Ahlussunnah Khalaf
Ahlussunnah Khalaf
Ahlussunnah Khalaf
Disusun oleh:
MUHAMMAD RIZKY FADILLAH
IMAM TUTUR HIDAYAT
MEKA UTARI NINGSIH
NUR AZIZAH
DOSEN PENGAMPU:
A. MUTTAQIN, M.S.I
BAB I ................................................................................................
PENDAHULUAN............................................................................
Latar belakang....................................................................................
Rumusan masalah..............................................................................
Tujuan................................................................................................
BAB II ..............................................................................................
PEMBAHASAN...............................................................................
Pengertian Ahlussunnah.....................................................................
Pendiri aliran asy’ariyah dan al-maturidi...........................................
Doktrin aliran asy’ariyah dan al-maturidi..........................................
BAB III..............................................................................................
PENUTUP.........................................................................................
Kesimpulan........................................................................................
Saran..................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
Sebagai reaksi dari firqah yang sesat, maka pada akhir abad ke 3 H timbullah golongan yang
dikenali sebagai Ahlussunnah wal Jamaah yang dipimpin oleh 2 orang ulama besar dalam
Usuluddin yaitu Syeikh Abu Hassan Ali Al Asy’ari dan Syeikh Abu Mansur Al Maturidi.
Perkataan Ahlussunnah wal Jamaah kadang-kadang disebut sebagai Ahlussunnah saja atau
Sunni saja dan kadang-kadang disebut Asy’ari atau Asya’irah dikaitkan dengan ulama
besarnya yang pertama yaitu Abu Hassan Ali Asy’ari.
Aliran Al-Maturidiyah adalah sebuh aliran yang tidak jauh berbeda dengan aliran al-
Asy'ariyah. Keduanya lahir sebagai bentuk pembelaan terhadap sunnah. Bila aliran al-
Asy'ariyah berkembang di Basrah maka aliran al-Maturidiyah berkembang di Samargand.
Kota tempat aliran ini lahir merupakan salah satu kawasan peradaban yang maju.
menjadi pusat perkembangan Mu'tazilah disamping ditemukannya aliran Mujassimah.
Qaramithah dan Jahmiyah, Menurut Adam Metz. juga terdapat pengikut Majusi, Yahudi dan
Nasrani dalam jumlah yang besar. Al-Maturidi saat itu terlihat dalam banyak pertentangan
dan dialog setelah melihat kenyataan berkurangnya pembelaan terhadap sunnah. Hal
ini dapat dipahami karena teologi mayoritas saat itu adalah aliran Mu'tazilah
yang banyak menyerang golongan ahli fiqih dan ahli hadits. Diperkuat lagi dengan
unsur terokratis penguasa.
Asy'ari maupun Maturidi bukan tidak paham terhadap mazhab Mu'tazilah. Bahkan al-
Asy'ary pada awalnya adalah seorang Mu'taziliy namun terdorong oleh keinginan
mempertahankan sunnah maka lahirlah ajaran mereka hingga kemudian keduanya diberi
gelar imam ahlussunnah wal jama'ah.Sepintas kita mungkin menyimpulkan bahwa
keduanya pernah bertemu, namun hal ini membutuhkan analisa
Pada masa itu, banyak sekali ulama Muktazilah mengajar di Basrah, Kufah dan Baghdad.
Ada 3 orang Khalifah Abbasiyah yaitu Malmun bin Harun Ar Rasyid, Al Muktasim dan Al
Watsiq adalah khalifah-khalifah penganut fahaman Muktazilah atau sekurang-kurangnya
penyokong utama daripada golongan Muktazilah.
Dalam sejarah dinyatakan bahwa pada zaman itu terjadilah apa yang dinamakan fitnah ”Al-
Quran Makhluk” yang mengorbankan beribu-ribu ulama yang tidak sefahaman dengan kaum
Muktazilah. Pada masa Abu Hassan Al Asy’ari muda remaja, ulama-ulama Muktazilah
sangat banyak di Basrah, Kufah dan Baghdad. Masa itu zaman gilang gemilang bagi mereka,
karena fahamannya disokong oleh pemerintah.
Latar belakang
Kata khalaf biasanya digunakan untuk merujuk para ulama yang lahir setelah abad ke-III
dengan karakteristik yang bertolak belakang dengan yang dimikili salaf. Karakteristik yang
paling menonjol dari khalaf adalah penakwilan terhadap sifat-sifat Tuhan yang serupa dengan
makhluk pada pengertian yang sesuai dengan ketinggian dan kesucian-Nya.
Adapun ungkapan Ahlussunnah (sering disebut dengan sunni) dapat dibedakan menjadi
dua pengertian yaitu umum dan khusus. Sunni dalam pengertian umum adalah lawan
kelompok Syi’ah. Dalam pengertian ini, Mu’tazilah dan Asy’ariah masuk dalam barisan
sunni. Adapun sunni dalam pengertian khusus adalah mazhab yang berada dalam barisan
Asy’ariah dan merupakan lawan Mu’tazilah. Pengertian kedua inilah yang digunakan dalam
pembahasan ini.
Selanjutnya, term Ahlussunnah banyak dipakai setelah munculnya Aliran Asy ‘ariyah
dan Maturidiyah, dua aliran yang menentang ajaran-ajaran Mu‘tazilah, Harun Nasution -
dengan meminjam keterangan Tasy Kubra Zadah - menjelaskan bahwa aliran Ahlussunnah
muncul atas keberanian dan usaha Abu Al-Hasan Al-Asy’ari sekitar tahun 300H.
Rumusan masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka selanjutnya penulisannya mengemukakan rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Apa definisi dan asal munculnya aliran asy’ariyah dan aliran al-maturidi?
2. Siapa pendiri aliran asy’ariyah dan al-maturidi?
3. Siapa tokoh-tokoh aliran asy’ariyah dan maturidi?
4. Apa saja sekte-sekte dan doktrin-doktrin asy’ariyah dan maturidi?
Tujuan
Berdasrkan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan pada penulisan makalah ini
adalah :
1. Untuk mengetahui definisi dan asal munculnya aliran asy’ariyah dan aliran al-maturidi.
2. Untuk mengetahui pendiri aliran asy’ariyah dan al-maturidi
3. Untuk mengetahui tokoh-tokoh aliran asy’ariyah dan maturidi
4. Untuk mengetahui sekte-sekte dan doktrin-doktrin asy’ariyah dan maturidi
BAB II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN AHLUSSUNNAH
Ditinjau dari ilmu bahasa (lughot/etimologi), Ahlussunah Wal Jama’ah berasal dari kata-
kata: Ahl (Ahlun), berarti “golongan” atau “pengikut”.
Assunnah berarti “tabiat, perilaku, jalan hidup, perbuatan yang mencakupucapan, tindakan,
dan ketetapan Rasulullah SAW”. Wa, huruf ‘athf yang berarti “dan” atau “serta” Al
jama’ah berarti jama’ah, yakni jama’ah para sahabat Rasul Saw. Maksudnya ialah perilaku
atau jalan hidup para sahabat.
Secara etimologis, istilah “Ahlus Sunnah Wal Jamaah” berarti golongan yang senantiasa
mengikuti jejak hidup Rasulallah Saw. dan ja lan hidup para sahabatnya. Atau, golongan
yang berpegang teguh pada sunnah Rasul dan Sunnah para sahabat, lebih khusus lagi, sahabat
yang empat, yaitu Abu Bakar As-Siddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin ‘Affan, dan Ali bin
Abi Thalib.
Ahlus Sunnah adalah mereka yang mengikuti sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan
sunnah shahabatnya radhiyallahu 'anhum. Al-Imam Ibnul Jauzi menyatakan tidak diragukan
bahwa Ahli Naqli dan Atsar pengikut atsar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan atsar
para shahabatnya, mereka itu Ahlus Sunnah.
