Hepatitis A
Hepatitis A
Hepatitis A
Pengertian
Hepatitis A merupakan jenis hepatitis yang paling ringan dan paling mudah
penularannya serta tidak menutup kemungkinan akan berubah atau masuk ke tingkat
yang lebih parah seperti hepatitis B atau hepatitis C. Jika tidak dilakukan intervensi
segera, anak-anak yang sehat agar tetap sehat dan anak-anak yang rentan dapat
terhindar dari faktor-faktor penyebab terjangkitnya hepatitis A (Mardhiyah, 2019).
Penyakit hepatitis menjadi masalah kesehatan di dunia, yang menyebabkan kematian
pada bayi, Balita, usia dewasa maupun Lansia. Virus hepatitis A adalah suatu
penyakit dengan distribusi global. Prevalensi infeksi yang ditandai dengan tingkatan
antibody anti-HAV telah diketahui secara universal dan erat hubungannya dengan
standar sanitasi/kesehatan daerah yang bersangkutan. Meskipun virus hepatitis A
ditularkan melalui air dan makanan yang tercemar, namun hampir sebagian besar
infeksi HAV didapat melalui transmisi endemic atau sporadic yang sifatnya tidak
begitu dramatis1
B. Patofisiologi
Antigen hepatitis A dapat ditemukan dalam sitoplasma sel hati segera sebelum
hepatitis akut timbul. Kemudian, jumlah virus akan menurun setelah timbul
manifestasi klinis, baru kemudian muncul IgM anti HAV spesifik. Kerusakan sel-sel
hati terutama terjadi karena viremia yang terjadi dalam waktu sangat pendek dan
terjadi pada masa inkubasi. Serngan antigen virus hepatitis A dapat ditemukan dalam
tinja 1 minggu setelah ikterus timbul. Kerusakan sel hati disebabkan oleh aktifasi sel
T limfosit sitolitik terhadap targetnya, yaitu antigenvirus hepatitis A. Pada keadaan ini
ditemukan HLA-Restricted Virus specific cytotoxic CD8+ T Cell di dalam hati pada
hepatitis virus A yang akut. Gambaran histologis dari sel parenkim hati yaitu
terdapatnya nekrosis sel hati berkelompok, dimulai dari senter lobules yang diikuti
oleh infiltrasi sel limfosit, makrofag, sel plasma, eosinofil, dan neutrofil. Ikterus
terjadi sebagai akibat hambatan aliran empedu karena kerusakan sel parenkim hati,
terdapat peningkatan bilirubin direct dan indirect dalam serum. Ada 3 kelompok
kerusakan yaitu di daerah portal, di dalam lobules, dan di dalam sel hati. Dalam
lobules yang mengalami nekrosis terutama yang terletak di bagian sentral. Kadang-
kadang hambatan aliran empedu ini mengakibatkan tinja berwarna pucat seperti
dempul (faeces acholis) dan juga terjadi peningkatan enzim fosfatase alkali, 5
nukleotidase dan gama glutamil transferase (GGT). Kerusakan sel hati akan
menyebabkan pelepasan enzim transminase ke dalam darah. Peningkatan SGPT
memberi petunjuk adanya kerusakan sel parenkim hati lebih spesifik daripada
peningkatan SGOT, karena SGOT juga akan meningkat bila terjadi kerusakan pada
myocardium dan sel otot rangka. Juga akan terjadi peningkatan enzim laktat
dehidrogenase (LDH) pada kerusakan sel hati. Kadang-kadang hambatan aliran
empedu (cholestasis) yang lama menetap setelah gejala klinis sembuh1.
C. Etiologi
Seuntai molekul RNA terdapat dalam kapsid, satu ujung dari RNA ini disebut viral
protein genomik (VPg) yang berfungsi menyerang ribosom sitoplasma sel hati. Virus
hepatitis A bisa dibiak dalam kultur jaringan. Replikasi dalam tubuh dapat terjadi
dalam sel epitel usus dan epitel hati. Virus hepatitis A yang ditemukan di tinja berasal
dari empedu yang dieksresikan dari sel-sel hati setelah replikasinya, melalui sel
saluran empedu dan dari sel epitel usus. Virus hepatitis A sangat stabil dan tidak rusak
dengan perebusan singkat dan tahan terhadap panas pada suhu 60ºC selama ± 1 jam.
Stabil pada suhu udara dan pH yang rendah. Tahan terhadap pH asam dan asam
empedu memungkinkan VHA melalui lambung dan dikeluarkan dari tubuh melalui
saluran empedu.
1. Kepala pusing
2. Mual dan muntah
3. Sakit tenggorokan
4. Diare
5. Tidak nafsu makan
6. Kelelahan
7. Nyeri otot dan nyeri sendi
8. Urin dengan warna gelap
9. Tinja kuning pucat
10. Sakit kuning
11. Pembengkakan Hati
Umumnya tanda dan gejala awal infeksi virus penyakit Hepatitis A sangat
bervariasi dan bersifat tidak spesifik. Demam, kelelahan, anoreksia(tidak nafsu
makan) dan gangguan pencernaan (mual, muntah, kembung) dapat ditemukan pada
awal penyakit. Dalam waktu 1 minggu, beberapa penderita dapat mengalami gejala
kuning disertai gatal(ikterus), buang air kecil berwarna seperti teh, dan tinja berwarna
pucat. Infeksi pada anak berusia dibawah 5 tahun umumnya tidak memberikan
gejala yang jelas dan hanya 10% yang akan memberikan tanda-tanda ikterus (mukosa
kelopak mata dan langit-langit pada mulut). Pada anak yang lebih tua dan dewasa,
gejala yang muncul biasanya lebih berat dan ikterus terjadi pada lebih dari 70%
penderita. (Siswandi,2020)
E. Komplikasi
Penderita usia lanjut cenderung mengalami hati yang lebih berat, sering
dengan ikterus dan koagulopati, dengan insidens komplikasi, seperti prolonged
cholestasis, pankreatitis, dan asites yang lebih tinggi5. Prolonged cholestasis dapat
terjadi pada infeksi akut, frekuensinya meningkat dengan usia, ditandai oleh suatu
periode ikterus yang berkepanjangan (>3 bulan), dan sembuh tanpa intervensi.
Umumnya bermanifestasi sebagai pruritus, demam, diare, kehilangan berat badan,
dengan kadar bilirubin serum >10 mg/ dL. Kortikosteroid dan asam ursodeoksikolat
dapat memperpendek masa kolestasis6 walaupun menurut beberapa peneliti7
kortikosteroid dapat mempredisposisi relaps. Walaupun jarang, immune-mediated
thrombocytopenic purpura juga dapat terjadi pada penderita hepatitis A, sebagian
besar pada dewasa8 Hepatitis autoimun pasca infeksi HAV juga telah dilaporkan.
Terapi kortikosteroid seperti pada hepatitis autoimun umumnya memberikan respons
klinis dan hasil laboratorium yang baik, meskipun datanya masih terbatas. Komplikasi
lain yang sangat jarang terjadi adalah gagal ginjal akut, nefritis interstitial,
pankreatitis, aplasia eritrosit, agranulositosis, aplasia sumsum tulang, blok jantung
sementara, sindrom Guillain-Barré, artritis akut, penyakit Still, lupus-like syndrome,
dan sindrom Sjögren9,10
F. Test Diagnostik
a. Pemeriksaan Klinis
b. Pemeriksaan Serologik
Adanya IgM anti-HAV dalam serum pasien dianggap sebagai gold standard
untuk diagnosis dari infeksi akut hepatitis A. Virus dan antibody dapat dideteksi
dengan metode komersial RIA, EIA, atau ELISA. Pemeriksaan diatas digunakan
untuk mendeteksi IgM anti-HAV dan total anti-HAV (IgM dan IgG). IgM anti-HAV
dapat dideteksi selama fase akut dan 3-6 bulan setelahnya. Dikarenakan IgG anti-
HAV bertahan seumur hidup setelah infeksi akut, maka apabila seseorang terdeteksi
IgG antiHAV positif tanpa disertai IgM anti-HAV, mengindikasikan adanya infeksi di
masa yang lalu. Pemeriksaan imunitas dari HAV tidak dipengaruhi oleh pemberian
passive dari Immunoglobulin/Vaksinasi, karena dosis profilaksis terletak dibawah
level dosis deteksi.
Deteksi dari antibodi dapat dilakukan melalui rapid test menggunakan metode
immunochromatographic assay, dengan alat diagnosis komersial yang tersedia. Alat
diagnosis ini memiliki 3 garis yang telah dilapisi oleh antibodi, yaitu “G” (HAV IgG
Test Line), “M” (HAV IgM Test Line), dan “C” (Control Line) yang terletak pada
permukaan membran. Garis “G” dan “M” berwarna ungu akan timbul pada jendela
hasil apabila kadar IgG dan/atau IgM anti-HAV cukup pada sampel. Dengan
menggunakan rapid test dengan metode immunochromatographic assay didapatkan
spesifisitas dalam mendeteksi IgM anti-HAV hingga tingkat keakuratan 98,0%
dengan tingkat sensitivitas hingga 97,6%.
G. Penatalaksanaan
I. Perawatan Suportif
a. Pada periode akut dan dalam keadaan lemah diharuskan cukup istirahat. Aktivitas
fisik yang berlebihan dan berkepanjangan harus dihindari.
b. Manajemen khusus untuk hati dapat dapat diberikan sistem dukungan untuk
mempertahankan fungsi fisiologi seperti hemodialisis, transfusi tukar, extracorporeal
liver perfusion, dan charcoal hemoperfusion.
c. Rawat jalan pasien, kecuali pasien dengan mual atau anoreksia berat yang akan
menyebabkan dehidrasi sebaiknya diinfus.
II. Dietetik
a. Makanan tinggi protein dan karbohidrat, rendah lemak untuk pasien yang dengan
anoreksia dan nausea.
b. Selama fase akut diberikan asupan kalori dan cairan yang adekuat. Bila diperlukan
dilakukan pemberian cairan dan elektrolit intravena.
III. Medikamentosa
Daftar Pustaka
1. Noer, Sjaifoellah H.M., Sundoro, Julitasari. Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati Edisi
Pertama. Editor : H. Ali Sulaiman. Jakarta: Jayabadi. 2007
2. http://repository.pkr.ac.id/1080/7/BAB%20II%20TINJAUAN%20TEORI.pdf
3. http://eprints.undip.ac.id/44531/3/Dhaneswara_Adhyatama_W_22010110120016_
Bab2KTI.pdf
4. https://repository.unmul.ac.id/bitstream/handle/123456789/6028/Buku%20Sis
%20Hepatitis%20%28Edited%29.pdf?sequence=1&isAllowed=y
5. Carrion AF, Martin P. Viral hepatitis in the elderly. Am J Gastroenterol.
2012;107(5):691-7.
6. Gilroy RK. Hepatitis A [Internet]. 2017 Oct 16 [cited 2016 Mei 20]; Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/177484.
7. Krawczyk M, Grunhage F, Langhirt M, Bohle RM, Lammert F. Prolonged
cholestasis triggered by hepatitis A virus infection and variants of the
hepatocanalicular phospholipid and bile salt transporters. Ann Hepatol.
2012;11(5):710-4.
8. Weisberg SS. Hepatitis A. Disease-A-Month. 2007;53(9):447-52
9. Matheny SC, Kingery JE. Hepatitis A. Am Fam Physician 2012;86(11):1027-34.
10. Gilroy RK. Hepatitis A [Internet]. 2017 Oct 16 [cited 2016 Mei 20]; Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/177484