Analisa Pengaruh Variasi Jenis Kampuh Las Terhadap Kekuatan Tarik Pada Proses Pengelasan Oaw

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 77

TUGAS AKHIR

ANALISA PENGARUH VARIASI JENIS KAMPUH LAS


TERHADAP KEKUATAN TARIK PADA PROSES
PENGELASAN OAW

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh


Gelar Sarjana Teknik Mesin Pada Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

Disusun Oleh:

RAHMAD MARZUKI SIREGAR


1507230217

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
ii
iii
ABSTRAK

Bidang konstruksi adalah salah satu bidang yang paling banyak menggunakan
pengelasan. Pengelasannya banyak digunakan pada rangka-rangka, lantai, dan
pondasi yang menggunakan baja ataupun besi. Biasanya penggunaan bahan
tersebut banyak dipengaruhi dari kekuatan yang diinginkan. Secara umum, semua
jenis distorsi meningkat dengan volume logam yang di tempatkan. Preparasi yang
meminimalkan volume misalnya, bentuk U atau V double bukannya V tunggal
yang memberikan keiritan dan distorsi minimum. Pada tahap distorsi ini tidak
diketahui apakah pemilihan persiapan penyambungan menimbulkan efek besar
terhadap distorsi pengelasan. Sehingga menimbulkan pertanyaan bagaimana
mengetahui pengaruh variasi jenis kampuh las terhadap kekuatan tarik pada
proses pengelasan OAW dengan bahan uji yang digunakan berupa baja lunak
(Mild Steel) dengan ukuran sesuai standar ASTM E8/E 8M – 08 dengan pengujian
bentuk kampuh V dan X menggunakan logam pengisi berdiameter 2.0 mm. Pada
spesimen dengan sambungan kampuh V nilai rata-rata tegangan maksimum
(σMax) 1996,68 Kgf/mm². Pada spesimen las dengan sambungan kampuh X nilai
rata-rata tegangan maksimum (σMax) 1963,51 Kgf/mm². Hasil penelitian ini
menunjukkan hasil pengelasan baja lunak ST40 terhadap kekuatan tarik pada
proses pengelasan OAW menggunakan kampuh V lebih besar nilai tegangannya
1996,68 Kgf/mm². dari nilai tegangan maksimum yang didapat pada penelitian ini
disarankan sebaiknya dalam pengelasan baja lunak menggunakan kampuh V.

Kata Kunci : Kekuatan Tarik, Kampuh V, Kampuh X, Sambungan Las,


Pengelasan Oaw

iv
ABSTRACT

The construction sector is one of the fields that uses the most welding. The
welding is widely used in frames, floors and foundations that use steel or iron.
Usually the use of these materials is much influenced by the desired strength. In
general, all types of distortion increase with the volume of metal placed.
Preparations that minimize volume, for example, form U or V double instead of a
single V that provides minimal irritation and distortion. At this stage of distortion
it is not known whether the selection of the connection preparation has a major
effect on welding distortion. So that raises the question of how to determine the
effect of variations in the type of weld seam on the tensile strength in the OAW
welding process with the test material used in the form of mild steel with sizes
according to ASTM standards E8 / E 8M - 08 by testing the form of seam V and X
using filler metals 2.0 mm in diameter. In specimens with seam connections V, the
average value of maximum stress (σMax) 1996.68 Kgf / mm². In the weld
specimen with seam joint X the average value of maximum stress (σMax) is
1963.51 Kgf / mm². The results of this study indicate the welding results of ST40
soft steel to the tensile strength of the OAW welding process using seam V with a
greater stress value of 1996.68 Kgf / mm². of the maximum stress value obtained
in this study it is recommended that in welding soft steel use seam V.

Keywords: Tensile Strength, V Seam, X Seam, Welding Connection, Oaw Welding

v
KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala
puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
karunia dan nikmat yang tiada terkira. Salah satu dari nikmat tersebut adalah
keberhasilan penulis dalam menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini yang berjudul
“Analisa Pengaruh Variasi Jenis Kampuh Las Terhadap Kekuatan Tarik Pada
Proses Pengelasan OAW”sebagai syarat untuk meraih gelar akademik Sarjana
Teknik pada Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Medan.
Banyak pihak telah membantu dalam menyelesaikan laporan Tugas Akhir
ini, untuk itu penulis menghaturkan rasa terimakasih yang tulus dan dalam
kepada:
1. Bapak Ahmad Marabdi Siregar, S.T., M.T selaku Dosen Pembimbing I dan
Penguji yang telah banyak membimbing dan mengarahkan penulis dalam
menyelesaikan Tugas Akhir ini.
2. Bapak Affandi, S.T., M.T, selaku Dosen Pimbimbing II dan Penguji yang
telah banyak membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan
Tugas Akhir ini, sekaligus sebagai Ketua Program Studi Teknik Mesin
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.
3. Bapak M. Yani, S.T., M.T, selaku Dosen Pembanding I dan Penguji yang
telah banyak memberikan koreksi dan masukan kepada penulis dalam
menyelesaikan Tugas Akhir ini.
4. Bapak H. Muharnif, S.T., M.Sc, selaku Dosen Pembanding II dan Penguji
yang telah banyak memberikan koreksi dan masukan kepada penulis dalam
menyelesaikan Tugas Akhir ini.
5. Bapak Munawar Alfansury Siregar S.T., M.T, selaku Dekan Fakultas Teknik,
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.
6. Seluruh Bapak/Ibu Dosen di Program Studi Teknik Mesin, Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara yang telah banyak memberikan ilmu dalam
bidang teknik mesin khususnya konstruksi dan manufaktur kepada penulis.

vi
7. Orang tua penulis: Muhammad Idris Siregar dan Nurasiah, yang telah
bersusah payah membesarkan dan membiayai studi penulis.
8. Bapak/Ibu Staf Administrasi di Biro Fakultas Teknik, Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara.
9. Sahabat-sahabat penulis: Bagus Hartanto, Muhammad Sandi Pradana,
Abangda Arya Rudi Nasution S.T., M.T, dan lainnya yang tidak mungkin
namanya disebut satu per satu.

Laporan Tugas Akhir ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
penulis berharap kritik dan masukan yang konstruktif untuk menjadi bahan
pembelajaran berkesinambungan penulis di masa depan. Semoga laporan Tugas
Akhir ini dapat bermanfaat bagi dunia konstruksi teknik Mesin.

Medan, 28 Februari 2020

Rahmad Marzuki Siregar

vii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ii
LEMBAR PERNYATAN KEASLIAN SKRIPSI iii
ABSTRAK iv
ABSTRACT v
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR NOTASI xiv

BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan masalah 2
1.3. Ruang lingkup 2
1.4. Tujuan 2
1.5. Manfaat 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4


2.1. Jenis Kampuh Las 4
2.1.1 Sambungan Las 6
2.2. Analisa Pengaruh Kampuh Las 9
2.3. Kekuatan Tarik 11
2.4. Pengelasan 11
2.4.1. Nyala Api Las OAW 13
2.4.2. Kelebihan dan Kekurangan Pengelasan OAW 15
2.5 Metode-metode Pengelasan 15

BAB 3 METODOLOGI 23
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 23
3.2 Alat dan Bahan 24
3.2.1 Alat 24
3.2.2 Bahan 29
3.3 Bagan Alir Penelitian 30
3.4 Prosedur Penelitian 31
3.5 Prosedur Pengujian 31

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 32


4.1 Hasil Pembuatan Spesimen 32
4.2 Prosedur Pengujian 35
4.3 Hasil Pengujian 38
4.3.1 Hasil Spesimen 1 Kampuh V 38
4.3.2 Hasil Spesimen 2 Kampuh V 39
4.3.3 Hasil Spesimen 3 Kampuh V 40
4.3.4 Hasil Spesimen 1 Kampuh X 40
4.3.5 Hasil Spesimen 2 Kampuh X 41

viii
4.3.6 Hasil Spesimen 3 Kampuh X 42
4.3.7 Data Hasil Pengujian 43
4.4 Pembahasan 44
4.4.1 Hasil Rata-rata 45

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 46


5.1. Kesimpulan 46
5.2. Saran 44

DAFTAR PUSTAKA 47

LAMPIRAN
LEMBAR ASISTENSI
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Rencana pelaksanaan penelitian 23


Tabel 4.1 Data Hasil Pengujian 43

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kampuh Persegi ( Square Groove ) 4


Gambar 2.2 Kampuh V ( V Groove ) 5
Gambar 2.3 Kampuh V ganda ( Double Vee Groove ) 5
Gambar 2.4 Kampuh U ( U Groove ) 6
Gambar 2.5 Kampuh Tirus ( Bevel Groove ) 6
Gambar 2.6 Sambungan Tumpu (Butt Joint) 7
Gambar 2.7 Sambungan T (T Joint) 7
Gambar 2.8 Sambungan Sudut (Corner Joint) 8
Gambar 2.9 Sambungan Tumpang (Lap Joint) 8
Gambar 2.10 Sambungan Tekuk (Edge Joint) 9
Gambar 2.11 Kurva Tegangan-Regangan 11
Gambar 2.12 Mekanisme Las OAW 13
Gambar 2.13 Nyala Api Oksidasi 13
Gambar 2.14 Nyala Api Karburasi 14
Gambar 2.15 Nyala Api Netral 14
Gambar 2.16 Skema pengelasan Metal Inert Gas (MIG) 15
Gambar 2.17 Skema pengelasan Shield Metal Arc Welding (SMAW) 16
Gambar 2.18 Skema pengelasan Tungsten Inert Gas (TIG) 16
Gambar 2.19 Skema pengelasan Gas Metal Arc Welding (GMAW) 17
Gambar 2.20 Skema pengelasan Plasma Arc Welding (PAW) 17
Gambar 2.21 Skema pengelasan Submerged Arc Welding (SAW) 18
Gambar 2.22 Skema pengelasan Friction welding 18
Gambar 2.23 Skema pengelasan Friction stir welding 19
Gambar 2.24 Skema pengelasan Spot Welding 19
Gambar 2.25 Skema pengelasan Seam Welding 20
Gambar 2.26 Skema pengelasan Projection Welding 20
Gambar 2.27 Skema pengelasan Flash Welding 21
Gambar 2.28 Skema pengelasan Oxy-Acetylene Welding (OAW) 21
Gambar 2.29 Skema pengelasan Electron Beam Welding 22
Gambar 2.30 Skema pengelasan Laser Beam Welding 22
Gambar 3.1 Tabung Oksigen dan Tabung Asitelin 24
Gambar 3.2 Blander Las (welding torch) 24
Gambar 3.3 Mesin Uji Tarik (Universal Testing Machine) 25
Gambar 3.4 Kawat Baja (Wire) 25
Gambar 3.5 Sikat Baja 26
Gambar 3.6 Mesin Bor 26
Gambar 3.7 Mesin Milling 27
Gambar 3.8 Tang Jepit 27
Gambar 3.9 Mesin Gerinda 27
Gambar 3.10 Jangka Sorong 28
Gambar 3.11 Cekam 28
Gambar 3.12 PC / Komputer 29
Gambar 3.13 Baja Plat 29
Gambar 3.14 Bagan Alir Penelitian 30
Gambar 4.1 Bahan Plat 32
Gambar 4.2 Memotong Plat Baja 32

xi
Gambar 4.3 Membuat Radius 33
Gambar 4.4 Gambar Spesimen Sebelum Pembuatan Kampuh 33
Gambar 4.5 Membuat Kampuh V dan X 34
Gambar 4.6 Hasil Pembuatan Kampuh V dan X 34
Gambar 4.7 Menyambung Spesimen Uji 34
Gambar 4.8 Hasil Pengelasan Terhadap Spesimen 35
Gambar 4.9 Mesin Uji Tarik dan Kelengkapannya 35
Gambar 4.10 Pc/Komputer 36
Gambar 4.11 Cekam(Jig) 36
Gambar 4.12 Mengikat Spesimen 37
Gambar 4.13 Pengujian Tarik 37
Gambar 4.14 Patahan Spesimen Hasil Pengujian Tarik 38
Gambar 4.15 Hasil uji tarik spesimen 1 kampuh V 38
Gambar 4.16 Hasil uji tarik spesimen 2 kampuh V 39
Gambar 4.17 Hasil uji tarik spesimen 3 kampuh V 40
Gambar 4.18 Hasil uji tarik spesimen 1 kampuh X 41
Gambar 4.19 Hasil uji tarik spesimen 2 kampuh X 42
Gambar 4.20 Hasil uji tarik spesimen 3 kampuh X 43
Gambar 4.21 perbandingan kekuatan tarik spesimen kampuh V 44
Gambar 4.22 perbandingan kekuatan tarik spesimen kampuh X 44
Gambar 4.23 hasil rata-rata pengujian tarik kampuh V 45
Gambar 4.24 hasil rata-rata pengujian tarik kampuh X 45

xii
DAFTAR NOTASI

Simbol Keterangan Satuan


mm Milimeter
% Persen
mm2 Milimeter Persegi
O2 Oksigen
CO2 Karbon Dioksida
σ Tegangan Kgf/mm²
Kg Kilogram
N Newton
Ø Diameter
+ Katup Positif
ε Regangan
E Modulus Elastisitas
A Luas Penampang mm2
W Lebar
T Tebal
F Gaya kgf
Δx Pertambahan panjang
X Panjang awal

xiii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bidang konstruksi adalah salah satu bidang yang paling banyak
menggunakan pengelasan. Pengelasannya banyak digunakan pada rangka-rangka,
lantai, dan pondasi yang menggunakan baja ataupun besi. Biasanya penggunaan
bahan tersebut banyak dipengaruhi dari kekuatan yang diinginkan. Tidak sedikit
dalam pemilihan material dan pegelasan diabaikan dalam sebuah konstruksi
sehingga menimbulkan kerusakan-kerusakan pada konstruksi tersebut. Salah satu
variabel yang sangat mempengaruhi kekuatan hasil lasan adalah besar kecilnya
arus listrik. Arus akan mempengaruhi besarnya masukan panas pada logam las
dan juga berpengaruh terhadap laju pendinginan. Hal ini akan berpengaruh
terhadap pola struktur mikro yang terbentuk pada logam las.
Semakin besar masukan panas pengelasan yang diterima akan megakibatkan
semakin besar regangan thermal (pengembangan dan penyusutan) non-uniform
yang terjadi di daerah sambungan las dan sekitarnya. Pada konstruksi las yang
dibiarkan bebas bergerak (tana mendapat gaya atau beban luar), regangan thermal
yang tersisa setelah suhu lasan mencapai temperatur kamar (mendingin) disebut
sebagai distorsi las. Pada tahap distorsi ini tidak diketahui apakah pemilihan
persiapan penyambungan menimbulkan efek besar terhadap distorsi pengelasan.
Lepas dari konstruksi sambungan melintang dan longitudinal dalam bidang,
sudut diantara komponen-komponen cenderung berkurang kearah sisi dimana
sumber panas berasal (distorsi anguler). Secara umum, semua jenis distorsi
meningkat dengan volume logam yang di tempatkan. Preaparasi yang
meminimalkan volume misalnya, bentuk U atau V double bukannya V tunggal
yang memberikan keiritan dan distorsi minimum.
Dari hasil penelitian yang dilakukan (Irzal, Dkk, 2018) pada spesimen
dengan membuat dan menguji spesimen dengan mesin uji tarik (Hydraulic
Universal Testing Machine) maka didapatkan pada spesimen tanpa pengelasan
nilai rata-rata tegangan maksimum (σMax) 41,28 Kgf/mm². pada spesimen las
dengan sambungan kampuh V nilai rata-rata tegangan maksimum (σMax) 39,82

1
Kgf/mm². pada spesimen las dengan sambungan kampuh I nilai rata-rata tegangan
maksimum (σMax) 38,32 Kgf/mm². Hasil penelitian ini menunjukkan pengelasan
besi IWF 400 menggunakan kampuh V lebih besar nilai tegangannya 39,82
Kgf/mm².
Dengan latar belakang ini, maka saya tertarik untuk mengadakan penelitian
sebagai tugas sarjana dengan judul: “Analisa Pengaruh Variasi Jenis Kampuh
Las Terhadap Kekuatan Tarik Pada Proses Pengelasan OAW”.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang masalah, dapat di rumuskan masalahnya yaitu :
Menganalisa pengaruh variasi jenis kampuh las terhadap kekuatan tarik pada
proses pengelasan OAW.

1.3 Ruang Lingkup


Agar pembahasan tidak terjebak dalam pembahasan yang tidak perlu maka
dibuat batasan masalah yang meliputi :
a Bahan uji yang digunakan berupa baja lunak dengan dimensi ukuran
sesuai standard ASTM E8/E 8M - 08
b Kampuh las yang digunakan berbentuk V dan X
c Logam pengisi (Filler) berupa kawat baja dengan Ø 2mm
d Pengujian tarik dilakukan dengan mesin UTM (Universal Testing
Machine)

1.4 Tujuan
a Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa hasil dari pengaruh variasi jenis
kampuh las terhadap kekuatan tarik pada proses pengelasan OAW.
b Tujuan Khusus
1. Menganalisa kempuh las jenis V terhadap kekuatan tarik
2. Menganalisa kampuh las jenis X terhadap kekuatan tarik

2
1.5 Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah membandingkan kekuatan tarik terhadap
variasi kampuh las pada proses pengelasan OAW terhadap kekuatan tarik
sehingga mendapatkan kekuatan yang diinginkan pada proses pengelasan dan
jenis kampuh tersebut.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jenis Kampuh Las


Jenis kampuh yang dipilih berkaitan dengan metode pengelasan dan
ketebalan plat. Ideal sendi menyediakan kekuatan struktural yang diperlukan dan
kualitas tanpa perlu besar volume bersama. Biaya las meningkat dengan ukuran
sendi, dan masukan panas yang lebih tinggi akan menimbulkan masalah dengan
kekuatan pengelasan. Kampuh las ini berguna untuk menampung bahan pengisi
agar lebih banyak yang merekat ke benda kerja. Dengan demikian kekuatan las
akan lebih terjamin, sedangkan jenis kampuh las yang dipakai pada tiap
pengelasan tergantung pada ketebalan benda kerja, jenis benda kerja, kekuatan
yang diinginkan, dan posisi pengelasan.
Sebelum melakukan pengelasan, selain harus diketahui jenis sambungan,
harus pula ditentukan desain kampuh yang akan dibuat. Desain tersebut selain
untuk menghasilkan lasan yang baik, juga mempertimbangkan efisiensi dan
efektifitas dari desain lasan. Desain yang sesuai dengan spesifikasi material yang
disambung akan dapat mengurangi waktu dan biaya yang diperlukan untuk
menghasilkan sambungan tanpa mengesampingkan kualitas sambungan itu
sendiri, berikut ini pemaparan tentang jenis-jenis kampuh las.

1. Kampuh Persegi ( Square Groove )


Kampuh persegi dapat dibuat dengan posisi kampuh tertutup ataupun
terbuka. Umumnya desain ini digunakan pada logam tipis seperti yang terlihat
pada gambar 2.1 di bawah ini.

Gambar 2.1 Kampuh Persegi ( Square Groove ) (Sonawan, 2003)

4
2. Kampuh V ( V Groove )
Penggunaan kampuh V ini menjadi salah satu desain yang paling banyak
dipakai. Desain ini dapat menghasilkan kualitas lasan yang sangat baik. Kampuh
V digunakan pada material dengan ketebalan sedang sampai tebal seperti yang
dapat dilihat pada gambar 2.2 di bawah ini.

Gambar 2.2 Kampuh V ( V Groove ) (Sonawan, 2003)

3. Kampuh V ganda ( Double Vee Groove )


Penggunaan kampuh V ganda dapat mengurangi banyaknya tingkat endapan
dan distorsi yang mungkin terjadi pada material sehingga dapat digunakan pada
material dengan ketebalan yang lebih tebal dibandingkan dengan jenis kampuh
lainnya. Pada umumnya pada kampuh V ganda, pengelasan dilakukan bergantian
antar sisinya untuk menghindari distorsi seperti yang dapat dilihat pada gambar
2.3 di bawah ini.

Gambar 2.3 Kampuh V ganda ( Double Vee Groove ) (Sonawan, 2003)

4. Kampuh U ( U Groove )
Desain kampuh U umumnya digunakan pada material yang lebih tebal.
Desain ini dapat mengurangi tingkat endapan las yang diperlukan dibandingkan
dengan kampuh V karena kampuh U menggunakan sudut kampuh yang lebih kecil

5
dan tetap menjaga fusi yang memadai seperti yang dapat dilihat pada gambar 2.4
di bawah ini.

Gambar 2.4 Kampuh U ( U Groove ) (Sonawan, 2003)

5. Kampuh Tirus ( Bevel Groove )


Kampuh tirus memerlukan persiapan yang tidak sebanyak kampuh V.
Penirusan dilakukan hanya pada satu bagian saja sedangkan pada bagian lain yang
akan dilas dibiarkan dalam bentuknya. Desain ini memerlukan tingkat endapan las
yang lebih sedikit dibandingkan kampuh V dengan kekuatan las yang baik seperti
yang dapat dilihat pada gambar 2.5 di bawah ini.

Gambar 2.5 Kampuh Tirus ( Bevel Groove ) (Sonawan, 2003)

2.1.1 Sambungan Las


Jenis Sambungan Pengelasan adalah tipe sambungan material atau plat
yang digunakan untuk proses pengelasan. Jenis sambungan las mempunyai
beberapa macam yang menjadi jenis sambungan utama (Wiryosumarto, 1996)
yaitu:
1. Sambungan Tumpu (Butt Joint)
Sambungan tumpu (butt joint). kedua bagian benda yang akan disambung
diletakkan pada bidang datar yang sama dan disambung pada kedua ujungnya
dapat dilihat pada gambar 2.6 dibawah ini.

6
Gambar 2.6 Sambungan Tumpu (Butt Joint) (Wiryosumarto, 1996)

2. Sambungan T (T Joint)
T Joint adalah jenis sambungan yang berbentuk seperti huruf T, tipe
sambungan ini banyak diaplikasikan untuk pembuatan kontruksi atap, konveyor
dan jenis konstruksi lainnya. Untuk tipe groove juga terkadang digunakan untuk
sambungan fillet adalah double bevel, namun hal tersebut sangat jarang kecuali
pelat atau materialnya sangat tebal dapat dilihat seperti pada gambar 2.7 di bawah
ini.

Gambar 2.7 Sambungan T (T Joint) (Wiryosumarto, 1996)

3. Sambungan Sudut (Corner Joint)


Sambungan Sudut (Corner Joint) mempunyai desain sambungan yang
hampir sama dengan T Joint, namun yang membedakannya adalah letak dari
materialnya. Pada sambungan ini materialnya yang disambung adalah bagian

7
ujung dengan ujung. Ada dua jenis corner joint, yaitu close dan open dapat dilihat
seperti pada gambar 2.8 di bawah ini.

Gambar 2.8 Sambungan Sudut (Corner Joint) (Wiryosumarto, 1996)

4. Sambungan Tumpang (Lap Joint)


Tipe sambungan las yang sering digunakan untuk pengelasan spot atau
steam. Karena materialnya ini ditumpuk atau disusun sehingga sering digunakan
untuk aplikasi pada bagian body kereta dan cenderung untuk plat-plat tipis. Jika
menggunakan proses las SMAW, GMAW atau FCAW pengelasannya sama
dengan sambungan fillet dapat dilihat seperti pada gambar 2.9 di bawah ini.

Gambar 2.9 Sambungan Tumpang (Lap Joint) (Wiryosumarto, 1996)

5. Sambungan Tekuk (Edge Joint)


Sambungan tekuk (edge joint) sisi-sisi yang ditekuk dari ke dua bagian yang
akan disambung sejajar, dan sambungan dibuat pada kedua ujung bagian tekukan
yang sejajar tersebut dapat dilihat seperti pada gambar 2.10 di bawah ini.

8
Gambar 2.10 Sambungan Tekuk (Edge Joint) (Wiryosumarto, 1996)

2.2 Analisa Pengaruh Kampuh Las


Metode penelitian eksperimen merupakan metode penelitian yang
digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam
kondisi yang terkendalikan (Sugiyono, 2008). Dimana hasil pengujian diperoleh
melalui percobaan langsung terhadap benda uji. Data yang didapat merupakan
data yang diperoleh dari pengujian secara langsung terhadap kekuatan tarik
spesimen yang telah dilas dengan bentuk kampuh V dan X menggunakan
Universal Testing Machine (UTM). Data yang telah di dapat dari hasil pengujian
di susun guna mendapat nilai kekuatan tarik dari masing-masing spesimen. Nilai
kekuatan tarik dapat dihitung dengan rumus :

1. Tegangan (  )
F
  (1)
Ao
2. Regangan (  )
Li  Lo
 (2)
Lo
3. Modulus Elastisitas ( E )

E (3)

Bidang konstruksi adalah salah satu bidang yang paling banyak
menggunakan pengelasan. Pengelasannya banyak digunakan pada rangka-rangka,

9
lantai, dan pondasi yang menggunakan baja ataupun besi. Biasanya penggunaan
bahan tersebut banyak dipengaruhi dari kekuatan yang diinginkan. Tidak sedikit
dalam pemilihan material dan pegelasan diabaikan dalam sebuah konstruksi
sehingga menimbulkan kerusakan-kerusakan pada konstruksi tersebut. Salah satu
variabel yang sangat mempengaruhi kekuatan hasil lasan adalah besar kecilnya
arus listrik. Arus akan mempengaruhi besarnya masukan panas pada logam las
dan juga berpengaruh terhadap laju pendinginan. Hal ini akan berpengaruh
terhadap pola struktur mikro yang terbentuk pada logam las.
Semakin besar masukan panas pengelasan yang diterima akan megakibatkan
semakin besar regangan thermal (pengembangan dan penyusutan) non-uniform
yang terjadi di daerah sambungan las dan sekitarnya. Pada konstruksi las yang
dibiarkan bebas bergerak (tanpa mendapat gaya atau beban luar), regangan
thermal yang tersisa setelah suhu lasan mencapai temperatur kamar (mendingin)
disebut sebagai distorsi las. Pada tahap distorsi ini tidak diketahui apakah
pemilihan persiapan penyambungan menimbulkan efek besar terhadap distorsi
pengelasan. Lepas dari konstruksi sambungan melintang dan longitudinal dalam
bidang, sudut diantara komponen-komponen cenderung berkurang kearah sisi
dimana sumber panas berasal (distorsi anguler). Secara umum, semua jenis
distorsi meningkat dengan volume logam yang di tempatkan. Preaparasi yang
meminimalkan volume misalnya, bentuk U atau V double bukannya V tunggal
yang memberikan keiritan dan distorsi minimum.
Las oksi asetilin adalah pengelasan yang dilaksanakan dengan pencampuran
dua jenis gas sebagai pembentuk nyala api dan sebagai sumber panas. Dalam
proses las gas ini, gas yang digunakan adalah campuran dari gas Oksigen (O2)
dan gas lain sebagai gas bahan bakar (fuel gas). Gas bahan bakar paling populer
dan paling banyak digunakan dibengkel-bengkel adalah gas Asetilin (C2H2). Gas
ini memiliki beberapa kelebihan dibandingkan gas bahan bakar lain. Kelebihan
yang dimiliki gas Asetilin antara lain, menghasilkan temperatur nyala api lebih
tinggi dari gas bahan bakar lainnya, baik dicampur dengan udara maupun oksigen
(Harsono, 2000).

10
2.3. Kekuatan Tarik
Kekuatan tarik (Tensile Srength, Ultimate Tensile Strength) adalah tegangan
maksimum yang bias ditahan oleh sebuah bahan ketika diregangkan atau ditarik,
sebelum bahan tersebut patah. Kekuatan tarik adalah kebalikan dari kekuatan
tekan, dan nilainya bisa berbeda. Beberapa bahan dapat patah begitu saja tanpa
mengalami deformasi, yang berarti benda tersebut bersifat rapuh atau getas (
brittle). Bahan lainnya akan meregang dan mengalami deformasi sebelum patah,
yang disebut dengan benda elastis (ductile).
Kekuatan tarik umumnya dapat dicari dengan melakukan uji tarik dan
mencatat perubahan regangan dan tegangan. Titik tertinggi dari kurva tegangan-
regangan disebut dengan kekuatan tarik maksimum (ultimate tensile strength)
nilainya tidak bergantung pada ukuran bahan, melainkan karena faktor jenis
bahan. Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi seperti keberadaan zat pengotor
dalam bahan, temperatur dan kelembaban lingkungan pengujian, dan penyiapan
spesimen seperti yang dapat dilihat pada gambar 2.11 di bawah ini.

Gambar 2.11 Kurva Tegangan-Regangan (Beumer, 1985)

2.4. Pengelasan
Berdasarkan definisi dari American Welding Society (AWS) pengelasan
adalah proses penyambungan logam dan non logam yang dilakukan dengan
memanaskan material yang akan disambung dengan temperatur las, yang
dilakukan dengan atau tanpa menggunakan tekanan dan dengan tanpa

11
menggunakan logam pengisi. Definisi tersebut dapat diartikan lebih lanjut bahwa
pengelasan adalah suatu aktifitas menyambung dua bagian benda atau lebih
dengan atau tanpa bahan tambah (filler metal) yang sama ataupun berbeda titik
maupun strukturnya (Alip, 1989).
Beberapa metode pengelasan telah ditemukan untuk membuat proses
pengelasan dengan hasil sambungan yang kuat dan efisien. Pengelasan juga
memberikan keuntungan, baik dalam aspek komersil ataupun teknologi. Beberapa
keuntungan dari pengelasan adalah sebagai berikut : (Groover, 1996).
1. Pengelasan memberikan sambungan permanen. Kedua bagian yang
disambung menjadi satu kesatuan setelah dilas.
2. Sambungan las dapat lebih kuat daripada metal induknya, jika logam
pengisi yang digunakan memiliki sifat-sifat kekuatan yang tinggi dari
metal induknya dan teknik pengelasan yang digunakan harus tepat.
3. Pengelasan biasanya merupakan cara yang paling ekonomis, jika ditinjau
dari harga pembuatannya dalam segi penggunaannya.
4. Pengelasan tidak dibatasi hanya pada lingkungan pabrik saja, tetapi
pengelasan juga dapat dilakukan atau dikerjakan dilapangan.
Pengelasan Oxygen Asetilen Welding (OAW) adalah suatu proses
pengelasan gas yang menggunakan sumber panas nyala api melalui pembakaran
gas oksigen dan gas asetilen untuk mencairkan logam dan bahan tambah. Dalam
pengelasan OAW ini biasanya digunakan hanya untuk plat-plat tipis, hal ini
dikarenakan sambungan las oksigen asetilen ini mempunyai kekuatan yang rendah
dibandingkan las busur listrik. Las OAW ini juga dapat digunakan untuk
pemanasan atau pemotongan, namun alat yang digunakan berbeda. Untuk
pemotongan menggunakan torch yang ada pada katup gas potong, sedangkan
untuk pengelasan atau pemanasan menggunakan welding gun tanpa katup gas
potong.
Kelebihan yang dimiliki gas asetilen antara lain, menghasilkan temperatur
nyala api lebih tinggi dari gas bahan bakar lainnya, baik dicampur dengan udara
maupun oksigen (Harsono, 2000) adapun mekanisme dan komponen dari
pengelasan ini dapat dilihat pada gambar 2.12 dibawah ini.

12
Gambar 2.12 Mekanisme Las OAW (Harsono, 2000)

2.4.1. Nyala Api Las OAW


Nyala api oksi astilin dibagi menjadi tiga jenis (Harsono, 2000). Sebagai
berikut merupakan paparannya :
a. Nyala Api Oksidasi
Pada nyala oksidasi ini jumlah gas oksigen yang keluar lebih besar daripada
gas asetilen. Nyala inti jadi lebih pendek dan berbentuk meruncing ke ujungnya.
Ada suara mendesis yang lebih keras dibandingkan dengan desisan suara nyala
netral. Nyala ini sering digunakan untuk pengelasan logam perunggu dan
kuningan, serta terkadang digunakan untuk brazing. Nyala apinya pendek dan
berwarna ungu, nyala kerucut luarnya juga pendek seperti yang dapat dilihat pada
gambar 2.13 di bawah ini.

Gambar 2.13 Nyala Api Oksidasi (Harsono, 2000)

13
b. Nyala Api Karburasi
Nyala api karburasi merupakan nyala campuran gas antara asetilen dan
oksigen dengan jumlah gas asetilen masih sangat dominan atau lebih banyak.
Kegunaan nyala api karburasi biasanya untuk memanaskan serta untuk mengelas
permukaan yang keras dan logam putih seperti yang terlihat pada gambar 2.14 di
bawah ini.

Gambar 2.14 Nyala Api Karburasi (Harsono, 2000)

c. Nyala Api Netral


Nyala api netral merupakan nyala campuran gas antara gas asetilen dan gas
oksigen dengan jumlah yang relatif seimbang. Nyala api kerucut dalam berwarna
putih menyala. Nyala api kerucut antara tidak ada (tidak berwarna). Nyala api
kerucut luar berwarna kuning. Kegunaan nyala api netral adalah untuk pengelasan
biasa dan untuk mengelas baja atau besi tuang seperti yang terlihat pada gambar
2.15 di bawah ini.

Gambar 2.15 Nyala Api Netral (Harsono, 2000)

14
2.4.2. Kelebihan dan Kekurangan Pengelasan OAW
a. Kelebihan Pengelasan OAW
1. Jika ada pengelasan yang salah dapat dicairkan kembali dengan nyala api
oksigen asitelin
2. Dapat digunakan pada plat tipis
3. Peralatan tidak terlalu banyak

b. Kekurangan Pengelasan OAW


1. Jika digunakan pada plat tebal kekuatannya kurang maksimal
2. Pengelasan manual sehingga efisiensi dan kecepatan las kurang
3. Sangat jarang digunakan untuk pengelasan non logam atau baja tahan karat

2.5 Metode-metode Pengelasan


1. Metal Inert Gas (MIG)
Pengelasan metode ini menggunakan elektroda logam dan menggunakan
gas inert (Argon, Helium) untuk menghindari inklusi atau pengotor oksida. Gas
inert sangat dibutuhkan untuk logam yang reaktif terhadap atmosfir udara seperti:
Al, Mg, Ti. Skema pengelasan ini dapat dilihat seperti pada gambar 2.16.

Gambar 2.16 Skema pengelasan Metal Inert Gas (MIG) (Groover, 2010)

2. Shield Metal Arc Welding (SMAW)


Pengelasan metode ini Menggunakan elektroda logam. Selaput elektroda
yang turut terbakar akan mencair dan menghasilkan gas yang melindungi ujung

15
elektroda, kawah las, busur listrik dan daerah las di sekitar busur listrik terhadap
pengaruh udara luar. Skema pengelasan ini dapat dilihat seperti pada gambar 2.17.

Gambar 2.17 Skema Shield Metal Arc Welding (SMAW) (Groover, 2010)

3. Tungsten Inert Gas (TIG)


Pengelasan metode ini elektrodanya khusus menggunakan Wolfram. Titik
cair elektroda wolfram yang sampai 3410°C membuat ia tidak ikut mencair pada
saat terjadi busur listrik. Menggunakan gas inert argon dan helium. Gas inert
untuk logam yang reaktif terhadap atmosfir udara seperti: Al, Mg, Ti. Skema
pengelasan ini dapat dilihat seperti pada gambar 2.18.

Gambar 2.18 Skema Tungsten Inert Gas (TIG) (Groover, 2010)

16
4. Gas Metal Arc Welding (GMAW)
Pengelasan metode ini Menggunakan elektroda logam, dengan gas
pelindung tidak harus inert, misalnya CO2 (hanya untuk pengelasan carbon steel
dan low alloy steel). Skema pengelasan ini dapat dilihat seperti pada gambar 2.19.

Gambar 2.19 Skema Gas Metal Arc Welding (GMAW) (Groover, 2010)

5. Plasma Arc Welding (PAW)


Pengelasan metode ini sama dengan TIG menggunakan elektroda wolfram
(tidak meleleh), filler diumpan secara manual. Perbedaannya pada PAW tedapat
gas plasma yang mengandung ion positif dan negatif, sehingga hasil penetrasi dari
PAW lebih dalam karena konsentrasi energi lebih besar, dan daerah Heat Affected
Zone (HAZ) relatif lebih kecil karena ada plasma gas, stabilitas busur lebih baik
dari TIG. Skema pengelasan ini dapat dilihat seperti pada gambar 2.20.

Gambar 2.20 Skema Plasma Arc Welding (PAW) (Groover, 2010)

17
6. Submerged Arc Welding (SAW)
Pengelasan metode ini menggunakan elektroda dalam bentuk kawat
diumpankan ke kampuh las benda kerja secara kontinyu dan ditutup dengan flux
dalam bentuk serbuk halus. Busur listrik tercipta diantara elektroda dan benda
kerja namun tidak terlihat karena elektroda tertutup oleh flux. Skema pengelasan
ini dapat dilihat seperti pada gambar 2.21.

Gambar 2.21 Skema Submerged Arc Welding (SAW) (Groover, 2010)

7. Friction welding
Pengelasan metode ini menggunakan 2 buah benda kerja ditekan dan diputar
sehingga akibat friksi keduanya akan timbul panas yang selanjutnya dipakai untuk
proses penyambungan. Skema pengelasan ini dapat dilihat seperti pada gambar
2.22.

Gambar 2.22 Skema Friction welding (Groover, 2010)

18
8. Friction stir welding
Pengelasan metode ini menggunakan penyambungan dua buah logam
dengan menggunakan probe yang berputar serta berjalan, menghasilkan gesekan,
lalu menimbulkan panas, lalu logam menjadi plastis tapi tidak sampai meleleh dan
terjadi penyambungan di antara keduanya. Skema pengelasan ini dapat dilihat
seperti pada gambar 2.23.

Gambar 2.23 Skema Friction stir welding (Groover, 2010)

9. Spot Welding
Pengelasan metode ini menggunakan dua elektroda yang berbentuk silinder
diletakkan pada kedua permukaan logam, lalu ditekan. Panas yang dihasilkan dari
tahanan dikombinasikan dengan pemberian tekanan yang akan menghasillkan
Spot Welding, panas tersebut akan berakibat terbentuknya nugget pada permukaan
sambungan dari dua benda kerja. Skema pengelasan ini dapat dilihat seperti pada
gambar 2.24.

Gambar 2.24 Skema Spot Welding (Groover, 2010)

19
10. Seam Welding
Pengelasan metode ini menggunakan prinsip panas yang dihasilkan sama
dengan spot welding, namun Pengelasan dilakukan dibanyak titik (continuous)
yang menghasilkan banyak nugget yang berurutan. Skema pengelasan ini dapat
dilihat seperti pada gambar 2.25.

Gambar 2.25 Skema Seam Welding (Groover, 2010)

11. Projection Welding


Pengelasan metode ini mengkonsentrasikan arus dan tekanan elektroda pada
daerah yang akan dilas yang telah dipersiapkan sebelumnya sehingga aliran arus
terfokus pada titik kontak yang terbatas. Skema pengelasan ini dapat dilihat
seperti pada gambar 2.26.

Gambar 2.26 Skema Projection Welding (Groover, 2010)

12. Flash Welding


Pengelasan metode ini mengkombinasikan tekanan dari samping dan panas
dari arus listrik. Salah satu dari jenis resistance welding, dimana tahanan

20
dihasilkan dari gap atau celah antara 2 komponen. Skema pengelasan ini dapat
dilihat seperti pada gambar 2.27.

Gambar 2.27 Skema Flash Welding (Groover, 2010)

13. Oxy-Acetylene Welding (OAW)


Pengelasan metode ini menggunakan Panas dihasilkan dari gas yang berasal
dari campuran oxygen dan fuel (acetylene). Skema pengelasan ini dapat dilihat
seperti pada gambar 2.28.

Gambar 2.28 Skema Oxy-Acetylene Welding (OAW) (Groover, 2010)

14. Electron Beam Welding


Pengelasan metode ini menggunakan elektron yang bergerak dengan
kecepatan tinggi, energi kinetik dari elektron tersebut ditransformasikan menjadi
energi panas untuk melelehkan filler atau weld metal. Skema pengelasan ini dapat
dilihat seperti pada gambar 2.29.

21
Gambar 2.29 Skema Electron Beam Welding (Groover, 2010)

15. Laser Beam Welding


Pengelasan metode ini menggunakan panas yang dihasilkan dari laser
(energi radiasi elektromagnetik). Skema pengelasan ini dapat dilihat seperti pada
gambar 2.30.

Gambar 2.30 Skema Laser Beam Welding (Groover, 2010)

22
BAB 3
METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


a. Tempat
Tempat pembuatan spesimen dan pelaksanaan pengujian penelitian ini
dilaksanakan di Laboratorium Proses Produksi dan Laboratorium Mekanika
Kekuatan Material Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara, Jalan Kapten Mukhtar Basri No.3 Medan.
b. Waktu
Proses pelaksanaan penelitian ini dilakukan selama 6 bulan, dimulai dari
Oktober 2019 sampai dengan Februari 2020.

