E. Dampak Budaya Organisasi Pada Penilaian Individu

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 3

E.

Dampak Budaya Organisasi Pada Penilaian Individu


Dalam organisasi penerimaan dari pengenalan terhadap proses penilaian terjadi karena
dibentuk oleh budayanya. Budaya organisasi memberi pertanda apakah suatu pendekatan
terhadap penilaian kinerja diterima atau ditolak.
Dalam menarik hubungan antara budaya kerja organisasi dengan penilaian individual,
Frank Hartle membagi budaya kerja menjadi:
1. Functional work culture, menekankan pada reliabilitas dan menggunakan teknologi
utama organisasi melalui fungsi organisasi. ukuran yang dapat dipergunakan untuk
menilai adalah: (a) kompetensi fungsional, (b) kemampuan menggunakan pemikiran
logis dan analitis, (c) kinerja tertadap sasaran kerja individual, (d) kemampuan
membujuk fungsi lain, (e) membangun pengertian tentang perintah, dan (f)
mengembangkan orang lain, biasanua dalam fungsinya.
2. Process work culture, menekankan fokus pada pelanggan dengan reliabilitas sebagai
persyaratan utama. Ukuran yang dapat dipakai untuk menilai adalah: (a) keterampilan
khusus yang berhubungan dengan proses, (b) tingkatan dimana mereka adalah team
player, (c) kompetensi, (d) keterampilan, (e) hasil, (f) fleksibilitas respons dalam peran
daripada pekerjaan, dan (g) kontribusi dalam memperbaiki proses.
3. Time-based work culture, menekankan pada kapitalisasi pada kapabilitas, teknologi dan
fleksibilitas. Bermaksud memimpin pasar dengan melakukan segala sesuatu dengan lebih
baik dan lebih cepat. Ukuran yang dapat dipakai untuk menilai adalah: (a) kontribusi
mencapai tonggak proyek, (b) dampak pada orang lain, (c) inisiatif, (d) kreatifitas,
berpikir konseptual, dan (e) kesiapan untuk belajar menyesuaikan.
4. Network work culture, menekankan pada fleksibilitas dan pelanggan. Ukuran yang dapat
dipakai untuk menilai adalah: (a) seberapa jauh orang memberikan kontribusi atau
memperkenalkan gagasan atau metode baru, (b) memberikan rasa percaya diri, (c)
keterampilan bekerja dalam tim, (d) membangun hubungan, dan (e) seberapa jauh
kompetensi secara konsisten diperbaiki.

Kunci utama untuk mempunyai proses penilaian yang dapat membantu organisasi
bekerja dan menjadi unggul adalah dengan memperhitungkan budaya kerja. Untuk itu harus
jelas tentang sifat dan ukuran hambatan dalam cara penilaian. Tipologi budaya sumber daya
manusia dikemukakan oleh Sethia dan Von Glinow ditentukan oleh dua dimensi, yaitu
concern for people (perhatian pada orang) dan concern for performance (perhatian pada
kinerja). Concern for people merupakan keadaan di mana organisasi menghargai martabat
individual dan mempunyai komitmen terhadap kesejahteraan pekerja. Sedang concern for
performance merupakan keadaan di mana organisasi mengharapkan bahwa pekerja akan
melakukan yang terbaik atas pekerjaannya dan menggunakan sepenuhnya bakat yang
dimilikinya.

Hubungan antara dua dimensi tersebut digambarkan seperti di bawah ini:

Gambar 9.2: A Framework of HR Culture

Gambar tersebut di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. An Apathetic HR Culture: menunjukkan concern for people rendah dan seberapa baik
mereka melakukan pekerjaan mereka. Dalam budaya seperti ini tidak mungkin
mempunyai proses penilaian kinerja atau manajemen kinerja pada umumnya.
2. A Caring HR Culture: memberikan penekanan kuat pada concern for people,
didukung melalui mekanisme atau sistem untuk mendukung mereka. Mungkin
melakukan penilaian kinerja, tetapi dinamakan diskusi pengembangan, perencanaan
pengembangan atau peninjauan kembali karier. Keadaan ini tidak akan menunjukkan
standar tinggi kinerja dari pekerja.
3. An Exacting HR Culture: menuntut kinerja tinggi terlepas dari personal individua tau
lingkungan domestik. Menekankan pada tingkatan di mana pekerja, terutama
manajer, memberikan apa yang mereka janjikan.
4. An Integrative HR Culture: menekankan dengan kuat baik concern for people dan
concern for performance mereka.perhatian mereka tidak didorong oleh paternalism,
tetapi penghargaan sebenarnya terhadap orang dan kapasitas mereka untuk belajar,
tumbuh dan memberikan kontribusi. Penekanan kuat pada kinerja didorong oleh
respons organisasi terhadap pasar dan lingkungan kompetitif.

F. Masalah dalam Penilaian Kinerja


Ada dua masalah yang perlu dihindari dalam penilaian kinerja menurut Harvard Business
Essentials. Pertama, penilaian kinerja hanya akan berharga apabila dilakukan secara serius
dan dengan perhatian dan objektivitas. Kekurangan akan hal ini akan menjadi kebiasaan
birokratis yang mengganggu orang dan memakan waktu. Kedua, manajer tidak terlalu baik
dalam mengukur kinerja terhadap tujuan. Sebagai hasilnya adalah pertimbangn subjektif,
karena diwarnai oleh kepribadian, emosi, dan memori selektif.
Di atas segalanya, pendekatan penilai kinerja dilakukan dengan semangat positif, sebagai
peluang melakukan komunikasi tentang tujuan, mengidentifikasi dan mengoreksi masalah,
dan mencari peluang untuk kinerja yang lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai