Tugas Kelompok Banjir
Tugas Kelompok Banjir
Tugas Kelompok Banjir
(Studi Kasus Penyebab Bencana Banjir dalam Lingkup Indonesia, Jawa Barat, Kabupaten
Bojongsoang Serta Kabupaten Dayeuhkolot )
Disusun Oleh:
PENDAHULUAN
Kondisi banjir di Indonesia yang ada saat ini merupakan suatu isu strategis nasional.
Perkembangan jumlah penduduk dan meningkatnya kegiatan manusia mengakibatkan
perubahan fungsi lingkungan yang berdampak negatif terhadap kelestarian sumber daya air
dan meningkatnya daya rusak air. Salah satu hal yang ditekankan dan diatur dalam undang -
undang tersebut adalah pengendalian daya rusak air yang merupakan satu dari 3 (tiga)
komponen pokok dalam pengelolaan sumber daya air, selain konservasi sumber daya air dan
pendayagunaan sumber daya air.
Pengendalian banjir di Indonesia merupakan bagian dari pengelolaan sumberdaya air
secara luas, dengan cakupan yang meliputi konservasi, pengendalian dan pendayagunaan air.
Konsep dasar pengendalian banjir adalah menahan debit puncak aliran dan angkutan sedimen
di bagian hulu. Memperlambat waktu rayapan banjir dan menahan debit puncak dengan
melandaikan hidrograf aliran, sehingga debit puncak banjir yang terjadi di bagian hilir
menjadi lebih kecil. Menahan sedimen di bagian hulu akan berpengaruh pada kestabilan alur
sungai, sehingga kapasitas alur tetap cukup menampung debit banjir yang telah tereduksi.
Secara normatif, ada dua metode penanggulangan banjir. Pertama, metode struktur,
yaitu dengan konstruksi teknik sipil, antara lain membangun waduk di hulu, kolam
penampungan banjir di hilir, tanggul banjir sepanjang tepi sungai, sodetan, pengerukan dan
pelebaran alur sungai, sistem polder, serta pemangkasan penghalang aliran. Kedua, metode
nonstruktur berbasis masyarakat, yaitu dengan manajemen di hilir di daerah rawan banjir dan
manajemen di hulu daerah aliran sungai.
Berbagai upaya pemerintah yang bersifat struktural (structural approach), ternyata
belum sepenuhnya mampu menanggulangi masalah banjir di Indonesia. Penanggulangan
banjir, selama ini lebih terfokus pada penyediaan bangunan fisik pengendali banjir untuk
mengurangi dampak bencana. Selain itu, meskipun kebijakan non fisik --yang umumnya
mencakup partisipasi masyarakat-- dalam penanggulangan banjir sudah dibuat, namun belum
diimplementasikan secara baik, bahkan tidak sesuai kebutuhan masyarakat, sehingga
efektifitasnya dipertanyakan. Kebijakan sektoral, sentralistik, dan top-down tanpa melibatkan
masyarakat sudah tidak sesuai dengan perkembangan global yang menuntut desentralisasi,
demokrasi, dan partisipasi stakeholder, terutama masyarakat yang terkena bencana.
Hujan merupakan rahmat dari Allah Swt. Dalam QS. Al mu’minun ayat 18 -20 menyebutkan :
ٍ ض ۖ َوإِنَّا َعلَ ٰى َذهَا
ب بِ ِه لَقَا ِدرُون ِ َْر فَأ َ ْس َكنَّاهُ فِي اأْل َر
ٍ ء َما ًء ِبقَدjِ زَلنَا ِمنَ ال َّس َماْ َوأَ ْن
َب لَ ُك ْم فِيهَا فَ َوا ِكهُ َكثِي َرةٌ َو ِم ْنهَا تَأْ ُكلُون
ٍ ت ِم ْن ن َِخي ٍل َوأَ ْعنَا ٍ فَأ َ ْنشَأْنَا لَ ُك ْم بِ ِه َجنَّا
َصب ٍْغ لِآْل ِكلِين ِ َُو َش َج َرةً ت َْخ ُر ُج ِم ْن ط
ُ ور َس ْينَا َء تَ ْنب
ِ ُت بِال ُّد ْه ِن َو
“ Dan Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran; lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi,
dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa menghilangkannya. Lalu dengan air itu, Kami
tumbuhkan untuk kamu kebun-kebun kurma dan anggur; di dalam kebun-kebun itu kamu peroleh
buah-buahan yang banyak dan sebahagian dari buah-buahan itu kamu makan, dan pohon kayu keluar
dari Thursina (pohon zaitun), yang menghasilkan minyak, dan pemakan makanan bagi orang-orang
yang makan. “
Dari ayat tersebut menjelaskan kebesaran dan ketetapan Allah Swt yang memberikan rahmatNya
berupa hujan yang dapat menyuburkan tanah dan menumbuhkan tanaman pohon serta buah sesuai
kehendakNya.
Berdasarkan data dari website Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(http://bnpb.cloud/dibi/laporan4) didapatkan informasi sebagai berikut :
Tabel 2.1. Tabel Korban dan Kerusakan Akibat Bencana Alam di Provinsi Jawa Barat Tahun 2018
Dilihat dari data di atas diketahui pada tahun 2018 telah terjadi 47 kejadian banjir dan paling sering
terjadi di Kabupaten Bogor. Data tersebut diupdate terakhir pada tanggal 14 September 2018.
