SDJSDJJ
SDJSDJJ
SDJSDJJ
PENDAHULUAN
2
1.4.1 Tujuan Umum
1. Mengetahui hubungan antara usia dan kejadian hipertensi di
Puskesmas Depok Jaya
1.5.2 Masyarakat
BAB II
3
TINJAUAN PUSTAKA
Tekanan darah berbanding lurus dengan curah jantung dan resistensi perifer.
Aliran darah bergantung kepada curah jantung dan volume darah, di mana resistensi
ditentukan oleh kontraktilitas pembuluh darah kecil. Regulasi tekanan darah meliputi
sistem yang kompleks, yang dipengaruhi oleh kontrol neurogenik, sistem renin-
4
angiotensin, atrial natriuretic peptide, eikosanoid, sistem kallikrein-kinin, mekanisme
endotel, steroid adrenal, vasodepresi renomedular, serta ekskresi air dan natrium10,11
5
Gambar 2.2. Diagram proporsi angka kematian usia 30-69 tahun menurut peta regional
WHO, 201614
Secara global pada tahun 2015, 1.13 miliar penduduk menderita hipertensi,
satu dari lima di antaranya adalah perempuan. Angka kejadian hipertensi meningkat
seiring dengan bertambahnya usia, lebih dari 60% penduduk lanjut usia (>60 tahun)
menderita hipertensi. Seiring dengan pertambahan usia, manusia cenderung memiliki
gaya hidup sedenterary yang meningkatkan risiko hipertensi.12,14
Pada lebih dari 95% kasus, penyebab spesifik dari hipertensi tidak diketahui,
yang kemudian disebut hipertensi esensial. Banyak faktor yang mempengaruhi
tekanan darah, diantaranya disfungsi renal, tahanan perifer, disfungsi endotel, sistem
otonom, resistensi insulin (diabetes melitus) dan faktor-faktor neurohormonal.
Sementara 5% kasus menunjukkan penyebab yang mendasari, yang kemudian
6
menyebabkan disfungsi sistem seperti retensi sodium atau vasokonstriksi perifer,
kondisi ini disebut juga hipertensi sekunder.16,17
Faktor risiko hipertensi dapat dibagi menjadi faktor risiko yang dapat diubah
atau dikontrol dan yang tidak dapat diubah. Faktor risiko yang tidak dapat diubah
seperti usia, jenis kelamin, dan riwayat keluarga. Faktor risiko yang dapat diubah
seperti kebiasaan merokok, diet atau pola makan, alkohol, obesitas, aktivitas fisik,
stres dan efek samping obat-obatan (Gambar 2.3).18
Pada populasi lanjut usia (lansia), hipertensi merupakan bagian dari proses
degenerasi. Penyebab hipertensi sekunder yang penting untuk diperhatikan seperti:19
a. Stenosis arteri renalis: kondisi ini dapat ditandai dengan adanya penyempitan
diameter arteri renalis sebanyak >70%.19
7
b. Obstructive Sleep Apnea (OSA): kondisi ini dialami oleh 30% orang dewasa,
dimana setiap pertambahan usia 10 tahun terdapat juga peningkatan risiko OSA
sebesar dua kali lipat.19
Tekanan darah berbanding lurus dengan curah jantung (CO) dan resistensi
perifer total (TPR), maka kenaikan tekanan darah harus meliputi kenaikan CO,
kenaikan TPR, atau keduanya. Pada kelompok usia muda, umumnya kenaikan
tekanan darah disebabkan oleh kenaikan curah jantung, sementara pada lansia
umumnya disebabkan oleh peningkatan resistensi pembuluh darah sistemik akibat
elasitisitas yang berkurang. Tonus otot pembuluh darah dapat meningkat akibat
stimulasi a-adrenoceptor atau ekspresi peptida seperti angiotensin dan endotelin.
Mekanisme tersebut menyebabkan peningkatan kalsium pada otot polos yang
menyebabkan vasokonstriksi.10,11
8
Gambar 2.4. Adaptasi kardiovaskular dan elastisitas pembuluh darah akibat
proses degenerasi19
Selain itu, seiring dengan penuaan, elastisitas aorta menurun sehingga tekanan
nadi meningkat. Hal tersebut dapat dinilai dari gelombang awal diastolik dan akhir
sistolik. Kemudian, afterload ventrikel kiri meningkat, menyebabkan hipertrofi
ventrikel kiri, yang mencerminkan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular
(Gambar 2.4). Peran persyarafan otonom juga penting dalam regulasi tekanan darah.
Pada pasien hipertensi, terdapat peningkatan ekspresi dan sensitivitas terhadap
norepinefrin dan stimulus stres. Di sisi lain, sensitivitas barorefleks dan baroreseptor
menurun. Sistem renin-angiotensin juga berperan pada hiperaldosteronisme primer,
yang menyebabkan ketidakseimbangan regulasi air dan natrium.10,11,20
Sakit kepala: terutama dirasakan pada saat pagi hari. Karakteristik seperti
ditusuk-tusuk, di daerah frontal.
Dizziness: perasaan tidak seimbang.
Epistaksis: akibat peningkatan tekanan, pembuluh darah kapiler di hidung
pecah.
Duduk di kursi >5 menit, kaki menyentuh lantai dan punggung bersandar
Lengan disanggah setingkat dengan jantung dan tidak ada pakaian yang
melapisi daerah pemasangan manset
Tidak melakukan olahraga, konsumsi kafein atau merokok setidaknya 30
menit sebelum dilakukan pengukuran tekanan darah
10
Langkah-langkah pengukuran tekanan darah, antara lain:20,22
Lengan bebas dari pakaian yang ketat agar tidak menghalangi manset
Manset diletakkan melingkari lengan atas dengan bagian tengah berada di atas
arteri brakialis dan batas bawah manset berjarak dua jari di atas lipatan siku
Letakkan manset sejajar jantung dengan mengganjal lengan
Palpasi pulsasi radialis saat mengembangkan manset, perhatikan tekanan
dimana pulsasi mulai tidak teraba, kembangkan tekanan lebih dari 30 mmHg
di atasnya
Turunkan tekanan manset 2–3 mmHg/denyut dan perhatikan dimana pulsasi
radialis teraba kembali
Turunkan tekanan sepenuhnya, tunggu selama 30 detik dan kembangkan
sekali lagi setidaknya 30 mmHg di atas tekanan pulsasi radialis muncul
kembali
Auskultasi bagian arteri brakialis di daerah lipatan siku
Catat tekanan darah sistolik dan diastolik sampai jarak terdekat (2 mmHg).
Untuk mengukur TDS, catat tekanan darah dalam dua denyut berturut-turut
(Korotkoff fase I), meskipun menghilang sejenak (jarak auskulatorik). Untuk
TDD, catat dimana suara auskultasi menghilang (Korotfkoff fase V). Suara
teredam digunakkan (Korotkoff fase IV) bila suara berlanjut sampai 0 mmHg
Tunggu 30 detik sebelum melakukan pengukuran ulang di lengan yang sama
Pada pertemuan pertama, tekanan darah diukur dari kedua lengan, bila
terdapat variasi >5 mmHg antara kedua lengan, hasil yang digunakan adalah yang
tertinggi. Bila dicurigai adanya hipotensi postural (contoh: pasien lansia dan/ atau
dengan diabetes), pengukuran dilakukan pada posisi duduk dan berdiri. Pengukuran
kemudian diulang kembali setelah pasien berdiri setidaknya 2 menit. Pengukuran
dilakukan tiga kali dan rerata diambil dari dua perhitungan terakhir. Bila perbedaan
hasil lebih dari 10 mmHg sistolik atau 6 mmHg diastolik, anjurkan pasien untuk
11
beristirahat selama 5 menit lalu pengukuran diulang. Diagnosis hipertensi harus
didasari oleh pengukuran berulang yang dilakukan pada waktu yang berbeda-beda.
Setidaknya dua kali, dengan jarak 1-2 minggu, atau kurang, bila hipertensi lebih
parah atau berat.22,23
Tabel 2.2. Pemeriksaan laboratorium dasar dan pilihan untuk hipertensi primer 13
12
bekerja menurunkan curah jantung, resistensi pembuluh darah perifer, atau keduanya. Kelas
obat-obatan yang umum digunakan antara lain diuretic tiazid, b-blocker, ACE-inhibitor
(ACEI), antagonis reseptor angiotensin II, calcium channel blocker, a-adrenoceptor blocker,
kombinasi a- dan b-blocker, vasodilator, dan obat-obat yang bekerja di pusat seperti a 2-
adrenoceptor agonists dan imidazoline I1 receptor agonists.10
Modifikasi gaya hidup adalah langkah pertama dari tatalaksana hipertensi yang
meliputi restriksi sodium, penurunan berat badan pada pasien dengan obesitas, mengurangi
konsumsi alkohol, dan olahraga. Terapi medikamentosa diperlukan apabila modifikasi gaya
hidup tidak mampu mengontrol tekanan darah, atau pada tekanan darah derajat 3 atau lebih. 11
2.2 Usia
Umur manusia dapat dibagi menjadi beberapa rentang atau kelompok dimana
masing-masing kelompok menggambarkan tahap pertumbuhan manusia tersebut. Salah satu
pembagian kelompok umur atau kategori umur dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI
(2009) dalam situs resminya depkes.go.id sebagai berikut:
1. Masa balita = 0 – 5 tahun
2. Masa kanak-kanak = 6 – 11 tahun
3. Masa remaja awal = 12 – 16 tahun
4. Masa remaja akhir = 17 – 25 tahun
5. Masa dewasa awal = 26 – 35 tahun
6. Masa dewasa akhir = 36 – 45 tahun
7. Masa lansia awal = 46 – 55 tahun
8. Masa lansia akhir = 56 – 65 tahun
9. Masa manula = 65 – atas
Menurut World Health Organization (WHO), lansia dibagi menjadi empat kriteria
berikut:4
Usia pertengahan (middle age): 45–59 tahun
Usia lanjut (elderly): 60–74 tahun
Usia lanjut (old): 75–90 tahun
13
Usia sangat tua (very old): >90 tahun
Lanjut usia merupakan tahap lanjut dari proses kehidupan seiring dengan peningkatan
umur seseorang, hal ini ditandai dengan perubahan dan penurunan fungsi tubuh dan
meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit hingga kematian. Perubahan fisiologi
yang terjadi pada lanjut usia meliputi perubahan sel, sistem kardiovaskular, sistem respirasi,
sistem urogenital, sistem pencernaan, sistem imun, sistem saraf, sistem panca indera, sistem
endokrin, sistem muskuloskeletal dan sistem kulit. Perubahan fisiologi tersebut menyebabkan
pasien lanjut usia cenderung mengalami berbagai penyakit di waktu yang sama. 24,25
Hipertensi merupakan penyakit tersering pasien lanjut usia karena terjadi perubahan
morfologi pada sistem kardiovaskular. Tekanan darah pada pasien lanjut usia cenderung
meningkat karena adanya peningkatan tekanan sistolik sementara tekanan diastolik tidak
berubah, berkurangnya vasodilatasi yang dimediasi beta adrenergik, namun vasokonstriksi
yang dimediasi alfa adrenergik tidak berubah ditambah adanya gangguan autoregulasi perfusi
ke otak. 24,25
Selain penyakit hipertensi, pasien lanjut usia juga lebih berisiko mengalami penyakit
jantung koroner, aritmia jantung dan kardiomiopati. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan
frekuensi jantung, menurunnya curah jantung, berkurangnya waktu relaksasi ventrikel kiri,
terjadi penebalan dan perubahan lapisan subendotel, peningkatan hipertofi atrium kiri dan
peningkatan resistensi vaskular perifer. 24,25
Pasien lanjut usia juga berisiko mengalami gagal ginjal karena perubahan morfologi,
penurunan bersihan kreatinin, menurunya LFG, menurunnya ekskresi natrium dan kalium,
dan meningkatnya pelepasan ADH sebagai respon terhadap dehidrasi. 24,25
Pasien lanjut usia juga berisiko mengalami gangguan kognitif karena adanya penurunan
fungsi sel otak yang mengakibatkan penurunan daya ingat jangka pendek, penurunan dalam
14
memproses informasi, kesulitan berbahasa, kesulitan mengenal benda-benda, kegagalan
melakukan aktivitas bertujuan dan gangguan dalam menyusun rencana, mengatur sesuatu,
mengurutkan daya abstraksi yang menyebabkan kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-
hari. Depresi pada pasien lanjut usia terjadi karena terjadi perubahan pada neurotransmitter
dopamine dan serotonin. 24,25
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Usia Hipertensi 15
Jenis Kelamin
Gaya hidup
Stress
Penyakit lain
Keterangan :
: Variabel independen
: Variabel dependen
: Variabel perancu
Skala
No Variabel Definisi Cara Ukur Hasil Ukur
Ukur
1. Hipertensi Hipertensi Pengukuran Hipertensi Nominal
didefinisikan tekanan ≥140/≥90
sebagai tekanan darah Normal
darah sistolik menggunakan ≤140/≤90
(TDS) ≥140 sfigmomanomete
16
mmHg dan/atau r
tekanan darah dan dari data
diastolic (TDD) rekam
≥90 mmHg medis pasien
2. Usia Usia Wawancara Dewasa Nominal
responden ≥ (Kuesioner) 40 - 59 tahun
41 tahun Lansia
dihitung ≥ 60 tahun
berdasarkan
usia
terakhir
saat
penelitian
berlangsung.
17
Sampel dalam penelitian ini yaitu pasien laki-laki dengan usia ≥ 40 tahun,
sebanyak 30 responden yang datang ke Poli Umum Puskesmas Depok Jaya pada
bulan Mei 2021 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Berdasarkan tujuan penelitian ini, maka penelitian ini akan menggunakan
analitik komparatif kategorik tidak berpasangan untuk memperhitungkan
banyaknya sampel yang dibutuhkan. Rumus yang digunakan adalah:
Keterangan:
P1 = Proporsi terpapar pada kelompok kasus = 0.4612
P2 = Proporsi terpapar pada kelompok kontrol = 0.1712
Zα = Derajat kepercayaan 95% = 1.64
Zβ = Kekuatan uji 80% = 0.84
Perkiraan besar sampel untuk mencari hubungan usia dengan hipertensi pada
pasien di Puskesmas Depok Jaya, didapatkan hasil sebanyak 15 subjek. Karena
n1 = n2 dan terdapat 2 kelompok yang akan dibandingkan, maka
dibutuhkan jumlah sampel minimal 2 x 15 = 30 subjek.
3.7 Cara Pengambilan Sampel
Penelitian ini menggunakan teknik non-random (purposive) sampling, yaitu
pemilihan subjek sampel yang berasal dari individu-individu yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi.
Rumusan Masalah
Identifikasi Variabel
Hasil
3.10 Pengolahan Data dan Analisis Penelitian
Statistik
Pengumpulan data akan dilakukan menggunakan kuesioner yang kemudian
Kesimpulan
akan dikumpulan dalam Microsoft Excel. Analisis univariat dilakukan untuk
mengetahui distribusi frekuensi masing-masing variable. Data yang diambil
dalam penelitian ini selanjutnya dianalisis dengan menggunakan program SPSS
23.0 dan selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan
19
presentase yang kemudian dijelaskan secara naratif sesuai dengan tujuan
penelitian. Analisis bivariate menggunakan uji Chi-Square untuk melihat ada
tidaknya hubungan sebab akibat antara usia dan hipertensi. Penelitian dikatakan
memiliki makna signifikan bila p value α ≤ 0,05 dan tidak bermakna bila p value
α ≥ 0,05 dengan menyertakan nilai confidence interval 95%.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
20
Puskesmas Depok Jaya memiliki 2 wilayah kerja yaitu Kelurahan Depok Jaya
dan Kelurahan Mampang dengan luas wilayah 165 ha terdiri dari 29 RW. Berikut
ini peta wilayah kerja Puskesmas:
21
4.2 Struktur Organisasi Puskesmas Depok Jaya
Struktur organisasi kerja Puskesmas Depok Jaya mengacu pada SOTK
(Struktur Organisasi dan Tata Kerja) sesuai dengan buku pedoman kerja
Puskesmas dari Departemen Kesehatan (Dep Kes). Struktur organisasi
Puskesmas Depok Jaya yang ada dianggap sudah mampu untuk menjalankan
tugas pokok Puskesmas secara baik. Struktur Organisasi Puskesmas berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 tahun 2014 tentang Puskesmas sebagai
berikut :
1. Kepala Puskesmas
2. Pelaksana Tata Usaha
3. Pelaksana Administrasi Keuangan BOP/APBD, Pelaksana Administrasi
Keuangan DAK BOK, Pelaksana Administrasi Keuangan RBA BLUD
dan Pelaksana Administrasi Barang dan Aset.
4. Penanggungjawab Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan
Keperawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas), terdiri dari :
Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) Esensial dan Keperawatan
Kesehatan Masyarakat :
o Pelayanan Promosi Kesehatan
o Pelayanan Kesehatan Lingkungan
o Pelayanan Kesehatan Ibu, Anak dan Keluarga Berencana
o Pelayanan Gizi
o Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
o Keperawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas)
Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) Pengembangan :
o Upaya Kesehatan Gigi Masyarakat (UKGM) dan Upaya
Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS)
o Upaya Kesehatan Sekolah (UKS)
22
o Upaya Kesehatan Jiwa
o Upaya Kesehatan Olahraga
o Upaya Kesehatan Kerja
o Upaya Kesehatan Indera
o Upaya Kesehatan Lansia
o Upaya Kesehatan Tradisional
Penanggungjawab Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) dan
Kefarmasian terdiri dari :
o Layanan Umum (termasuk MTBS dan Lansia)
o Layanan Gigi dan Mulut
o Layanan KIA/KB
o Layanan Gawat Darurat Sederhana
o Layanan Gizi Klinik
o Layanan Kefarmasian
5. Penanggungjawab Jaringan Pelayanan dan Jejaring Fasilitas Layanan
Kesehatan :
Puskesmas Keliling
Jejaring Fasilitas Kesehatan
23
4.3 Analisis Univariat
Penelitian ini melibatkan 30 responden. Pada Tabel 4.2, dapat dilihat bahwa
karakteristik responden laki-laki berusia 41 – 45 tahun sebanyak 6.7%, 46 – 50
tahun sebanyak 16.7%, 51 – 55 tahun sebanyak 13.3%, 56 – 60 tahun sebanyak
3.3%, 61 – 65 tahun sebanyak 26.7%, dan responden > 65 tahun sebanyak
33.3%, dimana sebagian besar dari responden termasuk dalam kategori lanjut
usia (elderly) dengan usia rata-rata 69.35 tahun. Berdasarkan tabel 4.2 di
dapatkan bahwa responden yang menderita hipertensi sebanyak 56.7% dengan
usia terbanyak yang menderita hipertensi yaitu usia > 65 tahun.
Tabel 4.2 Karakteristik Responden Puskesmas Depok Jaya di Bulan Mei 2021
24
Tidak
Hipertensi Total
Variabel Hipertensi
n (%) n (%)
n (%)
41 – 45 tahun 0 (0) 2 (6.7) 2 (6.7)
46 – 50 tahun 1 (3.3) 4 (13.3) 5 (16.7)
51 – 55 tahun 1 (3.3) 3 (10) 4 (13.3)
Usia
56 – 60 tahun 0 (0) 1 (3.3) 1 (3.3)
61 – 65 tahun 5 (16.7) 3 (10) 8 (26.7)
> 65 tahun 10 (33.3) 0 (0) 10 (33.3)
Subtotal 17 (56.7) 13 (43.3) 30 (100)
Pada Tabel 4.3, dapat dilihat bahwa 60% responden adalah lansia (≥ 60
tahun) dan 56.7% responden menderita hipertensi dengan usia terbanyak yang
menderita hipertensi yaitu usia ≥ 60 tahun. Sebanyak 50% responden lansia
menderita hipertensi dan 33.3% responden berusia 41-59 tahun tidak menderita
hipertensi. Berdasarkan hasil uji statistik Chi-square didapatkan nilai p-value
0.001 ≤ α = 0.05 sehingga hasil penelitian secara signifikan bermakna yang
berarti ada hubungan antara usia dan kejadian hipertensi. Lansia 0.04 kali lebih
mungkin menderita hipertensi dibanding usia 41-59 tahun dengan nilai CI 95%.
Tabel 4.3 Hubungan Usia dan Kejadian Hipertensi di Puskesmas Depok Jaya
Bulan Mei 2021
Tidak
Hipertensi Total
Variabel Hipertensi P value OR
n (%) n (%)
n (%)
41 – 59 th 2 (6.7) 10 (33.3) 12 (40)
Usia 0.0013 0.04
≥ 60 th 15 (50) 3 (10) 18 (60)
Subtotal 17 (56.7) 13 (43.3) 30 (100)
BAB V
PEMBAHASAN
5.2 Hubungan antara Usia dan Kejadian Hipertensi di Puskesmas Depok Jaya
pada Bulan Mei 2021
Pada Tabel 4.3, dapat dilihat bahwa 60% responden adalah lansia (≥ 60
tahun) dan 56.7% responden menderita hipertensi dengan usia terbanyak yang
menderita hipertensi yaitu usia ≥ 60 tahun. Sebanyak 50% responden lansia
menderita hipertensi dan 33.3% responden berusia 41-59 tahun tidak menderita
hipertensi. Berdasarkan hasil uji statistik Chi-square didapatkan nilai p-value
0.001 ≤ α = 0.05 sehingga hasil penelitian secara signifikan bermakna yang
berarti ada hubungan antara usia dan kejadian hipertensi. Lansia 0.04 kali lebih
mungkin menderita hipertensi dibanding usia 41-59 tahun dengan nilai CI 95%.
Masalah hipertensi menjadi masalah yang kompleks karena memiliki
faktor risiko yang luas seperti usia, jenis kelamin dan pendidikan. Selain itu juga
26
terdapat faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya hipertensi namun tidak
dilakukan dalam penelitian kami yaitu kelebihan berat badan yang diikuti dengan
kurangnya berolahraga. Bertambahnya indeks massa tubuh menyebabkan kadar
creatinin clearance meningkat yang mengakibatkan retensi natrium sehingga
terjadi peningkatan tekanan darah.3,26
Hipertensi merupakan penyakit multifakor yang disebabkan oleh
interaksi berbagai faktor resiko yang dialami seseorang. Pertambahan usia
menyebabkan adanya perubahan fisiologis dalam tubuh seperti penebalan
dinding uteri akibat adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga
pembuluh darah mengalami penyempitan dan menjadi kaku dimulai saat usia 45
tahun. Selain itu juga terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik
serta kurangnya sensititvitas baroreseptor (pengatur tekanan darah dan peran
ginjal aliran darah dan laju filtrasi glomerulus).3,26
Hal ini sesuai dengan penelitian Benson (2006), hipertensi terjadi pada
usia lebih tua. Pada usia antara 30 dan 65 tahun, tekanan sistolik meningkat rata
– rata sebanyak 20 mmHg dan terus meningkat setelah usia 70 tahun. Hal ini
menjadi salah satu dasar terjadinya hipertensi sistolik terisolasi terkait dengan
peningkatan peripheral vascular resistance arteri.3
Penelitian Hendra (2012) juga menunjukkan adanya hubungan antara
usia dengan kejadian hipertensi dengan p value 0,002 karena terjadi peningkatan
tekanan arterial seiring dengan bertambahnya usia, terjadinya regurgitasi aorta,
dan adanya proses degeneratif, yang lebih sering pada usia tua. Berdasarkan
penelitian Anggara (2013) penderita hipertensi paling tinggi ditemukan pada
kelompok usia >65 tahun.7,27
Namun penelitian dari Jurnal Thailand Jindarat (2020) menunjukkan
bahwa 1 dari 3 remaja (35,07%) memiliki tekanan darah tinggi, dan 1 dari 4
(26,37%) memiliki hipertensi. Remaja usia 22 tahun memiliki tekanan darah
diastolik tinggi 4 kali lipat (OR 4,06, 95%CI 1,12-14,61, p = 0,032) dan
27
hipertensi (OR 3,81, 95%CI 1,06-13,68, p = 0,040), dibandingkan dengan remaja
berusia 20 tahun. Remaja yang lebih tua, berusia >20 tahun lebih cenderung
memiliki prevalensi tekanan darah sistolik tinggi (OR 3,08, 95%CI 0,90-10,48, p
= 0,072), dan tekanan darah diastolik tinggi (OR 8,73, 95%CI 0,93- 81,87, p =
0,058).28
Oleh karena itu, skrining risiko hipertensi dan promosi gaya hidup sehat
perlu dilakukan sejak dini untuk meningkatkan kesadaran akan bahaya hipertensi
mengurangi risiko kardiovaskular.
BAB VI
KESIMPULAN
6.1 Kesimpulan
Penelitian ini melibatkan 30 responden laki-laki dimana sebagian besar dari
responden termasuk dalam kategori lanjut usia (elderly) > 65 tahun sebanyak
28
33.3%, dengan usia rata-rata 69.35 tahun. Sebanyak 56.7% responden menderita
hipertensi dengan usia terbanyak yang menderita hipertensi yaitu usia > 65 tahun.
Berdasarkan hasil uji statistik p-value 0.001 ≤ α = 0.05 sehingga hasil penelitian
bermakna signifikan terdapat hubungan antara usia dan kejadian hipertensi,
dimana lansia 0.04 kali lebih mungkin menderita hipertensi dibanding usia 41-59
tahun dengan nilai CI 95%.
6.2 Saran
6.2.1 Bagi Pusekesmas Depok Jaya dan Dinas Kesehatan
Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan menjadi
bahan referensi dalam pembuatan program lanjut usia sebagai upaya
pengendalian hipertensi. Kegiatan yang dapat dilakukan seperti deteksi
dini/screening saat POSBINDU atau deteksi dini di kantor/sekolah mengingat
semakin dini onset hipertensi maka angka morbiditas dan mortalitas juga ikut
meningkat. Bagi tenaga kesehatan penting untuk dilakukan pelatihan
pengukuran tekanan darah yang benar agar hasil pengukuran bisa lebih akurat.
Selain itu juga perlu diadakan penyuluhan baik dalam gedung maupun luar
gedung terkait dengan hipertensi dan berbagai faktor risiko yang dapat
memengaruhi kenaikan tekanan darah.
30
DAFTAR PUSTAKA
33
LAMPIRAN
KUISIONER PENELITIAN
34
Nama:
Tanggal Pemeriksaan:
Identitas Responden:
1. Nama :
2. Usia : th
3. Jenis Kelamin :L / P
4. Pekerjaan :
5. Tekanan Darah : mm/Hg
6. Tinggi Badan : cm
7. Berat Badan : kg
8. IMT : kg/m2
9. Status Obesitas : YA / TIDAK
35