MAKALAH Akhlak Tasawuf
MAKALAH Akhlak Tasawuf
MAKALAH Akhlak Tasawuf
AKHLAK TASAWUF
Disusun Oleh :
Indri Linawati
FAKULTAS TARBIYAH
T.P 2020/2021
KATA PENGANTAR
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................2
A. Pengertian Akhlak..................................................................................2
B. Pokok Persoalan Akhlak.........................................................................3
C. Hubungan Akhlak dengan Ilmu Lain.....................................................4
D. Aspek-Aspek Yang Mempengaruhi Bentuk Akhlak..............................7
E. Kedudukan Akhlak dan Keistimewaan Akhlak dalam Islam.................9
A. Simpulan.................................................................................................15
B. Saran.......................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu akhlak adalah ilmu yang mempersoalkan baik buruknya amal. Para
pemikir Yunani dalam membangun ilmu akhlak adalah pemikiran filsafat
manusia atau tentang manusia yang bersifat filosofis terhadap diri manusia.
Akhlak juga dapat diartikan sebagai sifat yang melekat pada diri
seseorang dan menjadi identitasnya. Didalam proses pembentukan akhlak,
tentunya ada nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Nah, nilai-nilai inilah
yang menjadi pondasi utama dalam pembentukan pribadi muslim yang
sempurna. Karena, jika nilai-nilai yang ditanamkan dilaksanakan dengan
baik, maka akan terbentuklah akhlak mulia pada diri manusia tersebut.
Dalam seluruh ajaran agama islam, akhlak menempati kedudukan yang
istimewa dan sangat penting didalam kehidupan. Dalam kaitan ini pula
peranan Pendidikan Agama Islam dikalangan umat islam termasuk kategori
manifestasi dari cita-cita hidup dalam melestarikan dan mentranformasikan
nilai islam kepada pribadi generasi penerusnya.
Ajaran akhlak dalam islam sesuai dengan fitrah manusia. Manusia akan
mendapatkan kebahagiaan yang hakiki bukan semu bila mengikuti nilai-nilai
kebaikan yang diajarkan oleh Al-Qur’an dan Sunnah, dua sumber akhlak
dalam islam. Akhlak benar-benar memelihara eksistensi manusia sebagai
makhluk terhormat, sesuai dengan fitrahnya itu.
B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan Pengertian Akhlak!
2. Tujuan dan manfaat dari mempelajari Akhlak!
3. Apa saja pokok persoalan Akhlak!
4. Aspek apa saja yang mempengaruhi pembentukan Akhlak!
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN AKHLAK
Kata akhlak berasal dari bahasa Arab jamak dari khuluqun yang menurut
bahasa berarti budi pekerti Perangai tingkah laku atau tabiat. Kata tersebut
mengandung segi-segi kesesuaian dengan perkataan khalqun yang berarti
kejadian yang juga erat hubungannya dengan Khaliq yang berarti pencipta
demikian pula dengan makhluk yang berarti yang diciptakan.
Ibnu Athir menjelaskan bahwa “hakikat makna khuluq itu ialah gambaran
batin manusia yang tepat yaitu jiwa dan sifat-sifatnya sedangkan khalqu
merupakan gambaran bentuk luarnya raut muka warna kulit tinggi rendahnya
tubuh dan lain sebagainya”.
Ibnu Maskawaih memberikan definisi bahwa “keadaan jiwa seseorang
yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui
pertimbangan pikiran (lebih dahulu)”.
Imam Al Ghazali mengemukakan definisi “akhlak ialah suatu sifat yang
tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan
mudah dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran (lebih dahulu)”.
Prof. Dr. Ahmad Amin memberikan definisi bahwa yang disebut akhlak
“Adatul-Iradah’ atau kehendak yang dibiasakan”. (Mustofa, 1999 : 11-13)
Pada dasarnya, tujuan dasar akhlak adalah agar setiap muslim berbudi
pekerti, bertingkah laku, berperangai atau beradat-istiadat yang baik sesuai
dengan ajaran Islam. Disamping itu, setiap muslim yang berakhlak yang baik
dapat memperoleh hal-hal berikut:
1. Rida Allah SWT
Orang yang berakhlak sesuai dengan ajaran Islam, snantiasa
melaksanakan segala perbuatannya dengan hati ikhlas, semata-mata
karena mengharapkan ridha Allah.
2. Kepribadian Muslim
Segala perilaku muslim, baik ucapan, perbuatan, pikiran maupun
kata hatinya mencerminkan sikap ajaran Islam.
2
3. Perbuatan yang mulia dan terhindar dari perbuatan tercela
Dengan bimbingan hati yang diridai Allah dengan keikhlasan, akan
terwujud perbuatan-perbuatan yang terpuji, yang seimbang antara
kepentingan dunia dan akhirat serta terhindar dari perbuatan tercela.
(Rosihon Anwar, 2008:211-212)
3
perbuatannya, karena dianggapnya tidak dapat digunakan untuk
memecahkan persoalan hidupnya.
Secara normatif, pendidikan akhlak sudah ada dalam Alquran dan
hadits, tinggal kita merumuskannya secara operasional, sehingga dapat
diterapkan para peserta didik, baik yang menyangkut perkembangan anak
manusia maupun tempat dilaksanakannya pendidikan itu.
4
kebahagiaannya. Akhlak memerintahkan berbuat apa yang berguna
dan melarang berbuat segala apa yang mudarat. Sedang ilmu hukum
tidak, karena banyak perbuatan yang tidak baik dan berguna tidak
diperintahkan oleh ilmu hukum. Seperti berbuat baik kepada fakir
miskin dan perlakuan baik antara suami istri. Demikian juga beberapa
perbuatan yang mendatangkan kemudaratan tidak dicegah oleh ilmu
hukum, umpamanya dusta dan dengki. Ilmu hukum tidak mencampuri
urusan ini karena ilmu hukum tidak memerintah dan tidak melarang,
kecuali apabila dapat menjatuhi hukuman kepada orang yang
menyalahi perintah dan larangannya.
4. Hubungan akhlak dengan iman
Iman menurut bahasa berarti membenarkan sedangkan menurut
syara adalah membenarkan dengan hati dalam arti menerima dan pada
Apa yang diketahui bahwa dari agama nabi Muhammad Saw. Dan ada
yang menyatakan lebih tegas lagi bahwa di samping membenarkan
dalam hati, juga menuturkan dengan lisan dan mengerjakan dengan
anggota badan. Kemudian sebagian ulama menyebutkan pula bahwa
Iman ialah membenarkan Rasul tentang apa yang didatangkan dari
Tuhannya.
Dari uraian tersebut di atas dapat, diketahui bahwa antara akhlak
dengan ilmu sangat erat, hal tersebut disebabkan keduanya
mempunyai titik pangkal yang sama, yaitu hati nurani. Jadi keduanya
adalah merupakan gambaran jiwa/hati sanubari yang bersifat kejiwaan
dan abstrak. Akhlak adalah merupakan sikap jiwa yang telah tertanam
dengan kuat yang mendorong pemiliknya untuk melakukan perbuatan.
Demikian juga iman/kepercayaan adalah bertempat dalam hati yang
mempunyai daya dorong terhadap tingkah laku/perbuatan seseorang.
(Mustofa, 1999:16-25)
Orang yang berakhlak karena ketakwaan kepada Tuhan semata-
mata maka dapat menghasilkankan kebahagiaan antara lain:
1. Mendapat tempat yang baik di dalam masyarakat
5
2. Dalam pergaulan akan dapat terpelihara dari hukuman yang
sifatnya manusiawi dan sebagai makhluk yang diciptakan oleh
tuhan
3. Orang yang bertaqwa dan berakhlak mendapat pertolongan dan
kemudahan dalam memperoleh keluhuran, kecukupan, dan
sebutan yang baik.
4. Jasa manusia yang berakhlak dapat perlindungan mendapat
perlindungan dari segala penderitaan dan kesukaran
5. Akan disenangi dalam pergaulan
Atas seseorang yang mendapat kebahagiaan karena akibat
tindakan yang baik dan benar dan berakhlak baik akan dapat
memperoleh:
1. Irsyad: Artinya dapat membedakan antara amal yang baik dan
amal yang buruk.
2. Taufiq: Perbuatan kita sesuai dengan tuntunan Rasulullah Saw
dan dengan akal yang sehat.
3. Hidayah: Berarti seseorang akan gemar melakukan yang baik dan
terpuji serta menghindari yang buruk dan tercela. (Mustofa,
1999:26-28)
Dr. Hamzah Ya’cub menyatakan bahwa hasil atau hikmah dan
faedah dari akhlak adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan derajat manusia.
2. Menuntun kepada kebaikan.
3. Manifestasi kesempurnaan iman.
4. Keutamaan di hari kiamat.
5. Kebutuhan pokok dalam keluarga.
6. Membina kerukunan antar tetangga.
7. Untuk mensukseskan pembangunan bangsa dan negara.
8. Dunia betul-betul membutuhkan akhlakul karimah. (Mustofa,
1999:31-39)
6
D. ASPEK-ASPEK YANG MEMPENGARUI BENTUK AKHLAK
1. Insting
Insting definisi insting oleh ahli jiwa masih ada perselisihan
pendapat. Namun perlu diungkapkan juga, bahwa menurut James,
insting ialah suatu alat yang dapat menimbulkan perbuatan yang
menyampaikan pada tujuan dengan berpikir lebih dahulu ke arah
tujuan itu dan tiada dengan didahului latihan perbuatan itu.
Untuk lebih mendekatkan pengertian “INSTING” maka ada
beberapa sifatnya, antara lain:
a. Kekuatan insting ini berbeda menurut perbedaan orang dan
bangsanya, ia kuat dan lemah menurut ketinggian akal bagi
seorang atau bangsa, dan mengingat keadaan yang meliputinya.
Insting yang bermacam-macam ini ialah sebab timbulnya
perselisihan diantara manusia.
b. Saat tampaknya insting yang bermacam-macam ini tidak terbatas
dan tidak teratur dalam manusia, sebagaimana teraturnya pada
binatang.
c. Banyak terjadi pertentangan antara insting-insting, sehingga
menimbulkan kegoncangan dan keragu-raguan dalam kelakuan
manusia, seperti orang yang mempunyai insting suka memiliki
serba kuat dan ia mempunyai jiwa juga insting yang kuat untuk
menghasilkan kebaikan bagi pergaulan umum, maka engkau
melihatnya agak goncang dan ragu-ragu ketika karena akibat dua
insting yang bertentangan itu.
2. Pola dasar bawaan (Turunan)
Pada awal perkembangan tumbuhan primitif, bahwa ada pendapat
yang mengatakan kelahiran manusia itu sama. Dan yang membedakan
adalah faktor pendidikan. Tetapi pendapat baru mengatakan tidak ada
dua faktor yang keluar dialam keujudan sama dalam tubuh, akal dari
akhlaknya.
Ada teori yang mengemukakan masalah turunan (bawaan)
7
a. Turunan (pembawaan) sifat-sifat manusia. Di mana-mana tempat
orang membawa turunan dengan beberapa sifat yang bersamaan.
Seperti bentuk panca indra, perasaan, akal, dan kehendak. Dengan
sifat sifat manusia yang diturunkan ini, manusia dapat
mengalahkan alam di dalam apa perkara, sedang seluruh binatang
tidak dapat menghadapinya.
b. Sifat-sifat bangsa. Selain adat kebiasaan tiap-tiap bangsa, ada
juga beberapa sifat yang diturunkan (dibawa) sekelompok orang
dahulu kepada kelompok orang sekarang. Sifat-sifat ini ialah
menjadikan beberapa orang dari tiap-tiap bangsa berlainan
dengan beberapa orang dari bangsa lain, bukan saja dalam bentuk
mukanya bahkan juga dalam sifat-sifat yang mengenai akal.
3. Lingkungan
Lingkungan adalah suatu yang melingkupi tubuh yang hidup.
Lingkungan tumbuh-tumbuhan oleh adanya tanah dan udaranya,
lingkungan musia adalah apa yang melingkupinya dari negeri, lautan,
sungai, udara dan bangsa. Lingkungan ada dua macam yaitu
lingkungan alam dan lingkungan pergaulan.
4. Kebiasaan
Ada pemahaman singkat, bahwa kebiasaan adalah perbuatan yang
diulang-ulang terus sehingga mudah dikerjakan bagi seseorang. Seperti
kebiasaan berjalan, berpakaian, berbicara, berpidato, mrngajar dan lain
sebagainya.
Orang berbuat baik atau buruk karena dua factor dari kebiasaan
yaitu:
a. Kesukaan hati terhadap suatu pekerjaan
b. Menerima kesukaan itu, yang akhirnya menampikkan perbuatan.
Dan diulang terus-menerus.
5. Kehendak
Suatu perbuatan ada yang berdasar atas kehendak dan bukan hasil
kehendak. Contoh yang berdasarkan kehendak adalah menulis, membaca,
mengarang atau berpidato dan lain sebagainya. Adapun contoh yang
8
berdasarkan bukan kehendak adalah detik hati, bernafas dan gerak mata.
(Mustofa, 1999:82-103)
9
Ciri-ciri akhlak dalam Islam
1. Akhlak Rabbani
Ciri rabbani juga menegaskan bahwa akhlak dalam Islam bukanlah
moral yang kondisional dan situasional, tetapi akhlak yang benar-benar
memiliki nilai mutlak. Akhlak rabbanilah yang mampu menghindari
kekacauan nilai moralitas dalam hidup manusia.
2. Akhlak Manusiawi
Ajaran akhlak dalam Islam sejalan dan memenuhi tuntunan fitrah
manusia.. Kerinduan jiwa manusia kepada kebaikan akan terpenuhi
dengan mengikuti ajaran akhlak dalam Islam. Ajaran akhlak dalam Islam
diperuntukkan bagi manusia yang merindukan kebahagiaan dalam arti
hakiki, bukan kebahagiaan semu. Akhlak Islam adalah akhlak yang
benar-benar memelihara eksistensi manusia sebagai makhluk terhormat,
sesuai dengan fitrahnya.
3. Akhlak Universal
Ajaran akhlak dalam Islam sesuia dengan kemanusiaan yang
universal dan mencakup segala aspek hidup manusia, baik yang
dimensinya vertical maupun horizontal. Sebagai contoh Al-Qur’an
menyebutkan sepuluh macam keburukan yang wajib dijauhi oleh setiap
orang, yaitu menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua oragtua,
membunuh anak karena takut miskin, berbuat keji baik secara terbuka
maupun secara tersembunyi, membunuh orang tanpa alasan yang sah,
makan harta anak yatim, mengurangi takaran dan timbangan, membebani
orang lain kewajiban melampaui kekuatannya, persaksian tidak adil, dan
mengkhianati janji dengan Allah (QS. Al-An’am 6:151-152).
4. Akhlak Keseimbangan
Ajaran akhlak dalam Islam berada ditengah antara yang
mengkhayalkan manusia sebagai Malaikat yang menitikberatkan segi
kebaikannya dan yang mengkhayalkan manusia seperti hewan yang
menitikberatkan sifat keburukannya saja. Manusia menurut pandangan
Islam memiliki dua kekuatan dalam dirinya, kekuatan baik pada hati
nurani dan akalnya dan kekuatan buruk pada hawa nafsunya. Manusia
10
memiliki naluriah hewani dan juga ruhaniah Malaikat. Manusia memiliki
unsur ruhaniah dan jasmani yang memerlukan pelayanan masing-masing
secara seimbang. Manusia hidup tidak hanya didunia kini, tetapi
dilanjutkan dengan kehidupan diakhirat nanti. Hidup didunia
menrupakan ladang bagi akhirat. Akhlak Islam memnuhi tuntunan
kebutuhan manusia, jasmani dan ruhani, secara seimbang, memnuhi
tuntunan hidup bahagia didunia dan akhirat secara seimbang pula.
Bahkan, memenuhi kebutuhan pribadi harus seimbang dengan dengan
memenuhi kewajiban terhadap masyarakat.
5. Akhlak Realistik
Ajaran akhlak dalam Islam memperhatikan kenyataan hidup
manusia. Meskipun manusia telah dinyatakan sebagai makhluk yang
memiliki kelebihan dibanding makhluk-makhluk yang lain, tetapi
manusia mempunyai kelemahan-kelemahan, memiliki kecenderungan
manusiawi dan berbagai macam kebutuhan material dan spiritual.
Dengan kelemahan-kelemahannya itu manusia sangat mungkin
melakukan kesalahan-kesalahan dan pelanggaran. Oleh sebab itu, Islam
memberikan kesempatan kepada manusia yang melakukan kesalahan
untuk memperbaiki diri dengan bertobat. Bahkan, dalam keadaan
terpaksa, Islam memperbolehkan manusia melakukan sesuatu yang
dalam keadaan biasa tidak dibenarkan. (Yunahar Ilyas, 1999:6-14 )
Nilai-nilai akhlak merupakan bagian dari nilai-nilai Islam yang terwujud
dalam kenyataan pengalaman rohani dan jasmani. Nilai-nilai keislaman
merupakan tingkatan integritas kepribadian yang mencapai tingkat budi
(ihsan kamil). Akhlak adalah ilmu pengetahuan yang memberikan pengertian
tentang baik dan buruk, ilmu yang mengajarkan manusia dan menyatakan
tujuan mereka yang terakhir dan seluruh usaha dan pekerjaan mereka. Akhlak
adalah sikap yang melahirkan perbuatan dan tingkah laku manusia. Karena
itu, selain dengan akidah, akhlak tidak dapat dipisahkan dengan syari’ah.
Karena syari’ah mencakup segala aspek kehidupan manusia, maka ruang
lingkup akhlak pun dalam Islam melputi segala aspek kehidupan manusia,
11
oleh karena itu ruang lingkup akhlak sama dengan ruang lingkup ajaran
Islam.
Secara garis besar Yunahar Ilyas membagi akhlak menjadi beberapa
yaitu:
1. Akhlak kepada Allah
2. Akhlak kepada sesame manusia, meliputi akhlak kepada Rasulullah Saw,
orang tua, diri sendiri dan orang lain.
3. Akhlak terhadap lingkungan sekitar. (Yunahar Ilyas, 1999:82-90)
Pola asuh orang tua juga dapat mempengaruhi ahkhlak seseorang.
Mengapa demikian? Kerena Pola asuh merupakan pola interaksi antara orang
tua dan anak. Lebih jelasnya, yaitu bagaimana sikap atau perilaku orang tua
saat berinteraksi dengan anak. Termasuk cara menerapkan aturan,
mengajarkan nilai/norma, memberikan perhatian dan kasih sayang, serta
menunjukkan sikap dan perilaku yang baik, sehingga dijadikan
contoh/panutan bagi anaknya. (Muallifah, 2009: 42-43)
Menurut Wahyuning, pola asuh adalah merupakan seluruh cara perlakuan
orang tua yang diterapkan pada anak (Wahyuning, 2003:126). Mussen
mengatakan bahwa pola asuh itu sebagai cara yang digunakan orang tua
dalam mencoba berbagai strategi untuk mendorong anak mencapai tujuan
yang diinginkan. Tujuan tersebut antara lain: pengetahuan, nilai, moral dan
standar perilaku yang harus dimiliki anak bila dewasa nanti. (Mussen,
1994:395)
Secara spesifik, ada beberapa macam-macam pola asuh orang tua yang
dapat dijadikan acuan dalam melakukan pengasuhan terhadap anaknya.
Menurut Baumrind, pola asuh orang tua dibagi menjadi tiga macam, yaitu :
1. Pola Asuh Authoritarian (Otoriter)
Di dalam pola asuh ini, orang tua menentukan aturan-aturan dan
batasan-batasan secara mutlak pada anak. Anak tidak memiliki alternatif
atau pilihan lain untuk menentukan sikapnya. Mereka harus menuruti
kehendak orang tuanya. (Soenarjati, 2001:189)
12
2. Pola Asuh Authoritative (Demokratis)
Di dalam pola asuh ini, Orang tua memiliki batasan dan harapan
yang jelas terhadap tingkah laku anak, mereka berusaha untuk
menyediakan paduan dengan menggunakan alasan dan aturan dengan
reward dan punishment yang berhubungan dengan tingkah laku anak
secara jelas. Pola asuh ini dapat menjadikan sebuah keluarga hangat,
penuh penerimaan, mau saling mendengar, peka terhadap kebutuhan
anak, mendorong anak untuk berperan serta dalam mengambil keputusan
di dalam keluarga.
3. Pola Asuh Permisif (Bebas)
Pola asuh ini berkembang karena kesibukan orang tua sehingga
waktu untuk di rumah bersama keluarga sangat minim sehingga anak
dibiarkan berkembang dengan batasan-batasan mereka sendiri.
(Soenarjati, hal : 481)
Di dalam pola asuh ini, orang tua cenderung mendorong anak untuk
bersikap otonomi, mendidik anak berdasarkan logika dan memberi
kebebasan pada anak untuk menentukan tingkah laku dan kegiatannya.
Menurut Mussen ada beberapa hal yang mempengaruhi pola asuh,
antara lain :
a. Lingkungan tempat tinggal
b. Status sosial ekonomi
Sedangkan konsep pola asuh dalam Islam lebih berorientasi pada
praktek pengasuhan, dimana pengasuhan tersebut lebih mengarahkan
kepada metode pendidikan yang berpengaruh terhadap anak. Adapun
metode-metode tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pola asuh yang bersifat keteladanan
b. Pola asuh yang bersifat nasihat
c. Pola asuh dengan perhatian dan pengawasan yang meliputi perhatian
dalam pendidikan sosialnya, terutama praktek dalam
pembelajarannya, pendidikan spiritual, moral, dan konsep
pendidikan yang berdasarkan imbalan (reward) dan hukuman
(punishment) terhadap anak. (Muallifa, 2009 : 63)
13
Dari uraian tersebut di atas, dapat diketahui bahwa Islam sangat
memperhatikan tentang hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan
pengasuhan anak di dalam keluarga. Menurut Muallifah yang
menyatakan bahwa “Secara umum, pola asuh dalam Islam adalah
mempersiapkan generasi muda yang memiliki moral yang mengacu
dalam norma-norma islam dan membentuk generasi yang sholeh dan
sholehah”. (Muallifah, 2009 : 63)
14
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Akhlak merupakan suatu kondisi atau sifat yang meresap dan sudah
menjadi kepribadian. Akhlak dapat dibentuk melalui pola asuh orang tua,
jika baik yang diajarkan atau dicontohkan maka baik pula akhlak seorang
anak. Jika buruk pola asuhnya maka buruk juga akhlaknya. Akhlak juga dapat
diperoleh melalui lingkungan sekitar dan juga teman sepermainan.
Akhlak juga merupakan sikap yang melahirkan perbuatan dan tingkah
laku manusia. Karena itu, selain dengan akidah, akhlak juga tidak dapat
dipisahkan dengan syari’ah. Karena syari’ah mencakup segala aspek
kehidupan manusia, maka ruang lingkup akhlak pun dalam Islam meliputi
segala aspek kehidupan manusia, oleh karena itu ruang lingkup akhlak sama
dengan ruang lingkup ajaran Islam.
Maka ketika ada orang yang buruk akhlaknya, artinya dia tidak
mendapatkan pelajaran tentang akhlak dengan benar dan orang-orang atau
lngkungan disekitarnya juga buruk akhlaknya.
B. SARAN
Penulis menyadari sepenuhnya jika makalah ini masih banyak kesalahan
dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, untuk memperbaiki makalah
tersebut penulis meminta kritik yang membangun dari para pembaca.
15
DAFTAR PUSTAKA
16