Analisa Pengaruh Variasi Jenis Kampuh Las Terhadap Kekuatan Tarik Pada Proses Pengelasan Oaw
Analisa Pengaruh Variasi Jenis Kampuh Las Terhadap Kekuatan Tarik Pada Proses Pengelasan Oaw
Analisa Pengaruh Variasi Jenis Kampuh Las Terhadap Kekuatan Tarik Pada Proses Pengelasan Oaw
Disusun Oleh:
Bidang konstruksi adalah salah satu bidang yang paling banyak menggunakan
pengelasan. Pengelasannya banyak digunakan pada rangka-rangka, lantai, dan
pondasi yang menggunakan baja ataupun besi. Biasanya penggunaan bahan
tersebut banyak dipengaruhi dari kekuatan yang diinginkan. Secara umum, semua
jenis distorsi meningkat dengan volume logam yang di tempatkan. Preparasi yang
meminimalkan volume misalnya, bentuk U atau V double bukannya V tunggal
yang memberikan keiritan dan distorsi minimum. Pada tahap distorsi ini tidak
diketahui apakah pemilihan persiapan penyambungan menimbulkan efek besar
terhadap distorsi pengelasan. Sehingga menimbulkan pertanyaan bagaimana
mengetahui pengaruh variasi jenis kampuh las terhadap kekuatan tarik pada
proses pengelasan OAW dengan bahan uji yang digunakan berupa baja lunak
(Mild Steel) dengan ukuran sesuai standar ASTM E8/E 8M – 08 dengan pengujian
bentuk kampuh V dan X menggunakan logam pengisi berdiameter 2.0 mm. Pada
spesimen dengan sambungan kampuh V nilai rata-rata tegangan maksimum
(σMax) 1996,68 Kgf/mm². Pada spesimen las dengan sambungan kampuh X nilai
rata-rata tegangan maksimum (σMax) 1963,51 Kgf/mm². Hasil penelitian ini
menunjukkan hasil pengelasan baja lunak ST40 terhadap kekuatan tarik pada
proses pengelasan OAW menggunakan kampuh V lebih besar nilai tegangannya
1996,68 Kgf/mm². dari nilai tegangan maksimum yang didapat pada penelitian ini
disarankan sebaiknya dalam pengelasan baja lunak menggunakan kampuh V.
iv
ABSTRACT
The construction sector is one of the fields that uses the most welding. The
welding is widely used in frames, floors and foundations that use steel or iron.
Usually the use of these materials is much influenced by the desired strength. In
general, all types of distortion increase with the volume of metal placed.
Preparations that minimize volume, for example, form U or V double instead of a
single V that provides minimal irritation and distortion. At this stage of distortion
it is not known whether the selection of the connection preparation has a major
effect on welding distortion. So that raises the question of how to determine the
effect of variations in the type of weld seam on the tensile strength in the OAW
welding process with the test material used in the form of mild steel with sizes
according to ASTM standards E8 / E 8M - 08 by testing the form of seam V and X
using filler metals 2.0 mm in diameter. In specimens with seam connections V, the
average value of maximum stress (σMax) 1996.68 Kgf / mm². In the weld
specimen with seam joint X the average value of maximum stress (σMax) is
1963.51 Kgf / mm². The results of this study indicate the welding results of ST40
soft steel to the tensile strength of the OAW welding process using seam V with a
greater stress value of 1996.68 Kgf / mm². of the maximum stress value obtained
in this study it is recommended that in welding soft steel use seam V.
v
KATA PENGANTAR
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala
puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
karunia dan nikmat yang tiada terkira. Salah satu dari nikmat tersebut adalah
keberhasilan penulis dalam menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini yang berjudul
“Analisa Pengaruh Variasi Jenis Kampuh Las Terhadap Kekuatan Tarik Pada
Proses Pengelasan OAW”sebagai syarat untuk meraih gelar akademik Sarjana
Teknik pada Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Medan.
Banyak pihak telah membantu dalam menyelesaikan laporan Tugas Akhir
ini, untuk itu penulis menghaturkan rasa terimakasih yang tulus dan dalam
kepada:
1. Bapak Ahmad Marabdi Siregar, S.T., M.T selaku Dosen Pembimbing I dan
Penguji yang telah banyak membimbing dan mengarahkan penulis dalam
menyelesaikan Tugas Akhir ini.
2. Bapak Affandi, S.T., M.T, selaku Dosen Pimbimbing II dan Penguji yang
telah banyak membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan
Tugas Akhir ini, sekaligus sebagai Ketua Program Studi Teknik Mesin
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.
3. Bapak M. Yani, S.T., M.T, selaku Dosen Pembanding I dan Penguji yang
telah banyak memberikan koreksi dan masukan kepada penulis dalam
menyelesaikan Tugas Akhir ini.
4. Bapak H. Muharnif, S.T., M.Sc, selaku Dosen Pembanding II dan Penguji
yang telah banyak memberikan koreksi dan masukan kepada penulis dalam
menyelesaikan Tugas Akhir ini.
5. Bapak Munawar Alfansury Siregar S.T., M.T, selaku Dekan Fakultas Teknik,
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.
6. Seluruh Bapak/Ibu Dosen di Program Studi Teknik Mesin, Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara yang telah banyak memberikan ilmu dalam
bidang teknik mesin khususnya konstruksi dan manufaktur kepada penulis.
vi
7. Orang tua penulis: Muhammad Idris Siregar dan Nurasiah, yang telah
bersusah payah membesarkan dan membiayai studi penulis.
8. Bapak/Ibu Staf Administrasi di Biro Fakultas Teknik, Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara.
9. Sahabat-sahabat penulis: Bagus Hartanto, Muhammad Sandi Pradana,
Abangda Arya Rudi Nasution S.T., M.T, dan lainnya yang tidak mungkin
namanya disebut satu per satu.
Laporan Tugas Akhir ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
penulis berharap kritik dan masukan yang konstruktif untuk menjadi bahan
pembelajaran berkesinambungan penulis di masa depan. Semoga laporan Tugas
Akhir ini dapat bermanfaat bagi dunia konstruksi teknik Mesin.
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ii
LEMBAR PERNYATAN KEASLIAN SKRIPSI iii
ABSTRAK iv
ABSTRACT v
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR NOTASI xiv
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan masalah 2
1.3. Ruang lingkup 2
1.4. Tujuan 2
1.5. Manfaat 3
BAB 3 METODOLOGI 23
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 23
3.2 Alat dan Bahan 24
3.2.1 Alat 24
3.2.2 Bahan 29
3.3 Bagan Alir Penelitian 30
3.4 Prosedur Penelitian 31
3.5 Prosedur Pengujian 31
viii
4.3.6 Hasil Spesimen 3 Kampuh X 42
4.3.7 Data Hasil Pengujian 43
4.4 Pembahasan 44
4.4.1 Hasil Rata-rata 45
DAFTAR PUSTAKA 47
LAMPIRAN
LEMBAR ASISTENSI
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
ix
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
xi
Gambar 4.3 Membuat Radius 33
Gambar 4.4 Gambar Spesimen Sebelum Pembuatan Kampuh 33
Gambar 4.5 Membuat Kampuh V dan X 34
Gambar 4.6 Hasil Pembuatan Kampuh V dan X 34
Gambar 4.7 Menyambung Spesimen Uji 34
Gambar 4.8 Hasil Pengelasan Terhadap Spesimen 35
Gambar 4.9 Mesin Uji Tarik dan Kelengkapannya 35
Gambar 4.10 Pc/Komputer 36
Gambar 4.11 Cekam(Jig) 36
Gambar 4.12 Mengikat Spesimen 37
Gambar 4.13 Pengujian Tarik 37
Gambar 4.14 Patahan Spesimen Hasil Pengujian Tarik 38
Gambar 4.15 Hasil uji tarik spesimen 1 kampuh V 38
Gambar 4.16 Hasil uji tarik spesimen 2 kampuh V 39
Gambar 4.17 Hasil uji tarik spesimen 3 kampuh V 40
Gambar 4.18 Hasil uji tarik spesimen 1 kampuh X 41
Gambar 4.19 Hasil uji tarik spesimen 2 kampuh X 42
Gambar 4.20 Hasil uji tarik spesimen 3 kampuh X 43
Gambar 4.21 perbandingan kekuatan tarik spesimen kampuh V 44
Gambar 4.22 perbandingan kekuatan tarik spesimen kampuh X 44
Gambar 4.23 hasil rata-rata pengujian tarik kampuh V 45
Gambar 4.24 hasil rata-rata pengujian tarik kampuh X 45
xii
DAFTAR NOTASI
xiii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Kgf/mm². pada spesimen las dengan sambungan kampuh I nilai rata-rata tegangan
maksimum (σMax) 38,32 Kgf/mm². Hasil penelitian ini menunjukkan pengelasan
besi IWF 400 menggunakan kampuh V lebih besar nilai tegangannya 39,82
Kgf/mm².
Dengan latar belakang ini, maka saya tertarik untuk mengadakan penelitian
sebagai tugas sarjana dengan judul: “Analisa Pengaruh Variasi Jenis Kampuh
Las Terhadap Kekuatan Tarik Pada Proses Pengelasan OAW”.
1.4 Tujuan
a Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa hasil dari pengaruh variasi jenis
kampuh las terhadap kekuatan tarik pada proses pengelasan OAW.
b Tujuan Khusus
1. Menganalisa kempuh las jenis V terhadap kekuatan tarik
2. Menganalisa kampuh las jenis X terhadap kekuatan tarik
2
1.5 Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah membandingkan kekuatan tarik terhadap
variasi kampuh las pada proses pengelasan OAW terhadap kekuatan tarik
sehingga mendapatkan kekuatan yang diinginkan pada proses pengelasan dan
jenis kampuh tersebut.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
4
2. Kampuh V ( V Groove )
Penggunaan kampuh V ini menjadi salah satu desain yang paling banyak
dipakai. Desain ini dapat menghasilkan kualitas lasan yang sangat baik. Kampuh
V digunakan pada material dengan ketebalan sedang sampai tebal seperti yang
dapat dilihat pada gambar 2.2 di bawah ini.
4. Kampuh U ( U Groove )
Desain kampuh U umumnya digunakan pada material yang lebih tebal.
Desain ini dapat mengurangi tingkat endapan las yang diperlukan dibandingkan
dengan kampuh V karena kampuh U menggunakan sudut kampuh yang lebih kecil
5
dan tetap menjaga fusi yang memadai seperti yang dapat dilihat pada gambar 2.4
di bawah ini.
6
Gambar 2.6 Sambungan Tumpu (Butt Joint) (Wiryosumarto, 1996)
2. Sambungan T (T Joint)
T Joint adalah jenis sambungan yang berbentuk seperti huruf T, tipe
sambungan ini banyak diaplikasikan untuk pembuatan kontruksi atap, konveyor
dan jenis konstruksi lainnya. Untuk tipe groove juga terkadang digunakan untuk
sambungan fillet adalah double bevel, namun hal tersebut sangat jarang kecuali
pelat atau materialnya sangat tebal dapat dilihat seperti pada gambar 2.7 di bawah
ini.
7
ujung dengan ujung. Ada dua jenis corner joint, yaitu close dan open dapat dilihat
seperti pada gambar 2.8 di bawah ini.
8
Gambar 2.10 Sambungan Tekuk (Edge Joint) (Wiryosumarto, 1996)
1. Tegangan ( )
F
(1)
Ao
2. Regangan ( )
Li Lo
(2)
Lo
3. Modulus Elastisitas ( E )
E (3)
Bidang konstruksi adalah salah satu bidang yang paling banyak
menggunakan pengelasan. Pengelasannya banyak digunakan pada rangka-rangka,
9
lantai, dan pondasi yang menggunakan baja ataupun besi. Biasanya penggunaan
bahan tersebut banyak dipengaruhi dari kekuatan yang diinginkan. Tidak sedikit
dalam pemilihan material dan pegelasan diabaikan dalam sebuah konstruksi
sehingga menimbulkan kerusakan-kerusakan pada konstruksi tersebut. Salah satu
variabel yang sangat mempengaruhi kekuatan hasil lasan adalah besar kecilnya
arus listrik. Arus akan mempengaruhi besarnya masukan panas pada logam las
dan juga berpengaruh terhadap laju pendinginan. Hal ini akan berpengaruh
terhadap pola struktur mikro yang terbentuk pada logam las.
Semakin besar masukan panas pengelasan yang diterima akan megakibatkan
semakin besar regangan thermal (pengembangan dan penyusutan) non-uniform
yang terjadi di daerah sambungan las dan sekitarnya. Pada konstruksi las yang
dibiarkan bebas bergerak (tanpa mendapat gaya atau beban luar), regangan
thermal yang tersisa setelah suhu lasan mencapai temperatur kamar (mendingin)
disebut sebagai distorsi las. Pada tahap distorsi ini tidak diketahui apakah
pemilihan persiapan penyambungan menimbulkan efek besar terhadap distorsi
pengelasan. Lepas dari konstruksi sambungan melintang dan longitudinal dalam
bidang, sudut diantara komponen-komponen cenderung berkurang kearah sisi
dimana sumber panas berasal (distorsi anguler). Secara umum, semua jenis
distorsi meningkat dengan volume logam yang di tempatkan. Preaparasi yang
meminimalkan volume misalnya, bentuk U atau V double bukannya V tunggal
yang memberikan keiritan dan distorsi minimum.
Las oksi asetilin adalah pengelasan yang dilaksanakan dengan pencampuran
dua jenis gas sebagai pembentuk nyala api dan sebagai sumber panas. Dalam
proses las gas ini, gas yang digunakan adalah campuran dari gas Oksigen (O2)
dan gas lain sebagai gas bahan bakar (fuel gas). Gas bahan bakar paling populer
dan paling banyak digunakan dibengkel-bengkel adalah gas Asetilin (C2H2). Gas
ini memiliki beberapa kelebihan dibandingkan gas bahan bakar lain. Kelebihan
yang dimiliki gas Asetilin antara lain, menghasilkan temperatur nyala api lebih
tinggi dari gas bahan bakar lainnya, baik dicampur dengan udara maupun oksigen
(Harsono, 2000).
10
2.3. Kekuatan Tarik
Kekuatan tarik (Tensile Srength, Ultimate Tensile Strength) adalah tegangan
maksimum yang bias ditahan oleh sebuah bahan ketika diregangkan atau ditarik,
sebelum bahan tersebut patah. Kekuatan tarik adalah kebalikan dari kekuatan
tekan, dan nilainya bisa berbeda. Beberapa bahan dapat patah begitu saja tanpa
mengalami deformasi, yang berarti benda tersebut bersifat rapuh atau getas (
brittle). Bahan lainnya akan meregang dan mengalami deformasi sebelum patah,
yang disebut dengan benda elastis (ductile).
Kekuatan tarik umumnya dapat dicari dengan melakukan uji tarik dan
mencatat perubahan regangan dan tegangan. Titik tertinggi dari kurva tegangan-
regangan disebut dengan kekuatan tarik maksimum (ultimate tensile strength)
nilainya tidak bergantung pada ukuran bahan, melainkan karena faktor jenis
bahan. Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi seperti keberadaan zat pengotor
dalam bahan, temperatur dan kelembaban lingkungan pengujian, dan penyiapan
spesimen seperti yang dapat dilihat pada gambar 2.11 di bawah ini.
2.4. Pengelasan
Berdasarkan definisi dari American Welding Society (AWS) pengelasan
adalah proses penyambungan logam dan non logam yang dilakukan dengan
memanaskan material yang akan disambung dengan temperatur las, yang
dilakukan dengan atau tanpa menggunakan tekanan dan dengan tanpa
11
menggunakan logam pengisi. Definisi tersebut dapat diartikan lebih lanjut bahwa
pengelasan adalah suatu aktifitas menyambung dua bagian benda atau lebih
dengan atau tanpa bahan tambah (filler metal) yang sama ataupun berbeda titik
maupun strukturnya (Alip, 1989).
Beberapa metode pengelasan telah ditemukan untuk membuat proses
pengelasan dengan hasil sambungan yang kuat dan efisien. Pengelasan juga
memberikan keuntungan, baik dalam aspek komersil ataupun teknologi. Beberapa
keuntungan dari pengelasan adalah sebagai berikut : (Groover, 1996).
1. Pengelasan memberikan sambungan permanen. Kedua bagian yang
disambung menjadi satu kesatuan setelah dilas.
2. Sambungan las dapat lebih kuat daripada metal induknya, jika logam
pengisi yang digunakan memiliki sifat-sifat kekuatan yang tinggi dari
metal induknya dan teknik pengelasan yang digunakan harus tepat.
3. Pengelasan biasanya merupakan cara yang paling ekonomis, jika ditinjau
dari harga pembuatannya dalam segi penggunaannya.
4. Pengelasan tidak dibatasi hanya pada lingkungan pabrik saja, tetapi
pengelasan juga dapat dilakukan atau dikerjakan dilapangan.