Kata "Ahlus-Sunnah" mempunyai dua makna. Pertama, mengikuti sunah-sunah dan atsar-
atsar yang datangnya dari Rasulullah shallallu 'alaihi wa sallam dan para shahabat
radhiyallahu 'anhum, menekuninya, memisahkan yang shahih dari yang cacat dan
melaksanakan apa yang diwajibkan dari perkataan dan perbuatan dalam masalah aqidah dan
ahkam.
Kedua, lebih khusus dari makna pertama, yaitu yang dijelaskan oleh sebagian ulama di mana
mereka menamakan kitab mereka dengan nama As-Sunnah, seperti Abu Ashim, Al-Imam
Ahmad bin Hanbal, Al-Imam Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, Al-Khalal dan lain- lain.
Mereka maksudkan (As-Sunnah) itu i'tiqad shahih yang ditetapkan dengan nash dan ijma'.
Kedua makna itu menjelaskan kepada kita bahwa madzhab Ahlus Sunnah itu kelanjutan dari
apa yang pernah dilakukan Rasulullah shallallahu 'alaih wa sallam dan para shahabat
radhiyallahu 'anhum. Adapun penamaan Ahlus Sunnah adalah sesudah terjadinya fitnah
ketika awal munculnya firqah- firqah.
Ada beberapa riwayat hadits tentang firqah atau millah ( golongan atau aliran) yang
kemudian dijadikan landasan bagi firqah ahlussunnah waljamaah. Sedikitnya ada 6 riwayat
hadits tentang firqah/millah yang semuanya sanadnya dapat dijadikan hujjah karena tidak ada
yang dloif tetapi hadits shahih dan hasan. Dari hadits yang kesimpulannya menjelaskan
bahwa umat Rasulullah akan menjadi 73 firqah, semua di nearka kecuali satu yang di surga.
itulah yang disebut firqah yang selamat. Dari beberpa riwayat itu ada yang secara tegas
menyebutkan; ahlussunnah waljamaah”. ataub “aljamaah”. Tetapi yang paling banyak
dengan kalimat; “ maa ana alaihi wa
ashhabi”. baiklah penulis kutipkan sebagian hadits tentang firqah atau millah:.
Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani dalam kitabnya Al-Ghunyah li Thalibi Thariq Al- Haqq, Juz 1,
Hal 80 mendefinasikan ASWAJA sebagai berikut;
“yang dimaksudkan dengan sunnah adalah apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW
(meliputi ucapan,perilaku serta ketetapan Baginda). Sedangkan yang dimaksudkan dengan
pengertian jemaah adalah sesuatu yang telah disepakati oleh para sahabat Nabi SAW pada
masa Khulafa’ Al-Rasyidin yang empat yang telah diberi hidayah oleh Allah SWT”. Dalam
sebuah hadis dari Abu Hurairah RA, Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda,
“Akan terpecah umat Yahudi kepada 71 golongan, Dan terpecah umat Nasrani kepada 72
golongan, Dan akan terpecah umatku menjadi 73 golongan. Semuanya akan dimasukkan
keneraka kecuali satu. Berkata para sahabat : Wahai Rasulullah, Siapakah mereka wahai
Rasulullah ?. Rasulullah menjawab : Mereka yang mengikuti aku dan para sahabatku”. (HR
Abu Daud,At-Tirmizi, dan Ibn Majah)
Dari pengertian hadits diatas dapat difahami dan disipulkan sebagai berikut: Penganut suatu
agama sejak sebelum Nabi Muhammad (Bani Israil) sudah banyak yang ‘menyimpang’ dari
ajaran aslinya, sehingga terjadi banyak interpretasi yang kemudian terakumulasi menjadi
firqah- firqah.
Umat Nabi Muhammad juga akan menjadi beberpa firqah. Namun berapa jumlahnya?
Bilangan 73 apakah sebagai angka pas ti atau menunjukkan banyak, sebagaimana kebiasaan
budaya arab waktu itu?.
Bermacam- macam firqah itu masih diakui oleh Nabi Muhammad SAW sebagai umatnya,
berarti apapun nama firqah mereka dan apaun produk pemikiran dan pendapat mereka asal
masih mengakui Allah sebagai Tuhan, Muhammad sebagi Nabi dan ka’bah sebagai kiblatnya
tetap diakui muslim. Tidak boleh di cap sebagai kafir. ‘lahu ma lana wa alaihi ma alainaa.’
Pengertian semua di nereka kecuali satu, yaitu mereka yang tidak persis sesuai dengan
sunnah Nabi dan para sahabatnya akan masuk neraka dahulu tapi tidak kekal didalmnya yang
nantinya akan diangkat ke surga kalau masih ada secuil iman dalam hatinya. Sedangkan yang
satu akan langsung ke surga tanpa mampir di neraka dahulu.
Kelompok yang selamat adalah mereka yang mengikuti sesuai apa yang dicontohkan Nabi
Muhammad SAW dan para sahabatnya yang mungkin berada di berbagai tempat, masa dan
jamaah. tidak harus satu organisasi, satu negara, satu masa atau satu partai dan golongan.
Istilah ahlu sunnah dan jamaah ini timbul sebagai reaksi terhadap paham-paham gilongan
Mu’tazilah, yang telah dikembangkan dari tahun 100 H atau 718 M. Dengan perlahan- lahan
paham Mu’tazilah tersebut memberi pengaruh kuat dalam masyarakat Islam. Pengaruh ini
mencapai puncaknya pada zaman khalifah-khalifah Bani Abbas, yaitu Al-Makmun, Al-
Muktasim, dan Al-Wasiq (813 M-847 M). Pada masa Al-Makmun, yakni tahun 827 M
bahkan aliran Mu’tazilah diakui sebagai mazhab resmi yang dianut negara.
Ajaran yang ditonjolkan ialah paha m bahwa Al-Q ur’an tidak bersifat qadim, tetapi baru dan
diciptakan. Menurut mereka yang qadim hanyalah Allah. Kalau ada lebih dari satu zat yang
qadim, berarti kita telah menyekutukan Allah. Menurut mereka Al-Q ur’an adalah makhluk
yang diciptakan Allah. Sebagai konsekuensi sikap khalifah terhadap mazhab ini, semua calon
pegawai dan hakim harus menjalani tes keserasian dan kesetiaan pada ajaran mazhab.
Abul Hasan Al-Asy’ari. Ajaran teologi barunya kemudian dikenal dengan nama Sunah wal
Jamaah. Untuk selanjutnya Ahli Sunah wal jamaah selalu dikaitkan pada kelompok pahan
teologi Asy’ariyah ataupun Maturidiyah.
Asy'ariyah banyak menggunakan istilah Ahlus Sunnah wal Jamaah ini. Kebanyakan di
kalangan mereka mengatakan bahwa madzhab salaf "Ahlus Sunnah wa Jamaah" adalah apa
yang dikatakan oleh Abul Hasan Al-Asy'ari dan Abu Manshur Al-Maturidi. Sebagian dari
mereka mengatakan Ahlus Sunnah wal Jamaah itu Asy'ariyah, Maturidiyah,dan Madzhab
Salaf.
Nama lengkap Al-Asy’ari adalah Abu Al-Hasan ‘Ali bin Isma’il bin Ishaq bin Salim bin
Isma’il bin ‘Abudillah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah bin Abi Musa Al-Asy’ari. Al-
Asy’ari lahir di Basrah pada tahun 260 H/875 M. Setelah berusia lebih dari 40 tahun, ia hijrah
ke kota Baghdad dan wafat di sana pada tahun 324 H/935 M.
Menurut Ibn ‘Asakir (w. 571 H), ayah Al-Asy’ari adalah seorang yang berpaham
Ahlusunnah dan ahli hadis. Ia wafat ketika Al-Asy’ari masih kecil. Sebelum wafat, ia sempat
berwasiat kepada seorang sahabatnya yang bernama Zakaria bin Yahya As-Saji agar
mendidik Al-Asy’ari. Ibunya menikah lagi dengan seorang tokoh Mu’tazilah yang bernama
Abu ‘Ali Al-Jubba’i (w. 303 H/915 M), ayah kandung Abu Hasyim Al-Jubba’i (w. 321
H/932 M). Berkat didikan ayah tirinya, Al-Asy’ari kemudian menjadi tokoh Mu’tazilah.
Al-asy’ari menganut paham Mu’tazilah hanya sampai usia 40 tahun. Setelah itu, secara
tiba-tiba ia mengumumkan di hadapan jamaah Masjid Basrah bahwa dirinya telah
meninggalkan paham Mu’tazilah dan akan menunjukkan keburukan-keburukannya.
Menurut Ibn ‘Asakir yang melatarbelakangi Al-Asy’ari meninggalkan paham Mu’tazilah
adalah pengakuan Al-Asy’ari telah bermimpi bertemu dengan Rasulullah SAW sebanyak tiga
kali. Yaitu pada malam ke-10, ke-20, dan ke-30 bulan ramadhan. Dalam tiga kali mimpinya,
Rasulullah SAW memperingatkannya agar segera meninggalkan paham Mu’tazilah dan
segera membela paham yang telah diriwayatkan dari Beliau.
Sebab lain bahwa Al-Asyari berdebat dengan gurunya Al-Jubba’i dan dalam perdebatan
itu guru tak dapat menjawab tantangan murid. Al-Jubba’i terpaksa diam.
Tetapi bagaimanapun Al-Asy’ari meninggalkan paham Mu’tazilah seketika golongan ini
sedang berada dalam fase kemunduran dan kelemahan. Setelah Mutawakkil membatalkan
putusan Al-Ma’mun tentang penerimaan aliran Mu’tazilah sebagai mazhab negara. Dalam
suasana demikianlah al-asy’ari keluar dari golongan Mu’tazilah dan menyusun teologi baru
yang sesuai dengan aliran orang yang berpegang kuat pada Hadis (ahlissunnah). Pendiri aliran
asy’ari ini sama dengan nama golongannya yaitu al-asyari.
Tokoh aliran Asy’ari
a. Abu Bakar Al-Baqilani (w.403 H)
b. Ibnu Faruak (w.406 H)
c. Ibnu Ishak al Isfarani (w.418 H)
d. Abdul Kahir al Bagdadi (w.429 H)
e. Imam al Haramain Al Juwaini (w.478 H)
f. Abdul Mudzaffar al Isfaraini (w.478 H)
g. Al Ghazali (w.505 H)
h. Ibnu Tumart (w.524 H)
i. As Syihristani (w.548 H)
j. Ar Razi (w.1209 M)
k. Al Iji (w.756 H)
l. Al Sanusi (w.895 H)
d. Qadimnya Al-Qur’an
Asy’ari berpendapat bahwa walaupun Al-Qur’an terdiri atas kata-kata, huruf, dan bunyi,
semua itu tidak melekat pada esensi Allah karenanya tidak qodim. Menurut Al-asy’ari Al-
Qur’an tidak diciptakan. Sebab, apabila diciptakan, sesuai dengan QS An-Nahl: 40
Sesungguhnya perkataan kami terhadap sesuatu apabila kami menghendakinya, kami
Hanya mengatakan kepadanya: "kun (jadilah)", Maka jadilah ia.
e. Melihat Allah
Al-asy’ari yakin bahwa Allah dapat dilihat di akhirat, tetapi tidak dapat digambarkan.
Kemungkinan ru’yat dapat terjadi ketika Allah yang menyebabkan dapat dilihat atau ia
menciptakan kemampuan penglihatan manusia untuk melihat-Nya.
f. Keadilan
Al-asy’ari tidak sependapat dengan ajaran Mu’tazilah yang mengharuskan Allah berbuat
adil sehingga ia harus menyiksa orang yang salah dan memberi pahala pada orang yang
berbuat baik. Al-Asy’ari berpendapat bahwa Allah tidak memiliki keharusan apa pun karena
Ia adalah Penguasa Mutlak.
g. Kedudukan Orang Berdosa
Al-asy’ari menolak ajaran yang dianut Mu’tazilah. Mengingat kenyataan bahwa iman
merupakan lawan kufur, predikat bagi seseorang harus satu diantaranya. Jika tidak mukmin ia
kafir. Oleh karena itu, Al-asy’ari berpendapat bahwa mukmin yang berbuat dosa besar adalah
mukmin yang fasik sebab iman tidak mungkin hilang karena dosa selain kufur.
Kesimpulan
Nama lengkap Al-Asy’ari adalah Abu Al-Hasan ‘Ali bin Isma’il bin Ishaq bin Salim bin
Isma’il bin ‘Abudillah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah bin Abi Musa Al-Asy’ari. Al-
Asy’ari lahir di Basrah pada tahun 260 H/875 M. Setelah berusia lebih dari 40 tahun, ia hijrah
ke kota Baghdad dan wafat di sana pada tahun 324 H/935 M.
2. Golongan Maturidiyah berasal dari Abu Al Mansur Al Maturidi. Al-Maturidiyah hidup
pada masa khalifah Al-Mutawakil yang memerintah tahun 232-274/-861 M.
3. Doktrin-doktrin al asy’ary di antaranya : Tuhan dan sifat-sifat-Nya, kebebasan dalam
berkehendak, akal dan wahyu dan kriteria Baik dan buruk, qadimnya Al-Qur’an, melihat
Allah, keadilan, dan kedudukan orang berdosa.
4. Doktrin-doktrin al maturidi di antaranya : Akal dan wahyu, perbuatan manusia,
kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, sifat Tuhan, melihat Tuhan, kalam Tuhan, Perbuatan
Tuhan, pengutusan Rasul, pelaku dosa besar (murtakib al-kabir).
5. Tokoh-tokoh aliran as asy’ary di antarannya : Abu Bakar Al-Baqilani, Ibnu Faruak, Ibnu
Ishak al Isfarani, Abdul Kahir al Bagdadi, Imam al Haramain Al Juwaini, Abdul Mudzaffar al
Isfaraini, Al Ghazali, Ibnu Tumart, As Syihristani, Ar Razi, Al Iji, dan Al Sanusi.
6. Tokoh-tokoh aliran aliran al maturidi di antaranya : Abu Al-Yusr Muhammad Al-
Badzawi, dan An Najm Al Din Muhammad Al-Nasafi.
Saran
Dalam penulisan makalah ini masih terdapat beberapa kekurangan dan kesalahan, baik dari
segi penulisan maupun dari segi penyusunan kalimatnya dan dari segi isi juga masih perlu
ditambahkan.Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kepada para pembaca makalah ini
agar dapat memberikan kritikan dan masukan yang bersifat membangun.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Kadir bin Tahir bin Muhammad, Al-Farqu Bainal Firaq, Dar al-Kutub al-ilmiah:
Beirut: t.t
Hamid, Jalal Muhammad Abd, Al-Nasyiah Al-Asy’ariyah wa Tatawwaruh, Beirut: Dar Al-
Kitab, 1975
Hanafi, A, Pengantar Teologi Islam, Cet. 1; Jakarta: Pustaka Al Husna Baru: 2003
Ibrahim, Aliran dan Teori filsafat Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1995
Madkour, Ibrahim , Aliran dan teori filsafat islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1995
Muhammad Tholhah Hasan. Aswaja dalam Persepsi dan Tradisi NU Jakarta: aniuhnia Press,
2005
Nasir, Sahilun A. Pemikiran Kalam (Teologi Islam) Sejarah, Ajaran, dan Perkembangannya,
Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2010
Nasution, Harun, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta: UI-
Press, 1986
Rozak, Abdul & Anwar, Rohison, Ilmu Kalam. Bandung: CV Pustaka Setia, 2009
Qadir, C.A. Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam, Jakarta: Yayasan Obor, 1991
Muhammad Thoha Hasan, Ahlussunna wal Jama’ah dalam Persepsi dan Tradisi NU
(Jakarta: aniuhnia Press, 2005). hal. 24
Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam) Sejarah, Ajaran, dan Perkembangannya,
(Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2010), hal. 187