Jarak Tanam Terong
Jarak Tanam Terong
Jarak Tanam Terong
Abstract.The research was conducted to1). Optimaly planting distances analysis of eggplant in rubber agroforestry system
and 2). The research was conducted from May to September 2016 at Bunga Jadi district, Muara Kaman sub district, district
of Kutai Kartanegara.This research used a Randomized Group Design with single factor. The factor are planting distances of
eggplant with five level and five repetitions, those are 50 cm x 60 cm (j1), 60 cm x 60 cm (j2), 60 cm x 70 cm (j3), 70 cm x 70
cm (j4), 70 cm x 80 cm (j5). The results showed, the planting distances treatment were not significantly effect of height of
plant, the number of leaves, the number of teas the blooming age, the weight of the fruit on 15, 30, 45 days after planting.
And then the significantly effect on planting distances (60 cm x 70 cm) and total product of eggplant is 9.21 Mg ha 1 in the
weight of the fresh fruit per plot or hectare. Optimal product with distance of 60 cm x 70 cmis 9.21 Mg ha1(total production).
The average production of eggplant in rubber agroforestry sistem is 7.82 Mg ha 1 for 4 harvesting.The value of coefisient
correlation in analysis covariant of multiple regression, r = 0.3459, the value of corelation is 34.59%, its showed the
correlation value between treatment and production is low.
PENDAHULUAN
Pertanian merupakan salah satu sektor sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Luas lahan dan
keragaman agroekosistem memberikan peluang pengembangan yang beragam untuk peningkatan produktivitas
pertanian. Lahan pertanian semakin menurun akibat alih fungsi lahan menjadi lahan perkebunan. seperti
perkebunan tanamana karet (Hevea brasiliensis), sehingga dapat dilakukan optimalisasi tata guna lahan dengan
mengkombinasikan tanaman perkebunan dengan tanaman pertanian.
Pola pemanfaatan lahan dengan sistem agroforestri merupakan suatu model usaha tani yang penting bagi
para petani. Agroforestri adalah budidaya tanaman kehutanan (pohon-pohon) bersama dengan tanaman pertanian
(tanaman semusim). Penerapan sistem agroforestri tanaman karet dengan tanaman terung akan meningkatkan
produktivitas lahan dan mengoptimalkan pemanfaatan lahan . Untuk itu berbagai peluang, manfaat, dan potensi
penerapan sistem agroforestri karet dan terong yang berdasarkan dengan pengaturan jarak tanam tanaman terong,
untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang uji jarak tanam terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman terung
pada sistem agroforestri tanaman karet.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Berapa jarak tanam yang terbaik untuk pertumbuhan dan hasil tanaman terung pada sistem agroforestri
tanaman karet?
2. Bagaimanakah produksi tanaman terung pada sistem agroforestri tanaman karet pada beberapa jarak tanam?
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui jarak tanam yang terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman terung pada sistem
agroforestri tanaman karet.
2. Untuk mengetahui produksi tanaman terung pada sistem agroforestri tanaman karet.
93
JATL 1 (2): 93-99, Februari 2019
Manfaat Penelitian
1. Mengenalkan sistem budidaya agroforestri kepada masyarakat.
2. Memberikan pengetahuan tentang cara meningkatkan produktivitas dan optimalisasi tata guna lahan kepada
masyarakat.
3. Memberikan pengetahuan tentang potensi produksi tanaman sela pada sistem agroforestri dengan tanaman
perkebunan kepada masyarakat.
METODE PENELITIAN
Metode
Penelitian didesain menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan faktor tunggal, terdiri dari
lima taraf dengan lima ulangan yaitu 50 cm x 60 cm (j1), 60 cm x 60 cm (j2), 60 cm x 70 cm (j3), 70 cm x 70 cm
(j4), 70 cm x 80 cm (j5).
Variabel pengamatan meliputi: tinggi tanamanumur 15, 30, dan 45(HST),jumlah daun umur 15, 30, dan 45
(HST), umur tanaman mulai berbunga 80%, jumlah buah pertanaman, berat buah segar pertanaman (g), berat
buah segar per hektar (mg.ha-1). Data dianalisis dengan mengunakan sidik ragam, danapabila terdapat perbedaan
nyata pada perlakuan dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.
94
J. Agroekoteknologi Tropika Lembab Nainggolan et al
Tabel 1.Sejarah penggunaan lahan penanaman terung pada sistem agroforestri tanamankaret
Tahun Penggunaan Lahan Sistem Penanaman
2009 Semak belukar -
2010 Budidaya cabai monokultur
2011 Budidaya jagung monokultur
2012 Budidaya karet monokultur
2013 Budidaya karet monokultur
2014 Budidaya karet dan jagung Tanaman sela (Agroforestri)
2015 Kebun Karet monokultur
2016 Kebun Karet dan terung Tanaman sela (Agroforestri)
Tabel 2. Rata-rata tinggi tanaman (cm) pada beberapa jarak tanam pada umur 15, 30, dan 45 hari setelah tanam
(hst)
Perlakuan Rata-rata
15 hst 30 hst 45 hst
………..……..….. cm …………..…………
J1 18,94 25,07 49, 28
J2 20,00 27,23 48,75
J3 19,33 28,64 58,10
J4 19,23 28,17 55,88
J5 18,25 24,63 43,70
Keterangan: Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji
BNT taraf 5%.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan jarak tanam tidak berbeda nyata terhadap tinggi tanaman
umur 15, 30, dan 45 hari setelah tanam. Hal ini diduga karena padaumur tersebut belum terjadi persaingan
penyerapan unsur hara antar tanaman untuk mendapatkan suplai unsur hara, air dan cahaya
matahari.Pertumbuhan tanaman masih tahap pertumbuhan awal dan perakarannya belum menyebar serta belum
saling menutupi. Sehingga masing-masing tanaman memperoleh faktor untuk pertumbuhan yang hampir sama.
Menurut Swanti, dkk., (2003), pada tanaman yang masih muda kemungkinan daya saing antar individu satu
dengan yang lainnya belum tampak. Pada jarak tanam tersebut tanaman masih memungkinkan individu tanaman
memperoleh faktor pertumbuhan yang hampir sama untuk penyerapan unsur hara, air, dan cahaya matahari.
Ditambahkan oleh Harper (1983) dalam Hardi (2007), bahwa jarak tanam berhubungan dengan kemampuan
tanaman untuk menyerap cahaya matahari, CO2, air dan unsur hara. Apabila masing-masing dalam jumlah yang
cukup maka tidak akan terjadi persaingan antar tanaman meskipun tumbuhan berdekatan.
Tabel 3. Rata-rata jumlah daun tanaman (helai) pada beberapa jarak tanam pada umur15, 30, dan
45 hari setelah tanam (hst)
Rata-rata
Perlakuan
15 hst 30 hst 45 hst
...…..…………. Helai ………..………..
J1 7,45 9,50 13,05
J2 7,30 9,45 12,75
J3 7,55 10,80 14,70
J4 7,30 10,05 13,90
J5 6,60 8,50 11,95
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan jarak tanamtidak berbeda nyata terhadap rata-rata jumlah
daun pada umur 15, 30, 45 hst.Hal Ini disebabkan oleh daya adaptasi tanaman terung pada sistem penanaman
95
JATL 1 (2): 93-99, Februari 2019
agroforestri tanaman karet yang belum maksimal terhadap naungan karena masih pada awal pertumbuhan,
sehingga jumlah daun sedikit terhambat.
Naungan akan mempengaruhi pada proses fotosintesis untuk menghasilkan karbohidrat. Pada tanaman yang
lebih banyak cahaya akan mengandung relatif lebih banyak karbohidrat dari pada yang ternaungi.Menurut
Rukmana (2002), bahwa tanaman akan tumbuh dengan baik pada awal pertumbuhan apabila unsur hara, suhu,
sinar matahari, dan air yang dibutuhkan tersedia cukup dan seimbang. Selain itu juga dijelaskan oleh
Firmansyah, dkk., (2009) tanaman yang mendapat intensitas cahaya lebih banyak, mempunyai daun yang lebih
hijau gelap dari tanaman yang ternaungi. Semakin hijau daun tanaman, semakin banyak klorofil yang terdapat
pada daun dan semakin laju fotosintesis.Laju fotosintesis dipengaruhi oleh intensitas cahaya, apabila intensitas
cahaya lebih tinggi maka laju fotosintesi tinggi.
Pertumbuhan tanaman yang baik dicirikan dengan jumlah daun yang lebih banyak. Tanamanyang
mempunyai tajuk dengan daun lebih banyak akan memungkinkan terjadinya persaingan terhadap penerimaan
radiasi matahari, sirkulasi CO2 dan penyerapan air sehingga dapat menurunkan hasil tanaman, sebaliknya
tanaman tajuk yang mempunyai daun lebih sedikit memungkinkan radiasi matahari sampai ke seluruh
permukaan daun. Selain itu, sikulasi CO2 menjadi lebih lancar karena udara mengalir dengan baik (Qamari,
2013).
Tabel 4. Rata-rata umur tanaman berbunga 80% (hari) pada beberapa jarak tanam
Ulangan
Perlakuan Rata-rata
1 2 3 4 5
…………………… Hari ……………………
J1 36,00 46,00 43,00 44,00 49,00 43,60
J2 44,00 37,00 39,00 41,00 44,00 41,00
J3 42,00 43,00 36,00 39,00 45,00 41,00
J4 44,00 42,00 38,00 38,00 42,00 40,80
J5 49,00 44,00 42,00 41,00 40,00 43,20
Keterangan: Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji
BNT taraf 5%.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan jarak tanam berbeda tidak nyata terhadap rata-rata umur
tanaman mulai berbunga 80%.Perlakuan jarak tanam 70 cm x 70 cm (j4) menghasilkan umur tanaman saat
berbunga 80% tercepat dengan rata-rata 40,80 hari setelah tanam. Sedangkan perlakuan jarak tanam 50 cm x 60
cm (j1) umur tanaman saat berbunga 80% terlama dengan rata-rata 43,60 hari setelah tanam. Hal ini diduga
karena pada proses pembungaan dipengaruhi oleh faktor genetik dari tanaman itu sendiri. Pada proses
pertumbuhan dan perkembangan bunga ditentukan pada fase pertumbuhan tanaman.
Pada fase generarif dalam pembungaan juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu, air, unsur
hara dan cahaya matahari. Pada tanaman yang lebih banyak cahaya akan banyak mengadung relatif lebih banyak
karbohidrat. Menurut Sitompul,dkk., 1995 dalam Heryadi (2001), bahwa proses fotosintesis menghasilkan
karbohidrat, protein, lemak dan organik lainya. Dengan adanya zat-zat tersebut akan mempengaruhi
pertumbuhan vegetatif dan generatif. Ditambahkan oleh Garder (1991),bahwa faktor suhu sangat berpengaruh
terhadap tanaman, karena umumnya suhu mengubah atau memodifikasi respons terhadap fotoperiode pada
spesies dan varietas.
Berdasarkan teori Satuan Panas (Heat Unit), tanaman akan mulai berbunga jika kebutuhan satuan panas
pada suhu tertentu terpenuhi, namun karena adanya naungan dari tajuk tanaman karet yang mencapai 60% akan
menyebabkan kelembaban udara pada lahan agroforestri tanaman karet lebih tinggi dan mengurangi suhu di
sekitar tanaman terung. Hal ini menyebabkan satuan panas yang diterima tanaman terung pada lahan
agroforestri tanaman karet lebih lambat terpenuhi.Faktor lama penyinaran sinar matahari (fotoperiodisme) juga
sangat mempengaruhi pembungaan tanaman terung. Sesuai dengan pendapat Lakitan (1994), beberapa tumbuhan
akan memasuki fase generatif (membentuk organ reproduktif) hanya jika tumbuhan tersebut menerima
penyinaran yang panjang >14 jam dalam setiap periode sehari semalam, sebaliknya ada pula tumbuhan yang
hanya akan memasuki fase generatif jika menerima penyinaran singkat <10 jam, dan ada juga tumbuhan yang
berbunga jika mendapat penyinaran matahari sekitar 12 jam (tanaman netral), seperti tanaman di daerah tropis.
Berdasarkan uraian tersebut, membuktikan bahwa tanamanterung termasuk tanaman netral yang dapat
berbunga jika mendapatkan penyinaran sekitar±12 jam setiap harinya. Lahan penanaman terung pada sistem
penanaman agroforestri akan mendapatkan lama penyinaran maksimum pada daerah tropis (±12 jam). Namun
karena adanya naungan mencapai 60% dari kanopi dan tajuk tanaman karet yang berumur 4 tahun, akan
96
J. Agroekoteknologi Tropika Lembab Nainggolan et al
meyebabkan sinar matahari yang diterima tanaman terung berkurang, sehingga tanaman mulai berbunga lebih
lambat.
Tabel 5. Jumlah buah per tanaman (buah) pada beberapa jarak tanam pada panen pertama sampai
ke empat
Panen
Perlakuan Jumlah
1 2 3 4
……………… buah ………………...
J1 0,90 0,95 0,85 0,95 3,65
J2 0,90 0,90 1,05 0,90 3,75
J3 0,90 0,95 1,05 1,00 3,90
J4 0,95 0,95 1,00 0,95 3,85
J5 0,95 0,95 0,90 0,90 3,70
Keterangan: Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji
BNT taraf 5%.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan jarak tanam berbeda tidak nyata terhadap rata-rata jumlah
buah saat panen 1, 2, 3, dan 4.Buah yang telah terbentuk tidak semuanya menjadi buah yang besar dan siap
dipanen. Faktor lingkungan yang mempengaruhi selama penelitian adalah adanya sebagian buah muda yang
gugur disebabkan oleh hujan lebat dan serangan hama.
Menurut Darjanto, dkk., (1987) dalam Rachman (2001), bahwa faktor lingkungan dan faktor fisiologi
menentukan berapa banyak pembuahan yang dapat mengakibatkan terbentuknya buah dan berapa jumlah buah
selama proses pertumbuhan. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa buah terserang oleh hama atau penyakit biasanya
tidak dapat diharapkan akan tumbuh terus hingga panen karena akan lekas menjadi busuk dan akhirnya gugur,
ini berarti akan mengurangi hasil buah.
Pada pertumbuhan vegetatif dan generatif juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti naungan yang
mempengaruhi fotosintesis. Proses fotosintesis terhambat dan pembentukan karbohidrat akan berkurang, jumlah
buah yang terbentuk tergantung dari jumlah karbohidrat yangdisimpan dalam jaringan penyimpanan.
Menurut Sitompul dan Gurito (1995) dalam Heryadi (2001), Proses fotosintesis menghasilkan karbohidrat,
protein, lemak dan organik lainya. Dengan adanya zat-zat tersebut akan mempengaruhi pertumbuhan vegetatif
dan generatif, sehingga dapat menentukan jumlah buah yang terbentuk.
Berat buah segar pertanaman (g)
Tabel 6.Rata-rata hasil berat buahsegar pertanaman (g) pada beberapa jaraktanam pada panen
pertama sampai ke empat
Perlakuan Panen
Total
1 2 3 4
………………. gram ……….….
J1 108,00 103,00 84,50 96,00 396,50
J2 100,50 109,45 115,50 93,50 418,95
J3 123,50 117,50 116,50 105,50 463,00
J4 123,50 117,00 122,00 100,00 455,50
J5 124,50 110,00 92,00 101,00 427,50
Keterangan: Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji
BNT taraf 5%.
Hasil sidik ragam menunjukkan perlakuan jarak tanam berbeda tidak nyata terhadap rata-rata berat buah
segar pertanaman saat panen ke-1, 2, 3, dan 4.Hal ini diduga bahwa fase pertumbuhan vegetatif dan generatif
pada tanaman kurang optimal dalam penerimaan cahaya matahari. Penerimaan cahaya matahari yang kurang
optimal pada fase pertumbuhan akan mempengaruhi proses fotosintesis. Proses fotosistesis menghasilkan
karbohidrat, protein, lemak dan organic lainnya. Proses fotosintesis baik yang pada akhirnya akan
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan organ tanaman sebagai hasil akhir tanaman berupa bobot buah
segar akan meningkat.
Menurut Harjadi (1993), semakin banyak karbohidrat yang dihasilkan maka akan semakin banyak pula yang
ditranslokasikan ke daging buah. Ditambahkan oleh Gerder,dkk., (1991) bahwa hasil tanaman banyak disimpan
97
JATL 1 (2): 93-99, Februari 2019
untuk perkembangan buah. Bobot buah segar erat kaitannya dengan jumlah buah, diameter buah, tebal daging
buah, jumlah buah.
Tabel 7.Rata-rata berat buah segar per hektar (Mg ha-1)pada beberapa jarak tanam pada
panen pertama sampai ke empat
Perlakuan Rata-rata
Mg ha-1
J1 8,70a
J2 8,61a
J3 9,21a
J4 6,11b
J5 6,61b
Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
pada uji BNT taraf 5 % (BNT = 0,28)
10.00
Hasil Per Hektar (Mg ha-1)
9.00
8.00
7.00
6.00
y = -0.0011x + 12.491
5.00
R² = 0.6265
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
0 600 1200 1800 2400 3000 3600 4200 4800 5400 6000
luas lahan per tanaman pada jarak tanam (m2)
Gambar 1. Kurva linier hubungan jarak tanam dan hasil per hektar (Mg ha -1)
98
J. Agroekoteknologi Tropika Lembab Nainggolan et al
produksi perhektar. Hal ini menunjukkan bahwa rendahnya hubungan antara tinggi tanaman, jumlah daun
terhadap hasil produksi.Disebabkan karena tinggi tanaman, jumlah daun tidak konstan (tidak ditentukan dari data
awal) dan data tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor pertumbuhan tanaman seperti faktor genetika, dan faktor
lingkungan (air, unsur hara, udara dan cahaya matahari).
Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah:
1. Perlakuan jarak tanam pengaruh tidak nyata terhadap variabel tinggi tanaman, jumlah daun umur 15, 30, 45
hari setelah tanam, umur saat berbunga, jumlah cabang produktif, jumlah buah pertanaman, per hektar. Hasil
terbaik yang diperoleh pada perlakuan jarak tanam 60 cm x 70 cm (j3) dengan rata-rata 9,21 Mg ha-1 per
hektar.
2. Hasil produksi tanaman terung pada sistem agroforestri tanaman karet sebesar 7,82Mg ha-1 dari 4 kali panen.
Saran
Saran untuk penelitian ini adalah:
1. Budidaya tanaman terung dapat dilakukan pada perkebunan karet dengan persentasenaungan 40-60%, karena
tanaman terung masih dapat tumbuh dengan baik.
2. Penggunaan jarak tanam (60 cm x 70 cm) dapat dianjurkan sebab dapat memberikan hasil yang lebih tinggi
untuk tanaman terung.
3. Budidaya tanaman terung dapat dilakukan pada sistem agroforestri karena tanaman terung merupakan
tanaman C3 yang dapat tumbuh di kondisi lingkungan CO2 atmosfer tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Firmansyah, F., Tino, M., dan Akyas, A.M. 2009.Pengaruh Umur Pindah Tanam Bibit dan Populasi Tanaman terhadap Hasil dan Kualitas
Sayuran Pakcoy (Brassica campestris L.) yang ditanam dalam Naungan Kasa di Datara Medium.Jurnal. Fakultas Pertanian
Universitas Padjadjaran.
Gardner. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Universitas Indonesia, Jakarta.
Hardi, H. 2007. Respon Tanaman Terung (Solanum melongena L) terhadap Jarak Tanam dan Pupuk Kotoran Ayam. Skripsi. Fakultas
Pertanian. Universitas Mulawarman.
Heryadi, D. 2007. Pengaruh Pemberian Dosis Pupuk Kandang Ayam dan Pupuk Fosfor terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Terung
(Solanum melongena L) Var. Virgin. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Mulawarman.
Harjadi, S.S. 1993. Pengantar Agronomi. Gramedia. Jakarta.
Monografi. 2015. Profil Desa Bunga Jadi, Kecamatan Muara Kaman. Kabupaten Kutai Kartanegara.
Prasetyo, Y.B. 2015. Produksi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.) pada SistemAgroforestri Tanaman Karet (Hevea
brasiliensis). Skripsi.Fakultas Pertanian. Universitas Mulawarman
Rachman, A. 2001.Uji Jarak Tanam dan Pemberian Pupuk Kandang Sapi terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Mentimun (Cucumis
sativus L.). Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Mulawarman.
Rukmana, R.H. 2002. Usaha Tani Cabai Rawit. Kanisius, Yogyakarta
Setiawan, D. 2000. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Trubus Agriwidya, Bogor
Swanti, E., Badrun, M.A., dan Susylowati. 2003. Pengaruh Jarak Tanam dan Unsur Nitrogen terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanama n
Petsai (Brassica chinensis L.)Jurnal Budidaya Pertanian. Volume 9, No. 1, Samarinda.
Qamari, N. 2013. Pengaruh Varietas dan Jarak Tanam terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Terung (Solanum melongena L.). Skripsi
Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala.Darussalam-Banda Aceh.http://etd.unsyiah.ac.id (12 juli 2016).
Wuryaningsih, S.R., Tejasarwan., dan Kustatang. 2001. Pertumbuhan Melati pada Beberapa Komposisi Media Tanpa Tanah.Seminar
Nasional Pertanian Berkelanjutan. Bandar Lampung.
99