Pengelasan Oxygen Asetilen Welding (OAW) adalah suatu proses
pengelasan gas yang menggunakan sumber panas nyala api melalui pembakaran
gas oksigen dan gas asetilen untuk mencairkan logam dan bahan tambah. Dalam
pengelasan OAW ini biasanya digunakan hanya untuk plat-plat tipis, hal ini
dikarenakan sambungan las oksigen asetilen ini mempunyai kekuatan yang rendah
dibandingkan las busur listrik. Las OAW ini juga dapat digunakan untuk
pemanasan atau pemotongan, namun alat yang digunakan berbeda. Untuk
pemotongan menggunakan torch yang ada pada katup gas potong, sedangkan
untuk pengelasan atau pemanasan menggunakan welding gun tanpa katup gas
potong.
Kelebihan yang dimiliki gas asetilen antara lain, menghasilkan temperatur
nyala api lebih tinggi dari gas bahan bakar lainnya, baik dicampur dengan udara
maupun oksigen (Harsono, 2000) adapun mekanisme dan komponen dari
pengelasan ini dapat dilihat pada gambar 2.12 dibawah ini.
12
Gambar 2.12 Mekanisme Las OAW (Harsono, 2000)
13
b. Nyala Api Karburasi
Nyala api karburasi merupakan nyala campuran gas antara asetilen dan
oksigen dengan jumlah gas asetilen masih sangat dominan atau lebih banyak.
Kegunaan nyala api karburasi biasanya untuk memanaskan serta untuk mengelas
permukaan yang keras dan logam putih seperti yang terlihat pada gambar 2.14 di
bawah ini.
14
2.4.2. Kelebihan dan Kekurangan Pengelasan OAW
a. Kelebihan Pengelasan OAW
1. Jika ada pengelasan yang salah dapat dicairkan kembali dengan nyala api
oksigen asitelin
2. Dapat digunakan pada plat tipis
3. Peralatan tidak terlalu banyak
Gambar 2.16 Skema pengelasan Metal Inert Gas (MIG) (Groover, 2010)
15
elektroda, kawah las, busur listrik dan daerah las di sekitar busur listrik terhadap
pengaruh udara luar. Skema pengelasan ini dapat dilihat seperti pada gambar 2.17.
Gambar 2.17 Skema Shield Metal Arc Welding (SMAW) (Groover, 2010)
16
4. Gas Metal Arc Welding (GMAW)
Pengelasan metode ini Menggunakan elektroda logam, dengan gas
pelindung tidak harus inert, misalnya CO2 (hanya untuk pengelasan carbon steel
dan low alloy steel). Skema pengelasan ini dapat dilihat seperti pada gambar 2.19.
Gambar 2.19 Skema Gas Metal Arc Welding (GMAW) (Groover, 2010)
17
6. Submerged Arc Welding (SAW)
Pengelasan metode ini menggunakan elektroda dalam bentuk kawat
diumpankan ke kampuh las benda kerja secara kontinyu dan ditutup dengan flux
dalam bentuk serbuk halus. Busur listrik tercipta diantara elektroda dan benda
kerja namun tidak terlihat karena elektroda tertutup oleh flux. Skema pengelasan
ini dapat dilihat seperti pada gambar 2.21.
7. Friction welding
Pengelasan metode ini menggunakan 2 buah benda kerja ditekan dan diputar
sehingga akibat friksi keduanya akan timbul panas yang selanjutnya dipakai untuk
proses penyambungan. Skema pengelasan ini dapat dilihat seperti pada gambar
2.22.
18
8. Friction stir welding
Pengelasan metode ini menggunakan penyambungan dua buah logam
dengan menggunakan probe yang berputar serta berjalan, menghasilkan gesekan,
lalu menimbulkan panas, lalu logam menjadi plastis tapi tidak sampai meleleh dan
terjadi penyambungan di antara keduanya. Skema pengelasan ini dapat dilihat
seperti pada gambar 2.23.
9. Spot Welding
Pengelasan metode ini menggunakan dua elektroda yang berbentuk silinder
diletakkan pada kedua permukaan logam, lalu ditekan. Panas yang dihasilkan dari
tahanan dikombinasikan dengan pemberian tekanan yang akan menghasillkan
Spot Welding, panas tersebut akan berakibat terbentuknya nugget pada permukaan
sambungan dari dua benda kerja. Skema pengelasan ini dapat dilihat seperti pada
gambar 2.24.
19
10. Seam Welding
Pengelasan metode ini menggunakan prinsip panas yang dihasilkan sama
dengan spot welding, namun Pengelasan dilakukan dibanyak titik (continuous)
yang menghasilkan banyak nugget yang berurutan. Skema pengelasan ini dapat
dilihat seperti pada gambar 2.25.
20
dihasilkan dari gap atau celah antara 2 komponen. Skema pengelasan ini dapat
dilihat seperti pada gambar 2.27.
21
Gambar 2.29 Skema Electron Beam Welding (Groover, 2010)
22
BAB 3
METODOLOGI
23
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1. Las OAW
Tabung oksigen adalah tempat menyimpan gas oksigen, pada tabung ini
akan diisi gas oksigen yang digunakan untuk proses pengelasan yang
kemudian akan disambung dengan regulator dan slang yang menuju ke
welding torch. Tabung gas asetilen adalah tempat menyimpan gas asetilen,
saat proses pengelasan regulator dibuka. Setelah itu gas akan otomatis
keluar melalui slang gas yang terhubung ke welding torch seperti yang
terlihat pada gambar 3.1.
24
3. Mesin Uji Tarik (Universal Tensile Machine)
Mesin uji tarik pada penelitian ini digunakan sebagai alat yang akan
menguji kekuatan pengelasan dengan cara ditarik dan memiliki kapasitas
5000 Kgf seperti yang terlihat pada gambar 3.3.
25
5. Sikat Baja
Sikat baja ini digunakan sebagai alat untuk membersihkan sisa-sisa
kotoran hasil pengelasan yang masih menempel pada permukaan spesimen
uji seperti yang terlihat pada gambar 3.5.
6. Mesin Bor
Mesin bor digunakan sebagai alat pada tahap pembuatan radius spesimen
dengan ketentuan ukuran sesuai dengan standard yang telah ditetapkan.
7. Mesin Milling
Mesin Milling digunakan untuk meratakan sisi bagian samping spesimen
yang masih kasar akibat perataan menggunakan gerinda serta membuat
kampuh V dan X seperti yang terlihat pada gambar 3.7.
26
Gambar 3.7 Mesin Milling
8. Tang Jepit
Tang jepit digunakan sebagai alat bantu untuk memegang spesimen yang
akan di las untuk menghindari panas yang terjadi akibat pengelasan seperti
yang terlihat pada gambar 3.8.
27
10. Jangka Sorong
Alat ukur ini digunakan sebagai alat untuk mengukur dimensi spesimen
yang tertera pada standar bentuk dan ukuran untuk spesimen uji dengan
spesifikasi ketelitian 0.05 mm seperti yang terlihat pada gambar 3.10.
11. Cekam
Cekam ini digunakan sebagai alat bantu (Jig) untuk memegang
spesimen pada pengujian tarik seperti yang terlihat pada gambar 3.11.
12. PC / Komputer
Komputer ini digunakan sebagai alat untuk mengambil data hasil
pengujian yang berbentuk diagram dan data sebagai hasil pengujiannya
seperti yang terlihat pada gambar 3.12.
28
Gambar 3.12 PC / Komputer
3.2.2 Bahan
13. Baja Plat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah baja lunak dengan tipe
plat yang banyak kita jumpai di pasaran dengan jenis material baja ST40
seperti yang terlihat pada gambar 3.13.
29
3.3 Bagan Alir Penelitian
Mulai
Studi Literatur
Selesai
30
3.4 Prosedur Penelitian
1. Mempersiapkan spesimen uji dengan bahan plat dan memiliki jenis baja
ST40
2. Memotong plat baja sesuai dengan dimensi bentuk dan ukuran yang telah
ditetapkan
3. Membuat radius dengan cara melakukan tahapan pengeboran pada sisi plat
baja
4. Spesimen sebelum pembuatan kampuh
5. Meratakan sisi permukaan spesimen sesuai dengan bentuk dan ukuran
standar ASTM E8/E 8M – 08 menggunakan mesin milling
6. Membuat kampuh V dan X dengan ukuran sudut kemiringan 45 derajat
menggunakan mesin milling, kampuh V dan X memiliki ukuran
kedalaman kampuh 3 mm serta lebar bibir kampuh sebesar 7 mm.
7. Mengelas spesimen uji
8. Hasil pengelasan spesimen
31
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
2. Memotong plat baja yang akan digunakan sebagai spesimen uji seperti
yang terlihat pada gambar 4.2.
32
3. Membuat radius 6mm dengan cara melakukan pengeboran pada plat
sebagai spesimen uji seperti yang terlihat pada gambar 4.3
4. Hasil dari pengerjaan 1 sampai dengan 3 dapat dilihat pada gambar 4.4
33
Gambar 4.5 Membuat Kampuh V dan X
34
8. Tahapan akhir dari pembuatan spesimen yaitu melakukan penyambungan
spesimen, hasil dari tahapan pengambungan spesimen seperti yang terlihat
pada gambar 4.8
35
Gambar 4.10 Pc/Komputer
4. Mengikat spesimen pada cekam yang ada pada mesin uji tarik seperti yang
terlihat pada gambar 4.12
36
Gambar 4.12 Mengikat Spesimen
37
Gambar 4.14 Patahan Spesimen Hasil Pengujian Tarik
38
a. Luas Penampang
A WxT 13mm x 6mm 78mm 2
b. Stress
F 2456,13Kgf
31,48Kgf / mm 2
A 78mm 2
c. Strain
x 1,3
0,14mm
x 90
39
4.3.3 Hasil Spesimen 3 Kampuh V
Hasil pada gambar 4.17 merupakan hasil yang didapatkan dari spesimen 3
dengan menggunakan kampuh V yang telah dilakukan pengujian tarik, dari
gambar tersebut didapatkan hasil berupa yield strength sebesar 0,32 Kgf/mm2,
tensile strength 32,37 Kgf/mm2, elongation sebesar 22,73 %.
40
Gambar 4.18 Hasil uji tarik spesimen 1 kampuh X
Gambar 4.18 merupakan hasil pengujian yang dilakukan dengan Universal
Tensile Machine, hasil tersebut didapatkan melalui perhitungan sebagai berikut :
a. Luas Penampang
A WxT 13mm x 6mm 78mm 2
b. Stress
F 2870,03Kgf
2
36,79 Kgf / mm 2
A 78mm
c. Strain
x 0,7
0,007mm
x 90
41
Gambar 4.19 Hasil uji tarik spesimen 2 kampuh X
Gambar 4.19 merupakan hasil pengujian yang dilakukan dengan Universal
Tensile Machine, hasil tersebut didapatkan melalui perhitungan sebagai berikut :
a. Luas Penampang
A WxT 13mm x 6mm 78mm 2
b. Stress
F 1130,85Kgf
2
14,49 Kgf / mm 2
A 78mm
c. Strain
x 0,4
0,004mm
x 90
42
Gambar 4.20 Hasil uji tarik spesimen 3 kampuh X
Gambar 4.20 merupakan hasil pengujian yang dilakukan dengan Universal
Tensile Machine, hasil tersebut didapatkan melalui perhitungan sebagai berikut :
a. Luas Penampang
A WxT 13mm x 6mm 78mm 2
b. Stress
F 1889,67 Kgf
2
24,22 Kgf / mm 2
A 78mm
c. Strain
x 1
0,001mm
x 90
43
4.4 Pembahasan
Hasil pengujian kekuatan tarik spesimen dengan bentuk kampuh V pertama
menggunakan mesin uji tarik mendapatkan hasil yang dituangkan dalam bentuk
grafik perandingan antara kekuatan spesimen 1, 2 dan 3. Hasil yang didapatkan
bervariasi dengan kekuatan tarik yang berbeda masing-masing spesimen. Hasil
dari perbandingan kekuatan terhadap spesimen tersebut dapat dilihat pada gambar
4.21.
3000
2525,11
2456,13
2500
Stress (Kgf/mm^2)
2000
1500
1000 1008,80
500
0
0
0,07
0,14
0,21
0,27
0,34
0,41
0,48
0,55
0,61
0,68
0,75
0,82
0,88
0,95
1,02
1,09
1,15
1,22
1,29
1,36
1,43
1,49
1,56
1,63
1,7
1,76
1,83
Strain
Spesimen 1 Spesimen 2 Spesimen 3
44
4000
2870,03
3500
Stress (Kgf/mm^2)
3000
2500
2000 1889,67
1500
1000 1130,85
500
0
3,06
1,9
4,2
0
0,38
0,76
1,14
1,52
2,28
2,67
3,44
3,82
4,58
4,96
5,34
5,72
6,1
6,48
6,86
7,24
7,62
8
8,38
8,76
9,14
9,52
Strain
spesimen 1 spesimen 2 spesimen 3
KAMPUH V
2500
1996,68
Stress (Kgf/mm^2)
2000
1500 1994,02
1000
500
0
0
0,04
0,08
0,11
0,15
0,19
0,22
0,26
0,3
0,33
0,37
0,4
0,44
0,48
0,51
0,55
0,59
0,62
0,66
0,7
0,73
0,77
0,81
0,84
Strain
45
kekuatan patah spesimen ini sebesar 1795,03 Kgf/mm2 seperti yang terlihat pada
gambar 4.24.
