Makalah Ilmu Munasabah

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 18

ILMU MUNASABAH

(makalah)

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Ulumul Qur’an.

Dosen pengampu:Ahmad Dawam M.Ag

Disusun Oleh:

NAMA NPM

Yuda Suhendar 21310006

Rifki Nur Romadeni 21310007

Lulu Febriani 21310009

Arum puspita sari 21310011

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT) DARUL ISHLAH

TULANG BAWANG

2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...........................................................................................................II

KATA PENGANTAR...........................................................................................III

BAB I PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG.................................................................................IV

B.RUMUSAN MASALAH..............................................................................V

C.TUJUAN ......................................................................................................V

BAB II PEMBAHASAN

A.PENGERTIAN MUNASABAH............................................................VI-VIII

B.SEJARAH PERKEBANGAN MUNASABAH.....................................VIII-IX

C.POKOK PEMBAHASAN MUNASABAH...................................................IX

D.MACAM-MACAM MUNASABAH....................................................IX-XIII

E.FUNGSI MEMPELAJARI MUUNASABAH....................................XIII-XIV

F.PANDANGAN ULAMA MENGENAI MUNASABAH...................XIV-XVI

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN .............................................................................................XVII

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................XVIII

II
KATA PENGANTAR

“bismillahirrohmanirrohim”

Puji syukur kepada Allah SWT yang mana telah memberikan karunia dan
rahmatnya sehingga kami bisa menulis makalah ini.solawat beserta salam selalu
kita haturkan kepada junjungan baginda kita yaitu nabi Muhammad SAW,karena
berkat agama yang dibawanya kita bisa terbebas dari kejahiliyaaan dan bisa
merasakan keilmuan hingga saat ini.

Makalah ini kami buat guna untuk menyelesaikan tugas Ulumul Qur’an dengan
mengambil judul dari materi tentang Ilmu Munasabah.dengan ini kami berharap
agar makalah ini daat berguna dan menjadi penambah pengetahuan bagi
mahasiswa,khususnya untuk mahasiswa STIT Darul Ishlah dan untuk mahasiswa
lainnya pada umumnya.

Dengan ini juga kami sadar bahwa makalah ini masih butuh banyak
pembenahan karena mungkin saja dari kecerobohan kami sehingga masih ada kata
atau kalimat yang masih keliru dan butuh perbaikan,maka dari itu kritik dan saran
saudara sekalian sangat kami butuhkan, Sekian.

“Alhamdulillahirobbil’alamain”

Tulang Bawang,6 November 2021

.....................penulis....................

III
BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Dewasa ini, ilmu-ilmu mengenai kitab suci umat islam, al-Qur’an al-
Karim sudah tidak terlalu diminati oleh kaum pemuda. Padahal, kaum pemuda
saat inilah yang akan menggantikan dan meneruskan estafet keilmuan pedoman
umat islam tersebut. Padahal, dalam keeharian, al-Qur’an sangatlah berperan aktif
dalam setiap aktivitas dalam masyarakat. Secara tidak sadar, ilmu al-Qur’an telah
menjad bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat muslim, namun
sayangnya, kajian mengenai perkembangan ulum al-Qur’an semakin banyak
ditinggalkan.
Al-Qur’an sebagai pegangan hidup umat islam memegang peran yang
sangat besar terhadap perkembangan keilmuan teologi islam karena al-Qur’an
ialah sumber terbesa dan terpercaya dari seluruh disiplin ilmu pengetahuan baik
agama maupun umum. Maka, kajian terhadap al-Qur’an seharusnya menjadi hal
yang sangat menarik dan tak ada habismya.
Salah satu kajian dalam disiplin ilmu ini ialah “munasabah”. Istilah
tersebut mungkin terdengar asing untuk kalangan awam, ataupun akademisi yang
tidak berkecimpung di dunia ulum al-Qur’an. Hal ini tentulah sangat disayangkan
mengingat betapa besarnya peran munasabah dalam penafsiran al-Qur’an.
Selama ini, kebanyakan orang lebih mengenal “asbab an-Nuzul” daripada
“munasabah”. Padahal, dengan mengetahui sebab-sebab turunnya saja, para
mufassir (ahli tafsir) masih mendapat kesulitan dalam menemukan tafsiran yang
tepat mengenai suatu ayat atau surat dalam al-Qur’an. Dengan mengetahui
munasabah dalam al-Qur’an, seseorang akan lebih mudah mengetahui maksud
dari suatu ayat ataupun surat dalam al-Qur’an.
Hubungan antara ayat ataupun surat dalam al-Qur’an tentulah tidak
disususn secara sembarangan karena setiap penyusunan dalam al-Qur’an memiliki
makna yang saling berkaitan dan sangat membantu dalam penafsiran al-Qur’an.
Bahkan, sebagian mufassir ada yang lebih mempercayai munasabah dalam al-
Qur’an daripada asbab an-nuzul yang belum diketahui betul kebenarannya.
Maka, diharapkan bahwa para akademisi akan lebih mengenal dan
memahami arti munasabah dalam al-Qur’an sehingga dapat menganalisa
keterkaitan antar ayat, surat, maupun juz dalam al-Qur’an sehingga akan
mempermudah mempelajari al-Qur’an dan mengkaji lebih dalam apa-apa yang
terkandung dalam al-Qur’an secara komprehensif dan ilmiah.
Kami akan menjelaskan “munasabah” lebih rinci dalam makalah
sederhana ini dengan berpatokan pada tiga pokok pembahasan yang sesuai dengan
Rumusan Masalah dalam makalah ini.

