Makalah Iddah Dan Ruju

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH IDDAH DAN RUJU’

Disusun untuk memenuhi tugas makalah Mata Kuliah Fikih Munakahat

Dosen Pengampu : Ahsin Dinal Mustafa, M. H

Oleh :

Khoirun Nisa (19230006)

PRODI HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr Wb

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tak
sanggup untuk menyelesaikan kalah ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga
terlimpahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW yang kita nanti nantikan syafaátnya di
akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis disini mampu menyelesaikan
pembuatan tugas makalah dari mata kuliah Fikih Munakaha dengan judul "Iddah dan
Ruju’”

Penulis tentu menyadari bahwa makalah yang penulis buat ini masih jauh dari kata
sempurna dan tentunya masih banyak dijumpai kesalahan-kesalahan serta kekurangan di
dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah
ini, supaya makalah ini kedepannya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi dari yang
sebelumnya. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon
maaf. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya
kepada dosen pembimbing mata kuliah Fikih Munakaha kami yang telah membimbing dalam
proses penulisan makalah ini. Demikian, semoga makalah ini bermanfaat. Terima kasih.
Jazakumullohu Ahsanal Jaza'.

Malang, 27 November 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………............. I

DAFTAR ISI…………………………………....…………………………........... II

BAB I : PENDAHULUAN………………………………………...……… ........ 1


A. Latar Belakang…………………………………………….…………... 1

B. Rumusan Masalah…………………………………………………....... 1

C. Tujuan ………………………………………………………………… 1

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………… ......... 2

A. IDDAH............................................................................................................ 2
a). Pengertan Iddah......................................................................................... 2
b). Macam-macam Iddah ............................................................................... 3
c). Hikmah Iddah ............................................................................................ 4
B. RUJU’.............................................................................................................. 4
a). Pengertian Ruju’ ......................................................................................... 4
b). Dasar hukum Ruju’......................................................................................5
c). Rukun dan Syarat Ruju’.............................................................................. 6
d) Hikmah Ruju’............................................................................................... 6

PENUTUP…………………………………………………………………......... 8

A. Kesimpulan …………………………………………………………… 8

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………......... 9
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Iddah merupakan masa tunggu, atau tanggung waktu sesudah jatuh talak, dalam waktu si suami
boleh merujuk kembali istrinya pada masa ini si istri belum boleh menikah dengan pria lain bagi
wanita yang berpisah dengan suaminya. Pada masa iddah wanita dilarang meninggalkan rumah,
kecuali untuk keperluan yang sangat penting.

Rujuk merupakan upaya untuk berkumpul kembali setelah terjadinya perceraian, para ulama
sepakat bahwa rujuk itu diperbolehkan dalam islam. Upaya rujuk ini diberikan sebagai alternatif
terakhir untuk menyambung kembali hubungan lahir batin yang telah putus. Rujuk dapat
menghalalkan hubungan kelamin antara laki-laki dengan perempuan sebagaimana dalam perkawinan,
namun antara keduanya terdapat perbedaan yang prinsip dalam rukun yang dituntut untuk sahnya
kedua bentuk lembaga tersebut. Ulama sepakat bahwa rujuk tidak memerlukan wali untuk
mengakadkannya, tidak perlu dihadiri oleh kedua orang saksi dan tidak perlu mahar. Dengan
demikian pelaksanaan rujuk lebih sederhana dibandingkan dengan perkawinan.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Iddah dan Ruju’?
2. Apa dasar hukum Iddah dan Ruju’?
3. Apa saja Rukun dan Syarat Ruju’?
4. Apa hikmah Iddah dan Ruju’?

C. TUJUAN
1. Mengetahui dan memahami tentang pengertian Iddah dan Ruju’
2. Mengetahui dan memahami tentang dasar hukum Iddah dan Ruju’
3. Mengetahui dan memahami tentang rukun dan syarat Ruju’
4. Mengetahui dan memahami hikmah dari Iddah dan Ruju’

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. IDDAH

a) PENGERTIAN IDDAH

Iddah adalah berasal dari kata al-add dan al-ihsha’ yang berarti bilangan. Artinya
jumlah bulan yang harus dilewati seorang perempuan yang telah diceraikan (talak) atau
ditinggal mati oleh suaminya. Adapun makna iddah secara istilah adalah masa penantian
seorang perempuan setelah diceraikan atau ditinggal mati oleh suaminya. Akhir masa
iddah itu ada kalanya ditentukan dengan proses melahirkan, masa haid atau masa suci
atau dengan bilangan bulan.1

Menurut Ulama Hanafiyah iddah adalah ketentuan masa penantian bagi seorang
perempuan untuk mengukuhkan status memorial pernikahan (atsar al-nikah) yang bersifat
material, seperti memastikan kehamilan. Atau untuk merealisasikan hal-hal yang bersifat
etika–moral, seperti menjaga kehormatan suami. Kalangan Malikiyah memberikan
definisi lain. Menurutnya iddah merupakan masa kosong yang harus dijalani seorang
perempuan. Pada masa itu ia dilarang kawin disebabkan sudah ditalak (cerai) atau
ditinggal mati sang suami.

Menurut mazhab Syafi‟iyyah iddah adalah masa menunggu bagi seorang wanita guna
mengetahui apakah di dalam rahimnya ada benih janin dari sang suami atau tidak. Iddah
juga disimbolkan sebagai kesedihan seorang wanita atas kematian suami. Atau iddah
merupakan konstruksi agama yang lebih menggambarkan nuansa ibadah (ta’abbudi).
Alasan ta’abbudi ini berlaku pada seorang istri yang masih kanak-kanak lalu ditalak atau
ditinggal mati suaminya. Karena anak kecil belum waktunya untuk diajak bersenggama,

1
Abdul Qadir Mansyur, Fiqh al-Mar’ah al-Muslimah min al-Kitab wa al-Sunnah; Buku Pintar Fiqih Wanita :
Segala Hal yang Ingin Anda Ketahui tentang Perempuan dalam Hukum Islam, Terj. Muhammad Zaenal Arifin,
Jakarta: Zaman, cet.1, 2012, h. 124
maka mustahil rahimnya terisi benih. Kewajiban iddah bagi perempuan yang masih
kanak-kanak ini tiada lain hanya untuk menghormati sebuah ikatan perkawinan. Sebab,
tidak menutup kemungkinan setelah terjadi perceraian ada rasa sesal dari kedua belah
pihak. Sehingga terbuka kesempatan untuk kembali merajut tali kasih sesuai dengan
waktu yang tersedia.

Sedangkan menurut kalangan mazhab Hanabilah, iddah adalah masa menunggu bagi
wanita yang ditentukan oleh agama. kelompok ini sama sekali tidak pernah menyinggung
mengapa harus ada waktu menunggu bagi seorang wanita setelah ditalak atau ditinggal
mati suaminya.2

b). MACAM-MACAM IDDAH

Ada dua macam iddah, yaitu iddah karena perceraian dan iddah karena kematian suami.
Antara lain adalah sebagai berikut :

1. Iddah karena perceraian


Masa penantian wanita yang dicerai oleh suaminya atau terjadi fasakh di
antara keduanya, terbagi dalam 2 kategori, sesuai dengan kondisi istri saat perpisahan
terjadi. Yang pertama adalah perempuan yang diceraikan dan belum disetubuhi.
Dalam hal ini ia tidak wajib menjalani masa iddah
Kategori kedua adalah perempuan yang diceraikan dan sudah disetubuhi. Bagi
perempuan yang dalam kategori seperti ini, dia memiliki dua keadaan. 3 Pertama, istri
yang putus hubungan dengan suaminya dalam keadaan hamil, batas iddahnya ialah
ketika ia melahirkan. Kedua, istri yang putus hubungan dengan suaminya dalam
kondisi tidak hamil dan masih mengalami haid, proses iddahnya menggunakan masa
suci, yaitu 3 kali sucian.
2. Iddah karena kematian sang suami
Dalam kasus ini ada dua kemungkinan yang dapat terjadi, yaitu:
a) Perempuan yang ditinggal mati suaminya itu tidak dalam keadaan hamil. Masa

2
Abu Yasid, et.al., Fiqh Today: Fatwa Tradisionalis untuk Orang Modern, Jakarta: Erlangga, h.26
3
Abdul Qadir Mansyur, Fiqh al-Mar’ah al-Muslimah min al-Kitab wa al-Sunnah; Buku Pintar Fiqih Wanita :
Segala Hal yang Ingin Anda Ketahui tentang Perempuan dalam Hukum Islam, Terj. Muhammad Zaenal Arifin,
Jakarta: Zaman, cet.1, 2012, h. 131
iddah baginya adalah empat bulan sepuluh hari, baik dia telah melakukan hubungan
badan dengan suaminya yang telah meninggal itu maupun belum.
b) Perempuan yang ditinggal mati suaminya itu dalam keadaan hamil. Masa iddah
baginya adalah sampai dia melahirkan kandungannya.