Tabel 3.1. Rencana pelaksanaan penelitian


Bulan
No. Kegiatan
1 2 3 4 5 6
1 Studi Literatur
2 Survei Alat dan Bahan
3 Pembuatan Spesimen Uji
4 Pembuatan Kampuh V dan X
5 Pengelasan Spesimen Uji
6 Pengujian Tarik Spesimen
Pengumpulan dan Analisis
7
Data
Penyelesaian / Penulisan
8
Skripsi
9 Seminar Hasil
10 Sidang

23
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1. Las OAW
Tabung oksigen adalah tempat menyimpan gas oksigen, pada tabung ini
akan diisi gas oksigen yang digunakan untuk proses pengelasan yang
kemudian akan disambung dengan regulator dan slang yang menuju ke
welding torch. Tabung gas asetilen adalah tempat menyimpan gas asetilen,
saat proses pengelasan regulator dibuka. Setelah itu gas akan otomatis
keluar melalui slang gas yang terhubung ke welding torch seperti yang
terlihat pada gambar 3.1.

Gambar 3.1 Tabung Oksigen dan Tabung Asitelin

2. Blander Las (Welding Torch)


Welding Torch adalah tempat untuk mencampur gas oksigen dan asetilen
pada saat proses pengelasan, pada welding torch ini terdapat katub atau
pengatur keluarnya gas oksigen dan asetilen seperti yang terlihat pada
gambar 3.2.

Gambar 3.2 Blander Las (welding torch)

24
3. Mesin Uji Tarik (Universal Tensile Machine)
Mesin uji tarik pada penelitian ini digunakan sebagai alat yang akan
menguji kekuatan pengelasan dengan cara ditarik dan memiliki kapasitas
5000 Kgf seperti yang terlihat pada gambar 3.3.

Gambar 3.3 Mesin Uji Tarik (Universal Testing Machine)

4. Kawat Baja (Wire)


Kawat baja (wire) ini digunakan sebagai filler atau logam pengisi dengan
diameter kawat 2.0 mm pada proses pengambungan las menggunakan
pengelasan OAW seperti yang terlihat pada gambar 3.4.

Gambar 3.4 Kawat Baja (Wire)

25
5. Sikat Baja
Sikat baja ini digunakan sebagai alat untuk membersihkan sisa-sisa
kotoran hasil pengelasan yang masih menempel pada permukaan spesimen
uji seperti yang terlihat pada gambar 3.5.

Gambar 3.5 Sikat Baja

6. Mesin Bor
Mesin bor digunakan sebagai alat pada tahap pembuatan radius spesimen
dengan ketentuan ukuran sesuai dengan standard yang telah ditetapkan.

Gambar 3.6 Mesin Bor

7. Mesin Milling
Mesin Milling digunakan untuk meratakan sisi bagian samping spesimen
yang masih kasar akibat perataan menggunakan gerinda serta membuat
kampuh V dan X seperti yang terlihat pada gambar 3.7.

26
Gambar 3.7 Mesin Milling

8. Tang Jepit
Tang jepit digunakan sebagai alat bantu untuk memegang spesimen yang
akan di las untuk menghindari panas yang terjadi akibat pengelasan seperti
yang terlihat pada gambar 3.8.

Gambar 3.8 Tang Jepit

9. Mesin Gerinda Tangan


Mesin gerinda ini digunakan untuk meratakan sisi bagian samping yang
tidak rata seperti yang terlihat pada gambar 3.9.

Gambar 3.9 Mesin Gerinda

27
10. Jangka Sorong
Alat ukur ini digunakan sebagai alat untuk mengukur dimensi spesimen
yang tertera pada standar bentuk dan ukuran untuk spesimen uji dengan
spesifikasi ketelitian 0.05 mm seperti yang terlihat pada gambar 3.10.

Gambar 3.10 Jangka Sorong

11. Cekam
Cekam ini digunakan sebagai alat bantu (Jig) untuk memegang
spesimen pada pengujian tarik seperti yang terlihat pada gambar 3.11.

Gambar 3.11 Cekam

12. PC / Komputer
Komputer ini digunakan sebagai alat untuk mengambil data hasil
pengujian yang berbentuk diagram dan data sebagai hasil pengujiannya
seperti yang terlihat pada gambar 3.12.

28
Gambar 3.12 PC / Komputer

3.2.2 Bahan
13. Baja Plat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah baja lunak dengan tipe
plat yang banyak kita jumpai di pasaran dengan jenis material baja ST40
seperti yang terlihat pada gambar 3.13.

Gambar 3.13 Baja Plat ST40

29
3.3 Bagan Alir Penelitian

Mulai

Studi Literatur

Pembuatan spesimen sesuai dengan standard ASTM


E8/E 8M - 08

Pembuatan Kampuh V dan X pada spesimen

Proses pengelasan Spesimen dengan menggunakan


metode OAW

Pengujian spesimen dengan menggunakan


Universal Tensile Machine

Pengumpulan dan Analisis Data

Rekapitulasi data dan pengolahan data

Selesai

Gambar 3.14 Bagan Alir Penelitian

30
3.4 Prosedur Penelitian
1. Mempersiapkan spesimen uji dengan bahan plat dan memiliki jenis baja
ST40
2. Memotong plat baja sesuai dengan dimensi bentuk dan ukuran yang telah
ditetapkan
3. Membuat radius dengan cara melakukan tahapan pengeboran pada sisi plat
baja
4. Spesimen sebelum pembuatan kampuh
5. Meratakan sisi permukaan spesimen sesuai dengan bentuk dan ukuran
standar ASTM E8/E 8M – 08 menggunakan mesin milling
6. Membuat kampuh V dan X dengan ukuran sudut kemiringan 45 derajat
menggunakan mesin milling, kampuh V dan X memiliki ukuran
kedalaman kampuh 3 mm serta lebar bibir kampuh sebesar 7 mm.
7. Mengelas spesimen uji
8. Hasil pengelasan spesimen

3.5 Prosedur Pengujian


1. Mempersiapkan mesin uji tarik dan kelengkapannya
2. Mempersiapkan PC/Komputer yang akan digunakan sebagai alat untuk
menampilkan data hasil pengujian tarik
3. Mempersiapkan cekam (Jig) sebagai alat untuk mengikat spesimen
4. Mengikat dan meletakkan spesimen uji pada mesin uji tarik
5. Melakukan pengujian tarik
6. Menyatukan patahan spesimen uji yang telah dilakukan pengujian tarik
7. Memperoleh data hasil pengujian tarik berupa grafik dan tabel

31
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pembuatan Spesimen


1. Mempersiapkan spesimen uji dengan jenis plat tipe ST 40 dan memiliki
ukuran panjang 200mm, lebar 25mm dan tebal 6mm seperti yang terlihat
pada gambar 4.1

Gambar 4.1 Bahan Plat

2. Memotong plat baja yang akan digunakan sebagai spesimen uji seperti
yang terlihat pada gambar 4.2.

Gambar 4.2 Memotong Plat Baja

32
3. Membuat radius 6mm dengan cara melakukan pengeboran pada plat
sebagai spesimen uji seperti yang terlihat pada gambar 4.3

Gambar 4.3 Membuat Radius

4. Hasil dari pengerjaan 1 sampai dengan 3 dapat dilihat pada gambar 4.4

Gambar 4.4 Gambar Spesimen Sebelum Pembuatan Kampuh

5. Meratakan permukaan sisi spesimen sesuai dengan bentuk dan ukuran


standar ASTM E8/E 8M – 08 menggunakan mesin milling sekaligus
membuat kampuh V dan X seperti yang terlihat pada gambar 4.5

33
Gambar 4.5 Membuat Kampuh V dan X

6. Spesimen yang telah melalui tahapan pembuatan kampuh memiliki hasil


seperti yang terlihat pada gambar 4.6

Gambar 4.6 Hasil Pembuatan Kampuh V dan X

7. Melakukan penyambungan pada spesimen dengan kampuh V dan X


spesimen dengan proses pengelasan OAW seperti yang terlihat pada
gambar 4.7

Gambar 4.7 Menyambung Spesimen Uji

34
8. Tahapan akhir dari pembuatan spesimen yaitu melakukan penyambungan
spesimen, hasil dari tahapan pengambungan spesimen seperti yang terlihat
pada gambar 4.8

