0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
208 tayangan31 halaman

Makalah Kelompok 3

Makalah ini membahas asuhan keperawatan pada anak dengan malnutrisi menggunakan pendekatan model keperawatan transkultural. Teori ini menekankan pentingnya memahami budaya pasien untuk menghindari cultural shock dan meningkatkan kualitas pelayanan. Masalah gizi buruk pada anak merupakan masalah sosial yang memerlukan pendekatan multidisiplin dan perubahan perilaku masyarakat, bukan hanya pendekatan kesehatan.

Diunggah oleh

raisa
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online di Scribd
0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
208 tayangan31 halaman

Makalah Kelompok 3

Makalah ini membahas asuhan keperawatan pada anak dengan malnutrisi menggunakan pendekatan model keperawatan transkultural. Teori ini menekankan pentingnya memahami budaya pasien untuk menghindari cultural shock dan meningkatkan kualitas pelayanan. Masalah gizi buruk pada anak merupakan masalah sosial yang memerlukan pendekatan multidisiplin dan perubahan perilaku masyarakat, bukan hanya pendekatan kesehatan.

Diunggah oleh

raisa
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online di Scribd
Anda di halaman 1/ 31

MAKALAH

ASUHAN KEPERWATAN DENGAN MODEL KEPERAWATAN


TRANSCULTURAL IN NURSING PADA ANAK DENGAN
MALNUTRISI (GIZI BURUK)

OLEH

KELOMPOK 3

1. LEGIANTI (PO7120421019)
2. ELAN D. TAIB (PO7120421040)
3. MEYLAN A. KALAY (PO7120421022)
4. NADILLAH ADJAMI (PO7120421024)
5. PUTRI RAHMADANI (PO7120421028)
6. FUSPITA A. KUSANG (PO7120421010)
7. INDAH KUMALA SARI (PO7120421032)
8. DEWI PRIYANTI PILOK (PO7120421006)
9. HASBUNSYAH SIREGAR (PO7120421012)
10. RAISA TAATIYAH MUSA (PO7120421033)
11. SITTI RAHMAWATY ASIKU (PO7120421034)
12. NOVIA RENZA PAEMBONAN (PO7120421044)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PALU
PRODI PROFESI NERS PALU
2021
i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kita
diberi nikmat kesehatan dan nikmat waktu kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas kelompok makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Shalawat dan salam
senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW yang mengantarkan manusia dari zaman
kegelapan ke zaman terang benderang ini.
Makalah ini berjudul “Asuhan Keperawatan dengan Model Keperawatan
Transcultural in Nursing pada Anak dengan Malnutrisi (Gizi Buruk)” merupakan tugas
mata kuliah Keperawatan Transkultural/Psikososial Budaya dalam Keperawatan. Dalam
menyelesaikan makalah ini kami menyadari bahwa tugas ini tidak akan terselesaikan tanpa
dukungan dari berbagai pihak baik moral maupun materi. Untuk itu kami ingin
menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Helena Panggaribuan, S.Kep,Ns.,M.Kep selaku dosen pembimbing dan
coordinator mata kuliah Keperawatan Transkultural/Psikososial Budaya dalam
Keperawatan yang turut membantu dan membimbing kelompok kami sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini di prodi Profesi Ners Palu.
2. Teman-teman yang turut memberi saran dan krik atas penyusunan makalah ini.
Materi makalah ini kami susun sedemikian rupa dengan mengakses melalui website
(internet) dan kemampuan kami serta kami kerjakan dengan maksimal. Kritik dan saran
untuk perbaikan makalah ini, sangat kami harapkan dari dosen,teman, mau pun pihak lain
yang menaruh perhatian terhadap kemajuan kami untuk lebih menyempurnakan dan
melengkapi makalah ini. Dan kami berharap, semua pihak dapat memanfaatkan makalah ini
sebaik-baiknya.

Palu, 13 Agustus 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

SAMPUL.............................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Tujuan......................................................................................................................3

BAB 2 TEORI
A. Nilai-Nilai Keluarga................................................................................................4
B. Paradigma Keperawatan..........................................................................................8
C. Transkultural Nursing Dalam Proses Keperawatan.................................................9
D. Transkultural Nursing Sepanjang Daur Kehidupan.................................................12

BAB 3 CONTOH KASUS


A. Kasus.......................................................................................................................17

BAB 4 PEMBAHASAN
A. Pengkajian...............................................................................................................18
B. Pemeriksaan Fisik....................................................................................................20
C. Pemeriksaan Penunjang...........................................................................................20
D. Analisa Data............................................................................................................21
E. Diagnosa Keperawatan............................................................................................22
F. Intervensi Keperawatan...........................................................................................23

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan..............................................................................................................26
B. Saran dan Kritik.......................................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................28

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuntutan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan pada abad ke-21,


termasuk tuntutan terhadap asuhan keperawatan yang berkualitas akan semakin besar.
Dengan adanya globalisasi, dimana perpindahan penduduk antar Negara (migrasi)
dimungkinkan, menyebabkan adanya pergeseran terhadap tuntutan asuhan keperawatan.
Keperawatan sebagai profesi memiliki landasan body of knowledge yang kuat, yang
dapat dikembangkan serta dapat diaplikasikan dalam praktek keperawatan.
Perkembangan teori keperawatan terbagi menjadi 4 level perkembangan yaitu metha
theory, grand theory, middle range theory dan practice theory.

Salah satu teori yang diungkapkan pada middle range theory adalah Transcultural
Nursing Theory. Teori ini berasal dari disiplin ilmu antropologi dan dikembangkan dalam
konteks keperawatan. Teori ini menjabarkan konsep keperawatan yang didasari oleh
pemahaman tentang adanya perbedaan nilai-nilai kultural yang melekat dalam
masyarakat. Leininger beranggapan bahwa sangatlah penting memperhatikan
keanekaragaman budaya dan nilai-nilai dalam penerapan asuhan keperawatan kepada
klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan mengakibatkan terjadinya cultural
shock.

Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak
mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya dan kepercayaan. Hal ini dapat
menyebabkan munculnya rasa ketidaknyamanan, ketidakberdayaan dan beberapa
mengalami disorientasi. Salah satu contoh yang sering ditemukan adalah ketika klien
sedang mengalami nyeri. Pada beberapa daerah atau Negara diperbolehkan seseorang
untuk mengungkapkan rasa nyerinya dengan berteriak atau menangis. Tetapi karena
perawat memiliki kebiasaan bila merasa nyeri hanya dengan meringis pelan, bila berteriak
atau menangis akan dianggap tidak sopan, maka ketika ia mendapati klien tersebut
menangis atau berteriak, maka perawat akan memintanya berdoa atau malah memarahi
pasien karena dianggap telah mengganggu pasien lainnya. Kebutaan budaya yang dialami

1
oleh perawat ini akan berakibat pada penurunan kualitas pelayanan keperawatan yang
diberikan.

Agar terhindar dari cultural shock dan memaksimalkan pelayanan kesehatan,


perawat perlu melakukan pemahaman terhadap budaya yang dipercayai oleh klien. Oleh
karena itu, perlu dilakukan pendekatan transcultural. Hal ini didasarkan pada konsep
keperawatan yang mencakup pemberian pelayanan bio-psiko-sosial-dan spiritual secara
komprehensif baik sehat maupun sakit pada seluruh kehidupan manusia. Salah satu
pendekatan trankultural yang dapat dilakukan pada bidang anak dengan malnutrisi.

Saat ini gizi buruk pada balita menjadi perdebatan dan isu menarik. Keadaan ini
akibat dari ditemukannya kasus-kasus kelaparan (Honger Oedema/HO) pada orang
dewasa dan marasmus atau kwashiorkhor pada anak balita yang sering dilaporkan oleh
media cetak maupun elektronik. Kejadian gizi buruk sebenarnya dapat dicegah apabila
akar masalah di keluarga yang bersangkutan dapat dikenali, sehingga masalah
penanggulangannya dapat dilakukan secara lebih mendasar melalui penanganan terhadap
akar masalahnya.

Kendala secara umum adalah masih banyaknya anggapan oleh pemegang


kebijakan bahwa masalah gizi buruk merupakan masalah kesehatan yang harus
diselesaikan oleh sector kesehatan saja. Sehingga secara umum program penanganan gizi
buruk lebih banyak menggunakan pendekatan bidang kesehatan. Pendekatan secara
ekonomi, pertanian, dan pendidikan belum banyak dilaksanakan. Sebagian besar pelaku
program masih bertindak sendiri secara sektoral dengan indicator pencapaian program
yang diukur dengan indicator fisik dan kurang mendorong perubahan perilaku. Harus
disadari bahwa program penanganan gizi buruk di bidang kesehatan lebih banyak bersifat
darurat dan mendesak seperti bantuan pengobatan atau perawatan, pemberian PMT
pemulihan dan suplementasi zat gizi. Pada saat bantuan dihentikan, masalah kekurangan
gizi akan terjadi lagi karena ketidakmampuan keluarga terkait dengan daya beli dan
keadaan ekonomi keluarga.

Permasalahan gizi buruk tak bisa terselesaikan tanpa ada penanganan yang serius
dari pemerintah, hal tersebut membuktikan rendahnya perhatian pemerintah terhadap
sector kesehatan, baik kurangnya pusat kesehatan di daerah maupun di wilayah.
2
Bagaimana masyarakat bisa mewujudkan program Indonesia Sehat tanpa penanganan gizi
buruk yang serius dari pemerintah.

B. Tujuan

Penulisan makalah ini memilki tujuan antara lain sebagai berikut :

1. Mengetahui model keperawatan in nursing


2. Mengetahui asuhan keperawatan dengan model transcultural in nursing
3. Mengetahui asuhan keperawatan pada balita gizi buruk dengan model
keperawatan in nursing

3
BAB 2

TEORI

A. Nilai-Nilai keluarga
Keluarga adalah lembaga pendidikan pertama dan utama, dalam membentuk
jati diri para generasi muda, Anak sebagai generasi penerus harus memiliki jati diri
masyarakat dan bangsanya. Perwarisan nilai-nilai budaya sangat mungkin dilakukan
keluarga. Pendidikan dalam keluarga yang tepat dan benar, merupakan modal dasar
bagi perkembangan kepribadian anak masa dewasanya. Tiga tahun pertama sebagai
fase pembangunan fondasi struktur otak anak pertama dibentuk, usia tujuh tahun
hampir sempurna otak dibentuk Pola asuh ramah otak yang dapat membangun
karakter anak, sejak dini. Keluarga sangat memberikan pengaruh dalam pembentukan
kepribadian yang mendasar seseorang.
Kita hidup dalam lingkungan budaya yang beraneka ragam dipandang dari
asal usul, waktu, tempat dan coraknya. Inti kebudayaan nilai-nilai, konsep dasar, arah
berbagai tindakan Nilai budaya mondial, transnasional, pranata nilai budaya yang
berada di jalur utama (main stream), budaya nasional, etnik local. Menggali dan
menanamkan kembali kearifan lokal secara inheren berbasis nilai budaya daerah
sendiri, pembentukan karakter dan identitas bangsa. Nilai budaya ditanamkan melalui
pendidikan. Pendidikan menyesuaikan nilai-nilai dasar kehidupan untuk masa depan.
Pendidikan nilai dalam kehidupan keluarga sehari-hari merupakan berbagai
macam aktivitas pengalaman dan metode untuk membantu anak mengeksplorasi dan
mengembangkan nilai-nilai agama, etika humanistik, nilai pribadi dan nilai social.
Nilai apa yang dikembangkan orang tua dapat diamati anak dalam kehidupan sehari
hari dari gagasan, pandangan dan pengarahan orang tua yang dihargai ideal atau
dianggap lebih baik yang dilakukan dan dikerjakan anak. Untuk aktivitas yang
4
membingungkan, kadang-kadang orang tua dalam memberikan pengarahan
mengajukan pilihan-pilihan, yang dapat dilakukan anak Keputusan atau aturan yang
telah diterima dan diakui oleh semua anggota keluarga perlu dikukuhkan menjadi
komitmen anggota keluarga. Nilai diterima semua anggota keluarga sebagai suatu
patokan yang mengarahkan perilaku setiap anggota keluarga. Nilai mencakup norma-
norma, standar-standar perilaku dan prinsip-prinsip yang membimbing perilaku.
Konsekuensinya nilai menentukan tujuan dan alat mana yang sebaiknya digunakan.
Orang tua perlu berusaha menjadikan anak sebagai manusia muda menjadi pribadi
dewasa mandiri yang kompeten, tanggung jawab dan memiliki kepedulian sosial yang
tinggi, percaya diri, tidak merasa rendah diri, terbuka, dapat menerima orang lain,
menghargai kedamaian, penghargaan, cinta, tanggung jawab, kebahagiaan, kerja
sama, kejujuran, kerendahan hati, toleransi, kesederhanaan, persatuan.Anak paling
mudah belajar dari contoh dan paling terbuka pada pengalaman yang diceriterakan
orang tua. Kesabaran, kasih sayang memandang keindahan masing- masing anak
sangat penting dan merupakan aspek-aspek yang tak ternilai harganya.
Pedoman perilaku anak yang dikembangkan orang tua merupakan payung
umum untuk berbagai elemen pendidikan yang merupakan dasar.Elemen ini meliputi
nilai, perilaku, pernyataan mengenai prinsip-prinsip dari penjabaran nilai. Pemahaman
yang mudah mengenai spiritual adalah memikirkannya sebagai dunia pikiran dan
perasaan di dalam pribadi diri kita.Suatu dunia yang nyata berada dalam kesadaran
kita, walaupun tidak sesuai dengan norma masyarakat, Keluarga merupakan lembaga
kepribadian, sosial, kesehatan, iman dan spiritual, kesenian disamping dapat kita lihat.
Hasil pikiran dan perasaan yang dapat dilihat dalam bentuk tindakan yang
menciptakan dunia objek material. Berikan kepada diri kita waktu yang teratur,
tenang dan reflektif yang menempatkan kita berhubungan dengan spiritual diri kita
sendiri, menciptakan keberadaan diri kita dan membantu kita memiliki control akan
hidup kita. Metode ini sederhana yang memerlukan satu komimen untuk meluangkan
waktu regular untuk mempraktekannya. Semakin banyak kita meningkatkan kualitas
spiritual kita, semakin banyak kita meningkatkan penghargaan dan kepercayaan diri
dari orang lain.

5
Pendidikan nilai moral Pancasila di dalam keluarga merupakan pokok utama
bagi bertahannya manusia secara bermartabat dan selamat dalam kehidupan di dunia
ini. Pendidikan moral memerlukan ukuran yang obyektif, baik berupa nilai-nilai
agama, maupun nilai yang telah mengalami sublimasi universal yang dijunjung oleh
umat manusia atau telah menjadi karakteristik keseluruhan, Di dalam pendidikan
moral, anak didik perlu mengalami tarap heteronomy, yaitu menentukan benar salah
menurut pola tertentu sebelum ia mampu mengembangkan pengertian baik buruk
yang menyatu dalam karakteristik kepribadiannya. Nilai moral Pancasila perlu
perhatian dalam keluarga sebab dalam keluarrgalah dilakukan persiapan agar anak
mempunyai kesiapan seperti kesiapan sekolah ,bahasa, sosiabilitas, sadar tugas,
perilaku moral. Kesiapan di rumah yang kurang memadai dapat menimbulkan
masalah dalam kehidupan sosial. Pendidikan dalam menghadapi perkembangan anak
perlu memperhatikan perkembangan kematangan anak secara personal,sosial, kultural
anak.
Pendidikan nilai dalam kehidupan keluarga ditenga-tenga perubahan
kebudayaan dengan segala tantangan harus dapat menemukan fungsinya secara tepat
sehingga pada satu sisi ikut memperkokoh sifat stabil dari kebudayan dan pada sisi
lain dapat mendorong dinamika kearah pencapaian tujuan nasional. Kita hidup dalam
di dalam lingkup yang beraneka macam dipandang dari asal usul, waktu,tempat dan
coraknya.
Nilai dalam kehidupan keluarga di tengah–tengah perubahan. Dalamsituasi
demikian lumrah terjadi pergeseran, pencampurbauran, persilangsiuran dan malah
pertentangan.Orang tua dituntut untuk melakukan pilihan dan penyusunan serta
serentak memusnahkan corak ragam yang ada. Orang tua sebagai pendidik perlu
memiliki keberanian di bidang ilmu dan amal sehingga mau berdiri di pintu-pintu
keutamaan dan menerima hal-hal yang penting.
Petunjuk berperilaku yang diberikan orang tua pada anak berasal dari nilai.
Nilai membuat kita ingin melakukan tindakan atau membuat kita merasakan sesuatu
situasi yang secara emosional dapat positif atau negatif.Terdapat tiga tingkatan nilai ,
yaitu : nilai luhur, nilai antara dan nilai instrument.Nilai-nilai luhur adalah nilai-nilai
yang ideal dan abstrak seperti demokrasi, keadilan, kemakmuran, persamaaan,

6
kesejahteraan, kemerdekaan, perdamaian,kemajuan social, determinasi diri,
kebebasan. Nilai antara seperti kualitas keberfungsian seseorang, keluarga yang baik,
masyarakat yang baik. Nilai instrument yang berisikan karakteristik lembaga-
lembaga, pemerintah, orang-orang professional yang baik. Pada tingkat pertama nilai
dinyatakan di dalam istilah yang lebih abstrak dan pada level lainnya, nilai bergerak
dari gagasan kepada realitas tindakan yang konkrit. Umumnya nilai yang lebih abstrak
lebih disepakati oleh masyarakat. Suatu nilai menentukan apa yang seseorang
pikirkan, seharusnya ia lakukan yang mungkin sesuai atau tidak sesuai dengan yang ia
inginkan atau apa yang dalam kenyataannya ia lakukan. Nilai memberikan patokan
umum dan pola ideal untuk menilai perilaku sendiri dan orang lain. Nilai pula
memberikan patokan-patokan tentang kewajiban tertentu. Nilai mewakili apa yang
seharusnya dilakukan sebagai kebalikan dari yang diinginkan. Nilai merupakan
kepentingan masyarakat untuk menentukan apa yang diharapkan masyarakat. Nilai
hanya dapat operatif bila individu punya pengetahuan tentang apa yang seharusnya ia
lakukan dan menyadari apa yang sebenarnya ia lakukan, menyadari tentang adanya
alternative. Pilihan mungkin terbatas karena paksaan social, atau karena paksaan
hokum atau karena paksaan ekonomi.Hukum, paksaan social dan tekanan ekonomi
merupakan alasan yang nyata mengapa seseorang tidak melaksanakan nilai-nilai yang
dipegangnya.
Peran dan tugas orang tua khususnya ibu dalam mengasuh anak dalam
keluarga sebagai implementasi Pendidikan nilai diawali dari contoh dan teladan ,
sikap dan keyakinan orang tua yang mantap terhadap agama yang mendasari orang
tua dalam memberikan pendidikan pada anak. Metode mengasuh anak yang dapat
dilakukan orang dalam keluarga didasari dari nilai yang dibentuk dan didasari oleh
kepercayaan (keyakinan) dan cita-cita tinggi adalah sesuatu yang telah menjadi
karakter pribadi ummat Islam. Cita-cita besar dengan izin Allah akan memotivasi
orang tua kepada kebajikan yang sempurna, mengalirkan pada tubuh kesatriaan dan
keberanian di bidang ilmu dan amal sehingga mau berdiri di pimtu-pintu keutamaan
dan menerima hal-hal yang penting. Sejak dini anak harus dapat merasakan kasih
sayang yang cukup, mendapat perhatian Orang tua mengusahakan hubungan yang
cukup akrab, sehinga anak dapat mengutarakan isi hatinya atau permasalahannya,

7
orang tua dapat merangsang inisiatif. Memberikan kebebasan untuk mengembangkan
diri, memberikan kesempatan untuk mengerjakan sesuatu yang sesuai dengan norma-
norma, memotivasi yang tak kunjung padam agar anak memiliki kemauan yang
tinggi, kerja keras, meperhatikan tata tertib keluarga, pembiasaan, melatih tanggung
jawab, memberikan pujian, teguran bila anak berlaku yang tidak sesuai dengan norma
yang dikembangkan dan diharapkan.

B. Paradigma keperawatan

Leininger (1985) mengartikan paradigma keperawatan transcultural sebagai cara


pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam terlaksananya asuhan keperawatan
yang sesuai dengan latar belakang budaya terhadap empat konsep sentral keperawatan
yaitu : manusia, sehat, lingkungan dan keperawatan (Andrewand Boyle, 1995).

1. Manusia
Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memilki nilai-nilai dan
norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan dan melakukan
pilihan. Menurut Leininger (1984) manusia memiliki kecenderungan untuk
mempertahankan budayanya pada setiap saat dimanapun dia berada (Geiger and
Davidhizar, 1995).
2. Sehat
Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisi
kehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan suatu
keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan untuk menjaga
dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang dapat diobservasi dalam aktivitas
sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan yang sama yaitu ingin
mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat sakit yang adaptif (Andrew and
Boyle, 1995).
3. Lingkungan
Lingkungan didefenisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi
perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai suatu
totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya saling berinteraksi. Terdapat tiga
bentuk lingkungan yaitu : fisik, social dan simbolik.
Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia seperti daerah
khatulistiwa, pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti rumah didaerah eskimo
yang hamper tertutup rapat karena tidak pernah ada matahari sepanjang tahun.
Lingkungan social adalah keseluruhan struktur social yang berhubungan dengan
sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke dalam masyarakat yang lebih luas. Di
dalam lingkungan social individu harus mengikuti struktur dan aturan-aturan yang
berlaku di lingkungan tersebut. Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk dan
8
symbol yang menyebabkan individu atau kelompok merasa bersatu seperti music,
seni, riwayat hidup, bahasa dan atributyang digunakan.
4. Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik
keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya.
Asuhan keperawatanditujukan memandirikan individu sesuai dengan budaya klien.
Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan adalah perlindungan atau
mempertahankan budaya, mengkomodasi/negosiasi budaya dan mengubah atau
mengganti budaya klien (Leininger, 1991).
a. Cara I : Mempertahankan budaya
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan dengan
kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai dengan
nilai-nilai yang relevan yang telah dimilki klien sehingga dapat meningkatkan atau
mempertahankan status kesehatannya, misalnya budaya berolahraga setiap pagi.
b. Cara II : Negoisasi budaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk
membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan
kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya
lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil
mempunyai pantangan makan yang berbau amis, makan ikan dapat diganti dengan
sumber protein hewani yang lain.
c. Cara III : Restrukturisasi budaya
Retrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan status
kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya
merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang
lebih menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut.

C. Transcultural Nursing Dalam Proses Keperawatan

Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan


asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari
terbit (Sunrise Model) seperti yang terdapat pada gambar 1. Geisser (1991)
menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai
landasan berpikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrew and
Boyle, 1995). Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap
pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

9
Gambar 1.

1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi
masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and
Davidhizar, 1995). Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada
“Sunrise Model” yaitu :
a. Faktor Teknologi (Tecnological Factors)
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat
penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat
perlu mengkaji : persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi
masalah kesehatan, alas an mencari bantuan kesehatan, alas an klien memilih
pengobatan alternative dan persepsi klien tentang penggunaan dan
pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan saat ini.
b. Faktor Agama dan Falsafah Hidup (Religious and Philosophical Factors)
Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang amat
realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan yang sangat kuat untuk
menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan diatas kehidupannya
sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah : agama yang
dianut, status pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit,
cara pengobatan dan kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap
kesehatan.
c. Faktor Sosial dan Keterikatan Keluarga (Kinship and Social Factors)
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : nama lengkap, nama
panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga,
pengambilan keputusan dalam keluarga, dan hubungan klien dengan kepala
keluarga.
d. Faktor Nilai-nilai Budaya dan Gaya Hidup (Cultural Value and Life Ways
Factors)
Niali-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh
penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya

10
adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut
budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah : posisi dan jabatan
yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan
makan, makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, persepsi sakit berkaitan
dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan membersihkan diri.
e. Faktor Kebijakan dan Peraturan yang Berlaku (Political and Legal Factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang
mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya
(Andrew and Boyle, 1995). Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah :
peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah
anggota keluarga yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien yang
dirawat.
f. Faktor Ekonomi (Economical Factors)
Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material
yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Faktor ekonomi
yang harus dikaji oleh perawat diantaranya : pekerjaan klien,sumber biaya
pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain
misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor atau patungan antar anggota
keluarga.
g. Faktor Pendidikan (Educational Factors)
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh
jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien
maka keyakinan klien biasanya didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang
rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang
sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap ini
adalah : tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan serta kemampuannya
untuk belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga
tidak terulang kembali.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang
budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi
keperawatan (Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnosa keperawatan
yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan trankultural yaitu : gangguan
komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur, gangguan interaksi
social berhubungan disorientasi sosiokultural dan ketidakpatuhan dalam
pengobatan berhubungan dengan system nilai yang diyakini.
3. Perencanaan dan pelaksanaan
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan transcultural adalah
suatu proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu
proses memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan
yang sesuai dengan latar belakang budaya klien (Gigerand Davidhizar, 1995). Ada
11
tiga pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transcultural (Andrew and
Boyle, 1995) yaitu : mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya
klien tidak bertentangan dengan kesehatan, mengkomodasi budaya klien bila
budaya klien kurang menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila
budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan.
a. Cultural Care Preservation/Maintenance
 Identifikasi perbedaanb konsep antara klien dan perawat tentang
proses melahirkan dan perawatan bayi
 Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinteraksi dengan klien
 Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat
b. Cultural Care Accomodation/Negotiation
 Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien
 Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
 Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negoisasi dimana
kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien dan
standar etik
c. Cultural Care Repartening/Reconstruction
 Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan
dan melaksanakannya
 Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok
 Gunakan pihak ketiga bila perlu
 Terjemahkan terminology gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan
yang dapat dipahami oleh klien dan orangtua
 Berikan informasi pada klien tentang system pelayanan kesehatan.
Perawat dank lien harus mencoba untuk memahami budaya masing-
masing melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi
persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya
budaya-budaya mereka.
Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa
tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antar perawat dengan
klien akan terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari
efektifitas keberhasilan menciptakan hubungan perawat dan lien yang
bersifat terapeutik.

4. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transcultural dilakukan terhadap
keberhasilan klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan
kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau
beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat bertentangan dengan
budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan keperawatan
yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.
12
D. Transkulturan Nursing Sepanjang Daur Kehidupan

1. Perawatan Kehamilan dan Kelahiran


Kehamilan dan kelahiran bayi pun dipengaruhi oleh aspek sosial
dan budaya dalam suatu masyarakat. Dalam ukuran-ukuran tertentu,
fisiologi kelahiran secara universal sama. Namun proses kelahiran sering
ditanggapi dengan cara-cara yang berbeda oleh aneka kelompok
masyarakat (Jordan, 1993). Berbagai kelompok yang memiliki penilaian
terhadap aspek kultural tentang kehamilan dan kelahiran menganggap
peristiwa itu merupakan tahapan yang harus dijalani didunia. Salah satu
kebudayaan masyarakat kerinci di Provinsi Jambi misalnya, wanita hamil
dilarang makan rebung karena menurut masyarakat setempat jika wanita
hamil makan rebung maka bayinya akan berbulu seperti rebung. Makan
jantung pisang juga diyakini menurut keyakinan mereka akan membuat
bayi lahir dengan ukuran yang kecil.Dalam kebudayaan Batak, wanita
hamil yang menginjak usia kehamilan tujuh bulan diberikan kepada ibunya
ulos tondi agar wanita hamil tersebut selamat dalam proses melahirkan.
Ketika sang bayi lahir pun nenek dari pihak ibu memberikan lagi ulos
tondi kepada cucunya sebagai simbol perlindungan. Sang ibu akan
menggendong anaknya dengan ulos tersebut agar anaknya selalu sehat dan
cepat besar. Ulos tersebut dinamakan ulos parompa.
Pantangan dan simbol yang terbentuk dari kebudayaan hingga kini
masih dipertahankan dalam komunitas dan masyarakat. Dalam
menghadapi situasi ini,pelayanan kompeten secara budaya diperlukan bagi
seorang perawat untuk menghilangkan perbedaan dalam pelayanan,
bekerja sama dengan budaya berbeda, serta berupaya mencapai pelayanan
yang optimal bagi klien dan keluarga.
Menurut Meutia Farida Swasono salah satu contoh dari masyarakat
yang sering menitikberatkan perhatian pada aspek krisis kehidupan dari
peristiwa kehamilan dan kelahiran adalah orang jawa yang di dalam adat
adat istiadat mereka terdapat berbagai upacara adat yang rinci untuk
menyambut kelahiran bayi seperti pada upacara mitoni,procotan, dan
brokohan.
Perbedaan yang paling mencolok antara penanganan kehamilan
dan kelahiran oleh dunia medis dengan adat adalah orang yang
menanganinya, kesehatan modern penanganan oleh dokter dibantu
oleh perawat, bidan, dan lain sebagainya tapi penanganan dengan
adat dibantu oleh dukun bayi. Menurut Meutia Farida Swasono dukun bayi
umumnya adalah perempuan, walaupun dari berbagai kebudayaan
tertentu, dukun bayi adalah laki laki seperti pada masyarakat Bali Hindu
13
yang disebut balian manak dengan usia di atas 50tahun dan profesi ini
tidak dapat digantikan oleh perempuan karena dalam proses menolong
persalinan, sang dukun harus membacakan mantra mantra yang hanya
boleh diucapkan oleh laki laki karena sifat sakralnya.
Proses pendidikan atau rekrutmen untuk menjadi dukun bayi
bermacam macam. Ada dukun bayi yang memperoleh keahliannya
melalui proses belajar yang diwariskan dari nenek atau ibunya, namun ada
pula yang mempelajari dari seorang guru karena merasa terpanggil. Dari
segi budaya, melahirkan tidak hanya merupakan suatu proses semata mata
berkenaan dengan lahirnya sang bayi saja, namun tempat melahirkan pun
harus terhindar dari berbagai k otoran tapi “kotor” dalam arti keduniawian,
sehingga kebudayaan menetapkan bahwa proses mengeluarkan unsur
unsur yang kotor atau keduniawian harus dilangsungkan di tempat yang
sesuai keperluan itu. Jika dokter memiliki obat obat medis maka dukun
bayi punya banyak ramuan untuk dapat menangani ibu dan janin,
umumnya ramuan itu diracik dari berbagai jenis tumbuhan, atau bahan
bahan lainnya yang diyakini berkhasiat sebagai penguat tubuh atau
pelancar proses persalinan.
Menurut pendekatan biososiokultural dalam kajian antropologi,
kehamilan dan kelahiran dilihat bukan hanya aspek biologis dan
fisiologis saja, melainkan sebagai proses yang mencakup pemahaman
dan pengaturan hal-hal seperti; pandangan budaya mengenai kehamilan
dan kelahiran, persiapan kelahiran, para pelaku dalam pertolongan
persalinan, wilayah tempat kelahiran berlangsung, cara pencegahan
bahaya, penggunaan ramuan atau obat-obatan tradisional, cara
menolong kelahiran, pusat kekuatan dalam pengambilan keputusan
mengenai pertolongan serta perawatan bayi dan ibunya.
Berdasarkan uraian diatas, perawat harus mampu memahami
kondisi kliennya yang memiliki budaya berbeda. Perawat juga dituntut
untuk memiliki keterampilan dalam pengkajian budaya yang akurat dan
komprehensif sepanjang waktu berdasarkan warisan etnik dan riwayat
etnik, riwayat biokultural, organisasi sosial, agama dan kepercayaan serta
pola komunikasi. Semua budaya mempunyai dimensi lampau, sekarang
dan mendatang. Untuk itu penting bagi perawat memahami orientasi
waktu wanita yang mengalami transisi kehidupan dan sensitif terhadap
warisan budaya keluarganya.