c). HIKMAH IDDAH

Diantara Hikmah yang ada di dalam konsep iddah adalah sebagai berikut:4

1. Memberi kesempatan yang cukup bagi kedua belah pihak untuk kembali merajut
ikatan perkawinan yang sebelumnya terberai. Karena terkadang rasa sesal datang
dikemudian hari sehingga masa iddah menjadi ajang me-review keputusan bercerai.
2. Terdapat nilai-nilai transendental berupa ajaran agama yang bernuansa ibadah
(ta’abbudi).
3. Agar istri dapat merasakan kesedihan yang dialami oleh keluarga suaminya dan juga
anak-anak mereka serta menepati permintaan suami. Hal ini jika iddah tersebut
dikarenakan oleh kematian suami.
4. Mengetahui dan menjaga keberadaan rahim agar tidak terjadi campuran sperma antara
dua pria yang kelak dapat mengakibatkan kerancuan nasab sang anak.
5. Mengagungkan urusan nikah, karena ia tidak sempurna kecuali dengan terkumpulnya
kaum laki-laki dan tidak melepas kecuali dengan penantian yang lama.5

B. RUJU’
a). PENGERTIAN RUJU’

Rujuk dalam istilah hukum disebut Raj’ah, Rujuk secara bahasa berarti tahapan
kembali, Orang yang rujuk pada istrinya berarti kembali pada istrinya. Rujuk dalam syara’
adalah mengembalikan istri yang masih dalam ‘iddah talak, bukan ba’in pada pernikahan
semula6. Sedangkan definsi rujuk dalam pengertian fiqih menurut al-mahalli aialah:

4
Abu Yasid, et.al., Fiqh Today: Fatwa Tradisionalis untuk Orang Modern, Jakarta: Erlangga, h.27
5
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Al-Usrah wa Akhkamuha fi al-Tasyri’
al-Islami, Terj; Abdul Majid Khon, Fiqh Munakahah: Khitbah, Nikah, Talak, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, Cet.
1, h. 320.
6
As-Syekh Zainuddin Bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in, Surabaya: Al-Hidayah, 1993.
Artinya: “kembali kedalam hubungan perkawinan dari cerai yang bukan ba’in, selama dalam
masa ‘iddah”.

Maksudnya meneruskan atau mengekalkan kembali hubungan perkawinan antara pasangan


suami istri yang sebelum itu, dikhawatirkan dapat terputus karena di jatuhkannya talak raj’i
oleh suami. Rujuk merupakan hak suami yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.[2]

Rujuk  yang  berasal dari bahasa arab telah menjadi bahasa indonesia terpakai yang
artinya menurut KBBI adalah kembalinya suami kepada istrinya yang ditalak, yaitu talak satu
atau talak dua, ketika istri masih dimasa ‘iddah.

Syari’at rujuk berlaku melalui ketetapan Allah SWT, yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an:

Artinya:  “suami mereka lebih berhak untuk merujukinya jika mereka mereka menginkan
islal atau damai. Talak (yang dapat dirujuk) itu ada dua kali. (setelah suami dapat) menahan
dengan baik, atau melepaskan dengan baik.”(Qs. Al-Baqoroh [2]:228-229).

b). DASAR HUKUM RUJU’

Seorang suami yang hendak rujuk kepada istrinya, menurut Syafi’i dan Hanbali harus
ada dua orang yang menjadi saksi. Hal tersebut digunakan untuk menghindari kemadhorotan
dan menghindari fitnah atau gunjingan masyarakat.7 Argumentasi yang digunakan kedua
Ulama ternama ini adalah firman Allah swt.

‫وا َذ َوىْ َع ْد ٍل‬۟ ‫ف َوأَ ْش ِه ُد‬ ٍ ‫ارقُوهُنَّ ِب َمعْ رُو‬ َ ٍ ‫َفإِ َذا َب َل ْغ َن أَ َج َلهُنَّ َفأَمْ سِ ُكوهُنَّ ِب َمعْ رُو‬
ِ ‫ف أ ْو َف‬
‫ان ي ُْؤمِنُ ِبٱهَّلل ِ َو ْٱل َي ْو ِم ٱ ْل َءاخ ِِر ۚ َو َمن‬
َ ‫ظ ِبهِۦ َمن َك‬ َ ‫ُوا ٱل َّش ٰ َهدَ َة هَّلِل ِ ۚ ٰ َذلِ ُك ْم ي‬
ُ ‫ُوع‬ ۟ ‫مِّن ُك ْم َوأَقِيم‬
‫َي َّت ِق ٱهَّلل َ َيجْ َعل لَّهُۥ َم ْخ َرجً ا‬

“Apabila iddah mereka telah hampir habis, hendaknya kamu rujuk dengan ma’ruf ( baik ),
atau teruskan perceraian itu secara ma’ruf pula, dan yang demikian hendaknya kamu
persaksikan kepada orang yang adil diantara kamu, dan orang-orang yang menjadi saksi
hendaknya dilakukan kesaksiannya karena Allah” ( Q.S. Ath-Thalaaq [65] : 2 ).