Gambar 4.8 Hasil Pengelasan Terhadap Spesimen

4.2 Prosedur Pengujian


1. Mempersiapkan mesin uji tarik dan kelengkapannya seperti yang terlihat
pada gambar 4.9

Gambar 4.9 Mesin Uji Tarik dan Kelengkapannya

2. Mempersiapkan PC/Komputer yang akan digunakan untuk mendapatkan


data hasil pegujian dari pengujian tarik seperti yang terlihat pada gambar
4.10

35
Gambar 4.10 Pc/Komputer

3. Mempersiapkan cekam (Jig) sebagai alat untuk mengikat spesimen seperti


yang terlihat pada gambar 4.11

Gambar 4.11 Cekam(Jig)

4. Mengikat spesimen pada cekam yang ada pada mesin uji tarik seperti yang
terlihat pada gambar 4.12

36
Gambar 4.12 Mengikat Spesimen

5. Melakukan pengujian tarik terhadap spesimen yang telah di las


menggunakan mesin uji tarik (Uniersal Testing Material) seperti yang
terlihat pada gambar 4.13

Gambar 4.13 Pengujian Tarik

6. Menyatukan patahan spesimen yang telah dilakukan pengujian tarik untuk


mengukur perubahan panjang yang terjadi seperti yang terlihat pada
gambar 4.14

37
Gambar 4.14 Patahan Spesimen Hasil Pengujian Tarik

4.3 Hasil Pengujian


Pada bab ini ditampilkan pengolahan data hasil penelitian yang akan
dibahas sesuai dengan data yang di peroleh. Data yang akan ditampilkan meliputi
data hasil pengujian spesimen yang akan diuji menggunakan mesin uji tarik dan
terdiri dari 3 spesimen yang akan di rata-ratakan adapun hasil dari pengujian yang
di dapat dapat dilihat pada gambar 4.15, 4.16, dan 4.17.
4.3.1 Hasil Spesimen 1 Kampuh V
Hasil pada gambar 4.15 merupakan hasil yang didapatkan dari spesimen 1
dengan menggunakan kampuh V yang telah dilakukan pengujian tarik, dari
gambar tersebut didapatkan hasil berupa yield strength sebesar 0,32 Kgf/mm2,
tensile strength 31,49 Kgf/mm2, elongation sebesar 22,73 %.

Gambar 4.15 Hasil uji tarik spesimen 1 kampuh V


Gambar 4.15 merupakan hasil pengujian yang dilakukan dengan Universal
Tensile Machine, hasil tersebut didapatkan melalui perhitungan sebagai berikut :

38
a. Luas Penampang
A  WxT  13mm x 6mm  78mm 2
b. Stress
F 2456,13Kgf
   31,48Kgf / mm 2
A 78mm 2
c. Strain
x 1,3
   0,14mm
x 90

4.3.2 Hasil Spesimen 2 Kampuh V


Hasil pada gambar 4.16 merupakan hasil yang didapatkan dari spesimen 2
dengan menggunakan kampuh V yang telah dilakukan pengujian tarik, dari
gambar tersebut didapatkan hasil berupa yield strength sebesar 0,32 Kgf/mm2,
tensile strength 12,93 Kgf/mm2, elongation sebesar 22,73 %.

Gambar 4.16 Hasil uji tarik spesimen 2 kampuh V


Gambar 4.16 merupakan hasil pengujian yang dilakukan dengan Universal
Tensile Machine, hasil tersebut didapatkan melalui perhitungan sebagai berikut :
a. Luas Penampang
A  WxT  13mm x 6mm  78mm 2
b. Stress
F 1008,80 Kgf
  2
 12,93Kgf / mm 2
A 78mm
c. Strain
x 0,9
   0,01mm
x 90

39
4.3.3 Hasil Spesimen 3 Kampuh V
Hasil pada gambar 4.17 merupakan hasil yang didapatkan dari spesimen 3
dengan menggunakan kampuh V yang telah dilakukan pengujian tarik, dari
gambar tersebut didapatkan hasil berupa yield strength sebesar 0,32 Kgf/mm2,
tensile strength 32,37 Kgf/mm2, elongation sebesar 22,73 %.

Gambar 4.17 Hasil uji tarik spesimen 3 kampuh V


Gambar 4.17 merupakan hasil pengujian yang dilakukan dengan Universal
Tensile Machine, hasil tersebut didapatkan melalui perhitungan sebagai berikut :
a. Luas Penampang
A  WxT  13mm x 6mm  78mm 2
b. Stress
F 2525,11Kgf
  2
 32,27 Kgf / mm 2
A 78mm
c. Strain
x 1,3
   0,014mm
x 90

4.3.4 Hasil Spesimen 1 Kampuh X


Hasil pada gambar 4.18 merupakan hasil yang didapatkan dari spesimen 1
dengan menggunakan kampuh X yang telah dilakukan pengujian tarik, dari
gambar tersebut didapatkan hasil berupa yield strength sebesar 0,32 Kgf/mm2,
tensile strength 36,80 Kgf /mm2, elongation sebesar 22,73 %.

40
Gambar 4.18 Hasil uji tarik spesimen 1 kampuh X
Gambar 4.18 merupakan hasil pengujian yang dilakukan dengan Universal
Tensile Machine, hasil tersebut didapatkan melalui perhitungan sebagai berikut :
a. Luas Penampang
A  WxT  13mm x 6mm  78mm 2
b. Stress
F 2870,03Kgf
   2
 36,79 Kgf / mm 2
A 78mm
c. Strain
x 0,7
   0,007mm
x 90

4.3.5 Hasil Spesimen 2 Kampuh X


Hasil pada gambar 4.19 merupakan hasil yang didapatkan dari spesimen 2
dengan menggunakan kampuh X yang telah dilakukan pengujian tarik, dari
gambar tersebut didapatkan hasil berupa yield strength sebesar 0,06 Kgf/mm2,
tensile strength 14,50 Kgf/mm2, elongation sebesar 4,55 %.

41
Gambar 4.19 Hasil uji tarik spesimen 2 kampuh X
Gambar 4.19 merupakan hasil pengujian yang dilakukan dengan Universal
Tensile Machine, hasil tersebut didapatkan melalui perhitungan sebagai berikut :
a. Luas Penampang
A  WxT  13mm x 6mm  78mm 2
b. Stress
F 1130,85Kgf
  2
 14,49 Kgf / mm 2
A 78mm
c. Strain
x 0,4
   0,004mm
x 90

4.3.6 Hasil Spesimen 3 Kampuh X


Hasil pada gambar 4.20 merupakan hasil yang didapatkan dari spesimen 3
dengan menggunakan kampuh X yang telah dilakukan pengujian tarik, dari
gambar tersebut didapatkan hasil berupa yield strength sebesar 0,06 Kgf/mm2,
tensile strength 24,23 Kgf/mm2, elongation sebesar 4,55 %.

42
Gambar 4.20 Hasil uji tarik spesimen 3 kampuh X
Gambar 4.20 merupakan hasil pengujian yang dilakukan dengan Universal
Tensile Machine, hasil tersebut didapatkan melalui perhitungan sebagai berikut :
a. Luas Penampang
A  WxT  13mm x 6mm  78mm 2
b. Stress
F 1889,67 Kgf
   2
 24,22 Kgf / mm 2
A 78mm
c. Strain
x 1
   0,001mm
x 90

4.3.7 Data Hasil Pengujian


Hasil yang didapatkan dari pengujian dalam penelitian ini dituangkan dalam
bentuk tabel seperti yang tertera pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Data Hasil Pengujian
HASIL PENGUJIAN
JENIS KAMPUH
MAXIMUM FORCE BREAK FORCE
Spesimen 1 2456,13 2448,17
KAMPUH
Spesimen 2 1008,80 1008,80
V
Spesimen 3 2525,11 2525,11
Spesimen 1 2870,03 2570,22
KAMPUH
Spesimen 2 1130,85 1130,85
X
Spesimen 3 1889,67 1684,04
Kampuh V 1996,68 1994,02
Kampuh X 1963,51 1795,03

43
4.4 Pembahasan
Hasil pengujian kekuatan tarik spesimen dengan bentuk kampuh V pertama
menggunakan mesin uji tarik mendapatkan hasil yang dituangkan dalam bentuk
grafik perandingan antara kekuatan spesimen 1, 2 dan 3. Hasil yang didapatkan
bervariasi dengan kekuatan tarik yang berbeda masing-masing spesimen. Hasil
dari perbandingan kekuatan terhadap spesimen tersebut dapat dilihat pada gambar
4.21.
3000
2525,11
2456,13
2500
Stress (Kgf/mm^2)

2000

1500

1000 1008,80

500

0
0
0,07
0,14
0,21
0,27
0,34
0,41
0,48
0,55
0,61
0,68
0,75
0,82
0,88
0,95
1,02
1,09
1,15
1,22
1,29
1,36
1,43
1,49
1,56
1,63
1,7
1,76
1,83
Strain
Spesimen 1 Spesimen 2 Spesimen 3

Gambar 4.21 perbandingan kekuatan tarik spesimen kampuh V

Hasil pengujian kekuatan tarik spesimen dengan bentuk kampuh X pertama


menggunakan mesin uji tarik mendapatkan hasil yang dituangkan dalam bentuk
grafik perandingan antara kekuatan spesimen 1, 2 dan 3. Hasil yang didapatkan
bervariasi dengan kekuatan tarik yang ereda masing-masing spesimen. Hasil dari
perbandingan kekuatan terhadap spesimen tersebut dapat dilihat pada gambar
4.22.