IV
B.     RUMUSAN MASALAH

1. Apakah yang dimaksud dengan Munasabah?


2. Bagaimana sejarah perkembangan ilmu Munasabah al-Qur’an?
3. Apa pokok bahasan ilmu Munasabah?
4. Apa macam-macam munasabah dalam al-Qur’an?
5. Apa fungsi mempelajari ilmu munasabah?
6. Bagaimana pandangan para ulama’ mengenai munasabah?

C.TUJUAN

Makalah ini dibuat untuk tujuan agar mahasiswa dapat mengenal serta
mengetahui tentang ilmu munnasabah,dan dapat di aplikasikann ke kehidupan
nyata.serta mengetahui dari pengertian munasabah sampai dengan pandangan para
ulama tentang ilmu munnasabah ini.

V
BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN MUNASABAH

Secara etimologi, munasabah berasal dari bahasa arab dari asal kata nasaba-
yunasibu-munasabahan yang berarti musyakalah (keserupaan)[1], dan muqarabah.
Lebih jelas mengenai pengertian munasabah secara etimologis disebutkan dalam
kitab Al burhan fi ulumil Qur”an bahwa munasabah merupakan ilmu yag mulia
yang menjadi teka-teki akal fikiran, dan yang dapat digunakan untuk mengetahui
nilai (kedudukan) pembicara terhadap apa yang di ucapkan.
Sedangkan secara terminologis definisi yang beragam muncul dari kalangan
para ulama terkait dengan ilmu munasabah ini. Imam Zarkasyi salah satunya,
memaknai munasabah sebagai ilmu yang mengaitkan pada bagian-bagian
permulaan ayat dan akhirnya, mengaitkan lafal-lafal umum dan lafal lafal
khusus,atau hubungan antar ayat yang terkait dengan sebab akibat, illat dan
ma’lul, kemiripan ayat pertentangan (ta’arudh).[2]
Manna Al-Qathan dalam mabahis fi ulum Al-Qur’an menjelaskan bahwa yang
dimaksud dengan munasabah dalam pembahasan ini adalah segi-segi hubungan
antara satu kata dengan kata yang lain dan satu ayat dengan ayat yang lain atau
antara satu surat dengan surat yang lain. Menurut M Hasbi Ash Shiddieq
membatasi pengertian munasabah kepada ayat-ayat atau antar ayat saja.
Dalam pengertian istilah, munasabah diartikan sebagai ilmu yang membahas
hikmah korelasi urutan ayat Al-Qur’an atau dengan kalimat lain, munasabah
adalah usaha pemikiran manusia dalam menggali rahasia hubungan antar surat
atau ayat yang dapat diterima oleh akal. Dengan demikian diharapkan ilmu ini
dapat menyingkap rahasia illahi, sekaligus sanggahanya, bagi mereka yang
meragukan Al-Qur’an sebagai wahyu.[3]

Sedangkan menurut para ulama :

1.      Menurut Manna’ al-Qattan


Manna’ al-Qattan dalam kitabnya Mabahits fi Ulum al-Qur’an, munâsabah
menurut bahasa disamping berarti muqarabah juga musyakalah (keserupaan).
Sedang menurut istilah ulum al-Qur’an berarti pengetahuan tentang berbagai
hubungan di dalam al-Qur’an, yang meliputi : Pertama, hubungan satu surat
dengan surat yang lain; kedua, hubungan antara nama surat dengan isi atau tujuan
surat; ketiga, hubungan antara fawatih al-suwar dengan isi surat; keempat,
hubungan antara ayat pertama dengan ayat terakhir dalam satu surat; kelima,
hubungan satu ayat dengan ayat yang lain; keenam, hubungan kalimat satu dengan
kalimat yang lain dalam satu ayat; ketujuh, hubungan antara fashilah dengan isi
ayat; dan kedelapan, hubungan antara penutup surat dengan awal surat.
Jadi Menurut Manna’ Khalil Qattan :

VI
‫وجـهُ اإلرتـبــا ِط بـين الجـمـلـ ِة والجـمـلـ ِة فى األيـ ِة الـواحــدة أوبـين األيـة واأليــة فـي األيــة الـمـتـعــدد ِة أو‬
‫بــينَ الســورة والســـورة‬.
 Artinya :
“Munasabah adalah sisi keterikatan antara beberapa ungkapan dalam satu ayat,
atau antar ayat pada beberapa ayat atau antar surat didalam Al-Qur’an”.

2. Menurut Imam al-Zarkasyi


Menurut Imam al-Zarkasyi kata munâsabah menurut bahasa adalah mendekati
(muqârabah), seperti dalam contoh kalimat : fulan yunasibu fulan (fulan
mendekati/menyerupai fulan). Kata nasib adalah kerabat dekat, seperti dua
saudara, saudara sepupu, dan semacamnya. Jika keduanya munâsabah dalam
pengertian saling terkait, maka namanya kerabat (qarabah). Imam Zarkasyi sendiri
memaknai munâsabah sebagai ilmu yang mengaitkan pada bagian-bagian
permulaan ayat dan akhirnya, mengaitkan lafadz umum dan lafadz khusus, atau
hubungan antar ayat yang terkait dengan sebab akibat, ‘illat dan ma’lul, kemiripan
ayat, pertentangan (ta’arudh) dan sebagainya. Lebih lanjut dia mengatakan, bahwa
keguanaan ilmu ini adalah “menjadikan bagian-bagian kalam saling berkait
sehingga penyusunannya menjadi seperti bangunan yang kokoh yang bagian-
bagiannya tersusun harmonis”
Jadi Menurut Az-Zarkasyi, adalah :

‫ الـمـقـول تـلـقّــتـه بــاالـقـبـُول‬ ‫المـناسبة أمر معـقـو ٌل إذاعُــ ِ ِرض عـلى‬.


Artinya :
“Munasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami, tatkala dihadapkan kepada
akal, akal itu pasti menerimanya”.

3. Menurut Ibn Al-Arabi :

‫ي الـقـرأن بعـضـها بـبـعـض حـتى تـكون كا الكـلمـة الـواحـد ِة مـتّـسقــ ِة المعـاني مـنتـظـمـ ِة‬ ّ ِ ‫إرتـبــاط أ‬
‫عـل ٌم عـظـيـــ ٌم‬, ‫المـبــــاني‬
Artinya :
“Munasabah adalah keterikatan ayat-ayat Al-Qur’an sehingga seolah-olah
merupakan suatu ungkapan yang mempunyai kesatuan makna dan keteraturan
redaksi. Munasabah merupakan ilmu yang sangat agung”.

4.  Menurut Al-Biqa’i, yaitu :

“Munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui alasan-alasan di balik


susunan atau urutan bagian-bagian Al-Qur’an, baik ayat  dengan ayat, atau surat
dengan surat”.
Jadi, dalam konteks ‘Ulum Al-Qur’an, Munasabah berarti menjelaskan
korelasi makna antar ayat atau antar surat, baik korelasi itu bersifat umum atau

VII
khusus; rasional (‘aqli), persepsi (hassiy), atau imajinatif (khayali) ; atau korelasi
berupa sebab akibat, ‘illat dan ma’lul, perbandingan, dan perlawanan.
Pada dasarnya pengetahuan tentang munasabah atau hubungan antara ayat-ayat itu
bukan tauqifi (tak dapat diganggu gugat karena telah ditetapkan Rasul), tetapi
didasarkan pada ijtihadi seorang mufassir dan tingkat penghayatannya terhadap
kemukjizatan Al-Qur’an, rahasia retorika, dan segi keterangannya yang mandiri.
Seperti halnya pengetahuan tentang Asbabun Nuzul  yang mempunyai
pengaruh dalam memahami makna dan menafsirkan ayat, maka pengetahuan
tentang munasabah atau korelasi antar ayat dengan ayat dan surat dengan surat
juga membantu dalam pentakwilan dan pemahaman ayat  dengan baik dan cermat.
Oleh sebab itu sebagian ulama menghususkan diri untuk menulis buku mengenai
pembahasan ini. Tetapi dalam pendapat lain dikemukakan atas dasar perbedaan
pendapat tentang sistematika (perbedaan urutan surat dalam Al-Qur’an) adalah
wajar jika teori Munasabah Al-Qur’an kurang mendapat perhatian dari para ulama
yang menekuni ‘Ulum Al-Qur’an walaupun keadaan sebenarnya Munasabah ini
masih terus dibahas oleh para mufassir yang menganggap Al-Qur’an adalah
Mukjizat secara keseluruhan baik Redaksi maupun pesan ilahi-Nya.

B.     SEJARAH PERKEMBANGAN MUNASABAH

       Menurut Asy Syarahbani, seperti dikutip Az Zarkasyi dalam Al Burhan,


orang pertama yang menampakkan munasabaah dalam menafsirkan Al-Qur’an
ialah Abu Nakar An Naisaburi (wafat tahun 342 H). Besarnya perhatian An
Naisaburi terhadap munasabah nampak dari ungkapan As Suyuti sebagai berikut :
“Setiap kali ia duduk di atas kursi, apabila dibacakan Al-Qur’an kepadanya, beliau
berkata, “Mengapa ayat ini diletakkan di samping ayat inibdan apa rahasia
diletakkan surat ini di samping surat ini?” Beliau mengkritik para ulama Bagdad
sebab mereka tidak mengetahui.”
       Tindakan An Naisaburu merupakan kejutan dan langkah baru dalam dunia
tafsir waktu itu. Beliau mempunyai kemampuan untuk menyingkap persesuian,
baik antarayat ataupun antarsurat, terlepas dari segi tepat atau tidaknya, segi pro
dan kontra terhadap apa yang dicetuskan beliau. Satu hal yang jelas, beliau di
pandang sebagai Bapak Ilmu Munasabah.
       Tokoh yang mula-mula membicarakan tentang ilmu ini ialah al-Imam Abu
Bakr an-Naisaburi (meninggal 323H). Selain beliau terdapat banyak lagi ulama
yang membahas. Antara lain:
1.      Al-Imam al-Biqa‘ie - Nazm ad-Durar fi Tanasub al-Ayi was Suwar
2.      Al-Imam as-Suyuti – Tanasuq ad-Durar wa Tanasub as-Suwar
3.       Al-Imam al-Farahi al-Hindi – Dala’il an-Nizam
               Selain mereka para ulama seperti az-Zamakhsyari, ar-Razi, al-Baidhawi,
Abu Hayyan, al-Alusi, Rasyid Ridha, Sayyid Qutb, Dr. Muhammad Abdullah
Darraz dan lain-lain turut menyentuh tentang ilmu ini dan mempraktikkannya
dalam penulisan kitab-kitab tafsir mereka.