Semua wanita yang menjadi istri laki-laki merdeka, baik ia wanita muslimah, kafir

7
Mohammad Asmawi, Nikah dalam perbincangan dan perbedaan, Yogyakarta: Darussalam, 2004, hlm. 276
dzimmi atau budak. Talak bagi budak hanya dua kali, adapun orang merdeka yang
kafir dzimmi dalam masalah talak dan rujuk sama seperti laki-laki muslim yang merdeka.
Apabila iddah telah berakhir, maka tidak ada jalan bagi suami untuk rujuk dengan istrinya
kecuali melalui proses pernikahan yang baru.

c). RUKUN DAN SYARAT RUJU’

Suami boleh melakukan rujuk kepada mantan istrinya dengan syarat:8

1. Mantan istrinya sudah ditiduri


2. Talak yang dijatuhkan kepada istrinya tidak disertai iwadh
3. Rujuk harus dilakukan pada waktu mantan istrinya masih dalam masa iddah
4. Suami melontarkan keinginan rujuk degan ungkapan lisan baik secara terang-terangan
maupun sindiran, semisal “ saya rujuk kepadamu “ atau “ saya pegang tanganmu “.

Sedangkan Rukun Ruju’ antara lain :

1. Sighat
2. Istri yang telah dicerai
3. Suami yang telah mencerainya

d). HIKMAH RUJU’

Adapun hikmah atau tujuan disyari´atkannya rujuk antara lain adalah:

1. Rujuk dapat mengekalkan pernikahan dengan cara sederhana tanpa melalui akad
nikah baru, setelah terjadi perceraian antara suami dan isteri.
2. Rujuk merupakan sarana untuk menyatukan kembali hubungan antara suami isteri
dengan cara ringan baik dari segi biaya, waktu, maupun tenaga atau pikiran.
3. Menghindari murka dan kebencian Allah, seperti dinyatakan dalam sabda Nabi SAW
Diceritakan dari Ibn Umar, Rasulullah SAW bersabda: “Suatu perbuatan yang halal
yang paling dibenci Allah adalah talak (perceraian)”. (HR. Abu Dawud)

8
Mohammad Asmawi, Nikah dalam Perbincangan ban perbandingan, Yogyakarta: Darussalam, 2004. Hlm.227
4. Sebagai bentuk taubat dan penyesalan atas kesalahan-kesalahan yang lalu dan
selanjutnya untuk diperbaiki.
5. Untuk menjaga keutuhan keluarga, dan menghindariperpecahan keluarga. Terlebih
lagi adalah untuk menyelamatkan masa depan anak(bagi pasangan yang telah
dikaruniai/mempunyai keturunan). Kiranya tidak perlu dibuktikan lagi, bahwa
pecahnya hubungan perkawinan orang tua, akan membawa pengaruh negatif bagi
pertumbuhan jiwa dan perkembangan si anak.
6. Mewujudkan ishlah atau perdamaian antar keluarga. Meski hakikatnya hubungan
perkawinan suami isteri bersifat antar pribadi, namun hal ini tidak bisa dilepaskan dari
keterlibatan keluarga besar masing-masing. Karena itu ishlah perlu penekanan.9

Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam Di Indonesia,....hlm. 255. Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam Di 9
.Indonesia,....hlm. 255
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Iddah adalah salah satu konsekuensi yang harus dijalani oleh perempuan setelah
terjadinya perceraian, entah itu cerai karena talak, maupun cerai akibat kematian.
Sebenarnya, pemberlakuan iddah bagi perempuan setelah terjadi perceraian bukanlah syari’at
murni yang ada dalam islam. Pemberlakuan iddah sudah ada sebelum datangnya agama
islam. Saedangkan ruju’ adalah Iddah dari talak raj’i yaitu masa bagi suami dan istri untuk
berpikir apakah akan melanjutkan pernikahan atau tidak, jika ingin kembali menjadi suami
istri inilah yang disebut dengan

8
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Qadir Mansyur, Fiqh al-Mar’ah al-Muslimah min al-Kitab wa al-Sunnah; Buku
Pintar Fiqih Wanita : Segala Hal yang Ingin Anda Ketahui tentang Perempuan dalam
Hukum Islam, Terj. Muhammad Zaenal Arifin, Jakarta: Zaman, cet.1, 2012

Abu Yasid, et.al., Fiqh Today: Fatwa Tradisionalis untuk Orang Modern, Jakarta: Erlangga

Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Al-Usrah wa
Akhkamuha fi al-Tasyri’ al-Islami, Terj; Abdul Majid Khon, Fiqh Munakahah: Khitbah,
Nikah, Talak, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, Cet. 1.

As-Syekh Zainuddin Bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in, Surabaya: Al-


Hidayah, 1993.

Mohammad Asmawi, Nikah dalam perbincangan dan perbedaan, Yogyakarta: Darussalam,


2004

Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam Di Indonesia,.hlm. 255.

Anda mungkin juga menyukai