44
4000
2870,03
3500

Stress (Kgf/mm^2)
3000
2500
2000 1889,67
1500
1000 1130,85

500
0

3,06
1,9

4,2
0
0,38
0,76
1,14
1,52

2,28
2,67

3,44
3,82

4,58
4,96
5,34
5,72
6,1
6,48
6,86
7,24
7,62
8
8,38
8,76
9,14
9,52
Strain
spesimen 1 spesimen 2 spesimen 3

Gambar 4.22 perbandingan kekuatan tarik spesimen kampuh X


4.4.1 Hasil Rata-Rata
Hasil spesimen dengan perbedaan kekuatan tersebut kemudian di rata-
ratakan untuk mendapatkan kekutan tarik yang dominan pada pengujian tarik
terhadap spesimen dengan bentuk kampuh V, hasil yang didapat pada Stress
sebesar 1996,68 Kgf/mm2, pengelasan ini mengalami deformasi sehingga pada
kekuatan patah spesimen ini sebesar 1994,02 Kgf/mm2 seperti yang terlihat pada
gambar 4.23.

KAMPUH V
2500
1996,68
Stress (Kgf/mm^2)

2000

1500 1994,02

1000

500

0
0
0,04
0,08
0,11
0,15
0,19
0,22
0,26
0,3
0,33
0,37
0,4
0,44
0,48
0,51
0,55
0,59
0,62
0,66
0,7
0,73
0,77
0,81
0,84

Strain

Gambar 4.23 hasil rata-rata pengujian tarik kampuh V

Hasil spesimen dengan perbedaan kekuatan tersebut kemudian di rata-


ratakan untuk mendapatkan kekutan tarik yang dominan pada pengujian tarik
terhadap spesimen dengan bentuk kampuh X, hasil yang didapat pada Stress
sebesar 1963,51 Kgf/mm2, pengelasan ini mengalami deformasi sehingga pada

45
kekuatan patah spesimen ini sebesar 1795,03 Kgf/mm2 seperti yang terlihat pada
gambar 4.24.

KAMPUH X
2500 1963,51
Stress (Kgf/mm^2)

2000

1500 1795,03

1000

500

0
0,04

0,26

0,48

0,7
0

0,08
0,11
0,15
0,19
0,22

0,3
0,33
0,37
0,4
0,44

0,51
0,55
0,59
0,62
0,66

0,73
0,77
0,8
0,84
0,88
Strain

Gambar 4.24 hasil rata-rata pengujian tarik kampuh X

46
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari hasil pengujian tarik pada spesimen maka di dapatkan beberapa
kesimpulan yaitu :
1. Pengujian kekuatan tarik pada spesimen 1 dengan bentuk kampuh V
mendapatkan kekuatan tarik berupa maksimum force sebesar 2456,13 Kgf/mm²
dan break force sebesar 2448,17 Kgf/mm².
2. Pengujian kekuatan tarik pada spesimen 2 dengan bentuk kampuh V
mendapatkan kekuatan tarik berupa maksimum force sebesar 1008,80 Kgf/mm²
dan break force sebesar 1008,80 Kgf/mm².
3. Pengujian kekuatan tarik pada spesimen 3 dengan bentuk kampuh V
mendapatkan kekuatan tarik berupa maksimum force sebesar 2525,11 Kgf/mm²
dan break force sebesar 2525,11 Kgf/mm².
4. Pengujian kekuatan tarik pada spesimen 1 dengan bentuk kampuh X
mendapatkan kekuatan tarik berupa maksimum force sebesar 2870,03 Kgf/mm²
dan break force sebesar 2570,22 Kgf/mm².
5. Pengujian kekuatan tarik pada spesimen 2 dengan bentuk kampuh X
mendapatkan kekuatan tarik berupa maksimum force sebesar 1130,85 Kgf/mm²
dan break force sebesar 1130,85 Kgf/mm².
6. Pengujian kekuatan tarik pada spesimen 3 dengan bentuk kampuh X
mendapatkan kekuatan tarik berupa maksimum force sebesar 1889,67 Kgf/mm²
dan break force sebesar 1684,04 Kgf/mm².
7. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dari hasil penelitian ini kampuh yang
memiliki ketahanan terhadap kekuatan tarik adalah jenis kampuh V.

5.2 Saran
Beberapa hal yang harus dilakukan pada penelitian lanjutan nantinya harus
dilakukan pengembangan yaitu :
Pengadaan Las OAW di Laboratorium Proses Produksi Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara untuk mempermudah pengelasan
jenis ini.

47
48
DAFTAR PUSTAKA

Alip, M., 1989, Teori dan Praktik Las.Penerbit Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.

Arifin,S.,1997, Las Listrik dan Otogen, Ghalia Indonesia, Jakarta.

ASTM E8/E8M-11. Standard Test Methods For Tension Testing Of Metallic


Materials. USA, 2012.

ASME (American Standart of Mechanical Engineer) An Internasional Code,


2015, Boiler & Presure Vesel Code Section II A.

AWS (American Welding Society) An American Nation Standart D1.1, 2015,


Structural Welding Code – Steel.

Beumer, BJM. 1985, Ilmu Bahan Logam, Jilid 1, Bharata Karya Aksara, Jakarta.

Cary, H.B, 1998, Modern Welding Technology. 4nd edition, Prentice Hall, New
Jersey

Davis, H.E., Troxell, G.E., Wiskocil, C.T., 1955, The Testing and Inspection of
Engineering Materias, McGraw-Hill Book Company, New York, USA.

Fenoria Putri, 2009, Pengaruh Besar Arus Listrik Dan Panjang Busur Api
Terhadap Hasil Pengelasan.

Fenoria Putri., 2010, Pengaruh Variasi Kuat Arus dan Jarak Pengelasan,
Palembang.

Jasman, J., Irzal, I., Adri, J., & Pebrian, P. (2018). Effect Of Strong Welding Flow
On The Violence of Low Carbon Steel Results Of SMAW Welding With
Electrodes 7018

Prasetyo H., 2006, Kekuatan Tarik Sambungan Las Baja Tahan Karat AIS 304
Dengan Baja Karbon Rendah SS 400, Skripsi, Universitas Sebelas Maret
Surakarta.

Priambodo B. Dkk., 2013, Analisa Pengaruh Penggunaan Elektroda RB 2.6 dan


RB 3.2 Terhadap Kekuatan Tarik dan Kekerasan Pada Pengelasan, Skripsi,
Universitas Islam Malang, Malang.

Santoso J., 2005, Pengaruh Arus Pengelasan Terhadap Kekuatan Tarik dan
Ketangguhan Las SMAW dengan Elektroda E7018, Skripsi, Universitas
Negri Semarang.

Wiryosumarto, Harsono, dan Toshie Okumura, 2008, Teknologi Pengelasan


Logam, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

49
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
LAMPIRAN 2
LAMPIRAN 3
LAMPIRAN 4
LAMPIRAN 5
LAMPIRAN 6
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama : Rahmad Marzuki Siregar


NPM : 1507230217
Tempat/Tanggal Lahir : Lumban Lobu / 22 - Maret - 1997
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum kawin
Alamat : Lumban Lobu
Kecamatan : Arse
Kabupaten : Tapanuli Selatan
Provinsi : Sumatera Utara
Nomor Hp : 0813-9614-4215
E-mail : [email protected]
Nama Orang Tua
Ayah : Muhammad Idris Siregar
Ibu : Nurasiah

PENDIDIKAN FORMAL

2003-2009 : SD Negeri No.100690 Arse


2009-2012 : SMP Negeri 2 Arse
2012-2015 : SMA Negeri 1 Arse
2015-2020 : S1 Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai