Kelompok 2 - Laprak
Kelompok 2 - Laprak
Kelompok 2 - Laprak
Dosen pengampu :
Disusun oleh:
Kelompok II
Betran Afril Naldo 021220073
Cahyo Jantrio Rahmanu 021220074
Evi Sopiah 021220081
Kenanga Lavenia Fauziah 021220084
Latifah Azizah 021220085
Ratih Yolanda 021220090
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahNya sehingga Laporan Praktikum Bahan Sediaan Obat dapat hadir ke hadapan
pembaca.
Laporan Praktikum I ini meliputi: Penimbang Obat, Penggerusan, Melipat Kertas
Perkamen, dan Pengisian Obat Kapsul.
Laporan Praktikum ini bukanlah tuntutan baku dan final, sehingga masih perlu
penyempurnaan dan harus menyesuaikan dengan perkembangan di lapangan. Penyusun
akan senantiasa mengevaluasi materi praktikum untuk mendukung pembekalan mahasiswa
yang lebih baik. Semoga laporan ini dapat bermanfaat.
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR I
DAFTAR ISI II
PENDAHULUAN
Latar Belakang 1
Tujuan 1
TINJAUAN PUSTAKA 2
METODE KERJA
Alat dan Bahan 3
Prosedur Kerja 3
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penimbangan Obat 15
Penggerusan Obat 16
Pelipatan Kertas Perkamen 17
Pengisian Obat Kapsul 19
PENUTUP
Kesimpulan 20
Saran 20
DAFTAR PUSTAKA 21
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Menurut peraturan menteri kesehatan No.9 tahun 2017 Bab 1 pasal 1 menyebutkan
bahwa “Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, atau dokter hewan
kepada Apoteker, baik dalam bentuk kertas maupun elektronik untuk menyediakan dan
menyerahkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan bagi pasien” (Permenkes, 2017).
Suatu resep dikatakan lengkap apabila memuat hal-hal berikut ini: nama, alamat dan
nomer izin praktek dokter, dokter gigi dan dokter hewan, tanggal penulisan resep
(inscriptio), tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep, nama setiap obat atau
komposisi obat (invocatio), aturan pemakaian obat yang tertulis (signatura), tanda
tangan atau paraf dokter penulis resep, sesuai dengan perundang- undangan yang
berlaku (subscriptio), jenis hewan dan nama serta alamat pemiliknya untuk resep dokter
hewan, tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat yang jumlahnya
melebihi dosis maksimal. Yang berhak menulis resep ialah dokter, dokter gigi, terbatas
pada pengobatan gigi dan mulut, dokter hewan, terbatas pengobatan untuk hewan.
Resep harus ditulis jelas dan lengkap. Apabila resep tidak bisa dibaca dengan jelas atau
tidak lengkap, apoteker harus menanyakan kepada dokter penulis resep (Anief, 2005).
B. Tujuan
A. Mengetahui dan menguasai cara pembacaan resep obat
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
standar lainnya. Resep standar menuliskan obat jadi (campuran dari zat aktif) yang
dibuat oleh pabrik farmasi dengan merk dagang dalam sediaan standar atau nama
generik.
2. Resep magistrales (Resep Polifarmasi/Compounded) adalah resep yang telah
dimodifikasi atau diformat oleh dokter.
2.3 Format penulisan resep
Penulisan resep adalah suatu wujud akhir kompetensi dokter dalam pelayanan
kesehatan yang secara komprehensif menerapkan ilmu pengetahuan dan keahlian di
bidang farmakologi dan teraupetik secara tepat, aman dan rasional kepada pasien
khususnya dan seluruh masyarakat pada umumnya. Sebagian obat tidak dapat diberikan
langsung kepada pasien atau masyarakat melainkan harus melaluiperesepan oleh dokter.
Berdasarkan keamanan penggunaannya, obat dibagi dalam dua golongan yaitu obat bebas
(OTC = Over the counter) dan Ethical (obat narkotika, psikotropika dan keras), dimana
masyarakat harus menggunakan resep dokter untuk memperoleh obat Ethical (Amalia
dan Sukohar, 2014). Penyimpanan resep tidak boleh sembarangan. Kertas resep perlu
dijaga jangan sampai digunakan orang lain. Kertas resep dokter kadang mudah ditiru
sehingga perlu pengamanan agar kita tidak terlibat dalam pemberian resep palsu yang
dilakukan orang lain(11). Selain itu, resep obat asli harus disimpan di apotek dan tidak
boleh diperlihatkan kepada orang lain kecuali oleh yang berhak. Pihak –pihak yang
berhak melihat resep antara lain (Amalia dan Sukohar, 2014) :
1. Dokter yang menulis resep atau merawat pasien.
3
4. Nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien\Nama obat,
potensi,dosis dan jumlah yang diminta
5. Cara pemakaian yang jelas
6. Informasi lainnya
2.4 Pediatri
Anak adalah kelompok spesial yang spesifik. Anak memiliki perbedaan psikologi dan
fisologi yang dapat berpengaruh terhadap faktor farmakokinetik maupun
farmakodinamik obat. Menurut WHO kelompok anak dibagi berdasarkan perubahan
biologis, meliputi (Knoppert et al.,2007) :
1. Neonates merupakan awal kelahiran sampai dengan usia 1 bulan
Anak merupakan kelompok yang mempunyai resiko yang cukup tinggi terhadap
kejadian Medication error. Beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu penentuan dosis
obat terkait dengan berat badan dan tinggi pasien, ketersediaan obat yang sesuai untuk
anak, penggunaan dan pemberian obat yang sesuai dengan aturan pakainya, serta fungsi
fisiologis yang belum optimal terkait dengan Adverse Drug Reaction (ADR) yang
memungkinkan adanya proses farmakokinetik seperti fungsi ginjal dan fungsi hepar
(Kausal dkk, 2004).
Identifikasi pelaporan dari reaksi obat yang tidak diinginkan sangat penting mengingat
(Aslam dkk, 2003)
1. Kerja obat dan profil farmakokinetika obat pada anak mungkin berbeda pada
orang dewasa.
2. Obat tidak secara ekstensif diujikan pada anak sebelum diijinkan untuk beredar.
3. Formula yang sesuai mungkin tidak tersedia untuk dosis yang tepat yang
diperbolehkan untuk anak.
4. Sifat dan jenis penyakit dan efek samping yang tidak diinginkan mungkin
berbedaantara anak dan orang dewasa.
2.5 Pulveres
Pulveres merupakan sediaan yang diracik satu atau beberapa dari zat aktif,
dicampurkan menjadi satu lalu dibagi dalam beberapa bagian sama rata dan dibungkus
4
menggunakan kertas perkamen. Sediaan pulveres ditujukan untuk pemakaian oral.
Penggunaan pulveres lebih banyak diberikan kepada pasien anak- anak yang masih
belum mampu menelan obat kapsul atau tablet secara baik, maka puyer menjadi salah
satu pilihan alternatif yang dianggap lebih efisien bila di berikan kepada pasien anak.
Pulveres memiliki beberapa keuntungan dari sediaan lainnya, antara lain; dosis mudah
disesuaikan dengan berat badan anak secara tepat, obat dapat dikombinasikan sesuai
kebutuhan pasien, praktis, cara pemberian yang mudah khususnya untuk anak yang masih
kecil yang belum dapat menelan tablet. Lalu kerugian obat diserahkan dalam bentuk
pulveres meliputi, kemungkinan efek Samping dan interaksi obat meningkat, waktu
untuk menyediakan obat puyer relative lebih lama, berat tiap bungkus berbeda karena
pulveres tidak ditimbang satu per satu untuk tiap bungkus, kemungkinan terdapat
kesalahan menimbang, sulit melakukan kontrol kualitas, menurunnya stabilitas obat,
dapat meningkatkan toksisitas, efekivitas obat dapat berkurang karena sebagian obat
akan menempel pada blender/mortir dan kertas pembungkus, tingkat higienisitasnya
cenderung lebih rendah daripada obat yang dibuat di pabrik, serta peresepan obat racik
puyer meningkatkan kecenderungan penggunaan obat irasional karena penggunaan obat
polifarmasi tidak mudah diketahui oleh pasien (Anief, 2006).
Penggunaan obat dalam bentuk sediaan serbuk sangat dibutuhkan oleh masyarakat
terutama bagi anak-anak maupun orang dewasa yang susah untuk menelan obat dalam
bentuk sediaan tablet, pil, ataupun kapsul. Serbuk dapat mengandung sejumlah kecil
cairan yang disebarkan secara merata pada cairan yang disebarkan secara merata pada
campuran bahan padat yang kering. Serbuk dapat pula dibuat sebagai bahan obat dari
tumbuh-tumbuhan yang dikeringkan secara alamiah atau merupakan dua atau lebih
campuran unsur kimia murni (Anief, 2007).
Menurut Farmakope Indonesia edisi III serbuk adalah capuran homogen dua atau
lebih obat yang diserbukan. Menurut Farmakope edisi IV serbuk adalah campuran kering
bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan dan ditujukan untuk pemakaian luar. Serbuk
dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu (Chang, 2005) :
1. Serbuk terbagi (Pulveres)
Serbuk yang dibagi dalam bobot yang kurang lebih sama dibungkus dengan
kertas perkamen atau pengemas lain yang cocok untuk sekali minum
2. Serbuk tak terbagi (Pulvis)
Serbuk yang tidak terbagi dalam jumlah banyak. Jika dalam suatu serbuk
5
dinyatakan suatu cara pemakaian dalam takaran sendok teh atau sendok lain,
makaselalu sesendok rata serbuk
Serbuk tak terbagi dapat dibedakan menjadi 4 macam antara lain (Chang, 2005) :
Serbuk tabur adalah serbuk ringan untuk penggunaan topikal dan dapat
dikemas dalam wadah yang bagian atasnya berlubang halus untuk
memudahkan penggunaan pada kulit. Biasanya serbuk tabur pada kulit.
Biasanya serbuk tabur harus melewati ayakan dengan derajat halus 100
mesh, agar tidak menumbulkan iritasi kulit.
2. Serbuk gigi (Pulvis Dentrifricius)
Serbuk ini digunakan untuk dihisap melalui hidung. Oleh sebab itu
serbuk iniharus sangat halus.
4. Pulvis Effervescent
4. Cocok untuk anak-anak dan dewasa yang sukar menelan kapsul atau
tablet
Obat yang volumenya besar dan tidak dapat dibuat tablet dapat dibuat serbukKekurangan
dari serbuk (Ansel, 2008) :
1. Rasa dan bau yang tidak enak tidak dapat ditutupi
6
3. Peracikannya membutuhkan waktu yang lebih lama
2.6 Puskesmas
Tingkat ketersediaan obat merupakan salah satu indikator pengelolaan obat untuk
mengetahui status ketersediaan obat di Puskesmas. Jumlah obat yang tersedia minimal
sama dengan persediaan selama waktu tunggu kedatangan obat (Depkes RI, 2007).
Indikator pengelolaan obat yang lainnya yang terkait dengan obat di Puskesmas, yaitu
kesesuaian item obat yang termasuk dalam DOEN didefinisikan sebagai total jenis
obat yang termasuk dalam DOEN dibagi dengan total jenis obat yang tersedia di
7
Puskesmas. Data yang dikumpulkan dari dokumen yang ada diPuskesmas berupa jumlah
jenis obat yang tersedia dan jumlah jenis obat yang termasuk dalam DOEN. Kesesuaian
jenis obat dengan DOEN merupakan upayauntuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi
pemanfaatan data pengadaan obat (Depkes RI, 2006).
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia telah menyusun Formularium
Nasional yang digunakan sebagai acuan pelaksanaan sistem Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN) di fasilitas pelayanan kesehatan yang akan menjamin tersedianya obat yang
bermutu, aman dan berkhasiat. Obat-obat yang terdapat di formularium nasional harus
tersedia di fasilitas kesehatan dan apabila obat yang dibutuhkan tidak tercantum di
formularium nasional dapat digunakan obat lain secara terbatas berdasarkan persetujuan
komite medik dan direktur setempat (Kemenkes RI, 2013).
Kinerja pengelolaan obat sangat menentukan keberhasilan dalam pengelolaan
obat di Puskesmas. Kinerja pengelolaan obat meliputi tahapan perencanaan,permintaan,
penerimaan, penyimpanan, distribusi, pengendalian, penggunaan, pencatatan dan
pelaporan yang terkait satu sama lain (Komaladewi, 2008)
2.8 Ketersediaan obat pada pediatri
Penggunaan obat untuk anak merupakan hal khusus yang terkait dengan perbedaan
laju perkembangan organ, sistem enzim yang bertanggung jawab terhadap metabolisme
dan eksresi obat. Hal penting yang harus diperhatikan untuk pediatri adalah dosis yang
optimal, regimen dosis tidak dapat disederhanakan hanya berdasarkan berat badan atau
luas permukaan tubuh tetapi juga harus memperhatikan formula obat yang sesuai untuk
pediatri (Anshari, 2009).
Ketersediaan formula obat untuk pediatri dilakukan dengan mengevaluasi obat yang
diracik dengan ketersediaan formula obat untuk pediatri seperti bentuk sediaan cair (
sirup dan suspensi ), tablet hisap, dan tablet kunyah didasarkan dari bukuMIMS
dan ISO. Pentingnya formula obat untuk anak berdasarkan pada daftar obat esensial
WHO Model List of Essential Medicines for Children 2007(Wiedyaswari and
Wiedyaningsih 2012).
Beberapa masalah yang terdapat dalam formulasi pediatri diantaranya yaitu masalah
teknis yang berhubungan dengan pembuatan dan penyimpanan cairan, pengaruh iklim
terhadap transportasi dan penyimpanan, dan stabilitas dari obat. Faktor lain yang
mempengaruhi yaitu adanya perubahan pada bentuk sediaan dengan pertimbangan
kemudahan terjadinya proses ADME di dalam tubuh seperti bentuk sediaan tablet yang
8
di rubah menjadi tablet dispersible atau racikan (WHO 2010).
2.9 Essential medicines list for children (EMLc) Daftar Obat esensial untuk
pediatri
Daftar obat untuk pediati merupakan daftar obat yang paling dibutuhkan disarana
pelayanan keseha tan terutama untuk pengobatan pada pediatri, obat obat tersebut
memiliki bukti ilmiah tentang efektifitas klinisnya, sehingga keamanan dan kualitasnya
terjamin bagi pediatri. Essential medicines list for children dikembangkan oleh WHO
pada tahun 2007 yang berisi tentang daftar obat-obat untusk pediatri. Padadaftar tersebut
beberapa formulasi cair ditambahkan. Beberapa masalah yang terdapatdalam formulasi
pediatri diantaranya yaitu masalah teknis yang berhubungan dengan pembuatan dan
penyimpanan cairan, pengaruh iklim terhadap transportasi dan penyimpanan, dan
stabilitas dari obat. Faktor lain yang mempengaruhi yaitu adanya perubahan pada bentuk
sediaan dengan pertimbangan kemudahan terjadinya proses ADME di dalam tubuh
seperti bentuk sediaan tablet yang di rubah menjadi tablet dispersible atau racikan
(WHO, 2010)
2.10 Keterangan empiris
Ketersediaan obat pediatri di Puskesmas merupakan suatu aspek yang penting karena
mempengaruhi efisiensi dalam pelayanan kefarmasian untuk anak diPuskesmas. Pada
penelitian sebelumnya belum terdapat kesesuaian obat berdasarkan peraturan yang
berlaku di Indonesia menggunakan Daftar Obat Essensial Nasional (DOEN) dan
Formularium Nasional (FORNAS), diharapkan di Karang Mojo1 dan Puskesmas Semanu
1 di Kabupaten Gunung Kidul dapat menyesuaikan dengan standar yang berlaku, dan
melihat kembali perubahan atau perkembangan dari beberapa tahun sebelumnya
dilakukan tentang kesesuaian pada WHO Model List of Essential Medicines for Children.
Puskesmas
Resep Racikan
Pola Peresepan obat
9
BAB III
METODE KERJA
Pengemasan Kapsul
ke Plastik Klip
10
a. Bahan padat (serbuk, lilin): ditimbang di atas kertas perkamen. Bahan-bahan yang
dipersyaratkan untuk diayak, penimbangan bahan dilakukan setelah diayak
terlebih dahulu.
11
TATA CARA MENGGERUS
Dalam beberapa waktu yang terakhir ini terjadi perubahan teknologi dalam cara
pembuatan sediaan farmasi contohnya yaitu serbuk. Formulasi sediaan obat berupa serbuk
sampai saat ini masih merupakan alternatif utama pada proses pengobatan terutama pada pasien
anak-anak dengan alasan belum dapat minum obat dalam bentuk tablet dan kaplet. Hanya
sedikit zat yang digunakan di bidang farmasi berada dalam ukuran optimum, dan kebanyakan
zat-zat harus diperkecil ukurannya pada tahap-tahap tertentu selama pembuatan bentuk sediaan
dan salah satu caranya denggan penggerusan. Penggerusan adalah proses mekanik untuk
memperkecil ukuran zat padat. Proses penggerusan merupakan dasar opresional penting dalam
teknologi farmasi. Proses ini melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan
konsekuensi meningkatnya luas permukaan. Ukuran partikel atau ukuran butiran dapat
menentukan tingkat homogenitas zat aktif dan tingkat kerja optimal (Kurniawan, 2009).
1. Proses penggerusan bertujuan untuk memperkecil ukuran zat padat. Proses ini
melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan konsekuensi meningkatnya luas
permukaan.
2. Ada dua cara penggerusan yaitu penggerusan dengan mortir stamper dan penggerusan
dengan blender. Sedangkan penggerusan sesuai dengan tingkat kehalusan yang dicapai
dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu mesin penggerus butir kasar, butir
sedang dan butir halus.
3. Pemilihan klasifikasi ini disesuaikan dengan tujuan bentuk sediaan farmasi yang
dikehendaki tergantung dari material dan sifat fisika kimia, ukuran partikel awal dari
bahan yang digerus, dan ukuran partikel akhir produk.
4. Mikrokontroler AVR ATmega16 merupakan salah satu alat penggerusan bahan obat
otomatis yang bertujuan untuk meringankan beban para apoteker dalam penggerusan
obat.
12
TATA CARA MELIPAT KERTAS PERKAMEN
1. Siapkan 8 lembar kertas perkamen.
2. Menyusun kedelapan kertas
3. Melipat ujung atas
4. Bagi 2 sama banyak kertas perkamen yang akan kita lipat.
5. Isi bagian tengah masing-masing kertas perkamen dengan serbuk yang dikehendaki
6. Kerjakan pelipatan pada salah satu kertas perkamen terlebih dahulu.
7. Lipat bagian bawah kertas perkamen ke atas, masuk ke dalam lipatan yang sudah
terbentuk.
8. Lipat kembali bagian atas dengan lebar yang sama dengan lipatan yang pertama kali.
9. Lipat bagian kanan sedikit ke arah tengah.
10. Lipat bagian kiri hingga ujungnya tepat menyentuh lipatan yang paling kanan.
11. Masukkan lipatan kanan ke dalam lubang lipatan kiri
12. Lipatan puyer sudah selesai.
TATA CARA PENGISIAN OBAT KAPSUL
Ada 3 macam cara pengisian kapsul yaitu dengan tangan, dengan alat bukan mesin dan
dengan alat mesin.
(1) Dengan tangan
Merupakan cara yang paling sederhana yakni dengan tangan, tanpa bantuan alat
lain. Cara ini sering dikerjakan di apotik untuk melayani resep dokter. Pada
pengisian dengancara ini sebaiknya digunakan sarung tangan untuk mencegah
alergi yang mungkin timbulkarena petugas tidak tahan terhadap obat tersebut.
Untuk memasukkan obat dapat dilakukan dengan cara serbuk dibagi sesuai
dengan jumlah kapsul yang diminta lalu tiap bagian serbuk dimasukkan kedalam
badan kapsul dan ditutup.
(2) Dengan alat bukan mesin
Alat yang dimaksud disini adalah alat yang menggunakan tangan manusia.
Denganmenggunakan alat ini akan didapatkan kapsul yang lebih seragam dan
pengerjaannyadapat lebih cepat sebab sekali cetak dapat dihasilkan berpuluh-
puluh kapsul. Alat initerdiri dari dua bagian yaitu bagian yang tetap dan bagian
yang bergerak.Caranya : @ Kapsul dibuka dan badan kapsul dimasukkan
kedalam lubang dari bagian alatyang tidak bergerak.@ Serbuk yang akan
dimasukkan kedalam kapsul dimasukkan /ditaburkan pada permukaankemudian
diratakan dengan kertas film.@ Kapsul ditutup dengan cara
13
merapatkan/menggerakkan bagian yang bergerak. Dengan carademikian semua
kapsul akan tertutup.
(3) Dengan alat mesin
Untuk menghemat tenaga dalam rangka memproduksi kapsul secara
besarbesaran dan untukmenjaga keseragaman dari kapsul tersebut, perlu
dipergunakan alat yang serba otomatismulai dari membuka, mengisi sampai
dengan menutup kapsul.
14
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
15
1.
Menggerus
2.
Obat a. Mulut dari mortir senantiasa
mengarah ke kiri.
b. Maksudnya agar ketika stamper
dibersihkan stamper senantiasa tetap
pada mulut mortir.
c. Bersihkan permukaan stamper
dengan cara memutarnya, sementara
mika tetap berada di kepala stamper.
d. Mortir diletakkan diatas meja praktik
dialasi dengan lap pada waktu
menggerus bahan obat.
e. Bila akan meletakkan stamper,
letakkan selalu disebelah kanan dan
dialasi dengan kertas, kepala stamper
harus mengarah kepada kita.
f. Stamper dipegang seperti memegang
pulpen.
g. Putarlah stamper berlawanan dengan
arah jarum jam.
h. Gerakan tangan sebatas
pergelangan, sambil setelah stamfer
dibersihkan dengan menggunakan mika.
i. Bersihkan permukaan stamper dengan
cara memutarnya, sementara mika
tetap berada dikepala stamper.
j. Ulangi beberapa kali sampai serbuk
halus.
2.
Melipat
3.
Kertas
a. Ambilah kertas perkamen yang
Perkamen bersih.
b. Hitunglah jumlah kertas perkamen
sesuai dengan jumlah serbuk yang akan
dibungkus/dibuat.
c. Lipatlah bagian atas dari kertas
perkamen ± 1 cm.
d. Lipatlah bagian lain dari kertas
perkamen hingga ujung bagian kertas
perkamen tersebut tepat berada
dibagian lain dalam lipatan pertama.
e. Buatlah bungkusan dengan cara
melipat - lipat sehingga ujung kertas
perkamen yang satu dapat masuk pada
bagian ujung kertas lainnya.
f. Samakan besarnya bungkusan agar
kelihatan rapih.
g. Usahakan besarnya bungkusan tidak
memberikan kesan terlalu kecil atau
terlalu besar.
16
17
3.
Mengisi a. Masukkan serbuk dalam kapsul
4. secara hati-hati
Kapsul b. Isi sampai dosis yang telah
ditentukan
18
4.
Memasukkan a. Menulis keterangan obat
5. b. Memasukkan obat ke dalam
obat ke dalam plastic klip
klip plastik
19
5.
Mencuci Pencucian tangan bertujuan
6. agar tangan bersih dari obat-
tangan setelah obatan yang bahannya toxic,
berbahaya, dan membuat
selesai iritasi.
20
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Kegiatan Praktikum sediaan obat ini meliputi:
1. Pembacaan Bahasa Resep Obat
2. Penimbangan Obat
3. Penggerusan Obat
4. Pelipatan Kertas Perkamen
5. Pengisian Obat Kapsul
B. Saran
Adanya komunikasi yang baik antara praktikan dan asisten pendamping dalam
praktikum sehingga segala sesuatunya lebih terkoordinasi.
21
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh. 2003. Ilmu Meracik Obat, Gajah Mada University Press; Yogyakarta.
Martin, Alfred dkk. 1990. Farmasi Fisika jilid I dan II Edisi III. Press; Yogyakarta.
22