Laporan Resmi Praktikum Kimia Farmasi Dasar P2. Teknik Laboratorium
Laporan Resmi Praktikum Kimia Farmasi Dasar P2. Teknik Laboratorium
Laporan Resmi Praktikum Kimia Farmasi Dasar P2. Teknik Laboratorium
Disusun oleh :
FAKULTAS FARMASI
2021
I. Tujuan Praktikum
1. Nahasiswa mampu mengenal dan memahami bahan-bahan kimia dalam
laboratorium dan cara penanganannya.
2. Mahasiswa mampu melakukan teknik percobaan di dalam laboratorium
dengan benar .
II. Tinjauan Pustaka
Pada penelitian ini, penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi
dan Biologi Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura. Penelitian
ini bertujuan untuk menghasilkan sistem informasi laboratorium yang dapat
membantu menyelesaikan permasalahan pada pengolahan dan penyimpanan
data administrasi di Laboratorium Kimia Farmasi dan Biologi Farmasi Fakultas
Kedokteran Universitas Tanjungpura. Untuk menguji apakah penelitian berhasil
dilakukan atau tidak, pengujian dilakukan dengan metode Black Box untuk
pengujian sistemnya, dan menyebarkan kuesioner kepada responden yang akan
menggunakan system informasi laboratorium. Kuesioner yang disebar memiliki
pilihan jawaban yang masing-masing pertanyaan memiliki nilai yang akan
dihitung ketika kuesioner telah diisikan oleh responden. Perhitungan dari hasil
pengisian kuesioner akan dilakukan dengan metode mencari interval nilai
persentase Lik ert. Kuesioner penggunaan aplikasi digunakan unt uk menguji
apakah sistem informasi apakah sistem informasi laboratorium yang dibangun
dapat memfasilitasi pengolahan dan penyimpanan data administrasi di
Laboratorium Kimia Farmasi dan Biologi Farmasi.( Priadana, Ardi. 2012).
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif.
Metode penelitian deskriptif adalah metode penelitian yang digunakan untuk
menyelidiki keadaan, kondisi atau hal-hal lain yang sudah disebutkan, yang
hasilnya dipaparkan dalam bentuk laporan penelitian. Bentuknya berupa studi
kasus, pengolahan data penelitian ini dengan menganalisis kemampuan
psikomotorik Mahasiswa Semester III Program Studi Pendidikan Kimia FKIP
UM Pontianak (Arikunto, 2013: 3).
Jenis-jenis simbol
1) B-3 mudah meledak: warna dasar bahan oranye, simbol gambar berwarna
hitam menunjukkan bahan meledak terletak ditepi antara sudut atas dan
sudut kiri belah ketupat bagian dalam. Pada bagian tengah terdapat
tulisan “MUDAH MELEDAK” diapit dua garis sejajar berwarna hitam
sehingga membentuk dua bangun segitiga sama kaki pada bagian dalam
belah ketupat.
2) B-3 mudah terbakar: terdiri dari dua bentuk, yaitu cairan dan padatan.
Cairan mudah terbakar: bahan dasar berwarna merah, gambar simbol
berupa lidah api berwarna putih, gambar berada di bawah sudut atas garis
ketupat bagian dalam, pada bagian tengah terdapat tulisan “CAIRAN
MUDAH TERBAKAR”.
Padatan mudah menguap: simbol berwarna merah dan putih berjajar
vertikal berselingan, pada bagian tengah terdapat tulisan “PADATAN
MUDAH TERBAKAR”.
3) B-3 reaktif: warna dasar kuning dengan blok segilima berwarna merah,
simbol berupa lingkaran hitam dengan asap berwarna hitam mengarah
ke atas terletak pada suatu permukaan garis berwarna hitam dan di
bawah gambar simbol terdapat tulisan “REAKTIF” berwarna hitam.
4) B-3 beracun: bahan dasar berwarna putih dengan blok segi lima
berwarna merah, simbol berupa gambar tengkorak manusiadengan tulang
bersilang berwarna hitam, di bawah gambar simbol tertulis
“BERACUN” berwarna hitam.
5) B-3 korosif: bagian dalam belah ketupat terbagi dua oleh garis horisontal
menjadi dua bidang segitiga, bagian atas berwarna putih terdapat dua
gambar tetesan limbah korosif dan gambar lengan yang terkena tetesan
bahan korosif, sedangkan bagian atas tedapat tulisan “KOROSIF”
berwarna putih dan blok segilima berwarna merah.
6) B-3 menimbulkan infeksi: warna dasar bahan adalah putih, simbol
infeksi berwarna hitam berada di bawah sudut atas garis belah ketupat
bagian dalam dan terdapat tulisan “INFEKSI” berwarna hitam di atas
blok segilima berwarna merah.
7) B-3 campuran: bahan dasar berwarna putih, gambar simbol berupa tanda
seru berwarna hitam terletak di bawah sudut atas garis belah ketupat
bagian dalam, pada bagian tengah bawah terdapat tulisan “CAMPURAN”
berwarna hitam di atas blok segilima berwarna merah.(
Imamkhasani,1995)
Teknik laboratorium yang dilakukan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut :
atau:
secara kuantitatif dengan larutan zat yang akan ditetapkan. Larutan dengan
Bobot zat yang hendak ditetapkan, dihitung dari volume standar yang
analisiss titrimetri, karena yang terakhir ini dianggap lebih baik menyatakan
Reagensia dengan konsentrasi yang diketahui itu disebut titran, dan zat yang
Untuk analisis titrimetri lebih mudah jika kita memahami sistem ekuivalen
(larutan normal) sebab pada titik akhir titrasi jumlah ekuivalen dari zat yang
dititrasi = jumlah ekuivalen zat penitrasi. Berat ekuivalen suatu zat sangat
sukar dibuat definisinya, tergantung dari macam reaksinya. Volumetri dapat
dibagi menjadi:
1. Asidi dan alkalimetri
2. Oksidimetri
3. Argentometri
Diakhir titrasi akan terbentuk garam yang berasal dari asam kuat dan basa
kuat:
Misal:
HCl + NaOH NaCl + H2O
(Sukmariah, 1990).
5. Pengenceran
Asam sulfat atau sulphuric acid adalah asam mineral kuat tak
berwarna dengan sifat korosif yang tinggi. Asam sulfat dapat larut
dalam air dalam berbagai perbandingan. Asam sulfat sangat berbahaya
bila terkena jaringan kulit karena sifatnya yang korosif, dan dengan
sifatnya sebagai penarik air yang kuat (pendehidrasi) akan
menimbulkan luka seperti luka bakar pada jaringan kulit. Semakin
tinggi konsentrasi asam sulfat semakin bertambah bahayanya.
Walaupun asam sulfat tersebut encer, akan tetap mampu mendehidrasi
kertas jika tetesan asam sulfat dibiarkan di kertas dalam waktu lama
(Girolami, dkk. 1999, Haynes, W. M. 2014, Alaimo, dkk 2010 ).
Asam sulfat memiliki sifat korosif yang sangat berbahaya. Resiko
yang utama jika kulit terjadi kontak langsung dengan asam sulfat dapat
menyebabkan kulit terbakar sama halnya jika asam sulfat pekat
diteteskan pada kertas, kertas tersebut akan terbakar seperti dibakar
dengan api, asam sulfat yang dapat menyebabkan luka bakar adalah
asam sulfat dengan konsentrasi yang tinggi. Di laboratorium sering
dijumpai asam sulfat dengan kepekatan 98% yang biasanya memiliki
konsentrasi 18 M ( Juditha, C. 2014, Isra, dkk. 2017 ). Reaksinya
dengan Air Reaksi hidrasi Asam sulfat sangat eksotermik( Di Raddo P.
2006, Ashwood, dkk. 2001, Girolami. 1999 ).
Sehingga saat penambahan yang ditambahkan adalah asam ke dalam
air bukan air ke dalam asam. Sebab massa jenis air lebih rendah
dibandingkan asam sulfat, akibatnya jika air ditambahkan ke dalam
asam sulfat pekat, air akan dapat mendidih dan bereaksi keras dengan
air, dan panas yang dilepaskan sedemikian besar yang dapat
menyebabkan air mendadak mendidih dan menyebabkan asam sulfat
memercik. Jika kita berada di dekatnya, percikan asam sulfat ini
merusak kulit . Reaksi yang terjadi antara air dengan asam sulfat yaitu
terbentuknya ion hydronium( Girolami, dkk. 1999, Alaimo, dkk. 2010).
Reaksi eksotermis selalu ditandai dengan adanya kenaikan suhu
sistem saat reaksi berlangsung. Perubahan entalpi bertanda negatif yaitu
kurang dari 70. Hal ini terjadi dikarenakan energi yang dilepaskan lebih
besar daripada yang digunakan untuk reaksi (Achmad, 1996).
6. Penyaringan
Penyaringan atau filtrasi adalah proses penyaringan menggunakan
saringan dengan bantuan gaya tarik bumi (gravitasi), tekanan atau keadaan
vakum dengan pengaliran cairan melalui media berpori (Sue Hinchliff,
1999).
Terdapat dua macam cara penyaringan. Pertama, penyaringan tanpa
pengisapan (gravity filtration), yaitu filtrat melewati penyaring karena
pengaruh gaya gravitasi dan tarik menarik kapiler antara cairan dengan
dinding batang corong dan penyaringan dengan pengisapan (vacuum
viltration), dengan cara ini akan terdapat perbedaan tekanan di antara
penyaring sehingga penyaringan akan menjadi lebih cepat. Penyaringan
dengan corong akan lambat tetapi sangat baik terutama dalam analisa secara
gravimetris bila dibandingkan dengan penyaringan yang menggunakan
pengisapan, karena kemungkinan hilangnya endapan adalah kecil
(Huismann,1994).
Pada proses penyaringan, digunakan kertas saring. Sementara itu,
fungsi dari kertas saring yaitu untuk menyaring endapan yang ukuran lebih
besar dari pori pori kertas saring (A. Hadyana Pudjaatmaka, 2002).
Penyaringan endapan hasil reaksi Asam Sulfat ( H2SO4 ) encer dengan Pb
Asetat. Dimana Pb ( CH3COO )2 atau Pb Asetat dan H2SO4 ( Asam Sulfat)
menjadi PbSO4 ( Pb Sulfat ) dan 2CH3COOH.
Dengan rumus reaksi : Pb (CH3COOH)2 + H2SO4 PbSO4 + 2CH3COOH
+ H2 PbSO4 ( Pb Sulfat ) mengendap kerena memiliki cirri – ciri sebagai
berikut:
1. Terendap sempurna
2. Murni
3. Spesifik ( memiliki sifat khusus )
4. Larutan tersebut tidak mampu melewati kertas saring yang berada pada
dinding corong tersebut.
V1 X N1 = V2 X N2
V1 X 0,5 N = 2,5 ml
2,5 𝑚𝑙
V1 = 0,5 𝑁
V1 = 5 ml
𝑚 1000
N = 𝐵𝑀 × × 𝑉𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖
𝑉
Diketahui :
N = 0,1 N
BM = 40
V = 100 ml
Valensi = 1
Maka :
𝑚 1000
0,1 N = 40 × ×1
100
1000 𝑚
0,1 N = 4000
400 = 1000 m
400
=m
1000
0,4 = m
Rincian Penimbangan :
Berat Kaca Arloji = 28,1690 gram
Berat Kaca Arloji + NaOH = 28,5694 gram
Berat Kaca Arloji + Sisa NaOH = 28,1705 gram
Ketelitian 0,1 %
0,1 0,04
0,4 gram x 100 = = 0,0004 gram
100
Rentang Ketelitian :
0,4 gram + 0,0004 gram = 0,4004 gram
0,4 gram - 0,0004 gram = 0,3996 gram
Jadi, rentang ketelitian bahan yang harus ditimbang yaitu : 0,3996 gram –
0,4004 gram
KESIMPULAN :
5. Titrasi :
Replikasi Vol.NaOH (ml)
1 16,9
2 15,7
3 16,7
4 16,0
𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑋 𝑉𝑜𝑙.𝑁𝑎𝑂𝐻
Normalitas =
𝑣𝑜𝑙.𝐻𝐶𝐿
0,1 𝑁 𝑋 16,9
Replikasi I = = 0,0845 N
20 𝑚𝑙
0,1 𝑁 𝑋 15,7
Replikasi II = = 0,0785 N
20 𝑚𝑙
0,1 𝑁 𝑋 16,7
Replikasi III = = 0,0835 N
20 𝑚𝑙
0,1 𝑁 𝑋 16,0
Replikasi IV = = 0,08 N
20 𝑚𝑙
𝑁 𝑅𝐼+ 𝑁 𝑅𝐼𝐼+ 𝑁 𝑅𝐼𝐼𝐼+ 𝑁 𝑅𝐼𝑉
Rata-rata N HCL = 4
0,0845 𝑁+0,0785 𝑁+0,0835 𝑁+0,08 𝑁
= 4
0,3265 𝑁
= = 0,081625 N
4
(CH3COO)2 Pb + H2SO4
= CH3COOH + PbSO4
VI. Pembahasan
Paragraf 1 :
Bahan Berbahaya dan Beracun atau sering disingkat dengan B3 adalah zat,
energi, atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi atau jumlahnya
baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan atau
merusak lingkungan hidup, membahayakan lingkungan hidup, kesehatan
serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain. Maka dari
itu,sangat penting untuk kita mengetahui dan memahami apa arti simbol-
simbol dari B3,karena dengan mengetahui dan memahami arti simbol B3
dapat meminimalisir akan terjadinya kecelakaan saat kerja,selain itu kita
dapat mengetahui langkah-langkah yang harus kita lakukan saat kita melihat
simbol tersebut,termasuk cara penyimpanannya yang baik dan
benar,maupun cara penggunaanya yang tepat.Pada dasarnya dengan kita
mengetahui arti dari simbol-simbol B3 merupakan suatu langkah awal untuk
menghindari atau mengurangi resiko terjadinya kecelakaan saat kerja.Saat
kita mengetahui terdapat simbol B3 pada bahan atau zat tersebut,maka hal
pertama yang harus dilakukan adalah,perhatikan simbol tersebut,sehingga
kita dapat mengetahui jenis dari bahan/zat tersebut,apabila pada bahan/zat
tersebut bersimbolkan bahan mudah teroksidasi ,maka bahan atau zat
tersebut harus dihindarkan dari bahan panas dan juga oksidator,jika
bersimbol mudah terbakar,maka jauhkan dari benda-benda yang berpotensi
mengeluarkan api,sedangkan jika bersimbol bahan berbahaya, maka bahan
atau zat tidak boleh ditelan,dihirup,dan hindari kontak langsung dengan
kulit.Selain itu dalam memegang atau penuangan larutan B3 pun harus
dengan memperhatikan langka-langkah yang benar dan tepat,yaitu saat
menuangkan larutan pastikan telapak tangan harus menutupi label atau
etiket pada botol,fungsinya adalah agar label atau etiket tidak rusak atau
terkena larutan zat tersebut.Untuk meletakkan tutup botol pun posisikan
tutup botol dalam posisi terbalik,alasannya agar larutan tidak mengotori
meja,atau larutan pada botol tidak terkontaminasi.
Paragraf 2 :
Reaksi kimia sebelum dilakukan pemanasan :
NH4Cl + Naoh -> NaCl + NH4OH.Zat NH4Cl (amonium hidroksida) tidak
pernah ada,zat tersebut tidak dapat diisolasi dalam bentuk murni seperti
NaOH (natrium hidroksida). (Petrucci,1987)
Reaksi setelah terjadi pemanasan maka akan terjadi perubahan reaksi
menjadi :
NH4OH + NaOH -> NH3 + NaCl + H2O.
Pemanasan yang dilakuakan berfungsi untuk mamaksimalkan kerja
reaksi dan memepercepat terbentuknya gas NH3.Gas NH3 bersifat mudah
bereaksi dengan air dan membentuk larutan amonium hidroksida yang
bersifat basa.Untuk mendapatkab gan NH3 dilakukan pemanasan untuk
merombak larutan NH4Cl menjadi NH3 dan H2O (Manan,2005). Setelah
dihasilkan gas NH3 dari pembakaran,maka terjadi perubahan pH kearah
lebih basa (pH=10) karena NH3 merupakan zat yang bersifat basa di dalam
air,biasanya terbentuk NH4OH (Petrucci,2011).Pada saat melakukan
pemanasan tabung harus digoyang-goyangkan karena supaya larutan yang
di campurkan pada saat dilakukan pemanasan supaya bisa merata dan
larutan tidak memercik ke luar .Seperti yang kita tahu bahwa gas NH3
(amonia) yang dihasilkan dari persamaan diatas dapat kita deteksi dari
karakteristik baunya yang menyengat atau dengan meletakkan kertas
lakmus merah di plat tetes reaksi yang akan berubah menjadi berwarna biru
(Chang,2009).Sehingga pada saat melakukan pembauan dilakukan harus
dikipas-kipaskan kearah hidung karena campuran menghasilkan NH3
mempunyai bau menyengat jadi berbahaya jika dengan kontak langsung
dengan kulit.
Jadi kesimpulan berdasarkan percobaan yang dilakukan,campuran
larutan NH4Cl dan NaOH setelah dipanaskan akan menghasilkan gas
NH3.Seperti yang kita ketahui gas amonia memiliki ciri-ciri berbau
menyengat tidak berwarna mudah menguap (volatile),dapat membirukan
kertas lakmus merah (bersifat basa),dan merupakan gas yang reaktif
(Chang,2009).Setelah dilakukan percobaan tidaka da perubahan pada warna
larutan.Hal ini disebabkan karena tidak adanya indikator yang ditambahkan
ke dalam larutan tersebut.Adanya perubahan pH yang larutan disebabkan
karena terbentuknya gas NH3 yang sifatnya basa serta larut dalam larutan
tersebut.Akibat dari pemanasan yang menghasilkan persamaan reaksi baru:
NH4Cl + NaOH -> NH3 + NaCl + H2O maka sebagian akan terurai menjadi
uap air dan menghasilkan NH3 yang menyebabkan kertas lakmus berubah
warna.Kertas lakmus merah menjadi biru sedangkan kertas lakmus biru
menjadi biru artinya larutan tersebut bersifat basa.
Paragraf 3:
Untuk mempermudah larutan konsentrasinya tinggi yang harus
diencerkan hal ini dilakukan dengan terlebih dahulu.
Pengambilan larutan HCl 0,5 N menggunakan pipet ukur atau pipet volume
itu karena mempunyai volume tertentu dengan tepat. Pembuatan larutan
standar HCl 0,1 N menggunakan labu akar. Untuk membuat larutan standar
atau tertentu dengan volume setelah tepatnya. Dan labu ukur juga dipakai
dalam pengenceran sampai volume tertentu. Pelarut yang digunakan untuk
membuat HCl 0,1 N adalah aquades, parameter miniskus bawah yang
digunakan untuk larutan HCl, karena berbentuk larutan atau cairan.
Paragraf 4:
Menimbang adalah cara untuk menentukan berat massa suatu
senyawa dengan menggunakan alat neraca (seperti tim bangan analitik).
Definisi massa merupakan suatu sifat fisika kimia dari suatu benda yang
digunakan untuk menjelaskan berbagai perilaku dari suatu objek yang
terpantau, massa suatu benda dimanapun dinilai sama,oleh karena itu massa
tidak dipengaruhi oleh gravitasi bumi.Selain itu, massa merupakan besaran
skalar yang tidak terpengaruh oleh arah.Pada Praktium Kimia Farmasi
Dasar yang telah dilakukan, dapat kita ketahui bahwa bahan utama yang kita
gunakan dan bahan yang akan ditimbang adalah Natrium Hidroksida
(NaOH).Natrium Hidroksida mengandung tidak kurang dari 96,5% alkali
jumlah dihitung sebagai NaOH,dan tidak lebih dari 2,5 % Na2CO3.NaOH
mempunyai karakteristik yaitu,senyawa kimia yang bersifat basa(PH=14),
berbentuk padatan Kristal putih,tidak berbau,bersifat Higroskopis
(menyerap kelembapan udara),sangat alkalis dan korosif (dapat merusak
jaringan kulit),atau meyebabkan iritasi,serta mudah larut dalam air, maupun
etanol (95%). Dalam penimbangan NaOH,kita menggunakan kaca arloji
sebagai wadah penimbangan,dikarenakan NaOH bersifat Higroskopis
(mudah menyerap kelembapan udara).
Selain itu ,apabila kita menggunakan kertas timbang maka yang
terjadi NaOH justru akan membasahi kertas timbang tersebut,maka dari itu,
kita harus menggunakan kaca arloji sebagai wadah dalam
penimbangan.Untuk melakukan penimbangan NaOH,dapat kita hitung
menggunakan rumus N=m/BM X 1000/V X Valensi, dengan yang sudah
diketahui (N=0,1 , BM=40 , V=100ML , dan Valensi=1).Sehingga dari
rumus tersebut dapat diketahui “m” atau massa NaOH yang harus ditimbang
adalah 0,4 gram. Sedangkan untuk menghitung ketelitian yang ditetapkan
dapat dihitung berdasarkan 0,1% dari massa NaOH(0,4 gram),sehingga
ketelitian yang ditetapkan pada saat melakukan penimbangan secara
seksama adalah 0,0004 gram.Untuk rentang yang diperbolehkan
berdasarkan ketelitian penimbangan dapat diketahui dengan cara hitung
penjumlahan dan pengurangan antara massa NaOH dan hasil ketelitian
0,1% (0,4 gram + 0,0004 gram= 0,4004),serta pengurangan (0,4 gram -
0,0004 gram= 0,3996 gram), sehingga rentang yang diperbolehkan dalam
penimbangan secara seksama adalah 0,3996 gram - 0,4004 gram.Untuk
memastikan apakah massa NaOH yang ditimbang sudah memenuhi rentang
yang telah ditetapkan atau belum,maka dapat kita hitung dengan cara (berat
kaca arloji + NaOH)-(berat kaca arloji + sisa NaOH),(Diketahui : Berat kaca
arloji +NaOH =28,5694 gram , Berat kaca arloji + sisa NaOH= 28,1705
gram),maka masa NaOH yang sebenarnya adalah 0,3989 gram.Dan
ternyata,apabila hasil massa NaOH tidak memenuhi rentang ketelitian,itu
dikarenakan pada saat penimbangan NaOH massa bahan kurang dilebihkan
dari penimbangan yang seharusnya(+ 28,5690 gram).
Paragraf 5:
Titrasi merupakan metode analisis kimia secara kuantitatif yang
biasa digunakan dalam laboratorium untuk menentukan konsentrasi dari
reaktan. Karena pengukuran volume memainkan peranan penting dalam
titrasi, maka teknik ini juga dikenali dengan analisis volumetrik. titrasi pada
dasarnya merupakan proses penetralan antara asam dan basa. prinsip
kerjana adalah sebagai berikut: mereaksikan/menambahkan sedikit demi
sedikit larutan yang telah diketahui konsentrasinya dari buret,larutan ini
biasa disebut larutan penitrasi atau titran. larutan penetrasi atau titran akan
di teteskan ke dalam sebuah erlenmeyer yang berisi larutan titrat dengan
volume yang telah diketahui. Pada praktikum kimia farmasi dasar yang
telah dilakukan, dapat kita ketahui bahwa zat penitrasi (titran) yang
digunakan pada proses titrasi adalah Larutan standar yaitu NaOH 0,1 N
karena sudah diketahui normalitasnya. Sedangkan zat yang dititrasi (titer)
yang digunakan untuk proses titrasi adalah Larutan HCl 0,5 N yang akan
ditentukan normalitasnya. Indikator yang digunakan pada proses titrasi pada
praktikum kimia farmasi dasar adalah indikator phenolphtalein (PP) karena
salah satu indikator asam – basa sintetik yang memiliki rentang pH antara
8,00 – 10,0. Pada larutan asam dan netral, phenolphtalein tidak berwarna.
Sedangkan bila dimasukkan ke dalam larutan basa, warnanya akan berubah
menjadi merah.Titik akhir titrasi yang dapat diamati dari hasil praktikum
kimia farmasi dasar yang dilakukan yaitu memakai indikator phenolphtalein
(pp) karena indikator yang perubahan warnanya dipengaruhi oleh pH.
Indikator ditambahkan tiga hingga
Empat tetes pada titran sebelum proses titrasi dilakukan. Indikator
ini akan berubah warna ketika titik akhir titrasi terjadi, pada saat inilah titrasi
dihentikan. Perubahan warna dari bening menjadi merah muda pucat.
perubahan warna bisa berubah pada titik akhir titrasi karena indikator
phenolphtalein (pp) bersifat logaritma dalam pH, membuat transisi warna
yang sangat tajam. Sehingga, satu tetes zat penitrasi yang tercampur dengan
indikator hampir mencapai titik akhir dapat mengubah nilai pH secara
signifikan—sehingga terjadilah perubahan warna dalam indikator secara
langsung. Kita bisa mengetahui volume zat penitrasi yang sudah kita amati
dengan melihat volume pada buret dalam praktikum kimia farmasi dasar
yaitu 16,9 ml dan konsentrasi zat yang sudah dititrasi dapat dihitung dengan
normalitas = N.NaOH x Vol. NaOH : Vol. HCl
Replikasi 1 = 0,1 N x 16,9 : 20 ml = 0,0845 N
Jadi, konsentrasi zat yang sudah di titrasi dalam praktikum kimia
farmasi dasar adalah 0,0845 N. Pada praktikum kimia farmasi dasar
konsentrasi zat di titrasi tidak sesuai dengan zat yang di titrasi hasil
pengenceran karena ada faktor kesalahan pada saat penimbangan.
Paragraf 6:
Pada percobaan pengenceran asam sulfat pekat ini dilakukan agar
praktikum mampu melakukan pengenceran dengan baik. Pengenceran
adalah suatu proses memperkecil konsentrasi larutan dengan cara
menambah sejumlah volume tertentu pelarut dan asam sulfat pekat
merupakan senyawa kimia yang bersifat asam kuat yang memiliki
kepekatan asam sulfat 98%. Dalam praktikum ini pengenceran
menggunakan 3 ml asam sulfat pekat dan 10 ml aquades yang percobaannya
dilakukan dalam lemari asam karena asam sulfat bersifat pekat dan korosif.
Pengenceran H2SO4 dengan aquades menimbulkan reaksi panas yang
tinggi sehingga pengamatan yang dilakukan yaitu suhu yang terjadi dalam
tabung reaksi mengalami kenaikan suhu ( awalnya tidak panas menjadi
panas ).
Pengenceran asam sulfat dilakukan dengan menambahkan aquades
terlebih dahulu baru kemudian asam sulfat. Hal ini dilakukan karena apabila
aquades ditambahkan langsung pada asam sulfat, maka aquades akan
memanas dan menyemburkan uap air atau memerciknya larutan asam
sehingga dapat menimbulkan hal yang membahayakan. Aquades sebelum
ditambahkan asam sulfat berwarna bening dan reaksi yang dihasilkan dari
pengenceran asam sulfat dengan aquades yaitu terjadi reaksi eksoterm
(menghasilkan panas) dan terdapat gelembung kecil juga embun. Reaksi
eksoterm adalah reaksi yang menghasilkan kalor sehingga akan melepaskan
energi ke sekelilingnya dan menyebabkan kalor dari sistemnya berkurang
sehingga entalpi bernilai negatif. Reaksi eksoterm terjadi karena suhu pada
asam sulfat pekat (sistem) lebih tinggi daripada suhu aquades (lingkungan)
yang rendah. Larutan pengenceran asam sulfat dan aquades bercampur
secara homogen.
Setelah dilakukan pengenceran maka selanjutnya dilakukan
penyaringan. Penyaringan adalah suatu proses pemisahan solid-liquid
proses dengan cara melewatkan liquid melalui media berpori atau bahan –
bahan berpori untuk menyisihkan atau menghilangkan sebanyak –
banyaknya butiran – butiran halus zat padat tersuspensi dari liquida.
Percobaan penyaringan dilakukan dengan Pb asetat 3 ml dan larutan hasil
pengenceran asam sulfat 10 ml. Dimana penyaringan Pb asetat ( CH3COO
)2Pb dan asam sulfat ( H2SO4 ) menjadi PbSO4 ( Pb sulfat ) dan
CH3COOH. Dengan rumus reaksi : ( CH3COO )2Pb + H2SO4 menjadi
CH3COOH + PbSO4. Dalam reaksi tersebut menghasilkan endapan putih
yaitu PbSO4. Larutan Pb asetat sebelum ditambah asam sulfat
menghasilkan larutan bening dan setelah ditambah asam sulfat akan
menghasilkan larutan putih dan terdapat endapan. Penyaringan dilakukan
untuk memisahkan endapan putih ( PbSO4). Bahan yang perlu disiapkan
yaitu Erlenmeyer, corong gelas dan kertas saring. Kertas saring dilipat dan
diletakkan dalam corong gelas, setelah itu corong gelas diletakkan diatas
mulut Erlenmeyer. Kertas saring dibasahi sedikit dengan aquades agar
melekat pada corong dan tuangkan larutan campran Pb asetat dengan asam
sulfat dalam corong, tunggu hingga hasil yang dikeluarkan bening. Kertas
saring berfungsi untuk memisahkan endapan putih (PbSO4) sehingga hasil
yang dikeluarkan berwarna bening dan ditampung di dalam Erlenmeyer.
Hal ini disebabkan karena endapan PbSO4 yang tertahan dikertas saring.
VII. Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa sangat
penting bagi praktikan untuk memahami dan mengetahui arti dari symbol
bahan berbahaya dan beracun, mengetahui cara penyimpanan, cara
pemakaian, dan cara penanganan dari masing-masing bahan. Setiap bahan
berbahaya dan beracun memiliki karakteristik dan sifat sendiri seperti
mudah terbakar, mudah teroksidasi, menyebabkan iritasi, korosif, dan
lainnya. Sehingga dapat mengurangi resiko kecelakaan dalam praktikum.
Selain itu dengan melakukan praktikum ini kita dapat mengetahui
dan memahami cara atau teknik dari setiap percobaan yang meliputi
pengenceran, pemanasan, penimbangan, titrasi serta penyaringan dengan
benar.
VIII. Daftar Pustaka
1. Achmad, Hiskia. 1996. Kimia Larutan. PT. Citra Aditya Bakti: Bandung
2. Alaimo, P. J., Langenhan, J. M., Tanner, M. J., & Ferrenberg, S. M.
(2010). Safety teams: An approach to engage students in laboratory
safety. Journal of Chemical Education, 87(8), 856-861.
3. Ashwood, E. R., Burtis, C. A., & Tietz, N. W. (2001). Tietz
fundamentals of clinical chemistry. Elsevier
4. Bahtiar , H.(2011).High Perfomance Liquid Chromatography (HPLC)
dan Neraca Analitik.Bogor:Institut Pertanian Bogor.
5. Brady, J. E. 1990. Kimia Universitas: Asas dan Struktur Jilid 1.
Erlangga, Jakarta.
6. Chang, Raymond.2005. Kimia Dasar Edisi 3 Jilid 1. Erlangga. Jakarta.
7. Day R.A. dan Underwood A.L.(2002).Analisis Kimia Kuantitatif Edisi
6.Jakarta:Erlangga.
8. Di Raddo, P. (2006). Teaching chemistry lab safety through comics.
Journal of Chemical Education, 83(4), 571.
9. Djajadiningrat, Surna T.; Imam HendargoIsmoyo; dan
Rijaluzzaman.1995. Ecolaelling dan Kecenderungan
10. Fessenden, Joan S dan Fessenden, Ralp J. 1989. Kimia Organik Edisi
3
11. Girolami, G. S., Rauchfuss, T. B., & Angelici, R. J. (1999). Synthesis
and technique in inorganic chemistry: a laboratory manual.
University Science Books.
12. Haynes, W. M. (2014). CRC handbook of chemistry and physics. CRC
press.
13. Hinchliff, Sue. 1999. Kamus Keperawatan Edisi 17. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
14. Huismann L. 1994. Rapid Sand Filtration. Netherland : IHD Delfts
Junaidi. 2013
15. Isra, S., Amsari, F., & Tegnan, H. (2017). Obstruction of justice in the
effort to eradicate corruption in Indonesia. International Journal of
Law, Crime and Justice, 51, 72-83.
16. JThorneBOT.(2015,Maret 10).Massa.Dipetik Januari 19,2016.
17. Juditha, C. (2014). Opini Publik terhadap Kasus “KPK Lawan Polisi”
dalam Media Sosial Twitter. Pekommas, 17(2).
18. Keenan, Kleinfeleer, Wood, Podjaatmaka, H.A. 1999. Kimia Untuk
Universitas. Erlangga. Jakarta.
19. Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas
Indonesia, Jakarta.
20. Petrucci, Ralph H. 1987. Kimia Dasar : Prinsip dan Terapan Modern
21. Pudjaatmaka, A. Hadyana. 2002. Kamus Kimia. Jakarta : Balai Pustaka.
22. Purwadi, Sarosa dan Tobing. 1981.
23. Sukmariah. 1990. Kimia Kedokteran Edisi 2. Binarupa Aksara, Jakarta.
24. Syukri. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung, ITB.
25. Valcu A Boicuc.2008.Subdivision or Multiplication?The Choice of
Calibration Design for Multiples of Kilogram.
26. Keenan, Charles W. , Kleinfelter, Donald C., dan Wood, Jesse H.. Ilmu
Kimia untuk Universitas. 1995. Erlangga. Jakarta.
27. Miftahur. 2009. Menunjukan Larutan Asam, Basa, dan Netral Dengan
Indikator Kertas Lakmus Merah dan Biru. http://miftahur.com.
Diakses pada tanggal 16 September 2014.
LAMPIRAN - LAMPIRAN
DOKUMENTASI PRAKTIKUM
DATA PEMBAGIAN LAPORAN RESMI
1. Luthfi ( dasar teori, cara kerja, pembahasan, kesimpulan cara kerja dari
pengenalan gas dan kertas lakmus, cover )
2. Salma ( dasar teori, cara kerja, pembahasan, kesimpulan cara kerja dari
percobaan pengenceran dengan labu takar )
3. Renita ( dasar teori, cara kerja, pembahasan, kesimpulan cara kerja dari titrasi
)
4. As Zyara ( dasar teori, cara kerja, pembahasan, kesimpulan cara kerja dari
penimbangan NaOH, mengetik data pengamatan )
5. Alya ( dasar teori, cara kerja, pembahasan, kesimpulan cara kerja dari
pengenceran H2SO4 dan penyaringan Pb asetat )
6. Menyusun, mengedit, alat dan bahan, tujuan, kesimpulan tujuan praktikum (
Dikerjakan bersama )