2. Perawatan Dan Pengasuhan Anak


Disepanjang daur kehidupannya, manusia akan melewati masa
transisi dari awal masa kelahiran hingga kematiannya. Kebudayaan
turut serta mempengaruhi peralihan tersebut. Dalam asuhan keperawatan
14
budaya, perawat harus paham dan bisa mengaplikasikan pengetahuannya
pada tiap daur kehidupan manusia. Salah satu contohnya yaitu aplikasi
transkultural pada perawatan dan pengasuhan anak. Setiap anak
diharapkan dapat berkembang secara sempurna dan simultan,
baik perkembangan fisik, kejiwaan dan juga sosialnya sesuai dengan
standar kesehatan, yaitu sehat jasmani, rohani dan sosial. Untuk itu perlu
dipetakan berbagai unsur yang terlibat dalam proses perkembangan anak
sehingga dapat dioptimalkan secara sinergis.
Menurut Urie Bronfenbrenner (1990) setidaknya ada 5 (lima)
sistem yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak,yaitu: Pertama,
sistem mikro yang terkait dengan setting individual di mana anak tumbuh
dan berkembang yang meliputi : keluarga, teman sebaya, sekolah dan
lingkungan sekitar tetangga. Kedua, sistem meso yang merupakan
hubungan di antara mikro sistem, misalnya hubungan pengalaman-
pengalaman yang didapatkan di dalam keluarga dengan pengalaman di
sekolah atau pengalaman dengan teman sebaya. Ketiga, sistem exo yang
menggambarkan pengalaman dan pengaruh dalam setting sosial yang
berada di luar kontrol aktif tetapi memiliki pengaruh langsung terhadap
perkembangan anak,seperti,pekerjaan orang tua dan media massa.
Keempat, sistem makro yang merupakan budaya di mana individu hidup,
seperti : ideologi, budaya, sub-budaya atau strata sosial masyarakat.
Kelima, sistem chrono yang merupakan gambaran kondisi kritis
transisional (kondisi sosio-historik). Keempat sistem pertama harus
mampu dioptimalkan secara sinergis dalam pengembangan berbagai
potensi anak sehingga dibutuhkan pola pengasuhan, pola pembelajaran,
pola pergaulan termasuk penggunaan media massa, dan pola kebiasaan
(budaya) yang koheren dan saling mendukung.
Proses sosialisasi pada anak secara umum melalui 4 fase, yaitu:
a. Fase Laten (Laten Pattern), pada fase ini proses sosialisasi belum
terlihat jelas. Anak belum merupakan kesatuan individu yang berdiri
sendiri dan dapat melakukan kontak dengan lingkungannya. Pada fase
ini anak masih dianggap sebagai bagian dari ibu,dan anak pada fase
ini masih merupakan satu kesatuan yang disebut “two persons
system”.
b. Fase Adaptasi (Adaption), pada fase ini anak mulai mengenal
lingkungan dan memberikan reaksi atas rangsangan-rangsangan dari
lingkungannya.
Orangtua berperan besar pada fase adaptasi, karena anak hanya
dapat belajar dengan baik atas bantuan dan bimbingan orangtuanya.
c. Fase Pencapaian Tujuan (Goal Attainment), pada fase ini dalam
sosialisasinya anak tidak hanya sekadar memberikan umpan balik atas
15
rangsangan yang diberikan oleh lingkungannya, tapi sudah memiliki
maksud dan tujuan. Anak cenderung mengulangi tingkah laku
tertentu untuk mendapatkan pujian dan penghargaan dari
lingkungannya.
d. Fase Integrasi (Integration), pada fase ini tingkah laku anak tidak lagi
hanya sekadar penyesuaian (adaptasi) ataupun untuk mendapatkan
penghargaan, tapi sudah menjadi bagian dari karakter yang menyatu
dengan dirinya sendiri.
Interaksi anak dengan lingkungannya secara tidak langsung
telah mengenalkan dirinya pada kultural atau kebudayaan yang ada di
sekelilingnya. Lingkungan dan keluarga turut berperan serta dalam
tumbuh kembang anak. Hal ini pun tidak terlepas dari pengaruh-
pengaruh budaya yang ada di sekitarnya. Sebagai perawat, dalam
memberikan pengasuhan dan perawatan perlu mengarahkan
anak pada perilaku perkembangan yang normal, membantu dalam
memaksimalkan kemampuannya dan menggunakan kemampuannya
untuk koping dengan membantu mencapai keseimbangan
perkembangan yang penting. Perawat juga harus sangat melibatkan
anak dalam merencanakan proses perkembangan.Karena
preadolesens memiliki keterampilan kognitif dan sosial yang
meningkat sehingga dapat merencnakan aktifitas perkembangan.
Dalam lingkungannya, anak diharuskan bekerja dan bermain
secara kooperatif dalam kelompok besar anak-anak dalam
berbagai latar belakang budaya. Dalam proses ini, anak mungkin
menghadapi masalah kesehatan psikososial dan fisik (misalnya
meningkatnya kerentanan terhadap infeksi pernapasan, penyesuaian
yang salah di sekolah, hubungan dengan kawan sebaya tidak
adekuat, atau gangguan belajar). Perawat harus merancang
intervensi peningkatan kesehatan anak dengan turut mengkaji
kultur yang berkembang pada anak. Agar tidak terjadi konflik budaya
terhadap anak yang akan mengakibatkan tidak optimalnya pegasuhan
dan perawatan anak.

16
BAB 3

CONTOH KASUS

Kasus

Anak A dengan usia 3 tahun, laki-laki, suku bugis, beragama islam diantar oleh
orangtuanya ke rumah sakit dengan keluhan tidak nafsu makan dan muntah selama 3
hari. Saat dilakukan pengukuran badan ternyata klien mempunyai BB 7 Kg dan TB
90 cm. Setelah diperiksa keadaannya, dokter menyimpulkan bahwa anak tersebut
menderita malnutrisi (gizi buruk) dilihat dari tanda dan gejala yang ada yaitu klien
rewel dan tampak lemah dan lesu, perut buncit, dan tampak sangat kurus sehingga
dokter menyarankan untuk rawat inap. Namun ibu klien mengatakan anaknya seperti
itu bukan karena penyakit tapi melainkan dikarenakan kemasukan roh halus yang
berasal dari pohon besar dibelakang pekarangan rumahnya. Menurut kepercayaan
masyarakat didaerah tersebut meyakini bahwa pohon besar itu terkenal keramat.
Menurut cerita yang dikatakan ibu klien bahwa saat anaknya sakit langsung dibawa
ke dukun, lalu anaknya diberi ramuan jamu-jamuan dengan bacaan doa-doa. Ibu
klien juga mengatakan anaknya dilarang mengkonsumsi makanan seperti ikan,
daging, dan telur oleh dukun dikarenakan bisa membuat roh halus makin betah hidup
pada jiwa dan tubuhnya sehingga dapat memperlambat penyembuhan. Pada saat
diberikan penkes ibu klien masih terlihat kebingungan. Kemudian setelah itu dokter
mengkaji pola makan, istirahat, pola aktivitas dan lain-lainnya. Ibu klien mengatakan
bahwa anaknya tidak mau makan dan satu porsi makan tidak habis. Anaknya lebih
menyukai makan makanan instan dan snack seperti permen, taro, yupi, dan aneka
snack lainnya. Ibu klien juga mengatakan dalam satu hari anaknya tiga kali tidur
yaitu pada jam 2 siang, jam 5 sore, dan pada jam 10 malam. Saat malam hari ibu
klien membiasakan buang air kecil dahulu sebelum tidur. Dan ibu klien juga
mengatakan bahwa anaknya suka bermain dan menonton TV. Dari hasil pengkajian
tersebut, dapat dipastikan bahwa didaerahnya masih percaya akan sihir dan hal-hal
gaib.

17
BAB 4

PEMBAHASAN

Asuhan Keperawatan Trankultural Nursing

A. Pengkajian
1. Faktor Teknologi (Technological Factors)
 Persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk
mengatasi permasaalahan kesehatan saat ini : ibu klien jarang
memeriksakan anaknya ke petugas kesehatan, dan saat anaknya sakit
yang dilakukan terlebih dahulu yaitu membawa anaknya ke dukun,
setelah anaknya sakit parah baru anaknya dibawa ke rumah sakit.
 Alasan mencari bantuan kesehatan : untuk memperoleh kesembuhan
anaknya.
 Persepsi sehat sakit : ibu klien beranggapan anaknyanya seperti itu
bukan karena penyakit tapi melainkan dikarenakan kemasukan roh
halus yang berasal dari pohon besar dibelakang pekarangan rumahnya
meskipun tanda dan gejala yang ada telah menunjukkan anaknya
mengalami malnutrisi (gizi buruk).
 Kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan : saat anaknya
sakit langsung dibawa ke dukun, lalu anaknya diberi ramuan jamu -
jamuan dengan bacaan doa-doa tanpa segera dibawa ke petugas
kesehatan.
2. Faktor Agama dan Falsafah Hidup (Religions and Phylosophical Factors)
 Agama yang dianut : Islam
 Kebiasaan yang berdampak positif terhadap kesehatan : ibu klien
membiasakan buang air kecil dahulu sebelum tidur.
3. Faktor Sosial dan Keterikatan Kekeluargaan (Khinsip and Sosial Factors)
 Nama Lengkap : An. A
 Nama panggilan dalam keluarga : An. A
 Umur : 3 tahun
 Jenis kelamin : laki - laki
 Status : anak kandung

18
 Tipe keluarga : inti (tinggal sekeluarga tanpa ada keluarga lain)
 Pengambilan keputusan dalam anggota keluarga : orang tua
 Hubungan klien dengan kepala keluarga : anak
4. Faktor Nilai - Nilai Budaya dan Gaya Hidup (Cultural Values and Lifeways)
 Bahasa yang digunakan : bahasa bugis
 Kebiasaan makan : makan sulit dan tidak teratur
 Makanan pantang berkaitan dengan kondisi sakit : Ibu klien
mengatakan anaknya diberi ramuan jamu jamuan dengan bacaan doa-
doa dan dilarang mengkonsumsi makanan seperti ikan, daging, dan
telur oleh dukun dikarenakan bisa membuat roh halus makin
melengket pada jiwa dan tubuhnya sehingga dapat memperlambat
penyembuhan.
 Ibu klien beranggapan anaknyanya seperti itu bukan karena penyakit
tapi melainkan dikarenakan kemasukan roh halus yang berasal dari
pohon besar dibelakang pekarangan rumahnya.
5. Faktor Kebijakan dan Peraturan Rumah Sakit (Political and Legal Factors)
 Alasan datang ke rumah sakit : keluhan tidak nafsu makan dan muntah
selama 3 hari.
 Kebijakan yang didapat di rumah sakit : Saat dilakukan pengukuran
badan ternyata klien mempunyai BB 7 Kg dan TB 90 cm. Setelah
diperiksa keadaanya, dokter menyimpulkan bahwa anak tersebut
menderita malnutrisi (gizi buruk) dilihat dari tanda dan gejala yang ada
yaitu klien rewel dan tampak lemah dan lesu, perut buncit, dan tampak
sangat kurus dan menyarankan untuk rawat inap.
6. Faktor Ekonomi (Economical factors)
 Sumber ekonomi yang dimanfaatkan keluarga : ibu klien menggunakan
tabungannya untuk biaya pengobatan anaknya
 Sumber biaya pengobatan : BPJS
 Pekerjaan klien : klien belum bekerja
7. Faktor Pendidikan (Educational Factors)
 Latar belakang pendidikan klien : klien belum bersekolah
 Tingkat pendidikan keluarga klien : Sekolah Dasar
 Setelah diperiksa keadaannya, dokter menyimpulkan bahwa anak
tersebut menderita malnutrisi (gizi buruk) dilihat dari tanda dan gejala
19
yang ada yaitu klien rewel dan tampak lemah dan lesu, perut buncit,
dan tampak sangat kurus dan menyarankan untuk rawat inap. Namun
ibu klien mengatakan anaknyanya seperti itu bukan karena penyakit
tapi melainkan dikarenakan kemasukan roh halus yang berasal dari
pohon besar dibelakang pekarangan rumahnya. Kemampuan keluarga
klien masih minim karena masih percaya sihir dan hal-hal gaib
daripada medis.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
 Mata : agak menonjol
 Wajah : membulat dan sembab
 Kepala : rambut mudah rontok dan kemerahan
 Abdomen : perut terlihat buncit
 Kulit : turgor kulit jelek
2. Palpasi
 Pembesaran hati ± 1 inchi
3. Auskultasi
 Peristaltic usus abnormal
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Darah
 Pada pemeriksaan darah meliputi : Hb, albumin, globulin, protein total dan
elektrolit serum.
2. Pemeriksaan Urine
 Pemeriksaan urine meliputi : urine lengkap dan culture urine.
3. Uji Faal Hati
4. EKG
5. X Foto Paru

D. Analisa Data

No
Data Fokus Masalah Keperawatan
.
1. DS : Defisit Nutrisi

20
 Ibu klien mengatakan bahwa klien
tidak nafsu makan dan muntah
selama 3 hari
 Ibu klien mengatakan bahwa klien
tidak mau makan dan satu porsi
makan tidak habis.
 Ibu klien mengatakan klien lebih
menyukai makan makanan instan
dan snack seperti permen, taro,
yupi, dan aneka snack lainnya.
DO
 klien tampak rewel
 tampak lemah dan lesu
 perut buncit
 klien tampak sangat kurus
 BB = 7 kg dan TB = 90 cm (status
nutrisi gizi buruk)
2. DS Defisit Pengetahuan
 Ibu klien mengatakan bahwa sakit
klien karena kemasukan roh halus
yang berasal dari pohon besar
dibelakang pekarangan rumahnya
 Ibu klien mengatakan bahwa saat
klien sakit langsung dibawa ke
dukun, lalu klien diberi ramuan jamu-
jamuan dengan bacaan doa-doa.
 Ibu klien juga mengatakan klien
dilarang mengkonsumsi makanan
seperti ikan, daging, dan telur oleh
dukun dikarenakan bisa membuat roh
halus makin betah hidup pada jiwa
dan tubuhnya sehingga dapat
memperlambat penyembuhan
DO
 Ibu klien masih percaya akan sihir
dan hal-hal gaib
 Ibu klien membawa klien berobat
terlebih dahulu ke dukun, setelah
klien sakit parah baru dibawa ke
rumah sakit
 Pendidikan terakhir keluarga klien
SD
 Pada saat diberikan penkes ibu klien
masih terlihat kebingungan

21
E. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit Nutrisi b/d faktor psikologis (keengganan untuk makan) ditandai dengan :
DS :
 Ibu klien mengatakan bahwa klien tidak nafsu makan dan muntah selama
3 hari
 Ibu klien mengatakan bahwa klien tidak mau makan dan satu porsi
makan tidak habis.
 Ibu klien mengatakan klien lebih menyukai makan makanan instan dan
snack seperti permen, taro, yupi, dan aneka snack lainnya.

DO :

 klien tampak rewel


 tampak lemah dan lesu
 perut buncit
 klien tampak sangat kurus
 BB = 7 kg dan TB = 90 cm (status nutrisi gizi buruk)
2. Defisit Pengetahuan tentang nutrisi bayi/anak b/d ketidaktahuan menemukan
sumber informasi ditandai dengan :
DS :
 Ibu klien mengatakan bahwa sakit klien karena kemasukan roh halus
yang berasal dari pohon besar dibelakang pekarangan rumahnya
 Ibu klien mengatakan bahwa saat klien sakit langsung dibawa ke dukun,
lalu diberi ramuan jamu-jamuan dengan bacaan doa-doa.
 Ibu klien juga mengatakan klien dilarang mengkonsumsi makanan
seperti ikan, daging, dan telur oleh dukun dikarenakan bisa membuat roh
halus makin betah hidup pada jiwa dan tubuhnya sehingga dapat
memperlambat penyembuhan

DO :

 Ibu klien masih percaya akan sihir dan hal-hal gaib

22
 Ibu klien membawa klien berobat terlebih dahulu ke dukun, setelah sakit
parah baru dibawa ke rumah sakit
 Pendidikan terakhir keluarga klien SD
 Pada saat diberikan penkes ibu klien masih terlihat kebingungan

F. Intervensi Keperawatan

Diagnosis
Tujuan Intervensi
Keperawatan
Defisit Nutrisi Setelah dilakukan asuhan Promosi Berat Badan
b/d faktor keperawatan maka diharapkan 1. obser
psikologis status nutrisi klien membaik vasi
(keengganan dengan kriteria hasil :  identifikasi
untuk makan)  porsi makan yang kemungkinan penyebab
dihabiskan BB kurang
 berat badan atau IMT  monitor adanya mual
kembali normal dan muntah
 frekuensi makan  monitor jumlah kalori
meningkat yang dikonsumsi sehari-
 nafsu makan meningkat hari
 perasaan cepat kenyang  moitor berat badan
2.Terapeutik
 sediakan makanan yang
tepat sesuai kondisi
pasien
 hidangkan makanan
secara menarik
 berikan suplemen, jika
perlu
 beriakan pujia pada
pasien/keluarga untuk
peningkatan yang
dicapai
3.Edukasi

23
 jelaskan jenis makanan
yang bergizi tinggi,
namun tetap terjangkau
 jelaskan peningkatan
asupan kalori yang
dibutuhkan
Defisit Setelah dilakukan asuhan Edukasi Kesehatan
Pengetahuan keperawatan maka diharapkan 1. Observasi
tentang nutrisi tingkat pengetahuan membaik  Identifikasi kesiapan
bayi/anak b/d dengan kriteria hasil : dan kemampuan
ketidaktahuan  perilaku sesuai anjuran menerima informasi
menemukan meningkat  Identifikasi faktor-
sumber  kemampuan faktor yang dapat
informasi menjelaskan meningkatkan dan
pengetahuan suatu menurunkan motivasi
topic meningkat perilaku hidup bersih
 persepsi yang keliru dan sehat
terhadap masalah 2.Terapeutik
menurun  Sediakan materi dan
media pendidikan
kesehatan
 Jadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai
kesepakatan
 Berikan kesempatan
untuk bertanya
3.Edukasi
 Jelaskan faktor risiko
yang dapaat
mempengaruhi
kesehatan
 Ajarkan perilaku hidup
bersih dan sehat

24
 Ajarka strategi yang
dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku
hidup bersih dan sehat

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
Transcultural nursing adalah suatu area atau wilayah keilmuan budaya
pada proses belajar dan keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan
kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan
pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan
untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya
kepada manusia (Leininger, 2002). Model konseptual yang dikembangkan oleh
Leininger dalam menjelaskan asuhan keperawatan dalam konteks budaya
digambarkan dalam bentuk matahari terbit (Sunrise model) seperti yang terdapat
pada gambar 1. Geisser (1991) menyatakan bahwa proses keperawatan ini
digunakan oleh perawat sebagai landasan berfikir dan memberikan solusi terhadap
masalah klien (Andrew & Boyle, 1995).
Pengkajian pada model transcultural in nursing meliputi, faktor teknologi
(technological factors), faktor agama dan falsafah hidup (religions and
philosophical factors), faktor social dan keterikatan keluarga (kinship and social
factors), faktor nilai-nilai budaya dang aha hidup (cultural value and life ways
factors), faktor kebijakan dan peraturan (political and legal factors), faktor
ekonomi (economical factors), faktor pendidikan (educational factors).
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trankultural adalah suatu
proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu proses
memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang
sesuai dengan latar belakang budaya klien (Gigerand Daviddhizar, 1995). Ada tiga
pedoman yang dimiliki klien bila budaya klien tidak bertentangan dengan
kesehatan, mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang
menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki
klien bertentangan dengan kesehatan.

25
B. Saran dan Kritik
Di dalam penulisan makalah ini telah dijelaskan tentang model
keperawatan transkulturalin nursing yang menggunakan pengkajian dengan
sunrise model. Dalam aplikasi kasus malnutrisi (gizi buruk) pada anak usia 3
tahun ini khususnya masalah keperawatan tentang defisit Pengetahuan tentang
nutrisi bayi/anak b/d ketidaktahuan menemukan sumber informasi, kita sebagai
perawat dapat melakukan intervensi keperawatan dengan mengubah budaya
masyarakat yang ada dengan restrukturisasi budaya mereka. Sehingga, model
asuhan keperawatan dengan transcultural in nursing ini sangat tepat dipakai dalam
pemberian asuhan keperawatan dalam kehidupan sehari-hari, karena dapat
memberikan asuhan keperawatan yang lebih lengkap dan rinci sesuai dengan
kebudayaan yang masing-masing masyarakat miliki.

26
DAFTAR PUSTAKAXAndrew, M & Boyle, J. C. (1995). Transkultural Concepts in Nursing
Care. 2nd Ed. Philadelphia. JB Lippincot Company.

Cultural Diversity in Nursing. (1997). Transkultural Nursing. Basic Conceps and Case
Studies. http://www.google.com/rnc.org/transkulturalnursing.

Fitzpatrick. J. J & Whall. A. L. (1998). Conceptual Models of Nursing : Analysis and


Application, USA, Applteon & Lange.
Giger. J. J & Davidhizar. R. E. (1995). Transkultural Nursing : Assesment and Intervention.
2nd Ed. Missouri. Mosby Year Book Inc.
https://sg.docworkspace.com/d/sllr-z88pgJroiAY.
Iyer. P.W., Taptich, B. J., & Bernochi Losey. D. (1996). Nursing Process and Nursing
Diagnosis. W.B Saunders Company. Philadelphia.
Leininger. M & Mefarland, M. R. (2002). Transkultural Nursing : Concepts, Theoryes,
Research and Practice. 3nd Ed. USA. Me-Graw Hill Companies.
Pudjadi, Solihin. (2000). Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Jakarta : Gaya Baru Jakarta.

Royal College of Nursing. (2006). Transkultural Nursing Care of Adult. Section One
Understanding The Theoretical Basis of Transkultural Nursing Care.
http://www.google.com/rnc.org/transculturalnursing.
Royal College of Nursing. (2006). Section Two Understanding The Theoretical Basis of
Transkultural Nursing Care. http://www.google.com/rnc.org/transculturalnursing.
Royal College of Nursing. (2006). Transkultural Nursing Care of Adult. Section Three
Understanding The Theoretical Basis of Transkultural Nursing Care.
Swasono. M. F. (1997). Kehamilan, Kelahiran, Perawatan Ibu dan Bayi dalam Konteks
Budaya. Jakarta. UI Press.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Defenisi dan
Indikator Diagnosis. Edisi 1.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Defenisi dan
Tindakan Keperawatan. Edisi 1. Cetakan II.

27
28

Anda mungkin juga menyukai