LFF Emulsifikasi
LFF Emulsifikasi
LFF Emulsifikasi
EMULSIFIKASI
DISUSUN OLEH:
NAMA : Atika Cristina
NIM : 191148201069
TINGKAT : 2-Farmasi
DOSEN PEMBIMBING:
Sumarti Binti Amrin, M.Si., Apt
DISETUJUI OLEH:
M/A A/M
1 Minyak biji kapas 12 5
2 Metil salisilat 14 -
3 Vaselin 12 5
4 Paraffin cair 12 5
5 Paraffin padat 9 4
6 Adeps lanae 10 8
7 Setil alcohol 15 -
3. PERCOBAAN
R/ Minyak 20
Tween 80
Span 40
Air ad 100
Buatlah satu seri emulsi dengan nilai HLB butuh masing-masing 6,8,10,12,14
Rerata 0,952
4 12 30 menit 100ml 100 ml 1
60 menit 100 ml 100ml 1
90 menit 100 ml 98 ml 0,98
120 menit 100ml 98 ml 0,98
24 jam 100 ml 96 ml 0,96
Rerata 0,984
5 14 30 menit 100ml 100 ml 1
60 menit 100 ml 98 ml 0,98
90 menit 100 ml 97 ml 0,97
120 menit 100ml 95 ml 0,95
24 jam 100 ml 94 ml 0,94
Rerata 0,968
VI. Pembahasan
Emulsi adalah suatu sistem dispersi yang secara termodinamik tidak stabil, terdiri dari
paling sedikit dua cairan yang tidak bercampur dan satu diantaranya terdispersi sebagai
globul-globul dalam cairan lainnya. Sistem ini biasanya distabilkan dengan adanya emulsi.
Dalam bidang farmasi, emulsi biasanya terdiri dari minyak dan air. Berdasarkan fase
terdispersinya dikenal dua jenis emulsi, yaitu :
1. Emulsi minyak dalam air, jika fase terdispersinya adalah fase minyak
2. Emulsi air dalam minyak, jika fase terdispersinya adalah fase air.
Kestabilan emulsi tergantung dari emulgator yang digunakan. Pada praktikum kali ini
dilakukan percobaan emulsifikasi. Percobaan ini bertujuan agar mahasiswa mampu
menghitung jumlah emulgator golongan surfaktan yang digunakan dalam pembuatan emulsi,
membuat emulsi dengan menggunakan emulgator golongan surfaktan, mengevaluasi ketidak
stabilan suatu emulsi dan menentukan HLB butuh minyak yang digunkan dalam opembuatan
emulsi.
Dalam pembuatan suatu emulsi, pemilihan suatu emulgator merupakan faktor yang
penting karena mutu dan kestabilan suatu emulgator yang banyak digunakan adalah zat aktif
permukaan atau lebih dikenal dengan surfaktan. Mekanisme kerja emilgator ini adalah
menurunkan tegangan antar permukaan air dan minyak serta membentuk lapisan film pada
permukaan globul-globul fase terdispersinya. Tipe emulsi dapat ditentukan dari jenis
surfaktan digunakan. Secara kimia, molekul surfaktan terdiri atas gugus polar dan non polar.
Apabila surfaktan dimasukkan ke dalam sistem dari air dan minyak, maka gugus polar akan
terarah ke fase air sedangkan gugus non polar terarah ke ke fase minyak. Surfaktan yang
mempunyai gugus polar lebih kuat akan cenderung membentuk emulsi minyak dalam air,
sedangkan bila gugus non polar yang lebih kuat maka akan cenderung membentuk emulsi air
dalam minyak.
Kestabilan suatu emulsi adalah kemampuan suatu emulsi untuk mempertahankan
distribusi yang teratur dari fase terdispersi dalam jangka waktu yang lama. Penurunan
stabilitas dapat dilihat jika terjadi campuran (Bj fase terdispersi lebih kecil dari Bj fase
pendispersi ). Hal ini menyebabkan pemisahan dari kedua fase emulsi. Ada beberapa hal
yang dapat mempengaruhi kestabilan yaitu :
1. Teknik pembuatan
2. Penambahan garam atau elektrolit lemah dalam konsentrasi besar mempengaruhi
kestabilan emulsi.
3. Pengocokan yang keras, apabila emulsi dikocok keras-keras maka partikel- partikel kecil
akan mengadakan kontak menjadi partikel yang lebih besar sehingga emulsi akan pecah.
4. Penyimpanan Pada percobaan ini mula-mula dilakukan adalah menentukan jumlah span
dan tween yang akan digunakan dari masing-masing HLB butuh dari HLB butuh 6, 8, 10,
12, 14, dan bahan yang lainnya. Pencampuran bahan berdasarkan dari sifat bahan itu sarat
bahan yang berfase air fanatik dengan fase air itu sendiri dan untuk fase minyak juga pada
fase minyak itu sendiri.
Untuk membuat suatu emulsi dibutuhkan adanya emulgator, dalam percobaan ini
emulgator yang digunakan adalah Tween 80 (bersifat hidrofil) dan Span 40 (bersifat lipofil).
Jadi pada percobuan ini untuk fase air yaitu tween 80 dan air, sedangkan untuk fase minyak
yaitu span 40. Kemudian pencampuran dilakukan pada suhu 70°C. Alasannya, kedua fase
tersebut memiliki suhu lebur yang sama yaitu pada suhu 70°C sehingga dapat diperoleh
emulsi yang baik dan tidak pecah.
Emulsi yang stabil dapat terjadi apabila ada kesetaraan antara HLB surfaktan dan HLB
butuh minyak. HLB butuh minyak adalah HLB karakteristik yang menurut grifin setara
dengan HLB surfaktan yang dapat membentuk emulsi tipe tertentu yang stabil. Diperlukan
suhu + 70 untuk membuat emulsi . hal ini dimaksudkan untuk menurunkan viskositas dari
partikel-partikel minyak dan menurunkan tegangan antar muka sehingga dapat membentuk
corpus dengan fase air. Fase air dipanaskan di waterbath karena pada suhu yang tinggi dapat
menurunkan viskositas dan tegangan permukaan emulsi sehingga masing-masing fase mudah
untuk dibuat dalam tetesan-tetesan halus dan emulsi pun dapat dengan mudah terbentuk.
Pada fase air dilakukan pengaturan suhu, yaitu suhu dilebihkan sedikit dari suhu rata-rata
kedua fase minyak dan air sebab pada fase ini dapat terjadi penurunan suhu yang cepat Lalu
canpuran dikocok, dengan cara pengocokun intermitten menggunakan mikser selama 5 menit
dan diistirahatkan setiap 20 detik. Pengocokan intermitten dilakukan untuk memberikan
kesempatan pada minyak untuk terdispersi ke dalam air den gan baik serta emulgator dapat
membentuk lapisan film pada permukaan fase terdispersi. Proses penggerusan yang kuat dan
konstan dalam pembuatan emulsi ini sangat penting, untuk memperkecil partikel-partikel dari
fase minyak dan air. Sehingga memudahkan partikel-partikel tersebut terdispersi dalami fase
kontinunya. Penganatan emulsi dilakukan selama 30 menit, 1 jam, 2 jam dan 24 jam
tujuannya untuk melitut pemisahan antara fase air dan fase minyak, perubalian warna dari
kedua fase tersebut, dan volume dari emulsi setelah 30 menit, 1 jam, 2 jam dan 24 jam
kemudian. Penyimpanan emulsi dilakukan pada suhu yang dipaksakan (stress coindition)
perilaku ini dimaksudkan untuk mengetahui kestabilan emulsi dimana terjadi penurunan suhu
secara drastis, kondisi ini akan lebih mempercepat pengamatan kita terhadap stabil atau tidak
suatu emulsi.
VII. Kesimpulan
1. Emulsi adalah suatu sistem dispersi yang secara termodinamik tidak stabil, terdiri
dari paling sedikit dua cairan yang tidak bercampur dan satu diantaranya terdispersi
sebagai globul-globul dalam cairan lainnya.
2. Berdasarkan fase terdispersinya dikenal dua jenis emulsi, yaitu Emulsi minyak
dalam air, jika fase terdispersinya adalah fase minyak, Emulsi air dalam minyak, jika
fase terdispersinya adalah fase air.
3. Emulgator yang biasanya banyak digunakan dalam pembuatan emulsi adalah
surfaktan.
4. Percobaan ini bertujuan agar mahasiswa mampu menghitung jumlah emulgator
golongan surfaktan yang digunakan dalam pembuatan emulsi, membuat emulsi
dengan menggunakan emulgator golongan surfaktan, mengevaluasi ketidak stabilan
suatu emulsi dan menentukan HLB butuh minyak yang digunkan dalam opembuatan
emulsi.
Ditjen POM., (1979), “Farmakope Indonesia”, Edisi III, Depkes RI, Jakarta, 474, 509.
Ansel, H.C., (1989), “Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi”, edisi IV, Terjemahan Farida
Ibrahim, UI Press, Jakarta.
Anief, Moh., (2005)., ”Ilmu Meracik Obat”, cetakan XII, Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.