KAMPUH X
2500 1963,51
Stress (Kgf/mm^2)
2000
1500 1795,03
1000
500
0
0,04
0,26
0,48
0,7
0
0,08
0,11
0,15
0,19
0,22
0,3
0,33
0,37
0,4
0,44
0,51
0,55
0,59
0,62
0,66
0,73
0,77
0,8
0,84
0,88
Strain
46
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pengujian tarik pada spesimen maka di dapatkan beberapa
kesimpulan yaitu :
1. Pengujian kekuatan tarik pada spesimen 1 dengan bentuk kampuh V
mendapatkan kekuatan tarik berupa maksimum force sebesar 2456,13 Kgf/mm²
dan break force sebesar 2448,17 Kgf/mm².
2. Pengujian kekuatan tarik pada spesimen 2 dengan bentuk kampuh V
mendapatkan kekuatan tarik berupa maksimum force sebesar 1008,80 Kgf/mm²
dan break force sebesar 1008,80 Kgf/mm².
3. Pengujian kekuatan tarik pada spesimen 3 dengan bentuk kampuh V
mendapatkan kekuatan tarik berupa maksimum force sebesar 2525,11 Kgf/mm²
dan break force sebesar 2525,11 Kgf/mm².
4. Pengujian kekuatan tarik pada spesimen 1 dengan bentuk kampuh X
mendapatkan kekuatan tarik berupa maksimum force sebesar 2870,03 Kgf/mm²
dan break force sebesar 2570,22 Kgf/mm².
5. Pengujian kekuatan tarik pada spesimen 2 dengan bentuk kampuh X
mendapatkan kekuatan tarik berupa maksimum force sebesar 1130,85 Kgf/mm²
dan break force sebesar 1130,85 Kgf/mm².
6. Pengujian kekuatan tarik pada spesimen 3 dengan bentuk kampuh X
mendapatkan kekuatan tarik berupa maksimum force sebesar 1889,67 Kgf/mm²
dan break force sebesar 1684,04 Kgf/mm².
7. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dari hasil penelitian ini kampuh yang
memiliki ketahanan terhadap kekuatan tarik adalah jenis kampuh V.
5.2 Saran
Beberapa hal yang harus dilakukan pada penelitian lanjutan nantinya harus
dilakukan pengembangan yaitu :
Pengadaan Las OAW di Laboratorium Proses Produksi Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara untuk mempermudah pengelasan
jenis ini.
47
48
DAFTAR PUSTAKA
Alip, M., 1989, Teori dan Praktik Las.Penerbit Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Beumer, BJM. 1985, Ilmu Bahan Logam, Jilid 1, Bharata Karya Aksara, Jakarta.
Cary, H.B, 1998, Modern Welding Technology. 4nd edition, Prentice Hall, New
Jersey
Davis, H.E., Troxell, G.E., Wiskocil, C.T., 1955, The Testing and Inspection of
Engineering Materias, McGraw-Hill Book Company, New York, USA.
Fenoria Putri, 2009, Pengaruh Besar Arus Listrik Dan Panjang Busur Api
Terhadap Hasil Pengelasan.
Fenoria Putri., 2010, Pengaruh Variasi Kuat Arus dan Jarak Pengelasan,
Palembang.
Jasman, J., Irzal, I., Adri, J., & Pebrian, P. (2018). Effect Of Strong Welding Flow
On The Violence of Low Carbon Steel Results Of SMAW Welding With
Electrodes 7018
Prasetyo H., 2006, Kekuatan Tarik Sambungan Las Baja Tahan Karat AIS 304
Dengan Baja Karbon Rendah SS 400, Skripsi, Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Santoso J., 2005, Pengaruh Arus Pengelasan Terhadap Kekuatan Tarik dan
Ketangguhan Las SMAW dengan Elektroda E7018, Skripsi, Universitas
Negri Semarang.
49
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
LAMPIRAN 2
LAMPIRAN 3
LAMPIRAN 4
LAMPIRAN 5
LAMPIRAN 6
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
PENDIDIKAN FORMAL