesin, waktu
changeover, ukuran batch, dan lain-lain.
c. Operators. Menentukan jumlah operator yang bekerja pada
masing-masing proses.
d. Antrian (Inventory). Mengetahui jumlah persediaan antara
dua proses, yang juga berguna untuk mengetahui jumlah
finished goods yang setara.
e. Suppliers. Data yang dikumpulkan di antaranya adalah
kuantitas dan frekuensi pengiriman barang dari supplier.
5. Mengerti customer value and scheduling
Maintenance Value stream map memiliki tujuan untuk memberikan
produk yang tepat dengan waktu yang tepat dan harga yang tepat
pada customer. Menjadwalkan segala proses pada value stream
mapping berguna untuk mengetahui material bahan baku yang
digunakan sehingga dapat melakukan pemesanan jika bahan baku
memiliki stok material yang terbatas.
6. Menggambarkan Current state map
Current State Map dapat digambarkan dengan mengumpulkan data
operasi kerja dan antrian dalam sebuah pekerjaan, material yang
52
digunakan, dan aliran proses dari operasi kerja satu dengan operasi
kerja yang lainnya.
2.13.2 Uji validasi Current state map
Uji validasi dapat dilakukan dengan melakukan
pengecekan terhadap Current State Map yang telah digambarkan
apakah sesuai dengan data yang ada pada kenyataannya. Data yang
dicocokkan seperti proses operasi yang tepat, delays,sumber daya.
2.13.3 Eliminasi waste
Maintenance Value stream mapping merupakan proses
yang berguna untuk mengurangi lead time, membuat aliran produk,
dan mengeliminasi waste (aktivitas non-value added). Bagian
paling penting dari langkah ini adalah mengidentifikasi aktivitas
yang memberi nilai tambah dan dapat memenuhi permintaan
customer. Persyaratan yang diinginkan customer adalah harga
terendah dengan kualitas terbaik.
2.13.4 7 basic of quality tools
7 basic of quality tools adalah tools yang digunakan dalam industri
untuk memudahkan dalam membantu mengidentifikasi waste/
pemborosan dalam suatu proses. 7 basic of quality tools ini
diantarnya adalah:
a. Check Sheet
Check sheet (lembar pemeriksaan) adalah lembar yang
dirancang sederhana berisi daftar hal-hal yang perlukan untuk
tujuan perekaman data sehingga pengguna dapat mengumpulkan
data dengan mudah, sistematis, dan teratur pada saat data itu
muncul di lokasi kejadian. Data dalam check sheet baik
berbentuk data kuantitatif maupun kualitatif dapat dianalisis
secara cepat (langsung) atau menjadi masukan data untuk
peralatan kualitas lain, misal untuk masukan data Pareto Chart.
b. Scatter Diagram
Scatter diagram (diagram pencar) adalah grafik yang
menampilkan sepasang data numerik pada sistem koordinat
53
Cartesian, dengan satu variabel pada masing-masing sumbu,
untuk melihat hubungan dari kedua variabel tersebut. Jika kedua
variabel tersebut berkorelasi, titik-titik koordinat akan jatuh di
sepanjang garis atau kurva. Semakin baik korelasi, semakin
ketat titik-titik tersebut mendekati garis.
c. Cause and Effect Diagram / fishbone diaram
Fishbone diagram (diagram tulang ikan) sering disebut juga
diagram Ishikawa atau cause–and–effect diagram (diagram
sebab-akibat). Fishbone diagram adalah alat untuk
mengidentifikasi berbagai sebab potensial dari satu efek atau
masalah, dan menganalisis masalah tersebut melalui sesi
brainstorming. Masalah akan dipecah menjadi sejumlah kategori
yang berkaitan, mencakup manusia, material, mesin, prosedur,
kebijakan, dan sebagainya. Setiap kategori mempunyai sebab-
sebab yang perlu diuraikan melalui sesi brainstorming.
d. Pareto Chart
Pareto chart (bagan pareto) adalah bagan yang berisikan
diagram batang (bars graph) dan diagram garis (line graph);
diagram batang memperlihatkan klasifikasi dan nilai data,
sedangkan diagram garis mewakili total data kumulatif.
Klasifikasi data diurutkan dari kiri ke kanan menurut urutan
ranking tertinggi hingga terendah. Ranking tertinggi merupakan
masalah prioritas atau masalah yang terpenting untuk segera
diselesaikan, sedangkan ranking terendah merupakan masalah
yang tidak harus segera diselesaikan.
e. Flow Chart
Flow charts (bagan arus) adalah alat bantu untuk
memvisualisasikan proses suatu penyelesaian tugas secara
tahap-demi-tahap untuk tujuan analisis, diskusi, komunikasi,
serta dapat membantu kita untuk menemukan wilayah-wilayah
perbaikan dalam proses.
f. Histogram
54
Histogram adalah alat seperti diagram batang (bars graph)
yang digunakan untuk menunjukkan distribusi frekuensi. Sebuah
distribusi frekuensi menunjukkan seberapa sering setiap nilai
yang berbeda dalam satu set data.
g. Control Chart
Control chart atau peta kendali adalah peta yang digunakan
untuk mempelajari bagaimana proses perubahan dari waktu ke
waktu. Data di-plot dalam urutan waktu. Control chart selalu
terdiri dari tiga garis horisontal, yaitu :
1) Garis pusat (center line), garis yang menunjukkan nilai tengah
(mean) atau nilai rata-rata dari karakteristik kualitas yang di-
plot-kan pada peta kendali.
2) Upper control limit (UCL), garis di atas garis pusat yang
menunjukkan batas kendali atas.
3) Lower control limit (LCL), garis di bawah garis pusat yang
menunjukkan batas kendali bawah.
Garis-garis tersebut ditentukan dari data historis, terkadang
besarnya UCL dan LCL ditentukan oleh confidence interval dari
kurva normal. Dengan control chart, kita dapat menarik
kesimpulan tentang apakah variasi proses konsisten (dalam batas
kendali) atau tidak dapat diprediksi (di luar batas kendali karena
dipengaruhi oleh special cause of variation, yaitu variasi yang
terjadi karena faktor dari luar sistem).
2.13.5 Future state map
Tahap awal untuk mengubah kondisi awal menjadi lebih baik
adalah mengeluarkan dan menuliskan setiap ide dalam catatan.
Cara terbaik untuk melakukan hal tersebut adalah dengan
melakukan brainstorming (Liker, 2004). Usulan yang telah dibuat
selanjutnya ditunjukkan kepada atasan untuk meminta persetujuan.
Usulan yang diterima akan dilanjutkan dengan pembuatan future
state map.
55
2.13.6 Develop improvement
Langkah terakhir dalam pembuatan MVSM yaitu dengan membuat
sebuah langkah atau program untuk mengubah Current menjadi
sebuah future, contohnya untuk membuat lead time menjadi lebih
cepat dan sesuai future state yang dapat dilakukan dengan
menerapkan cellular manufacturing, mengelompokkan proses yang
mempunyai kemiripan untuk mengurangi travel time /
transportation time dan work in process. Dengan future state yang
dibuat oleh suatu tim diperlukannya penyadaran kepada semua
orang yang berada didalam sistem tersebut untuk berdiskusi
membuat sebuah komitmen dalam pencapaian dari program yang
dijalankan, dan menjadikan future state sebagai SOP dan budaya
dalam sistem tersebut.
2.13.7 Metrics for Measuring Maintenance
Konsep MMLT (Mean Maintenance Lead Time) adalah
konsep pengukuran pemeliharaan di bidang manufaktur dimana
waktu antara kebutuhan untuk pemeliharaan pada bagian tertentu
untuk kinerja aktual dan perbaikan peralatan. Perhitungan MMLT
diberikan oleh persamaan berikut :
MMLT = MTTO + MTTR + MTTY (2.21)
Dimana,
MTTO = Mean Time To Organize (waktu yang dibutuhkan untuk
mengkoordinasikan tugas-tugas dalam memulai
perbaikan pemeliharaan).
MTTR = Mean Time To Repair (waktu yang dibutuhkan untuk
memperbaiki dan memelihara peralatan).
MTTY = Mean Time To Yield (waktu yang dibutuhkan untuk
menghasilkan bagian yang baik setelah perawatan).
Di dalam MMLT, satu-satunya komponen yang memberikan nilai
tambah dan melibatkan kinerja aktual adalah MTTR sedangkan
yang tidak memberikan nilai tambah yaitu MTTO dan MTTY.
Oleh karena itu :
56
Value added time = MTTR
Non-value added time = MTTO + MTTY (2.22)
Efisiensi pemeliharaan dapat dihitung sebagai persentase dengan :
MTTR
% Maintenance Efficiency = x 100 % (2.23)
MMLT
10 BAB 3
METODE PENELITIAN
57
tinggi. Identifikasi tersebut digunakan untuk merumuskan permasalahan
dan menetapkan tujuan penelitian, serta menentukan ruang lingkup
penelitian dan asumsi yang akan digunakan.
3.2.1 Studi Pustaka
Studi kepustakaan ini digunakan untuk mendapatkan kajian
secara teoritis, mengetahui metode yang dapat digunakan untuk
menyelesaikan permasalahan dalam penelitian. Teori yang dikaji
adalah RCM II (Reliability Centered Maintenance II) untuk
menentukan kebijaksanaan perawatan yang tepat berdasarkan
dampak kegagalan dan dikombinasikan dengan Maintenance Value
Stream Map untuk identifikasi adanya pemborosan pada aktivitas
perawatan yang terjadi yang kemudian diberikan analisis perbaikan
serta teori keandalan untuk menentukan interval perawatan dan
mempertimbangkan biaya perawatan pada mesin hanger shot blast
KAZO. Serta dilakukan studi pustaka terhadap penelitian-penelitian
sebelumnya sebagai bahan referensi terhadap penelitian yang
dilakukan.
3.2.2 Studi Lapangan
Studi lapangan dilaksanakan untuk mengamati objek yang
akan diteliti. Dari hasil pengamatan di lapangan akan diketahui
aliran proses kerja, pemborosan aktivitas perawatan, dan kondisi kerja
mesin hanger shot blast KAZO.
3.3 Tahap Pengumpulan Data
Tahap pengumpulan data ini merupakan tahap lanjutan yang
mendasari suatu penelitian. Dalam proses pengumpulan dan informasinya
memerlukan data primer dan data sekunder yang meliputi :
1. Data detail komponen dari mesin seperti fungsi komponen,
keterkaitan dengan komponen lain, kegagalan fungsi, dan efek yang
dapat terjadi dari kegagalan tersebut.
2. Sistem pengaman yang terdapat pada mesin tersebut untuk
mengurangi kerugian jika kegagalan sistem terjadi.
58
3. Data perawatan mesin : Data waktu antar kegagalan (Time to
Failure), data waktu antar perbaikan (Time to Repair).
59
mesin hanger shot blast dapat dihitung berdasarkan rumus yang sudah
ditentukan.
3.4.6 Penentuan Propose task
Tahap ini dilakukan dengan melakukan wawancara
terhadap orang yang sudah ditentukan berdasarkan metode expert
judgement. Pertanyaan yang diajukan berdasarkan decision diagram.
3.4.7 RCM II decision worksheet
Tahap ini dilakukannya input mengenai information
references, hasil penentuan propose task, dan initial interval sebagai
informasi lengkap yang ditampilkan dalam decision worksheet ini.
60
3.5 Tahap Analisa Data
Pada tahapan ini akan dilakukan analisa dari hasil pengolahan
data yang telah dilakukan. Analisa yang dilakukan dari hasil
pengolahan data primer dan sekunder.
61
62
Gambar 3.1 Flowchart Penelitian
BAB 4
PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA
Pada bab berikut ini akan dilakukan pengolahan dan analisa data-data
perawatan mesin hanger shot blast KAZO beserta data pendukung lainya untuk
menentukan interval perawatan, tindakan perawatan, dan efisiensi kegiatan
perawatan di Perusahaan manufaktur. Proses pengolahan data diawali dengan
identifikasi proses kerja dari mesin hanger shot blast KAZO agar dapat
mengetahui sistem yang dijadikan objek penelitian. Data-data yang telah
diperoleh tersebut akan diolah melalui tahapan pengerjaan yang sesuai, dengan
menggunakan FMEA dan RCM II untuk dapat menentukan masing-masing
bentuk kegagalan perkomponen dan dapat menentukan waktu serta jenis
perawatan yang optimal. Penentuan kegiatan perawatan yang efisien didasarkan
pada hasil nilai komponen yang memiliki resiko tinggi berdasarkan hasil RPN
dilakukan perampingan menggunakan metode MVSM. Pengolahan data
menggunakan metode MVSM dapat memunculkan nilai VA (value added) dan
63
NVA (non value added), sebagai dasar melakukan evaluasi bagi pekerja di
Perusahaan manufaktur.
64
65
Gambar 4.4.2.3 Functional Block Diagram
Hubungan fungsi antar item/komponen yang membentuk suatu
sistem kerja dalam penelitian ini adalah mesin hanger shot blast KAZO
foundry plant Perusahaan manufaktur. Hubungan tersebut menggambarkan
perpindahan fungsi kerja dengan melewati elemen-elemen yang berbeda
pada sebuah sistem kerja. Melalui Gambar 4.1 dapat ditunjukan bahwa
sistem kerja mesin hanger shot blast KAZO dimulai dari control panel yang
berfungsi mengatur seluruh kegiatan electrical mesin hanger shot blast
KAZO, antara lain mulai mengatur timer hanger rotator serta timer proses
blasting yang akan dilakukan. Komponen yang akan di blasting dan
dibawah oleh crane masuk ke dalam blast cabinet kemudian impeller unit
akan melakukan proses blasting dengan menembakkan stell shot ball pada
tiap sisinya selama kurang lebih 10-15 menit. Pada saat yang bersamaan
dust collector berfungsi untuk membersihkan dan mengurangi kerak hasil
proses blasting untuk dibawah keluar dari mesin. Stell shot ball yang
digunakan terjatuh kebawah menuju screw conveyor 1 kemudian didorong
menuju screw conveyor 2, kemudian secara vertikal Stell shot ball diangkut
menuju rotary screen dengan bucket elevator. Proses pemisahan dan
pembersihan material selain Stell shot ball berlangsung di rotary screen
dengan bantuan air wash separator, proses tersebut dilanjutkan dengan
menyalurkan Stell shot ball menuju impeller unit kembali melalui shot gate
and support. Siklus tersebut akan berulang kali terjadi dengan periodik yang
sama untuk mendapatkan hasil dari proses blasting yang maksimal.
66
kualitatif yakni function, functional failure, serta failure effect dari tiap-tiap
komponen akan dirangkum ke dalam tabel 4.1.
Identifikasi kegagalan komponen mesin hanger shot blast KAZO
dalam FMEA akan dilanjutkan dengan penentuan prioritas risiko / penilaian
risiko kegagalan fungsi komponen mesin hanger shot blast KAZO dengan
menggunakan Risk Priority Number (RPN). Penilaian risiko tersebut
didasarkan pada 3 kategori penilaian yakni nilai severity (seberapa parah
kerusakannya), nilai occurrence (beberapa sering terjadinya kegagalan) dan
nilai detection (Bagaimana kemungkinan pendeteksian kegagalannya). Nilai
RPN diperoleh dengan mengalikan 3 kategori tersebut. Kriteria penilaian
RPN berdasarkan prosedur identifikasi dan penilaian resiko Perusahaan
manufaktur.
67
Tabel 4.11 Failure Mode and Effect Analysis
blasting
2. Screw conveyor 1 Menampung dan A Tidak dapat 1 Motor Seluruh item mesin HSB 1 2 3 6
mendorong stell shot mendorong stell penggerak beroprasi tetapi steel
ball hasil proses shot ball untuk Screw conveyor shot ball tertahan di
blasing yang jatuh digunakan mengalami trip screw conveyor
ke bawah blasting ulang 2 Gear screw aus 1 3 3 9
objek
3 Sproket screw 1 3 2 6
coveyor macet
69
Lanjutan Tabel 4.1 Failure Mode and Effect Analysis
Functional
No Equipment Function Failure mode Failure effect S O D RPN
failure
6. Hanger rotator 1 Memutar objek yang A Hanger rotator 1 Hanger rotator Objek yang di
diangkat crane tidak dapat tidak dapat blasting tidak rata dan 1 3 3 9
sesuai timer yang berputar berputar menyebabkan defect
ditentukan 2 Automatic hanger pada beberapa sisi
rotator mengalami 1` 2 2 4
trip
7. Motor 1 Sebagai motor A Motor tidak 1 Motor mengalami Debu/kerak hasil
cadangan ketika dust dapat berfungsi gangguan pada blasting tidak dapat
1 2 3 6
collector tidak saat akan sistem dikendalikan dan
bekerja digunakan elektriknya/trip tersebar di area pabrik
8. Dust collector 1 Menghisap A Kemampuan 1 Terjadi penggumpalan
debu/kerak proses hisap dust belt dust collector debu/kerak dan debu
1 4 1 4
blasting mesin HSB collector tidak kendor tersebar di sekitar
maksimal mesin HSB
B Filter tidak 1
Air filter tidak
bekerja secara 3 2 1 6
dapat berfumgsi
maksimal
Sumber : Pengolahan data 2018
70
Lanjutan Tabel 4.1 Failure Mode and Effect Analysis
Functional
No Equipment Function Failure mode Failure effect S O D RPN
failure
9. crane 1 Mengangkat dan A Crane tidak 1 Sling crane putus material yang akan di 3 2 2 12
mengangkut material dapat berfungsi blasting tidak dapat
yang akan di blasting untuk diturunkan
2 Jib crane lepas 3 1 2 6
menuju mesin HSB menurunkan menyebabkan
pada arena
material mengganggu proses
blasting selanjutnya
3 Automatic crane 1` 2 2 4
tidak berfungsi
10. Control panel 1 Mengatur suplai A Item/komponen 1 Konsleting pada Proses blasting pada 1 2 3 6
kebutuhan elektrikal pada mesin HSB trafo objek akan berhenti
dan sebagai ON/OFF tidak dapat 2 Tombol control 2 3 1 6
serta timer pada item berfungsi. manual tidak
mesin HSB berfungsi
Sumber : Pengolahan data 2018
71
Hasil analisa Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) pada mesin
Hanger Shot Blast KAZO yang dapat dikatakan sebagai Information
Worksheet pada RCM II sebagai berikut :
1. Terdapat 21 bentuk kegagalan mesin Hanger Shot Blast KAZO yang
menyebabkan mesin tersebut gagal menjalankan fungsinya.
2. Impeller unit berfungsi sebagai komponen yang berputar untuk
menembakkan steel shot ball, memiliki 3 bentuk kegagalan antara lain
blade Impeller pecah, liner mengalami kebocoran, dan bearing pecah.
Kegagalan tersebut dapat menyebabkan dinding mesin Hanger Shot
Blast KAZO mengalami kebocoran steel shot ball.
3. Screw conveyor berfungsi sebagai penampung dan pendorong stell
shot ball hasil proses blasing yang jatuh ke bawah, memiliki 3
bentuk kegagalan antara lain motor penggerak Screw conveyor
mengalami trip, gear screw mengalami aus, dan seproket screw
coveyor macet. Kegagalan tersebut dapat menyebabkan seluruh
item/komponen mesin Hanger Shot Blast KAZO beroprasi akan tetapi
steel shot ball tertahan di dalam screw conveyor.
4. Bucket elevator berfungsi sebagai pengangkat steel shot ball menuju
rotary screen, memiliki 2 bentuk kegagalan antara lain karet conveyor
kendor atau terlepas dan motor penggerak bucket elevator mengalami
trip. Kegagalan tersebut menyebabkan proses blasting pada objek
akan berhenti karena stell shot ball tidak dapat disuplai menuju shot
gate.
5. Rotary screen berfungsi sebagai penyaring kotoran/material lain agar
tidak ikut dalam proses blasting, memiliki 2 bentuk kegagalan antara
lain rantai separator putus dan bearing separator pecah. Kegagalan
tersebut dapat menyebabkan proses blasting pada objek akan berhenti.
6. Shot gate and support berfungsi sebagai penyuplai stell shot ball yang
tidak tercampur oleh material lain menuju impeller, memiliki 1 bentuk
kegagalan antara lain Shot gate menipis dikarenakan bergesekan
dengan stell shot ball yang melaluinya/ bocor pada pagian selang.
72
Kegagalan tersebut menyebabkan steel shot ball keluar dari sistem
mesin Hanger Shot Blast KAZO.
7. Hanger rotator berfungsi sebagai pemutar objek yang diangkat crane
sesuai timer yang ditentukan, memiliki 2 bentuk kegagalan antara lain
hanger rotator tidak dapat berputar dan automatic hanger rotator
mengalami trip. Kegagalan tersebut menyebabkan objek yang di blasting
tidak rata dan menyebabkan defect pada beberapa sisi.
8. Motor berfungsi sebagai motor cadangan ketika dust collector tidak
bekerja, memiliki 1 bentuk kegagalan antara lain Motor mengalami
gangguan pada sistem elektriknya/trip. Kegagalan tersebut menyebabkan
debu/kerak hasil blasting tidak dapat dikendalikan dan tersebar di area
pabrik.
9. Dust collector berfungsi sebagai penghisap debu/kerak proses blasting
mesin Hanger Shot Blast KAZO, memiliki 2 bentuk kegagalan antara lain
belt dust collector kendor dan air filter tidak dapat berfumgsi. Kegagalan
tersebut menyebabkan terjadi penggumpalan debu/kerak dan debu tersebar
di sekitar mesin Hanger Shot Blast KAZO.
10. Crane berfungsi sebagai pengangkat dan pengangkut material yang akan
di blasting menuju mesin Hanger Shot Blast KAZO, memiliki 3 bentuk
kegagalan antara lain sling crane putus, jib crane lepas pada arena, dan
automatic crane tidak berfungsi. Kegagalan tersebut menyebabkan
material yang akan di blasting tidak dapat diturunkan menyebabkan
mengganggu proses blasting selanjutnya.
11. Control panel berfungsi sebagai pengatur suplai kebutuhan elektrikal dan
sebagai ON/OFF serta timer pada item mesin Hanger Shot Blast KAZO,
memiliki 2 bentuk kegagalan antara lain konsleting pada trafo dan tombol
control manual tidak berfungsi. Kegagalan tersebut menyebabkan proses
blasting pada objek akan berhenti.
12. Berdasarkan penilaian RPN yang telah diberikan terhadap masing-masing
bentuk kegagalan dari item/komponen mesin Hanger Shot Blast KAZO
dapat diketahui yang memiliki prioritas risiko tertinggi dengan nilai RPN
yaitu kegagalan pada blade impeller dengan nilai RPN 15, kemudiaan
73
kegagalan pada shot gate dengan nilai RPN 12, dan kegagalan pada sling
crane dengan nilai RPN 12 memiliki resiko sedang. Untuk komponen-
komponen yang memiliki nilai RPN tinggi komponen tersebut harus
diprioritaskan dalam melakukan kegiatan perawatan, karena memiliki
risiko yang sangat tinggi jika peralatan tersebut gagal maka dapat
mengancam keselamatan pekerja dan juga kerugian yang besar bagi
perusahaan.
74
Tabel 4.12 RCM II Decision Worksheet
WORKSHEET Sub System : Hanger Shot Blast KAZO Auditor: Date: Of:
Information Reference Consequence H1 H2 H3 Default Action Proposed Task Initial Can be done
Evaluation Interval by
S1 S2 S3
No Equipment F FF FM H S E O E1 E2 E3 H4 H5 S4 (Jam)
O1 O2 O3
1. Impeller unit 1 A Scheduled discard task Operator dan
1 Y N N Y N N Y *Ganti blade impeller
mekanik
Scheduled restoration
2 Y N N Y N Y task* pengechekan rutin
posisi impeller
75
Lanjutan Tabel 4.2 RCM II Decision Worksheet
RCM II DECISION System : Foundry plant Facilitator: Date: Sheet No:
WORKSHEET Sub System : Hanger Shot Blast KAZO Auditor: Date: Of:
Information Reference Consequence H1 H2 H3 Default Action Proposed Task Initial Can be done
Evaluation Interval by
S1 S2 S3
No Equipment F FF FM H S E O E1 E2 E3 H4 H5 S4 (Jam)
O1 O2 O3
Scheduled restoration Operator dan
3 Y N N Y N Y
task Pengecekan rutin mekanik
3. Bucket 1 A Scheduled
pada baggianrestoration
sepoket Operator dan
1 Y N N Y N Y task
elevator mekanik
76
Lanjutan Tabel 4.2 RCM II Decision Worksheet
RCM II DECISION System : Foundry plant Facilitator: Date: Sheet No:
WORKSHEET Sub System : Hanger Shot Blast KAZO Auditor: Date: Of:
Information Reference Consequence H1 H2 H3 Default Action Proposed Task Initial Can be done
Evaluation Interval by
S1 S2 S3
E1 E2 E3 H (Jam)
No Equipment F FF FM H S E O H5 S4
O1 O2 O3 4
77
Lanjutan Tabel 4.2 RCM II Decision Worksheet
RCM II DECISION System : Foundry plant Facilitator: Date: Sheet No:
WORKSHEET Sub System : Hanger Shot Blast KAZO Auditor: Date: Of:
Information Reference Consequence H1 H2 H3 Default Action Proposed Task Initial Can be done
Evaluation Interval by
S1 S2 S3
E1 E2 E3 H (Jam)
No Equipment F FF FM H S E O H5 S4
O1 O2 O3 4
78
Lanjutan Tabel 4.2 RCM II Decision Worksheet
RCM II DECISION System : Foundry plant Facilitator: Date: Sheet No:
WORKSHEET Sub System : Hanger Shot Blast KAZO Auditor: Date: Of:
Information Reference Consequence H1 H2 H3 Default Action Proposed Task Initial Can be done
Evaluation Interval by
S1 S2 S3
E1 E2 E3 H (Jam)
No Equipment F FF FM H S E O H5 S4
O1 O2 O3 4
79
RCM II Decision worksheet yang digunakan dalam pengerjaan analisa mesin
hanger shot blast KAZO memiliki maksud dan penjelasan terkait hasil analisa
pada studi kasus perusahaan manufaktur tersebut, antara lain adalah sebagai
berikut :
80
3. Hasil analisa consequence evaluation yang digunakan untuk menentukan
strategi perawatan efektif yang akan dilakukan yaitu pada kolom 9 sampai
14. strategi perawatan yang pertama adalah Proactive task (kolom 9
sampai 11) dan default action (kolom 12 sampai 14). Proactive task
adalah pekerjaan yang dilakukan untuk mencegah kegagalan pada
peralatan sebelum terjadi kegagalan. Berdasarkan hasil analisa dapat
diketahui proactive task sebagai berikut :
a. kolom 9 (H1/S1/O1/N1) dapat diisi dengan Yes (Y) apabila
scheduled on conditional task merupakan kebijakan perawatan
yang sesuai dan diisi dengan No (N) apabila sebaliknya. Scheduled
on conditional task mencakup kegiatan pengecekan sehingga
konsekuensi kegagalan yang terjadi dapat hilang atau berkurang.
b. Kolom 10 (H2/S2/O2/N2)dapat diisi dengan Yes (Y) apabila
scheduled restoration task merupakan kebikakan perawatan yang
sesuai untuk mengantisipasi atau mencegah failure mode yang
terjadi dan diisi No (N) apabila sebaliknya. Scheduled restoration
task mencakup kegiatan rekondisi komponen untuk
mengembalikan kemampuan asal atau melakukan overhaul pada
saat atau sebelum batas umur yang telah ditetapkan tanpa
memandang kondisi komponen pada saat perbaikan.
c. Kolom 11 (H3/S3/O3/N3) dapat diisi dengan Yes (Y) apabila
scheduled discard task merupakan kebijakan perawatan yang
sesuai untuk mengantisipasi atau mencegah failure mode yang
terjadi dan dapat diisi No (N) apabila sebaliknya. Scheduled
discard task mencakup kegiatan untuk mengganti komponen
dengan komponen yang baru pada saat atau sebelum batas umur
yang telah ditetapkan atau sesuai dengan interval waktu tertentu
tanpa memandang kondisi komponen pada saat penggantian.
Apabila pada kolom 9 sampai dengan kolom 11 terisi No (N) maka salah
satu default action yang sesuai dapat dipilih pada kolom 12 sampai dengan
kolom 14 untuk masing-masing failure mode yang terjadi sebagai berikut :
81
a. Kolom 12 (H4) dapat diisi dengan Yes (Y) apabila failure finding task
merupakan kebijakan perawatan yang sesuai untuk menangani failure
mode yang terjadi dan diisi No (N) apabila sebaliknya. Failure finding
task merupakan kegiatan memeriksa fungsi tersembunyi untuk
mengetahui apakah komponen tersebut sudah mengalami kegagalan.
b. Kolom 13 (H5) dapat diisi dengan Yes (Y) apabila redesign
merupakan kebijakan perawatan yang sesuai untuk menangani failure
mode yang terjadi dan diisi No (N) apabila sebaliknya. Redesign
mencakup modifikasi atau merubah kemampuan suatu system
termasuk perubahan peralatan dan prosedur kerja.
c. Kolom 14 (S4) adalah merupakan kolom terakhir yang merupakan No
scheduled maintenance. No scheduled maintenance adalah tindakan
yang tidak melakukan perawatan atau dengan kata lain menunggu
sampai alat rusak baru diperbaiki. Hal ini dilakukan karena
konsekuensi kegagalan tidak berpengaruh pada hal apapun.
4. Hasil analisa yang dimulai dari information worksheet RCM II Decision
Worksheet yang didapat dengan metode Failure Mode and Effect Analysis
menjadi hal yang paling mendasar. Failure mode yang didapat pada data
historis kerusakan pada mesin hanger shot blast KAZO diolah dan dihitung
interval perawatannya.
5. Berdasarkan hasil diskusi dan brainstorming dengan manager
maintenance pabrik pengecoran pada perusahaan manufaktur pada
masing-masing item/komponen mesin hanger shot blast KAZO, hal
tersebut dijadikan dasar penentuan maintenance task menggunakan RCM
II decision worksheet dengan hasil sebagai berikut :
a. Pada item/komponen Impeller unit terdapat 3 failure mode yang
terjadi dan dapat dicegah dengan kebijakan perawatan scheduled
discard task, scheduled restoration task, dan scheduled discard task.
b. Pada item/komponen screw conveyor terdapat 3 failure mode yang
terjadi dan dapat dicegah dengan kebijakan perawatan scheduled
restoration task, scheduled discard task, dan scheduled restoration
task.
82
c. Pada item/komponen bucket elevator terdapat 2 failure mode yang
terjadi dan dapat dicegah dengan kebijakan perawatan scheduled
restoration task dan scheduled restoration task.
d. Pada item/komponen rotary screen terdapat 2 failure mode yang
terjadi dan dapat dicegah dengan kebijakan perawatan scheduled
discard task dan scheduled discard task.
e. Pada item/komponen shot gate and support terdapat 1 failure mode
yang terjadi dan dapat dicegah dengan kebijakan perawatan
scheduled discard task.
f. Pada item/komponen hanger rotator terdapat 2 failure mode yang
terjadi dan dapat dicegah dengan kebijakan perawatan scheduled
restoration task dan scheduled restoration task.
g. Pada item/komponen motor terdapat 1 failure mode yang terjadi
dan dapat dicegah dengan kebijakan perawatan scheduled
restoration task.
h. Pada item/komponen dust collector terdapat 2 failure mode yang
terjadi dan dapat dicegah dengan kebijakan perawatan scheduled
restoration task dan scheduled discard task.
i. Pada item/komponen crane terdapat 3 failure mode yang terjadi
dan dapat dicegah dengan kebijakan perawatan scheduled discard
task, scheduled restoration task, dan scheduled restoration task.
j. Pada item/komponen control panel terdapat 2 failure mode yang
terjadi dan dapat dicegah dengan kebijakan scheduled restoration
task dan scheduled restoration task.
83
4.5 Pengolahan Data Kuantitatif
Data kuantitatif berupa data kegagalan item/komponen mesin hanger
shot blast KAZO diolah pada periode 2013, 2014, 2015, 2016, dan 2017.
Pengolahan data kuantitatif tersebut menghasilkan nilai parameternya dengan
bantuan software weibull ++Version 6. Perhitungan secara kuantitatif ini
dapat membantu dalam proses pengisian form RCM, dalam memprediksi
waktu yang tepat untuk melakukan kegiatan perawatan dengan melihat data
periode waktu komponen tersebut mengalami kegagalan dan rentang lamanya
waktu perawatan tersebut dilakukan.
4.5.1. Penentuan Distribusi
Setelah data kuantitatif berupa interval kerusakan / kegagalan
(TTF) dan selang lamanya perbaikan (TTR) diperoleh, maka langkah
selanjutnya adalah mengolah dan menguji data tersebut dengan
menggunakan bantuan software weibull++ version 6 untuk mengetahui
jenis distribusi yang mengikuti data kerusakan tersebut. Output yang
dihasilkan dari pengujian ini yaitu akan diperoleh alternative
distribution dengan urutan rank, dimana distribusi dengan urutan
ranking yang terbaiklah yang akan dipilih. Selain itu output dari
software ini akan menghasilkan parameter distribusi yang nantinya
dapat digunakan untuk menentukan waktu selang antar kerusakan
komponen (MTTF) dan waktu selang antar perbaikan komponen
(MTTR).
84
Tabel 4.13 Rekap hasil pengujian distribusi
Parameter
No Equipment Failure Mode Distribusi Keterangan
Β η ɤ μ σ
1. impeller unit blade impeller pecah Weibull 2 TTF 5,6941 9402,7791
Weibull 2 TTR 3,01 4,4891
liner impeller bocor Weibull 2 TTF 3,7714 4864,1878
Weibull 2 TTR 3,2242 5,1589
Bearing impeller pecah Weibull 2 TTF 8,4313 9705,8524
Weibull 3 TTR 1,2405 2,51 1,0866
2 Screw conveyor motor screw conveyor trip Weibull 2 TTF 7,9843 9543,9429
Normal TTR 2,9375 1,0078
gear screw aus Weibull 2 TTF 4,7336 9965,8523
Normal TTR 2,45 0,542
spoket screw conveyor macet Weibull 2 TTF 7,7159 5009,752
Weibull 3 TTR 0,7249 1,0116 2,46
3. Bucket elevator belt bucket elevator kendor Weibull 2 TTF 2,5835 5418,9922
Normal TTR 3,25 0,6455
motor bucket elevator trip Weibull 2 TTF 7,033 6069,2041
Weibull 3 TTR 1,5319 1,2129 1,225
4. Rotary screen rantai separator putus Weibull 2 TTF 15,3404 5793,6136
Weibull 3 TTR 1,3586 1,3757 1,2438
bearing separator pecah Weibull 2 TTF 2,0323 7641,4884
Weibull 3 TTR 3,3941 0,8251 0,0135
5. Shot gate and shot gate bocor pada bagian selang Weibull 2 TTF 2,8823 4340,8989
support 1,7781 1,8332
Weibull 2 TTR
Sumber : Pengolahan data, 2018
85
Lanjutan Tabel 4.3 Rekap hasil pengujian distribusi
Parameter
No Equipment Failure Mode Distribusi Keterangan
β η ɤ μ σ
6. Hanger rotator hanger rotator tidak dapat berputar Weibull 2 TTF 1,9482 4940,4485
Weibull 3 TTR 1,446 0,9928 0,2685
automatic hanger rotator trip Weibull 2 TTF 2,0348 4689,7725
Weibull 3 TTR 3,3941 0,8251 0,0135
7. Motor Motor trip/terbakar Weibull 2 TTF 3,7961 3868,8605
Weibull 3 TTR 2,7663 2,1125 2,2525
8. Dust collector v belt dust collector kendor Weibull 2 TTF 2,6322 7968,2064
Weibull 3 TTR 1,446 0,9928 0,2685
air filter tidak berfungsi Weibull 2 TTF 10,1213 8996,6424
Normal TTR 3,8333 0,7638
9. crane sling crane putus Weibull 2 TTF 5,4779 4361,5653
Weibull 3 TTR 1,4513 0,9958 2,2663
jib crane lepas Weibull 2 TTF 14,8219 8478,0336
Weibull 2 TTR 4,606 0,9198
automatic crane tidak berfungsi Weibull 2 TTF 17,4973 9226,705
Weibull 3 TTR 1,4425 0,9907 1,27
10 Control panel trafo mengalami konsleting Weibull 2 TTF 2,6528 8020,6524
. Weibull 3 TTR 1,0133 0,9585 1,88
tombol control manual tidak berfungsi Weibull 2 TTF 6,2938 9190,8926
Weibull 3 TTR 1,8801 2,1747 0,4725
Sumber : Pengolahan data, 2018
86
4.5.2. Perhitungan MTTF dan MTTR
Setelah parameter dari masing-masing distribusi diperoleh
maka langkah selanjutnya adalah menghitung nilai MTTF dan MTTR
dari setiap komponen. Berikut adalah contoh perhitungan MTTF dan
MTTR pada item/komponen impeller unit dengan failure mode blade
impeller pecah. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.
a) MTTF = η Г (1+ 1/ β ) Weibull 2
= 9402,779 Г (1 + 1/¿ 5,6941)
= 9402,779 Г (1,17)
= 9402,779 (0,92670)
= 8713,55
Lihat pada lampiran 1 Г (1,17) = 0,92670
b) MTTR = η Г (1+ 1/ β ) Weibull 2
= 4,4891 Г (1 + 1/¿ 3,01)
= 4,4891 Г (1,33)
= 4,4891 (0,89338)
= 4,010 jam
Lihat pada lampiran 1 Г (1,33) = 0,89338
87
Tabel 4.14 Rekap Hasil Perhitungan MTTF dan MTTR
88
Mean Time To Failure (MTTF) merupakan nilai rata-rata waktu
kegagalan yang akan datang dari sebuah sistem (komponen). Untuk sistem
yang dapat direparasi, maka MTTF adalah masa kerja suatu komponen saat
pertama kali digunakan atau dihidupkan sampai unit tersebut akan rusak
kembali atau perlu diperiksa kembali. Sedangkan Mean Time To Repair
(MTTR) adalah waktu rata-rata untuk waktu pengecekan atau perbaikan saat
komponen atau unit tersebut diperiksa sampai komponen atau unit tersebut
digunakan atau dihidupkan kembali. Hasil perhitungan MTTF pada tabel
4.12 menunjukan bahwa semakin besar nilai MTTF dari suatu komponen
maka hal ini menunjukan bahwa peralatan tersebut memiliki rentang waktu
kerusakan yang lama. Sebaliknya jika nilai MTTF pada suatu komponen
kecil, maka hal ini berarti komponen tersebut semakin rentan untuk
mengalami kerusakan.
89
mesin hanger shot blst KAZO dilakukan oleh 3 petugas.
90
Tabel 4.17 Alokasi biaya maintenance (CM)
91
Hal tersebut menyebabkan perusahaan mengalami kerugian karena
mesin hanger shot blast KAZO tidak dapat beroperasi. Besarnya
biaya ini dapat dihitung dengan cara :
CO = Harga / unit x jumlah output/ jam
Jika mesin hanger shot blast KAZO tidak dapat menjalankan
fungsinya karena mengalami kegagalan/ kerusakan, maka proses
pembuatan frame mengalami keterlambatan waktu sehingga
perusahaan mengalami kerugian. Harga satu unit frame sebesar Rp
90.000.000 dan dalam satu shift dapat mencapai 10 unit frame.
Maka besarnya biaya konsekuensi operasional yang akan diterima
sebagai berikut :
CO = Rp. 90.000.000/unit frame x 10 unit/8 jam
CO = Rp. 90.000.000/unit frame x 1,25 unit/jam
CO = Rp. 112.500.000/jam
3. Biaya Penggantian Komponen (CF)
Biaya ini timbul akibat adanya kerusakan dari komponen pada
mesin hanger shot blast KAZO yang membutuhkan pergantian.
Daftar harga untuk penggantian komponen pada mesin hanger shot
blast KAZO diasumsikan dengan menggunakan harga komponen
mesin hanger shot blast KAZO secara umum dengan persetujuan
pihak maintenance dan teknik karena adanya kebijakan data asset
merupakan rahasia perusahaan. Daftar biaya penggantian
komponen hanger shot blast KAZO dapat dilihat pada tabel berikut
ini :
92
4
Lanjutan rotary
Tabel screenUntuk Pergantian
4.9 Daftar rantai
Komponen 400.000
93
mengalami scheduled discard task dan scheduled restoration task.
Perhitungan interval perawatan tiap komponen bergantung pada nilai
parameter distribusi yang telah diperoleh sebelumnya dan biaya-biaya
yang berhubungan dengan perawatan seperti CM (Cost Maintenance)
dan CR (Cost Repair) untuk masing – masing komponen.
Berikut merupakan contoh perhitungan TM untuk Blade
impeller yang mengalami kegagalan. Untuk perhitungan seluruh
komponen dapat dilihat pada lampiran
Diketahui : β = 5,6941
Ƞ = 9402,7791
CR = Rp 458.135.305,-
CM = Rp 90406,25,-
[ ]
1
1 CM β
TM = ƞ x
β +1 CR−CM
1
1 90406,25
= 9402,7791[ x ] 5,6941
5,6941+1 458. 135 . 305−90406,25
= 1602,121 jam
Tabel 4.20 Hasil Perhitungan TM
N
Equipment Problem Jenis Perawatan TM (Jam)
o
1 Impeller unit blade impeller pecah 1602,12152
Scheduled discard task
1
liner impeller bocor 373,624474
Scheduled restoration task
7
Bearing impeller pecah Scheduled discard task 2839,15019
2 Screw conveyor motor screw conveyor 2677,43176
Scheduled restoration task
trip 9
gear screw aus Scheduled discard task 1384,93607
sproket screw conveyor 1311,74336
Scheduled restoration task
macet 6
3 Bucket elevator belt bucket elevator 181,809321
Scheduled restoration task
kendor 3
motor bucket elevator trip Scheduled restoration task 1514,12032
4 Rotary screen rantai separator putus Scheduled discard task 2879,50306
94
4
bearing separator pecah Scheduled discard task 201,411986
5 Shot gate and shot gate bocor pada 246,876629
Scheduled discard task
support bagian selang 2
6 Hanger rotator hanger rotator tidak 120,522531
Scheduled restoration task
dapat berputar 4
automatic hanger rotator 124,189471
Scheduled restoration task
trip 5
7 Motor
Lanjutan Motor trip/terbakar
Tabel 4.10 Hasil Perhitungan TM 338,339055
Scheduled restoration task
9
8 Dust collector v belt dust collector 413,768927
Scheduled restoration task
kendor 1
air filter tidak berfungsi 3130,77311
Scheduled discard task
6
9 Crane sling crane putus 731,155801
Scheduled discard task
7
jib crane lepas 4437,16816
Scheduled restoration task
1
automatic crane tidak 5003,73756
Scheduled restoration task
berfungsi 4
10 Control panel trafo mengalami
Scheduled restoration task 305,160797
konsleting
tombol control manual 1976,00727
Scheduled restoration task
tidak berfungsi 4
Sumber : Pengolahan data,2018
95
distribusi yang telah diperoleh akan digunakan dalam penentuan mean
time to failure (MTTF) dan mean time to repair (MTTR).
Hasil perhitungan MTTF menunjukan bahwa semakin besar
nilai MTTF dari suatu komponen maka hal ini menunjukan bahwa
peralatan tersebut memiliki rentang waktu kerusakan yang lama.
Sebaliknya jika nilai MTTF pada suatu komponen kecil, maka hal ini
berarti komponen tersebut semakin rentan untuk mengalami
kerusakan. Hasil dari perhitungan komponen yang memiliki nilai
MTTF tertinggi adalah kerusakan pada yaitu sebesar 9195,324 jam
dan komponen yang memiliki nilai MTTF terendah adalah motor unit
sebesar 3498,997 jam.
Penentuan TM dilakukan dengan mempertimbangkan biaya
yang dikeluarkan untuk perawatan (CM), biaya untuk perbaikan (CR)
serta nilai dari waktu antar perbaikan (MTTR). Oleh karena itu
besarnya biaya yang dikeluarkan untuk perawatan dan perbaikan harus
ditentukan terlebih dahulu sebelum menghitung nilai interval
perawatan optimal (TM). Perhitungan Interval perawatan optimal
(TM) digunakan untuk komponen pada mesin hanger shot blast
KAZO yang mengalami scheduled discard task dan scheduled
restoration task. Berdasarkan perhitungan interval perawatan optimal
(TM), Maka dapat diketahui bahwa besarnya nilai TM lebih rendah
dari nilai MTTFnya. Komponen yang memiliki nilai TM terbesar
adalah kegagalan crane pada automatic crane sebesar 5003,737 jam
dan komponen yang memiliki nilai TM terkecil adalah hanger rotator
pada bearing hanger rotator dengan nilai 120,522 jam. Dengan
demikian menunjukan bahwa interval waktu perawatan (TM)
bertujuan untuk menghindari dan mencegah terjadinya kegagalan pada
komponen sebelum kegagalan tersebut terjadi. Dengan menentukan
TM, maka penggantian / perbaikan pada komponen menjadi lebih
efektif dan efisien sehingga dapat meminimalisir biaya yang
dikeluarkan untuk kegiatan perawatan dan juga dapat menanggulangi
kecelakaan yang diakibatkan komponen gagal menjalankan fungsinya,
96
dengan memperhatikan TM dalam penggantian komponen dilakukan
sebelum komponen tersebut mengalami kegagalan sehingga
mengurangi angka kecelakaan dan menambah efektifitas pekerjaan.
97
Pengechekan mesin HSB
9. saat kondisi menyala secara 321 MTTY NVA
keseluruhan
10. Pencatatan waktu perbaikan 149 MTTO NVA
JUMLAH (MMLT) 2766
MTTO 1599
MTTR 550
MTTY 617
Berdasarkan Current State Map yang telah dibuat, dapat dilakukan analisis
terhadap waktu yang memberikan nilai tambah dan waktu yang tidak memberikan
nilai tambah. Efisiensi perawatan diperoleh dari perhitungan sebagai berikut :
Value added activity (VA) = MTTR = 550 detik
Non value added activity (NVA) = MTTO + MTTY
= 1599 + 617 = 2216 detik
MTTR
% VA activity= X 100 %
MMLT
550
= X 100 % = 19,88 %
2766
MTTO + MTTY
% VA activity= X 100 %
MMLT
2216
= X 100 % = 80,11 %
2766
Tabel dibawah ini merupakan rincian kegiatan disertai dengan durasi yang
ada dalam data vidio yang diambil. Rincian durasi dalam bentuk detik dianalisa
untuk mendapatkan nilai tambah dan waktu yang tidak memberikan nilai tambah
contactor crane seperti analisa diatas.
Durasi
No. Rincian Kegiatan Perbaikan Durasi dalam vidio
(Detik)
98
1. Equipment Breakdown - -
99
Gambar 4.2 Current State Map Contactor Crane
99
Tabel 4.23 Hasil Pengamatan Aktivitas Perawatan Komponen Blade impeller
100
MTTO+ MTTY
% N VA activity= X 100 %
MMLT
12907
= X 100 % = 71,07 %
18159
Tabel dibawah ini merupakan rincian kegiatan disertai dengan durasi yang
ada dalam data vidio yang diambil. Rincian durasi dalam bentuk detik dianalisa
untuk mendapatkan nilai tambah dan waktu yang tidak memberikan nilai tambah
blade impeller seperti analisa diatas.
Durasi
No. Rincian Kegiatan Perbaikan Durasi dalam vidio
(Detik)
1. Equipment Breakdown - -
Penyiapan berkas dan pembuatan order 148
2. 00.00-02.28
perbaikan
3. Menunggu pihak maintenance yang bertugas 02.28-08.53 385
Pengechekan dan pelepasan kunci liner dan 1639
4. 08.53-36.12
blade impeller
Pihak maintenance mengerinda blade impeller 11995
5. 36.12-3.56.07
karena ukuran tidak sesuai
6. Pemasangan blade impeller 3.56.07-4.56.20 3613
Pengechekan mesin HSB saat kondisi menyala 273
7. 4.56.20-5.00.53
secara keseluruhan
8. Pencatatan waktu perbaikan 5.00.53-5.02.39 106
1
Waktu perawatan pergantian Blade impeller 5.02.39
8159
Gambar 4.3 Current State Map Blade Impeller
102
4.9 Diagram Sebab Akibat
Gambar 0.4
Gambar 4.4 Diagram sebab akibat perawatan kurang efektif
Perawatan yang tidak efektif jika dilihat dari diagram sebab akibat
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang membuat hal tersebut terjadi dan
mempengaruhi proses produksi yang ada di industri manufaktur tersebut.
Faktor manusia meliputi operator dan petugas maintenance yang bertugas
menangani dan melakukan perawatan pada mesin hanger shot blast KAZO
memiliki keterkaitan yang besar terhadap kurang efektifnya perawatan
mesin tersebut. Faktor-faktor lain seperti permasalahan pada mesin, metode,
penanganan material, lingkungan, dan pengukuran juga turut andil menjadi
sebab perawatan yang dilakukan kurang efektif, hal ini sebagai dasar
melakukan evaluasi dan menentukan tindakan perbaikan terhadap kegiatan
perawatan yang dilakukan.
103
4.10 Future State Map
104
Gambar 4.6 Future State Map Blade Impeller
Berdasarkan Future State Map yang telah dibuat, dapat dilakukan analisis
terhadap waktu yang memberikan nilai tambah dan waktu yang tidak memberikan
nilai tambah. Efisiensi perawatan blade impeller sebagai berikut :
Value added activity (VA) = MTTR = 5252 detik
Non value added activity (NVA) = MTTO + MTTY
= 7839 + 273 = 8112 detik
MTTR
% VA activity = x 100%
MMLT
5252
= x 100% = 39,29%
13364
MTTO+ MTTY
% NVA activity =
MMLT
8112
= x 100% = 60,71%
13364
Maka efisiensi perawatan untuk perbaikan komponen Blade impeler sebesar
39,29%
105
4.10 Perbandingan Current state Map dan Future State Map
Maintenance Value Stream Map menggambarkan aktivitas perawatan
yang memiliki nilai tambah dan tidak memberikan nilai tambah terhadap
aktivitas perawatan. Berdasarkan hasil analisa diatas menunjukan bahwa
terjadi pengurangan nilai not value added pada aktivitas perawatan pada
komponen contactor crane dan blade impeller, pengurangan tersebut
didaptkan dengan mensimulasikan bahwa prosedur perbaikan yang ada
dalam perusahaan berjalan sesuai dengan rencana. Komponen contactor
crane dengan delay sebesar 1135 detik yang disebabkan kegiatan menunggu
pihak maintenance datang untuk melakukan perbaiakan, sedangkan dalam
prosedur perbaikan menyatakan bahwa setelah order perbaikan diberikan
selambat-lambatnya pihak maintenance menuju ke tempat selama 10 menit
atau 600 detik setelah order diberikan. Acuan tersebut yang kita gunakan
sebagai pengganti waktu delay pada future state map menghasilkan
penurunan nilai not value added dari 80,11% menjadi 75,35% serta
meningkatkan value added dari 19,88% menjadi 24,65%.
Tabel 4.25 Perbandingan Current State Map dan Future State Map
106
menghasilkan penurunan nilai not value added dari 71,07 %menjadi 60,71%
serta meningkatkan value added dari 28,93 % menjadi 39,29%.
107
4.11.1.2 Analisis Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
Identifikasi kegagalan komponen mesin hanger
shot blast KAZO dalam FMEA akan dilanjutkan dengan
penentuan prioritas risiko / penilaian risiko kegagalan
fungsi komponen mesin hanger shot blast KAZO dengan
menggunakan Risk Priority Number (RPN). Hasil analisa
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) pada mesin
Hanger Shot Blast KAZO Terdapat 21 bentuk kegagalan
mesin Hanger Shot Blast KAZO yang menyebabkan mesin
tersebut gagal menjalankan fungsinya.
Berdasarkan penilaian RPN yang telah diberikan
terhadap masing-masing bentuk kegagalan dari
item/komponen mesin Hanger Shot Blast KAZO dapat
diketahui yang memiliki prioritas risiko tertinggi dengan
nilai RPN yaitu kegagalan pada blade impeller dengan
nilai RPN 15, kemudiaan kegagalan pada shot gate dengan
nilai RPN 12, dan kegagalan pada sling crane dengan nilai
RPN 12 memiliki resiko sedang. Untuk komponen-
komponen yang memiliki nilai RPN tinggi komponen
tersebut harus diprioritaskan dalam melakukan kegiatan
perawatan, karena memiliki risiko yang sangat tinggi jika
peralatan tersebut gagal maka dapat mengancam
keselamatan pekerja dan juga kerugian yang besar bagi
perusahaan.
108
menghadapi masing-masing kegagalan dari item/komponen
mesin Hanger Shot Blast KAZO.
Berdasarkan hasil diskusi dan brainstorming dengan
manager maintenance pabrik pengecoran pada perusahaan
manufaktur pada masing-masing item/komponen mesin
hanger shot blast KAZO, hal tersebut dijadikan dasar
penentuan maintenance task menggunakan RCM II
decision worksheet dengan hasil sebagai berikut :
a. Pada item/komponen Impeller unit terdapat 3 failure
mode yang terjadi dan dapat dicegah dengan kebijakan
perawatan scheduled discard task, scheduled restoration
task, dan scheduled discard task.
b. Pada item/komponen screw conveyor terdapat 3 failure
mode yang terjadi dan dapat dicegah dengan kebijakan
perawatan scheduled restoration task, scheduled discard
task, dan scheduled restoration task.
c. Pada item/komponen bucket elevator terdapat 2 failure
mode yang terjadi dan dapat dicegah dengan kebijakan
perawatan scheduled restoration task dan scheduled
restoration task.
d. Pada item/komponen rotary screen terdapat 2 failure
mode yang terjadi dan dapat dicegah dengan kebijakan
perawatan scheduled discard task dan scheduled discard
task.
e. Pada item/komponen shot gate and support terdapat 1
failure mode yang terjadi dan dapat dicegah dengan
kebijakan perawatan scheduled discard task.
f. Pada item/komponen hanger rotator terdapat 2 failure
mode yang terjadi dan dapat dicegah dengan kebijakan
perawatan scheduled restoration task dan scheduled
restoration task.
109
g. Pada item/komponen motor terdapat 1 failure mode yang
terjadi dan dapat dicegah dengan kebijakan perawatan
scheduled restoration task.
h. Pada item/komponen dust collector terdapat 2 failure
mode yang terjadi dan dapat dicegah dengan kebijakan
perawatan scheduled restoration task dan scheduled
discard task.
i. Pada item/komponen crane terdapat 3 failure mode yang
terjadi dan dapat dicegah dengan kebijakan perawatan
scheduled discard task, scheduled restoration task, dan
scheduled restoration task.
j. Pada item/komponen control panel terdapat 2 failure
mode yang terjadi dan dapat dicegah dengan kebijakan
scheduled restoration task dan scheduled restoration
task.
110
4.11.1.5 Diagram Sebab Akibat
Analisis penyebab kurang efektifnya aktivitas
perawatan dilakukan dengan diagram sebab akibat pada
Gambar 4.4 Faktor-faktor yang menyebabkan kurang
efektifnya sistem perawatan tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1. Manusia
Faktor manusia yang kurang memahami fungsi mesin
dan kegagalan fungsi mesin dan mental pekerja yang
dipengaruhi oleh usia, tingkat pendidikan, faktor
fisiologis dan psikologis saat melakukan aktivitas
perbaikan sehingga menyebabkan terjadinya delay atau
pemborosan waktu.
2. Mesin atau peralatan
Terdapat kegagalan fungsi atau penurunan performa
mesin yang dipengaruhi oleh usia komponen
menyebabkan mesin tidak bekerja dengan sempurna.
Metode yang kurang tepat dalam menganalisis
kegagalan fungsi juga menjadi salah satu penyebab
kurang efektifnya proses perawatan.
3. Metode
Belum adanya prosedur ataupun metode baku mengenai
proses perawatan dan pemeliharaan komponen mesin
yang dijalankan sehingga harus terlebih dahulu
melakukan koordinasi. Hal ini juga dipengaruhi oleh
tidak adanya manual book mesin Hanger Shot Blast
KAZO.
4. Material
Belum adanya prediksi terhadap komponen spare spart
juga menjadi salah satu penyebab dalam proses
perawatan yang kurang efektif, hal ini disebabkan
111
karena belum adanya analisis kerugian maupun
besarnya investasi pembelian spare part
5. Lingkungan
Kondisi lingkungan yang kotor, bising, berdebu, dan
suhu yang tinggi menyebabkan operator yang
melakukan aktivitas perbaikan tidak merasa nyaman
dalam bekerja.
6. Pengukuran
Pengukuran yang dilakukan kurang baik bahkan belum
adanya standart pengukuran bahan/komponen serta
studi yang dilakukan belum pernah dilakukan
menyebabkan adanya permasalahan dilapangan.
4.11.2 Analisis Data Kuantitatif
Perhitungan secara kuantitatif akan membantu proses
analisa yang dilakukan dalam penentuan jadwal maintenance.
Analisa kuantitatif ini dimulai dengan melakukan uji distribusi
terhadap interval kerusakan dan selang waktu lamanya perbaikan
equipment sehingga diperoleh parameter distribusi. Parameter
distribusi yang diperoleh akan digunakan dalam penentuan waktu
antar kerusakan (MTTF) dan waktu perbaikan (MTTR). Setelah itu
menghitung waktu keandalan setiap komponen. Lalu menghitung
interval perawatan optimal berdasarkan biaya maintenance, biaya
perbaikan dan parameter setiap komponen. Kemudian menghitung
laju kegagalan. Kemudian dilakukan.
112
blast KAZO adalah blade impeller, liner, bearing pecah,
motor screw conveyor, gear screw conveyor, sproket,
belt bucket elevator, motor bucket elevator, bearing
separator, shot gate, hanger rotator, automatic hanger,
motor trip, v belt dust colector, air filter, sling crane, jib
crane, automatic crane, trafo, dan tombol control panel.
Dan yang berdistribusi weibull 2 untuk distribusi ini
tidak ada.
Hasil pendistribusian untuk TTR juga
menghasilkan bermacam-macam distribusi yaitu
distribusi weibull 3 adalah bearing pecah, sproket, motor
bucket elevator, bearing separator, hanger rotator,
automatic hanger, motor trip, v belt dust colector, sling
crane, dan automatic crane. Dan yang berdistribusi
weibull 2 adalah blade impeller, liner, shot gate, dan jib
crane. Serta untuk distribusi normal adalah motor screw
conveyor, gear screw conveyor, dan air filter.
113
oleh perusahaan. Sedangkan perhitungan MTTF
dilakukan untuk menghitung dan mengetahui interval
perawatan berdasarkan waktu kerusakannya. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin besar nilai MTTF yang
dimiliki komponen menunjukkan komponen tersebut
memiliki rentan waktu kerusakan yang lama, sebaliknya
jika nilai MTTF yang dimiliki komponen kecil berarti
semakin rentan komponen tersebut untuk mengalami
kerusakan.
114
menentukan TM, maka penggantian / perbaikan pada
komponen menjadi lebih efektif dan efisien sehingga
dapat meminimalisir biaya yang dikeluarkan untuk
kegiatan perawatan dan juga dapat menanggulangi
kecelakaan yang diakibatkan komponen gagal
menjalankan fungsinya, dengan memperhatikan TM
dalam penggantian komponen dilakukan sebelum
komponen tersebut mengalami kegagalan sehingga
mengurangi angka kecelakaan dan menambah efektifitas
pekerjaan.
115
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
116
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa:
1. Hasil analisa pada FMEA (Failure Mode and Effect Analysis)
menunjukan bahwa terdapat 21 bentuk kegagalan (failure modes).
Hasil penilaian risiko dengan risk priority number (RPN) yang
diberikan dalam FMEA (Failure Mode and Effect Analysis)
menunjukkan ada 3 komponen yang memiliki nilai RPN tinggi.
2. Berdasarkan perhitungan interval perawatan optimal (TM), Maka
dapat diketahui bahwa besarnya nilai TM lebih rendah dari nilai
MTTFnya. Komponen yang memiliki nilai TM terbesar adalah
kegagalan crane pada automatic crane sebesar 5003,737 jam dan
komponen yang memiliki nilai TM terkecil adalah hanger rotator
pada bearing hanger rotator dengan nilai 120,522 jam. Dengan
demikian menunjukan bahwa interval waktu perawatan (TM)
bertujuan untuk menghindari dan mencegah terjadinya kegagalan pada
komponen sebelum kegagalan tersebut terjadi.
3. Kegiatan perawatan yang didapat berdasarkan RCM II Decision
Worksheet untuk masing – masing failure mode yang terdapat pada
komponen Hanger Shot Blast KAZO terdiri dari 2 kegiatan, yaitu
a. Scheduled discard task : blade impeller, bearing impeller, gear
pada screw conveyor, rantai pada separator, baering separator,
hose pada shot gate support, air filter, dan sling pada crane.
b. Scheduled restoration task : liner impeller, motor screw
conveyor, sproket pada screw conveyor, belt pada bucket
elevator, motor pada bucket elevator, hanger rotator, automatic
hanger rotator, motor cadangan, belt pada dust collector, jib
crane, automatic control crane, trafo pada control panel, dan
control manual.
117
4. Nilai pada MVSM menunjukkan current state map pada komponen
contactor crane dengan value added 19,88 % dan not value added
80,11%, sedangkan future state map menunjukan penurunan pada not
value added menjadi 75,35% dan peningkatan value added menjadi
24,65%. Komponen blade impeller memiliki nilai value added 28,93 %
dan not value added 71,07%, sedangkan future state map menunjukan
penurunan pada not value added menjadi 60,71% dan peningkatan value
added menjadi 39,29%.
5.2 Saran
Dari hasil penelitian ini penulis menyarankan :
1. Pengambilan data kegagalan harus dilakukan selama kurang lebih 3-5
tahu untuk mendapatkan nilai interval perawatan yang tepat
berdasarkan kondisi yang ada dilapangan.
2. Melakukan distribusi kegagalan menggunakan software weibul
terbaru apakah ada perubahan nilai yang lebih akurat sesuai dengan
kondisi dilapangan.
3. Pengambilan data MVSM diharapkan jangan sapai tepotong dalam
pengambilan data vidio agar menyajikan nilai yang akurat untuk value
added dan not value added pada komponen yang dianalisis.
DAFTAR PUSTAKA
118
Dhillon, B. (2005). Reliability, Quality and Safety for Engineers. USA: CRC
Press.
Ebeling, C. (1997). An Introdction to Reliability and Maintanibility
Engineering. Singapore: The McGraw-Hill Companies.
Haryono. (2004). Perencanaan Suku Cadang Berdasarkan Analisis
Reliabilitas. Laporan Penelitian Statistika FMIPA Institut Teknologi
Sepuluh November.
Kurniawati, A. (2017). Analisis Perwatan Mesin dengan Pendekatan RCM
dan MVSM . Jurnal Teknik Industri UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Lukodono. (2013). Analisis Penerapan Metode Reliability Centered
Maintenance (RCM) dan Maintenance Value Stream Mapping
(MSM) untuk Meningkatkan Keandalan pada Sistem Maintenance.
Thesis Magister Teknik Mesin Universitas Brawijaya.
Moubray, J. (1997). Reliability Centered Maintenance 2nd Edition. New York:
Industrial Press Inc Madison Avenue.
Nielsen. (2008). Getting Started with Value Stream Mapping. Salt Spring
Island: Gardiner Nielsen Associates Inc.
Simanungkalit, T. M. (2016). Analisis Penerapan Metode RCM dan VSM
untuk Keandalan dan Efektifitas pada Mesin SSC di PT PJB UBJOM
Tanjung Awar-awar. Jurnal Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya .
Taylor, H. (2000). Going Lean. London: Lean Enterprise Research Centered.
119
120
122
123
124
N Down Time End Repair
EQUIPMENT Failure Mode TTF TTR TTR
O Date Time Date Time
1. impeller unit blade impeller pecah 2/17/2013 10:25 2/17/2013 14:40 0 4:15 4,25
3/3/2014 14:35 3/3/2014 17:50 9096 3:15 3,25
6/9/2015 9:55 6/9/2015 16:10 11112 6:15 6,25
5/19/2016 8:30 5/19/2016 13:00 8280 4:30 4,5
2/4/2017 9:25 2/4/2017 11:10 6264 1:45 1,75
liner impeller bocor 6/9/2014 10:30 6/9/2014 12:00 0 1:30 1,5
12/6/2014 8:30 7/6/2014 11:45 4320 3:15 4,25
8/13/2015 8:30 8/13/2015 13:30 6000 5:00 5
1/24/2016 9:30 1/24/2016 15:30 3936 6:00 6
4/19/2016 8:00 4/19/2016 14:45 2064 6:45 6,75
12/7/2016 12:30 12/7/2016 16:45 5568 4:15 4,25
Bearing impeller pecah 8/27/2014 12:00 9/27/2014 18:30 0 6:30 6,5
7/5/2015 8:45 12/5/2015 11:30 7488 2:45 2,75
9/21/2016 9:00 8/21/2016 12:00 10656 3:00 3
10/13/2017 11:00 5/13/2017 12:45 9288 1:45 1,45
125
2. Screw conveyor motor screw conveyor trip 7/24/2013 12:45 7/24/2013 14:30 0 1:45 1,75
5/8/2014 18:00 5/8/2014 20:30 6912 2:30 2,5
7/14/2015 14:00 7/14/2015 18:00 10368 4:00 4
8/14/2016 11:00 8/14/2016 14:30 9528 3:30 3,5
gear screw aus 5/15/2013 12:30 5/15/2013 15:15 0 2:45 2,75
3/8/2014 15:00 3/8/2014 17:45 7128 2:45 2,75
1/4/2015 19:00 1/4/2015 20:30 7248 1:30 1,5
2/19/2016 11:30 2/19/2016 14:15 9864 2:45 2,75
7/12/2017 16:45 7/12/2017 19:15 12216 2:30 2,5
spoket screw conveyor macet 10/15/2014 10:30 10/15/2014 13:00 0 2:30 2,5
3/16/2015 9:30 3/16/2015 15:30 3648 6:00 6
10/7/2015 9:45 10/7/2015 12:30 4920 2:45 2,75
5/23/2016 12:00 5/23/2016 15:30 5496 3:30 3,5
3. Bucket elevator belt bucket elevator kendor 9/7/2014 10:00 9/7/2014 13:00 0 3:00 3
1/6/2015 8:45 1/6/2015 12:45 2904 4:00 4
11/18/2015 14:00 11/18/2015 17:30 7584 3:30 3,5
4/27/2016 14:30 4/27/2016 17:00 3864 2:30 2,5
motor bucket elevator trip 9/12/2015 14:00 9/12/2015 15:30 0 1:30 1,5
5/19/2016 15:00 5/19/2016 17:00 6000 2:00 2
11/12/2016 11:45 11/12/2016 14:00 4248 2:15 2,25
8/18/2017 8:00 8/18/2017 11:30 6696 3:30 3,5
126
4. Rotary screen rantai separator putus 2/15/2015 8:00 2/15/2015 9:30 0 1:30 1,5
9/9/2015 9:00 9/9/2015 11:00 4944 2:00 2
5/19/2016 10:00 5/19/2016 12:30 6072 2:30 2,5
1/13/2017 8:00 1/13/2017 12:00 5736 4:00 4
bearing separator pecah 7/3/2015 19:00 7/3/2015 20:00 0 1:00 1
10/7/2016 20:30 10/7/2016 21:00 11088 0:30 0,5
7/14/2017 14:45 7/14/2017 15:15 6720 0:30 0,5
10/24/2017 8:30 10/24/2017 9:30 2448 1:00 1
5. Shot gate and support shot gate bocor pada bagian selang 10/4/2014 17:00 10/4/2015 18:30 0 1:30 1,5
12/21/2014 19:00 12/21/2015 20:00 1872 1:00 1
6/19/2015 10:00 6/19/2016 11:30 4320 1:30 1,5
12/22/2015 9:00 8/22/2016 12:30 4464 3:30 3,5
8/27/2016 16:00 8/27/2016 18:30 5976 2:30 2,5
11/28/2016 20:30 9/28/2016 22:30 2232 2:00 2
3/17/2017 18:45 10/17/2016 19:15 2616 0:30 0,5
10/31/2017 18:30 3/31/2017 19:00 5472 0:30 0,5
6. Hanger rotator hanger rotator tidak dapat berputar 10/20/2016 20:30 10/20/2016 22:30 0 2:00 0,5
1/10/2017 18:45 1/10/2017 19:15 1968 0:30 1
10/18/2017 18:30 10/18/2017 19:00 6744 0:30 2
automatic hanger rotator trip 4/12/2015 21:00 4/12/2015 22:00 0 1:00 1
8/14/2015 10:30 8/14/2015 11:30 2976 1:00 1
11/13/2015 9:00 11/13/2015 9:30 2184 0:30 0,5
9/8/2016 22:15 9/8/2016 22:45 7200 0:30 0,5
127
7. Motor Motor trip/terbakar 3/10/2015 15:00 3/10/2015 20:00 0 5:00 5
6/7/2015 11:30 6/7/2015 15:15 2136 3:45 3,75
1/8/2016 15:45 1/8/2016 19:15 5160 3:30 3,5
5/13/2016 8:30 5/13/2016 13:00 3024 4:30 4,5
10/19/2016 14:30 10/19/2016 19:30 3816 5:00 5
3/7/2017 12:00 3/7/2017 15:00 3336 3:00 3
8. Dust collector v belt dust collector kendor 11/16/2013 13:00 11/16/2013 13:30 0 0:30 0,5
1/8/2015 11:30 1/8/2015 12:30 10032 1:00 1
6/25/2015 10:30 6/25/2015 12:30 4032 2:00 2
air filter tidak berfungsi 10/23/2015 18:30 10/23/2015 23:00 0 4:30 4,5
11/24/2016 12:00 11/24/2016 16:00 9552 4:00 4
10/4/2017 16:00 10/4/2017 19:00 7536 3:00 3
9. crane sling crane putus 12/17/2015 15:30 12/17/2015 18:00 0 2:30 2,5
7/7/2016 19:30 2/7/2016 22:30 4872 3:00 3
11/15/2016 12:00 11/15/2016 16:00 3144 4:00 4
jib crane lepas 11/29/2013 11:00 11/29/2013 12:00 0 1:00 1
12/2/2014 11:30 12/2/2014 12:30 8832 1:00 1
10/11/2015 9:30 10/11/2015 10:00 7512 0:30 0,5
automatic crane tidak berfungsi 5/14/2014 8:30 5/14/2014 10:00 0 1:30 1,5
6/16/2015 12:00 6/16/2015 14:00 9552 2:00 2
5/28/2016 15:00 5/28/2016 16:00 8328 1:00 3
128
10. Control panel trafo mengalami konsleting 12/23/2014 19:30 12/23/2014 22:00 0 2:30 2,5
2/16/2016 9:30 2/16/2016 11:30 10080 2:00 2
8/4/2016 14:00 8/4/2016 18:00 4080 4:00 4
tombol control manual tidak 3/8/2013 18:00 3/8/2013 21:00 0 3:00 3
berfungsi 5/14/2014 8:30 5/14/2014 11:00 10368 2:30 2,5
6/16/2015 10:30 6/16/2015 14:30 9552 4:00 4
5/28/2016 8:30 5/28/2016 9:30 8328 1:00 1
1/23/2017 13:30 1/23/2017 15:00 5760 1:30 1,5
129
130
Perhitungan MTTF dan MTTR
1. Impeller unit
A. Blade impeller
MTTF = η Г (1+ 1/ β ) Weibull 2
= 9402,779 Г (1 + 1/¿ 5,6941)
= 9402,779 Г (1,17)
= 9402,779 (0,92670)
= 8713,55
Lihat pada lampiran 1 Г (1,17) = 0,92670
MTTR = η Г (1+ 1/ β ) Weibull 2
= 4,4891 Г (1 + 1/ ¿ 3,01)
= 4,4891 Г (1,33)
= 4,4891 (0.89338)
= 4,010 jam
Lihat pada lampiran 1 Г (1,33) = 0.89338
B. Liner impeller
MTTF = η Г (1+ 1/ β ) Weibull 2
= 4864,187 Г (1 + 1/¿ 5,7714)
= 4864,187 Г (1,17)
= 4864,187 (0,92670)
= 4507,64283
Lihat pada lampiran 1 Г (1,17) = 0,92670
MTTR = η Г (1+ 1/ β ) Weibull 2
= 5,1589 Г (1 + 1/ ¿ 3,2242)
= 5,1589 Г (1,31)
= 5,1589 (0,89600)
= 4,6223 jam
Lihat pada lampiran 1 Г (1,31) = 0,89600
C. Bearing impeller
131
MTTF = η Г (1+ 1/ β ) Weibull 2
= 9705,852 Г (1 + 1/¿ 8,4313)
= 9705,852 Г (1,11)
= 9705,852 (0,94740)
= 9195,3245
Lihat pada lampiran 1 Г (1,11) = 0,94740
1
MTTR = γ +ƞΓ (1 + ) Weibull 3
β
= 1,0866 + 2,51 Г (1 + 1/¿ 1,2405)
= 1,0866 + 2,51 Г (1,80)
= 1,0866 + 2,51 (0,93138)
= 3,4243638 jam
Lihat pada lampiran 1 Г (1,80) = 0,93138
2. Screw Conveyor
1. Fuse
MTTF = η Г (1+ 1/ β ) Weibull 2
= 9543,9429 Г (1 + 1/¿ 7,9843)
= 9543,9429 Г (1,12)
= 9543,9429 (0,94359)
= 9005,569
Lihat pada lampiran 1 Г (1,12) = 0,94359
MTTR = μ Normal
MTTR = 2,9375 jam
2. Gear screw conveyor
MTTF = η Г (1+ 1/ β ) Weibull 2
= 9965,8523 Г (1 + 1/¿ 4,7336)
= 9965,8523 Г (1,21)
= 9965,8523 (0,91558)
= 9124,535
132
MTTR = μ Normal
MTTR = 2,45 jam
3. Sproket
MTTF = η Г (1+ 1/ β ) Weibull 2
= 5009,752 Г (1 + 1/¿ 7,7159)
= 5009,752 Г (1,12)
= 5009,752 (0,94359)
= 4727,15189
Lihat pada lampiran 1 Г (1,12) = 0,94359
1
MTTR = γ +ƞΓ (1 + ) Weibull 3
β
= 2,46 + 1,0116 Г (1 + 1/¿ 0,7249)
= 2,46 + 1,0116 Г (2,37)
= 2,46 + 1,0116 (1,21836)
= 3,69249 jam
Lihat pada lampiran 1 Г (1,80) = 1,21836
3. Bucket Elevator
A. Belt bucket elevator
MTTF = η Г (1+ 1/ β ) Weibull 2
= 5418,9922 Г (1 + 1/¿ 2,5835)
= 5418,9922 Г (1,38)
= 5418,9922 (0,88854)
= 4814,9913
Lihat pada lampiran 1 Г (1,12) = 0,88854
MTTR = μ Normal
MTTR = 3,25 jam
B. Fuse
133
MTTF = η Г (1+ 1/ β ) Weibull 2
= 6069,2041 Г (1 + 1/¿ 7,033)
= 6069,2041 Г (1,14)
= 6069,2041 (0,93642)
= 5683,3241
Lihat pada lampiran 1 Г (1,14) = 0,93642
1
MTTR = γ +ƞΓ (1 + ) Weibull 3
β
= 1,225 + 1,2129 Г (1 + 1/¿ 1,5319)
= 1,225 + 1,2129 Г (1,65)
= 1,225 + 1,2129 (0,90012)
= 2,31675 jam
Lihat pada lampiran 1 Г (1,65) = 0,90012
4. Rotary screen
A. Rantai
MTTF = η Г (1+ 1/ β ) Weibull 2
= 5793,6136 Г (1 + 1/¿ 15,3403)
= 5793,6136 Г (1,06)
= 5793,6136 (0,96874)
= 5612,5052
Lihat pada lampiran 1 Г (1,06) = 0,96874
1
MTTR = γ +ƞΓ (1 +
β
) Weibull 3
B. Bearing Rotary
134
MTTF = η Г (1+ 1/ β ) Weibull 2
= 7641,4884 Г (1 + 1/ ¿ 2,0323)
= 7641,4884 Г (1,49)
= 7641,4884 (0,88595)
= 6769,9766
Lihat pada lampiran 1 Г (1,49) = 0,88595
1
MTTR = γ +ƞΓ (1 + ) Weibull 3
β
= 0,0135 + 1,3757 Г (1 + 1/¿ 3,3941)
= 0,0135 + 1,3757 Г (1,29)
= 0,0135 + 1,3757 (0,88964)
= 1,2503 jam
Lihat pada lampiran 1 Г (1,29) = 0,88964
6. Hanger rotator
135
A. Bearing
MTTF = η Г (1+ 1/ β ) Weibull 2
= 4940,4485 Г (1 + 1/¿ 1,9482)
= 4940,4485 Г (1,51)
= 4940,4485 (0,88639)
= 4380,1522
Lihat pada lampiran 1 Г (1,51) = 0,88639
1
MTTR = γ +ƞΓ (1 + ) Weibull 3
β
= 0,2685 + 0,9928 Г (1 + 1/ ¿ 1,446)
= 0,2685 + 0,9928 Г (1,69)
= 0,2685 + 0,9928 (0,90678)
= 1,1687 jam
Lihat pada lampiran 1 Г (1,69) = 0,90678
B. Kontaktor motor
MTTF = η Г (1+ 1/ β ) Weibull 2
= 4689,772 Г (1 + 1/¿ 2,0348)
= 4689,772 Г (1,49)
= 4689,772 (0,88595)
= 4154,903
Lihat pada lampiran 1 Г (1,49) = 0,88595
1
MTTR = γ +ƞΓ (1 +
β
) Weibull 3
7. Motor
136
A. Fan rotor
MTTF = η Г (1+ 1/ β ) Weibull 2
= 3868,8605 Г (1 + 1/ ¿ 3,7961)
= 3868,8605 Г (1,26)
= 3868,8605 (0,90440)
= 3498,99744
Lihat pada lampiran 1 Г (1,26) = 0,90440
1
MTTR = γ +ƞΓ (1 + ) Weibull 3
β
= 2,2525 + 0,8251 Г (1 + 1/¿ 2,7663)
= 2,2525 + 0,8251 Г (1,36)
= 2,2525 + 0,8251 (0,89018)
= 2,9869 jam
Lihat pada lampiran 1 Г (1,36) = 0,89018
8. Dust collector
A. Belt
MTTF = η Г (1+ 1/ β ) Weibull 2
= 7968,8605 Г (1 + 1/ ¿ 2,6322)
= 7968,8605 Г (1,37)
= 7968,8605 (0,88931)
= 6908,3436
Lihat pada lampiran 1 Г (1,37) = 0,88931
1
MTTR = γ +ƞΓ (1 + ) Weibull 3
β
= 0,2685 + 0,9928 Г (1 + 1/¿ 1,446)
= 0,2685 + 0,9928 Г (1,69)
= 0,2685 + 0,9928 (0,90678)
= 1,16875 jam
Lihat pada lampiran 1 Г (1,69) = 0,90678
B. Air filter
137
MTTF = η Г (1+ 1/ β ) Weibull 2
= 8996,6424 Г (1 + 1/¿ 10,1213)
= 8996,6424 Г (1,09)
= 8996,6424 (0,95546)
= 8595,93195
Lihat pada lampiran 1 Г (1,09) = 0,95546
MTTR = μ Normal
MTTR = 3,83332 jam
9. Crane
A. Sling
MTTF = η Г (1+ 1/ β ) Weibull 2
= 4361,5653 Г (1 + 1/¿ 5,4779)
= 4361,5653 Г (1,18)
= 4361,5653 (0,9237)
= 4028,77783
Lihat pada lampiran 1 Г (1,18) = 0,9237
1
MTTR = γ +ƞΓ (1 + ) Weibull 3
β
= 2,2663 + 0,9958 Г (1 + 1/ ¿ 1,4513)
= 2,2663 + 0,9958 Г (1,68)
= 2,2663 + 0,9958 (0,90500)
= 3,167499 jam
Lihat pada lampiran 1 Г (1,68) = 0,90500
B. Rel crane
MTTF = η Г (1+ 1/ β ) Weibull 2
= 8478,0336 Г (1 + 1/¿ 14,8219)
= 8478,0336 Г (1,06)
= 8478,0336 (0,96874)
= 8213,0102
Lihat pada lampiran 1 Г (1,06) = 0,96874
MTTR = η Г (1+ 1/ β ) Weibull 2
138
= 0,9198 Г (1 + 1/¿ 4,606)
= 0,9198 Г (1,21)
= 0,9198 (0,91558)
= 0,84215 jam
Lihat pada lampiran 1 Г (1,21) = 0,91558
C. Kontaktor motor
MTTF = η Г (1+ 1/ β ) Weibull 2
= 9226,705 Г (1 + 1/¿ 17,4973)
= 5009,752 Г (1,05)
= 9226,705 (0,97350)
= 8982,19732
Lihat pada lampiran 1 Г (1,05) = 0,97350
1
MTTR = γ +ƞΓ (1 + ) Weibull 3
β
= 1,27 + 0,9907 Г (1 + 1/¿ 1,4425)
= 1,27 + 0,9907 Г (1,69)
= 1,27 + 0,9907 (0,90678)
= 2,168346 jam
Lihat pada lampiran 1 Г (1,69) = 2,168346
1
MTTR = γ +ƞΓ (1 +
β
) Weibull 3
139
= 1,88 + 0,9585 Г (1 + 1/¿ 1,0133)
= 1,88 + 0,9585 Г (1,98)
= 1,88 + 0,9585 (0,99171)
= 2,83055 jam
Lihat pada lampiran 1 Г (1,98) = 0,99171
B. Push bottom panel
MTTF = η Г (1+ 1/ β ) Weibull 2
= 9190,6524 Г (1 + 1/¿ 6,2938)
= 9190,6524 Г (1,15)
= 9190,6524 (0,93304)
= 8575,4704
Lihat pada lampiran 1 Г (1,15) = 0,93304
1
MTTR = γ +ƞΓ (1 + ) Weibull 3
β
= 0,4725 + 2,1747 Г (1 + 1/¿ 1,8801)
= 0,4725 + 2,1747 Г (1,58)
= 0,4725 + 2,1747 (0,99171)
= 2,41107 jam
Lihat pada lampiran 1 Г (1,58) = 0,99171
140
Perhitungan Biaya Perbaikan (CR)
1. Impeller unit
A. Blade impeller
Diketahui :
CF = 6.500.000
CW = 114.000/jam
CO = 112.500.000/jam
MTTR = 4,010 jam
CR = CF + ((CW + CO) x MTTR)
= Rp.6.500.000 + ((Rp.114.000+ Rp.112.500.000) x 4,010)
= Rp. 458.135.305
B. Liner
Diketahui :
CF = 750.000
CW = 114.000/jam
CO = 112.500.000/jam
MTTR = 4,6223 jam
CR = CF + ((CW + CO) x MTTR)
= Rp. 750.000 + ((Rp.114.000+ Rp.112.500.000) x 4,6223)
= Rp. 521.294.070,7
C. Bearing
Diketahui :
CF = 65.000
CW = 114.000/jam
CO = 112.500.000/jam
MTTR = 3,4243638 jam
CR = CF + ((CW + CO) x MTTR)
= Rp. 65.000 + ((Rp.114.000+ Rp.112.500.000) x 3,4243638)
= Rp. 385.696.305
141
2. Impeller unit
A. Fuse
Diketahui :
CF = 25.000
CW = 114.000/jam
CO = 112.500.000/jam
MTTR = 2,9375jam
CR = CF + ((CW + CO) x MTTR)
= Rp. 25.000 + ((Rp.114.000+ Rp.112.500.000) x 2,9375)
= Rp. 330.828.625
B. Gear conveyor
Diketahui :
CF = 350.000
CW = 114.000/jam
CO = 112.500.000/jam