VIII
Sungguhpun begitu, ilmu ini bukanlah disepakati kewujudannya atau
diterima oleh semua ulama, mereka yang kontra mewajibkan syarat yang ketat
untuk ilmu ini ialah: ‘Izzudin Bin Abdis Salam, as-Syaukani, as-Syinqiti dan
sebagainya. Mereka ini berhujah bahwa ilmu al-Munasabah ini adalah takalluf
(beban) dan ia tidak dituntut oleh syara’.[4]

C.     POKOK PEMBAHASAN MUNASABAH

Pembahasan Ilmu Munasabah ini terkait dengan bagian-bagian Ulumul


Qur’an, baik ayat-ayat ataupun surah-surahnya yang satu dengan yang lain
persesuaian dan persambungannya. Hubungan dan persambungan dari bagian-
bagian Al-Qur’an itu bermacam-macam. Ada yang berupa hubungan antara
makna umum dan khusus, atau hubunngan pertalian (talazum), seperti hubungan
antara sebab dengan akibatnya, ilat dengan ma’lulnya, atau antara dua hal yang
sama, maupun antara dua hal yang kontradiksi.
Jadi, pembahasan Ilmu Munasabah atau Ilmu Tanaasubul Ayat Was Suwar
ini ialah macam-macam hubungan dan persambungan, serta kaitan dari ayat-ayat
Al-Qur’an yang satu dengan yang lain, dan antara surah Al-Quran yang satu
dengan yang lain, dalam berbagai bentuk persesuaian dan persambungan.[5]

D.    MACAM-MACAM MUNASABAH

   Berdasarkan kepada beberapa pengertian sebagaimana yang telah dikemukakan


di atas, pada prinsipnya munasabah al-Qur’an mencakup hubungan antar kalimat,
antar ayat, serta antar surat. Macam-macam hubungan tersebut apabila diperinci
akan menjadi sebagai berikut :
1.      Munasabah antara surat dengan surat.
2.      Munasabah antara nama surat dengan kandungan isinya.
3.      Munasabah antara kalimat dalam satu ayat.
4.      Munasabah antara ayat dengan ayat dalam satu surat.
5.      Munasabah antara ayat dengan isi ayat itu sendiri.
6.      Munasabah antara uraian surat dengan akhir uraian surat.
7.      Munasabah antara akhir surat dengan awal surat berikutnya.
8.      Munasabah antara ayat tentang satu tema.
Dalam upaya memahami lebih jauh tentang aspek-aspek munasabah yang telah
diterangkan di atas akan diajukan beberapa contoh di bawah ini.
1.Munasabah Antara Surat dengan Surat
Keserasian hubungan atau mnasabah antar surat ini pada hakikatnya
memperlihatkan kaitan yang erat dari suatu surat dengan surat lainnya. Bentuk
munasabah yang tercermin pada masing-masing surat, kelihatannya
memperlihatkan kesatuan tema. Salah satunya memuat tema sentral, sedangkan
surat-surat lainnya menguraikan sub-sub tema berikut perinciannya, baik secara
umum maupun parsial. Salah satu contoh yang dapat diajukan di sini adalah

IX
munasabah yang dapat ditarik pada tiga surat beruntun, masing-masing Q. S al-
Fatihah (1), Q. S  al-Baqarah (2), dan Q. S al-Imran (3).
Satu surah berfungsi menjelaskansurat sebelumnya, misalnya di dalam surat al-
Fatihah / 1 : 6 disebutkan :
)6( ‫إهدنا الصراط المستقيم‬
Artinya : “Tunjukilah kami jalan yang lurus” (Q. S al-Fatihah / 1 : 6)
Lalu dijelaskan dalam surat al-Baqarah, bahwa jalan yang lurus itu ialah
mengikuti petunjuk al-Qur’an, sebagaimana disebutkan :
)2 (‫تلك الكتاب ال ريب فيه هدى للمتقين‬
Artinya : “Kitab (al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi
mereka yang bertakwa” (Q. S al-Baqarah / 2 : 2)

2.Munasabah Antara Nama Surat dengan Kandungan Isinya


Nama satu surat pada dasarnya bersifat tauqifi (tergantung pada petunjuk
Allah dan Nabi-Nya). Namun beberapa bukti menunjukkan bahwa suatu surat
terkadang memiliki satu nama dan terkadang dua nama atau lebih. Tampaknya
ada rahasia dibalik nama tersebut. Para ahli tafsir sebagaimana yang dikemukakan
oleh al-Sayuthi melihat adanya keterkaitan antara nama-nama surat dengan isi
atau uraian yang dimuat dalam suatu surat. Kaitan antara nama surat dengan isi ini
dapat di identifikasikan sebagai berikut :
a.Nama diambil dari urgensi isi serta kedudukan surat. Nama surat al-Fatihah
disebut dengan umm al-Kitab karena urgensinya dan disebut dengan al-Fatihah
karena kedudukannya.
b.Nama diambil dari perumpamaan , peristiwa, kisah atau peran yang menonjol,
yang dipaparkan pada rangkaian ayat-ayatnya; sementara di dalam perumpamaan,
peristiwa, kisah atau peran itu sarat dengan ide. Di sini dapat disebut nama-nama
surat : al-‘Ankabut, al-Fath, al-Fil, al-Lahab dan sebagainya.
c.Nama sebagai cerminan isi pokoknya, misalnya al-Ikhlas karena mengandung
ide pokok keimanan yang paling mendalam serta kepasrahan : al-Mulk
mengandung ide pokok hakikat kekuasaan dan sebagainya.
d.Nama diambil dari tema spesifik untuk dijadikan acuan bagi ayat-ayat lain
yang tersebar diberbagai surat. Contoh al-Hajj (dengan spesifik tema haji), al-
Nisa’ (dengan spesifik tema tentang tatanan kehidupan rumah tangga). Kata Nisa’
yang berarti kaum wanita adalah irrig keharmonisan rumah tangga.
e.Nama diambil dari huruf-huruf tertentu yang terletak dipermulaan surat,
sekaligus untuk menuntut perhatian khusus terhadap ayat-ayat di dalamnya yang
memakai huruf itu. Contohnya : Thaha, Yasin, Shad, dan Qaf.

3.Munasabah Antara Satu Kalimat  dengan Kalimat Lainnya dalam Satu Ayat
Munasabah antara satu kalimat dengan kalimat yang lainnya dalam satu
ayat dapat dilihat dari dua segi. Pertama adanya hubungan langsung antar kalimat
secara konkrit yang jika hilang atau terputus salah satu kalimat akan merusak isi
ayat. Identifikasi munasabah dalam tipe ini memperlihatkan irri-ciri ta’kid /

X
tasydid (penguat / penegasan) dan tafsir / i’tiradh (interfretasi /penjelasan dan
cirri-cirinya). Contoh sederhana ta’kid :
"‫"فإن لم تفعلوا‬, diikuti "‫( "ولن تفعلوا‬Q.S al-Baqarah / 2:24).
Contoh tafsir:
‫سبحان الذي اسرى بعبده ليال من المسجد الحرام الى المسد األقصى‬
Kemudian diikuti dengan (1:17/‫الذي باركنا حوله لنريه من اياتنا )اإلسراء‬
Kedua masing-masing kalimat berdiri sendiri, ada hubungan tetapi tidak langsung
secara konkrit, terkadang ada penghubung huruf ‘athaf’ dan terkadang tidak ada.
Dalam konteks ini, munasabahnya terletak pada :
a.Susunan kalimat-kalimatnya berbentuk rangkaian pertanyaan, perintah dan
atau larangan yang tak dapat diputus dengan fashilah. Salah satu contoh :
)25 ‫وإلن سألتهم من خلق السماوات واألرض___ليقولون هللا___قل الحمد هلل (لقمن‬
b.Munasabah berbentuk istishrad (penjelasan lebih lanjut). Contoh :
)189 ‫يسألونك عن األهله___قل هي___ (البقره‬
c.Munasabah berbentuk nazhir / matsil (hubungan sebanding) atau mudhaddah /
ta’kis (hubungan kontradiksi). Contoh :
)177 ‫ليس البر ان تولوا وجوهكم قبل المشرك والمغرب___ولكن البر___(البقرة‬

4.Munasabah Antara Ayat dengan Ayat dalam Satu Surat


Untuk melihat munasabah semacam ini perlu diketahui bahwa ini
didaftarkan pada pandangan datar yaitu meskipun dalam satu surat tersebar
sejumlah ayat, namun pada hakikatnya semua ayat itu tersusun dengan tertib
dengan ikatan yang padu sehingga membentuk fikiran serta jalinan informasi yang
sistematis. Untuk menyebut sebuah contoh, ayat-ayat di awal Q. S al-Baqarah : 1
– 20 memberikan sistematika informasi tentang keimanan, kekufuran, serta
kemunafikan. Untuk mengidentifikasikan ketiga tipologi iman, kafir dan nifaq,
dapat ditarik hubungan ayat-ayat tersebut.
Misalnya surat al-Mu’minun dimulai dengan :
‫قد افلح المؤمنون‬
Artinya : “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman”.
Kemudian dibagian akhir surat ini ditemukan kalimat
‫انه ال يفلح الكافرون‬
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tidak beruntung”.

5.Munasabah Antara Penutup Ayat dengan Isi Ayat Itu Sendiri


Munasabah pada bagian ini, Imam al-Sayuthi menyebut empat bentuk
yaitu al-Tamkin (mengukuhkan isi ayat), al-Tashdir (memberikan sandaran isi
ayat pada sumbernya), al-Tawsyih (mempertajam relevansi makna) dan al-Ighal
(tambahan penjelasan). Sebagai contoh :
‫فتبــــارك هللا احســــن الخــــالقين‬ mengukuhkan ‫ثم خلقنــــا النطفــــة علقة‬ bahkan mengukuhkan
hubungan dengan dua ayat sebelumnya (al-mukminun: 12-14).

XI
6.Munasabah Antara Awal Uraian Surat dengan Akhir Uraian Surat
Salah satu rahasia keajaiban al-Qur’an adalah adanya keserasian serta
hubungan yang erat antara awal uraian suatu surat dengan akhir uraiannya.
Sebagai contoh, dikemukakan oleh al-Zamakhsyari demikian juga al-Kimani
bahwa Q. S al-Mu’minun di awali dengan (respek Tuhan kepada orang-orang
mukmin) dan di akhiri dengan (sama sekali Allah tidak menaruh respek terhadap
orang-orang kafir). Dalam Q. S al-Qasash, al-Sayuthi melihat adanya munasabah
antara pembicaraan tentang perjuangan Nabi Musa menghadapi Fir’aun seperti
tergambar pada awal surat dengan Nabi Muhammad SAW yang menghadapi
tekanan kaumnya seperti tergambar pada situasi yang dihadapi oleh Musa AS dan
Muhammad SAW, serta jaminan Allah bahwa akan memperoleh kemenangan.

7.Munasabah Antara Penutup Suatu Surat dengan Awal Surat Berikutnya.


Misalnya akhir surat al-Waqi’ah / 96 :
‫فسبح باسم ربك العظيم‬
“Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Maha Besar”.
Lalu surat berikutnya, yakni surat al-Hadid / 57 : 1 :

‫سبح هللا ما في السموات واألرض وهو الزيز الحكيم‬

“Semua yang berada di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan
kebesaran Allah). Dan Dia-lah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.

8.Munasabah Antar Ayat dengan Satu Tema


Munasabah antar ayat tentang satu tema ini, sebagaimana dijelaskan oleh
al-Sayuthi, pertama-tama dirintis oleh al-Kisa’i dan al-Sakhawi. Sementara al-
Kirmani menggunakan metodologi munasabah dalam membahas mutasyabih al-
Qur’an dengan karyanya yang berjudul al-Burhan fi Mutasyabih al-Qur’an. Karya
yang dinilainya paling bagus adalah Durrah al-Tanzil wa Gharrat al-Ta’wil oleh
Abu ‘Abdullah al-Razi dan Malak al-Ta’wil oleh Abu Ja’far Ibn al-Zubair.
Munasabah ini sebagai contoh dapat dikemukakan tentang tema qiwamah
(tegaknya suatu kepemimpinan). Paling tidak terdapat dua ayat yang saling
bermunasabah, yakni Q. S al-Nisa’ / 4 : 34 :
‫الرجال قوامون على النساء بما فضل هللا بعضهم على بعض وبما أنفقوا من أموالهم‬.
Dan Q. S al-Mujadalah / 58 : 11 :
‫يرفع هللا الذين امنوا منكم والذين اوتو العلم درجات وهللا بما تعملون خبير‬.
Tegaknya qiwamah (konteks parsialnya qiwamat al-rijal ‘ala al-nisa’) erat sekali
kaitannya dengan faktor ilmu pengetahuan / teknologi dan faktor ekonomi. Q. S
an-Nisa’ menunjuk kata kunci “bimaa fadhdhala” dan “al-ilm”. Antara “bimaa
fadhdhala” dengan “yarfa” terdapat kaitan dan keserasian arti dalam kata kunci
nilai lebih yang muncul karena faktor ‘ilm.

XII
Munasabah al-Qur’an diketahui berdasarkan ijtihad, bukan melalui petunjuk
Nabi (tauqifi). Setiap orang bisa saja menghubung-hubungkan antara berbagai hal
dalam kitab al-Qur’an.[6]

E.     FUNGSI MEMPELAJARI MUNASABAH

Fungsi dari munasabah Al-Qur’an, Di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui persambungan / hubungan antara bagian al-Qur’an, baik


antarakalimat-kalimat atau ayat-ayat maupun surah-surahnya yang satu dengan
yanglain sehingga lebih memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap
kitab al-Qur’an dan memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan
kemukjizatannya.Karena itu, Izzuddin Abd. Salam mengatakan bahwa ilmu
munasabah itu adalah ilmu yang baik sekali. Ketika menghubungkan kalimat yang
satu dengan kalimat yang lain, beliau mensyaratkan harus jatuh pada hal-hal yang
betul-betul berkaitan, baik di awal ataupun di akhirnya.

2. Mempermudah pemahaman al-Qur’an. Misalnya ayat enam dari surat Al-Fatihah


yang artinya, “Tujukilah kami kepada jalan yang lurus” disambungdengan ayat
tujuh yang artinya, “Yaitu, jalan orang-orang yang Engkau anugerahinikmat atas
mereka. “Antara keduanya terdapat hubungan penjelasan bahwa jalanyang lurus
dimaksud adalah jalan orang-orang yang telah mendapat nikmat dariAllah SWT.

3. Menolak tuduhan bahwa susunan al-Qur’an kacau. Tuduhan misalnya


munculkarena penempatan surat al-Fatihah pada awal Mushhaf sehingga surat
inilahyang pertama dibaca. Padahal, dalam sejarah, lima ayat dari surat
al-‘Alaqsebagai ayat-ayat pertama turun kepada Nabi SAW. akan tetapi, Nabi
menetapkan letak al-Fatihah di awal Mushhaf yang kemudian disusul dengan
surat al-Baqarah.Setelah didalami, ternyata dalam urutan ini terdapat munasabah.
Surat al-Fatihah mengandung unsur-unsur pokok dari syariat Islam dan pada surat
ini termuat doa manusia untuk memohon petunjuk ke jalan yang lurus. Surat al-
Baqarah diawali dengan petunjuk al-Kitab sebagai pedoman menuju jalan uang
lurus. Dengandemikian, surat al-Fatihah merupakan titk bahasan yang akan
diprinci pada surat berikutnya, al-Baqarah. Dengan mengemukakan munasabah
tersebut, ternyatasusunan ayat-ayat dan surat-surat Al-Qur’an tidak kacau
melainkan mengandungmakna yang dalam.

4. Dengan ilmu munasabah itu, dapat diketahui mutu dan tingkat ke-Balaghah-an
bahasa al-Qur’an dan konteks kalimat-kalimatnya yang satu dengan yang
lain,serta persesuaian ayat / surahnya yang satu dari yang lain, sehingga
lebihmenyakinkan kemukjizatannya, bahwa al-Qur’an itu benar-benar wahyu
dariAllah SWT dan bukan buatan Nabi Muhammad SAW. karena itu, Abdul
Djalaldalam bukunya menambahkan Imam Fakhruddin al-Razi mengatakan

XIII
kebanyakan keindahan-keindahan al-Qur’an terletak pada susunan dan
penyesuaiannya, sedangkan susunan kalimat yang paling bersetara adalah saling
berhubungan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya.Sebagaimana
yang dinyatakan oleh ahli ulumul Qur’an diantaranya adalahAbu Bakar bin al-
Arabi, Izzuddin bin Abdus-Salam bahwa ilmu munasabah adalahilmu yang baik
( ilmun hasanun ), ilmu mulia ( ilmun syarifun ), ilmu yang agung ( ilmun
adzimun ). Dari semua julukan ini menandakan bahwa ilmu munasabah mendapat
tempat dan penghargaan yang cukup tinggi atau peran yang cukupsignifikan
dalam memahami dan menafsirkan al-Qur’an. Sehingga az-Zarkasyi berpendapat
bahwa ilmu ini dapat dijadikan tolak ukur untuk mengetahui kecerdasanseorang
mufassir. Kedudukan ilmu ini semakin terasa kebutuhannya manakalah seseorang
menafsirkan al-Qur’an menggunakan metode tafsir al-maudhu’I (tematik) atau al-
muqaran (komparasi), karena metode ini memperhatikan
keterkaitan( munasabah)antara ayat yang berbicara tentang masalah yang sejenis.
(A Zarkasyi,1988: 63) Berlainan dengan ilmu asbabun-nuzul  yang digolongkan
kedalam ilmu sima’I dan karenanya maka bersifat naqli (periwayatan), maka ilmu
munasabah digolongkan ke dalam kelompok ilmu-ilmu ijtihadi yang karenanya
bersifat penalaran. Sebagai ilmu ijtihadi ilmu ini sangat berpeluang untuk
dikembangkan dalam upayamemperkaya dan memperkuat penafsiran al-Qur’an,
yaitu dengan cara mencarihubungan antara ayat-ayat al-Qur’an dari berbagai
aspeknya.[7]

F.      PANDANGAN ULAMA’ MENGENAI MUNASABAH

Dalam menyikapi munasabah, para ulama terbagi kedalam dua golongan


yang pertama: golongan yang tertarik dengan munasabah, dan yang kedua,
Golongan yang tidak tertarik dan menganggap munasabah tidak perlu di kaji.
Golongan pertama diwakili oleh Abu Bakar al-Nisabury, Fakhrudin al-Razi,
Fakhrudin al-Razi seorang ulama yang sangat peduli terhadap munasabah, baik
munasabah antar ayat atau antar surat.
Ia pernah memberikan apresiasi terhadap surat al-Baqarah dengan
mengatakan bahwa “barangsiapa yang menghayati dan merenungkan bagian-
bagian dari susunan dan keindahan urutan surat ini, maka pastiia akan mengetahui
bahwa al-Quran itu merupakan mukjizat lantaran kefasihan lafal-lafalnya dan
ketinggian mutu makna-maknanya. Jalaluddin al-Suyuthiy, ibn al-Arabiy ,
Izzuddin ibn Abdis Salam, dll.
Golongan ulama yang menolak adanya munasabah dalam al-Quran
diwakili oleh Ma’ruf Dualibi. Ia paling keras menentang menggunakan
munasabah untuk menafsirkan ayat-ayat dan surat-surat dalam al-Quran. Ia
mengatakan, ‘maka termasuk usaha yang tidak perlu dilakukan adalah mencari-
cari hubungan di antara ayat-ayat dan surat-surat al-Quran.’ Karena menurutnya,
“al-Quran dalam berbagai ayat yang ditampilkannya hanya mengungkapkan hal-
hal yang bersifat prinsip (mabd’a) dan norma umum (kaidah) saja. Dengan

XIV
demikian tidaklah pada tempatnya bila orang bersikeras dan memaksakan diri
mencari korelasi (tanasub) antara ayat-ayat dan surat-surat yang bersifat tafshil
lantaran kefasihan lafal-lafalnya dan ketinggian mutu makna-maknanya.
Mahmud Syaltut seorang ulama kontemporer, kurang setuju dengan
analisis munasabah dan menolak menjadikan munasabah sebagai bagian dari
ilmu-ilmu  al-Quran. Ia tidak setuju dengan mufasir yang menggunakan
munasabah untuk menafsirkan al-Quran.
Di sisi lain terdapat pendapat-pendapat tentang munasabah: tertib surah
dan ayat:
Para ulama sepakat bahwa tertib ayat-ayat dalam al-qur’an adalah tauQifiy,
artinya penetapan dari Rasul, Sementara tertib  surah dalam Al-Qur’an masih
terjadi perbedaan pendapat.
Al-Qhurtubi meriwayatkan pernyataan Ibn Ath-Thibb bahwa tertib surat
Al-Quran di perselisihkan, Dalam hal ini ada tiga golongan:
a.Tertib surat berdasarkan ijtihad para sahabat.
Pendapat ini diikuti oleh jumhur ulama seperti Imam Malik, Al-Qhadi Abu
Bakr At-Thibb. Beberapa alasan mereka adalah :
1.Tidak ada petunjuk langsung dari Rasulullah tentang tertib surah dalam Al-
Quran.
2.Sahabat pernah mendengar Rasul membaca Al-Quran berbeda dengan susunan
surah sekarang, hal ini di buktikan dengan munculnya empat buah mushaf dari
kalangan sahabat yang berbeda susunannya antara yang satu dengan yang lainnya.
Yaitu mushaf Ali, mushaf ‘Ubay, mushaf Ibn Mas’ud, mushaf Ibnu Abbas.
3.Mushaf yang ada pada catatan sahabat berbeda-beda ini menunjukkan bahwa
susunan surah tidak ada petunjuk resmi dari Rasul.
4.Alasan lain adalah riwayat Abu Muhammad Al-Quraysi bahwa Umar
memerintahkan agar mengurutkan surat At-Tiwal. Akan tetapi, riwayat ini diberi
catatan kaki oleh As-Sayuthi agar diteliti kembali.
b.Susunan surat berdasarkan petunjuk Rasulullah Saw (taukifi).
Di antara ulama yang  yang berpendapat demikian adalah Al-Qadhi Abu
Bakr Al-Anbari, Ibn Hajar, Al-Zarkasyi dan As-Sayuthi. Alasan yang
dikemukakan sebagai berikut :
1.Ijma’ sahabat terhadap mushaf Utsman. Ijma’ ini tak akan mungkin terjadi
kecuali kalau tertib itu tauqifiy, seandainya bersifat ijtihadiy, niscaya pemilik
mushaf lainnya akan berpegang teguh pada mushafnya.
2.Hadist tentang hijzb Al-Quran yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan
Dawud dari Huzaifah As-Syaqafi.
c.Tertib surat sebagian taukifi dan sebagian ijtihadiy.
Di antara yang berpendapat demikian adalah Al-Baihaqi. Menurutnya:
“seluruh surat susunannya berdasarkan tauqif  Rasul kecuali surat Baraah dan Al-
Anfal.

XV
            Al-Qhadi Abu Muhammad Ibn Athiyah termasuk golongan ini, Dan alasan
Lainnya:
Ternyata tidak semua nama-nama surah itu diberikan oleh Allah, tapi
sebagiannya diberikan oleh Nabi dan bahkan ada yang diberikan oleh para
sahabat. Adapun yang diberikan oleh Allah adalah misalnya surat Al-Baqarah, At-
Taubah, Ali Imran dll. Nama surah yang diberikan oleh Nabi adalah yang Nabi
sendiri menyebutkan surah tersebut, seperti surah Thaha dan Yasin. Oleh para
sahabat seperti Al-Baro’ah, yaitu surat yang di awali dengan lafal basmalah.[8]

XVI
BAB III
PENUTUP
A.        KESIMPULAN

Dari uraian tentang “Munasabah Al-Qur’an” diatas, maka dapat disimpulkan


bahwa ‘Ilm Munâsabah adalah ilmu tentang keterkaitan antara satu surat/ayat
dengan surat/ayat lainnya yang merupakan bagian dari Ulum al-Qur’an. Ilmu ini
posisinya cukup urgen dalam rangka menjadikan keseluruhan ayat al-Qur’an
sebagai satu kesatuan yang utuh (holistik). Sedangkan Munasabah adalah usaha
pemikiran manusia dalam menggali rahasia hubungan antar ayat atau surat yang
dapat diterima oleh akal. Dengan demikian diharapkan ilmu ini dapat menyingkap
rahasia Ilahi, sekaligus sanggahan-Nya, bagi mereka yang meragukan keberadaan
Al-Qur’an sebagai wahyu.
Secara umum Munasabah terbagi menjadi beberapa macam, yaitu:
1. Munasabah antara surah dengan surah
2. Munasabah antara nama surah dengan kandunganya
3. Munasabah antara ayat dengan ayat dalam surah yang sama.
4. Munasabah antara ayat dengan ayat dan hubungan antara satu sama lain.
5. Munasabah antara akhir suatu surat dengan awal surat berikunya.
6. Munasabah antara kalimah dengan kalimah dalam satu surah.
7. Munasabah awal uraian surat dengan akhirnya
              Pengetahuan antara Munasabah ini sangat bermanfaat dalam memahami
keserasian antara makna, kejelasan, keterangan, keteraturan susunan kalimatnya
dan keindahan gaya bahasa.

XVII
DAFTAR PUSTAKA

1.      Ad-Darraz, ‘Abdullah. An-Naba’ Al-‘Azhim, Dar-‘Urubah, Mesir, 1974.


2.      al-Zarkasyi, Badr al-Din. al Burhany fii ulum Al-Qur’an, (beirut:Dar al-
Ma’rifah li al-Tiba’ah wa al_Nasyir, 1972).
3.      Ash Shiddiqy, Hasbi. Sejarah Dan Pengantar Ilmui Tafsir, (Jakarta:Bulan
Bintang, 1965).
4.      http://ki-stainsamarinda.blogspot.com/2012/09/munasabah-al-quran.html
5.      http://muhamri03.blogspot.com/2013/12/munasabah-al-quran.html
6.      http://najmadanzahra.blogspot.com/2013/12/makalah-munasabah-ayat-dalam-al-
quran.html
7.      http://www.scribd.com/doc/45969536/Munasabah-Al-Qur-An#scribd
[1] Badr al-Din al-Zarkasyi, al Burhany fii ulum Al-Qur’an, (beirut:Dar al-
Ma’rifah li al-Tiba’ah wa al_Nasyir, 1972), hal. 35-36.
[2] Ibid
[3] Hasbi Ash Shiddiqy, Sejarah Dan Pengantar Ilmui Tafsir, (Jakarta:Bulan
Bintang, 1965), hal. 95.
[4] http://ki-stainsamarinda.blogspot.com/2012/09/munasabah-al-quran.html di
akses tanggal 30 mei 2015 pukul 12.00 WIB.
[5] ‘Abdullah Ad-Darraz, An-Naba’ Al-‘Azhim, Dar-‘Urubah, Mesir, 1974, hlm.
159.

[6] http://najmadanzahra.blogspot.com/2013/12/makalah-munasabah-ayat-dalam-
al-quran.html di akses tanggal 30 mei 2015 pukul 12.00 WIB.

[7] http://www.scribd.com/doc/45969536/Munasabah-Al-Qur-An#scribd di akses
tanggal 30 mei 2015 pukul 12.00 WIB.
[8] http://muhamri03.blogspot.com/2013/12/munasabah-al-quran.html di akses
tanggal 30 mei 2015 pukul 12.00 WIB.

XVIII

Anda mungkin juga menyukai