MTTR = 2,45 jam
CR = CF + ((CW + CO) x MTTR)
= Rp. 350.000+ ((Rp.114.000+ Rp.112.500.000) x 2,45)
= Rp. 276.254.300
C. Sproket
Diketahui :
CF = 650.000
CW = 114.000/jam
CO = 112.500.000/jam
MTTR = 3,69249298 jam
CR = CF + ((CW + CO) x MTTR)
= Rp. 650.000 + ((Rp.114.000+ Rp.112.500.000) x 3,69249298)
= Rp. 416.476.404,4
142
3. Bucket Elevator
A. Belt
Diketahui :
CF = 1.750.000
CW = 114.000/jam
CO = 112.500.000/jam
MTTR = 3,25 jam
CR = CF + ((CW + CO) x MTTR)
= Rp. 1.750.000 + ((Rp.114.000+ Rp.112.500.000) x 3,25)
= Rp. 367.745.500
B. Fuse
Diketahui :
CF = 25.000
CW = 114.000/jam
CO = 112.500.000/jam
MTTR = 2,31675 jam
CR = CF + ((CW + CO) x MTTR)
= Rp. 25.000 + ((Rp.114.000+ Rp.112.500.000) x 2,31675)
= Rp. 260.923.484,5
4. Rotary screen
A. Rantai
Diketahui :
CF = 400.000
CW = 114.000/jam
CO = 112.500.000/jam
MTTR = 2,54338 jam
CR = CF + ((CW + CO) x MTTR)
= Rp. 400.000 + ((Rp.114.000+ Rp.112.500.000) x 2,54338)
= Rp. 286.820.479,1
143
B. Bearing rotary
Diketahui :
CF = 45.000
CW = 114.000/jam
CO = 112.500.000/jam
MTTR = 1,2593 jam
CR = CF + ((CW + CO) x MTTR)
= Rp. 45.000 + ((Rp.114.000+ Rp.112.500.000) x 1,2593)
= Rp. 141.859.810,2
6. Hanger rotator
A. Bearing rotator
Diketahui :
CF = 650.000
CW = 114.000/jam
CO = 112.500.000/jam
MTTR = 1,16875118 jam
CR = CF + ((CW + CO) x MTTR)
= Rp. 650.000 + ((Rp.114.000+ Rp.112.500.000) x 1,16875118)
= Rp. 132.267.745,4
144
B. Kontaktor motor
Diketahui :
CF = 658.300
CW = 114.000/jam
CO = 112.500.000/jam
MTTR = 1,25030933 jam
CR = CF + ((CW + CO) x MTTR)
= Rp. 25.000 + ((Rp.114.000+ Rp.112.500.000) x 1,25030933)
= Rp. 141.460.634,9
7. Motor
A. Fan motor
Diketahui :
CF = 67.500
CW = 114.000/jam
CO = 112.500.000/jam
MTTR = 2,98698752 jam
CR = CF + ((CW + CO) x MTTR)
= Rp. 67.500 + ((Rp.114.000+ Rp.112.500.000) x 2,98698752)
= Rp. 336.444.112,6
8. Dust collector
A. Belt
Diketahui :
CF = 1.750.000
CW = 114.000/jam
CO = 112.500.000/jam
MTTR = 1,16875118 jam
CR = CF + ((CW + CO) x MTTR)
= Rp. 650.000 + ((Rp.114.000+ Rp.112.500.000) x 1,16875118)
= Rp. 133.367.745,4
145
B. Air filter
Diketahui :
CF = 958.600
CW = 114.000/jam
CO = 112.500.000/jam
MTTR = 3,8333 jam
CR = CF + ((CW + CO) x MTTR)
= Rp. 25.000 + ((Rp.114.000+ Rp.112.500.000) x 3,8333)
= Rp. 432.641.846,2
9. Crane
A. Sling
Diketahui :
CF = 1.450.000
CW = 114.000/jam
CO = 112.500.000/jam
MTTR = 3,167499 jam
CR = CF + ((CW + CO) x MTTR)
= Rp. 1.450.000+ ((Rp.114.000+ Rp.112.500.000) x 3,167499)
= Rp. 358.154.732,4
B. Rel crane
Diketahui :
CF = 1.500.000
CW = 114.000/jam
CO = 112.500.000/jam
MTTR = 0,842150484 jam
CR = CF + ((CW + CO) x MTTR)
= Rp. 1.500.000 + ((Rp.114.000+ Rp.112.500.000) x 0,842150484)
= Rp. 96.337.934,61
146
C. Kontaktor
Diketahui :
CF = 658.300
CW = 114.000/jam
CO = 112.500.000/jam
MTTR = 2,16834695jam
CR = CF + ((CW + CO) x MTTR)
= Rp. 658.300 + ((Rp.114.000+ Rp.112.500.000) x 2,16834695)
= Rp. 244.844.523,4
147
148
Perhitungan Interval Perawatan
1. Impeller unit
A. Blade impeller
Diketahui : β = 5,6941
Ƞ = 9402,7791
CR = Rp 458.135.305,-
CM = Rp 90406,25,-
[ ]
1
1 CM β
TM = ƞ x
β +1 CR−CM
1
1 90406,25
= 9402,7791[ x ]5,6941
5,6941+1 458. 135 . 305−90406,25
= 1602,121 jam
B. Liner
Diketahui : β = 3,7714
Ƞ = 4864,1878
CR = Rp 521.294.070,7,-
CM = Rp 90406,25,-
[ ]
1
1 CM β
TM = ƞ x
β +1 CR−CM
1
1 90406,25
= 4864,1878[ x ]3,7714
3,7714+ 1 521. 294 . 070,7−90406,25
= 373,6244747 jam
C. Bearing
Diketahui : β = 8,4313
Ƞ = 9705,8524
CR = Rp 385.696.305,-
CM = Rp 90406,25,-
[ ]
1
1 CM β
TM = ƞ x
β +1 CR−CM
1
1 90406,25
= 9705,8524[ x ]8,4313
8,4313+1 385 . 696 . 305−90406,25
= 2839,15019 jam
149
2. Screw conveyor
A. Fuse
Diketahui : β = 7,9843
Ƞ = 9543,9429
CR = Rp 330.828.625,-
CM = Rp 90406,25,-
[ ]
1
1 CM β
TM = ƞ x
β +1 CR−CM
1
1 90406,25
= 9543,9429 [ x ]7,9843
7,9843+1 330 . 828 . 625−90406,25
= 2677,431769jam
B. Gear screw conveyor
Diketahui : β = 4,7336
Ƞ = 9965,8523
CR = Rp 276.254.300,-
CM = Rp 90406,25,-
[ ]
1
1 CM β
TM = ƞ x
β +1 CR−CM
1
1 90406,25
= 9965,8523[ x ] 4,7336
4,7336+1 276 . 254 . 300−90406,25
= 1384,93607 jam
C. Sproket
Diketahui : β = 7,7159
Ƞ = 5009,752
CR = Rp 416.476.404,4,-
CM = Rp 90406,25,-
[ ]
1
1 CM β
TM = ƞ x
β +1 CR−CM
1
1 90406,25
= 5009,752[ x ]7,7159
7,7159+1 416 . 476 . 404,4−90406,25
= 1311,743366jam
150
3. Bucket elevator
A. Belt
Diketahui : β = 2,5835
Ƞ = 5418,9922
CR = Rp 367.745.500,-
CM = Rp 90406,25,-
[ ]
1
1 CM β
TM = ƞ x
β +1 CR−CM
1
1 90406,25
= 5418,9922[ x ]2,5835
2,5835+1 367 . 745 .500−90406,25
= 181,8093213 jam
B. Fuse
Diketahui : β = 7,033
Ƞ = 6069,2041
CR = Rp 260.923.484,5,-
CM = Rp 90406,25,-
[ ]
1
1 CM β
TM = ƞ x
β +1 CR−CM
1
1 90406,25
= 6069,2041[ x ] 7,033
7,033+1 260 . 923 . 484,5−90406,25
= 1514,12032 jam
4. Rotary screen
A. Rantai
Diketahui : β = 15,3404
Ƞ = 5793,6136
CR = Rp 286.820.479,1,-
CM = Rp 90406,25,-
[ ]
1
1 CM β
TM = ƞ x
β +1 CR−CM
1
1 90406,25
= 5793,6136[ x ] 15,3404
15,3404+ 1 286 . 820. 479,1−90406,25
= 2879,503064 jam
151
B. Bearing rotary
Diketahui : β = 2,0323
Ƞ = 7641,4884
CR = Rp 141.859.810,2,-
CM = Rp 90406,25,-
[ ]
1
1 CM β
TM = ƞ x
β +1 CR−CM
1
1 90406,25
= 7641,4884[ x ]2,0323
2,0323+1 141 . 859 .810,2−90406,25
= 201,411986 jam
[ ]
1
1 CM β
TM = ƞ x
β +1 CR−CM
1
1 90406,25
= 4340,8989[ x ] 2,8823
2,8823+1 186 . 410 . 826,9−90406,25
= 246,8766292 jam
6. Hanger rotator
A. Bearing hanger rotator
Diketahui : β = 1,9482
Ƞ = 4940,4485
CR = Rp 132.267.745,4,-
CM = Rp 90406,25,-
[ ]
1
1 CM β
TM = ƞ x
β +1 CR−CM
1
1 90406,25
= 4940,4485[ x ]1,9482
1,9482+1 132 .267 . 745,4−90406,25
= 120,5225314 jam
152
B. Kontaktor
Diketahui : β = 2,0348
Ƞ = 4689,7725
CR = Rp 141.460.634,9,-
CM = Rp 90406,25,-
[ ]
1
1 CM β
TM = ƞ x
β +1 CR−CM
1
1 90406,25
= 4689,7725[ x ]2,0348
2,0348+1 141 . 460 . 634,9−90406,25
= 124,1894715jam
7. Motor
A. Fan rotor
Diketahui : β = 3,7961
Ƞ = 3868,8605
CR = Rp 336.444.112,6,-
CM = Rp 90406,25,-
[ ]
1
1 CM β
TM = ƞ x
β +1 CR−CM
1
1 90406,25
= 3868,8605[ x ]3,7961
3,7961+1 336 . 444 .112,6−90406,25
= 338,3390559 jam
8. Dust collector
A. Belt
Diketahui : β = 2,6322
Ƞ = 7968,2064
CR = Rp 133.367.745,4,-
CM = Rp 90406,25,-
[ ]
1
1 CM β
TM = ƞ x
β +1 CR−CM
1
1 90406,25
= 7968,2064[ x ] 2,6322
2,6322+1 133 . 367 .745,4−90406,25
= 413,7689271 jam
153
B. Air filter
Diketahui : β = 10,1213
Ƞ = 8996,6424
CR = Rp 432.641.846,2,-
CM = Rp 90406,25,-
[ ]
1
1 CM β
TM = ƞ x
β +1 CR−CM
1
1 90406,25
= 8996,6424[ x ] 10,1213
10,1213+1 432. 641 . 846,2−90406,25
= 3130,773116 jam
9. Crane
A. Sling
Diketahui : β = 5,4779
Ƞ = 4361,5653
CR = Rp 358.154.732,4,-
CM = Rp 90406,25,-
[ ]
1
1 CM β
TM = ƞ x
β +1 CR−CM
1
1 90406,25
= 4361,5653[ x ] 5,4779
5,4779+1 358 . 154 . 732,4−90406,25
= 731,1558017 jam
B. Rel crane
Diketahui : β = 14,8219
Ƞ = 8478,0336
CR = Rp 96.337.934,61,-
CM = Rp 90406,25,-
[ ]
1
1 CM β
TM = ƞ x
β +1 CR−CM
1
1 90406,25
= 8478,0336[ x ] 14,8219
14,8219+1 96 .337 . 934,61−90406,25
= 4437,168161 jam
154
C. Kontaktor
Diketahui : β = 17,4973
Ƞ = 9226,705
CR = Rp 244.844.523,4,-
CM = Rp 90406,25,-
[ ]
1
1 CM β
TM = ƞ x
β +1 CR−CM
1
1 90406,25
= 9226,705[ x ]17,4973
17,4973+1 244 .844 .523,4−90406,25
= 5003,737564 jam
[ ]
1
1 CM β
TM = ƞ x
β +1 CR−CM
1
1 90406,25
= 8020,6524[ x ] 2,6528
2,6528+1 319 . 323 . 412,7−90406,25
= 305,160797jam
B. Push bottom panel
Diketahui : β = 6,2938
Ƞ = 9190,8926
CR = Rp 271.720.357,5,-
CM = Rp 90406,25,-
[ ]
1
1 CM β
TM = ƞ x
β +1 CR−CM
1
1 90406,25
= 9190,8926[ x ]6,2938
6,2938+1 271 . 720 .357,5−90406,25
= 1976,007274 jam
155