Gambar 2.4. Chart Jumlah Kejadian Banjir di Provinsi Jawa Barat Tahun 2017
Tabel 2.2. Tabel Korban dan Kerusakan Akibat Bencana Alam di Provinsi Jawa Barat Tahun
2017
Dilihat dari data di atas diketahui pada tahun 2017 telah terjadi 77 kejadian banjir dan paling sering
terjadi di Kabupaten Bogor dan Kabupaten Bandung.
Gambar 2.5. Chart Jumlah Kejadian Banjir di Provinsi Jawa Barat Tahun 2016
Tabel 2.3. Tabel Korban dan Kerusakan Akibat Bencana Alam di Provinsi Jawa Barat Tahun 2016
Dilihat dari data di atas diketahui pada tahun 2016 telah terjadi 117 kejadian banjir dan paling sering
terjadi di Kabupaten Bandung, Kabupaten Garut dan Kabupaten Bogor.
Gambar 2.6. Chart Jumlah Kejadian Banjir di Provinsi Jawa Barat Tahun 2015
Tabel 2.4. Tabel Korban dan Kerusakan Akibat Bencana Alam di Provinsi Jawa Barat Tahun
2015
Dilihat dari data di atas diketahui pada tahun 2015 telah terjadi 36 kejadian banjir dan paling sering
terjadi di Kabupaten Bandung.
Gambar 2.7. Chart Jumlah Kejadian Banjir di Provinsi Jawa Barat Tahun 2014
Tabel 2.5. Tabel Korban dan Kerusakan Akibat Bencana Alam di Provinsi Jawa Barat Tahun
2014
Dilihat dari data di atas diketahui pada tahun 2014 telah terjadi 124 kejadian banjir dan paling sering
terjadi di Kabupaten Bandung, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Garut dan Kabupaten Bogor.
Gambar 2.8. Chart Jumlah Kejadian Banjir di Provinsi Jawa Barat Tahun 2013
Tabel 2.6. Tabel Korban dan Kerusakan Akibat Bencana Alam di Provinsi Jawa Barat Tahun
2013
Dilihat dari data di atas diketahui pada tahun 2013 telah terjadi 94 kejadian banjir dan paling sering
terjadi di Kabupaten Bandung.
Gambar 2.9. Chart Jumlah Kejadian Banjir di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
Tabel 2.7. Tabel Korban dan Kerusakan Akibat Bencana Alam di Provinsi Jawa Barat Tahun
2012
Dilihat dari data di atas diketahui pada tahun 2012 telah terjadi 46 kejadian banjir dan paling sering
terjadi di Kabupaten Bogor.
Gambar 2.10. Chart Jumlah Kejadian Banjir di Provinsi Jawa Barat Tahun 2011
Tabel 2.8. Tabel Korban dan Kerusakan Akibat Bencana Alam di Provinsi Jawa Barat Tahun
2011
Dilihat dari data di atas diketahui pada tahun 2011 telah terjadi 45 kejadian banjir dan paling sering
terjadi di Kabupaten Bandung.
Gambar 2.11. Chart Jumlah Kejadian Banjir di Provinsi Jawa Barat Tahun 2010
Tabel 2.9. Tabel Korban dan Kerusakan Akibat Bencana Alam di Provinsi Jawa Barat Tahun
2010
Dilihat dari data di atas diketahui pada tahun 2010 telah terjadi 186 kejadian banjir dan paling sering
terjadi di Kabupaten Bandung dengan jumlah 65 kali. Sedangkan di Kabupaten Cianjur, Kabupaten
Garut dan Kota Karawang masing – masing dengan jumlah 12 kali.
Gambar 2.12. Chart Jumlah Kejadian Banjir di Provinsi Jawa Barat Tahun 2009
Tabel 2.10. Tabel Korban dan Kerusakan Akibat Bencana Alam di Provinsi Jawa Barat Tahun
2009
Dilihat dari data di atas diketahui pada tahun 2009 telah terjadi 42 kejadian banjir dan paling sering
terjadi di Kabupaten Bandung.
Dari keseluruhan data kejadian banjir 10 tahun terakhir di Provinsi Jawa Barat tersebut, diketahui
kejadian banjir terparah pada tahun 2010 dengan jumlah 186 kejadian banjir. Selain itu, diketahui pula
bahwa Kabupaten Bandung adalah daerah yang paling sering terjadi bencana banjir di tiap tahunnya.
Untuk itu perlu diberikan perhatian khusus dalam penanganan banjir di Kabupaten Bandung.
2.3 Permasalahan Banjir Pada Kabupaten Bojongsoang dan Penanggulangan
Bandung Selatan adalah salah satu wilayah yang selalu akrab dengan genangan banjir.
Penyebab terjadinya genangan banjir di wilayah Bandung Selatan disebabkan Bandung
Selatan berada pada posisi sejajar dengan sungai terpanjang di Jawa Barat yaitu Sungai
Citarum, bahkan terdapat beberapa desa yang elevasinya berada dibawah Sungai Citarum.
Kondisi geografis tersebut yang membuat setidaknya ada beberapa Kecamatan di Wilayah
Bandung Selatan yakni Kabupaten Bandung selalu terendam banjir. Salah satu kecamatan
yang berada di Kabupaten Bandung tersebut yang selalu terendam banjir adalah Kecamatan
Bojongsoang Sementara itu alih fungsi lahan Sub DAS Citarum Hulu tidak dapat dihindari
lagi.
Alih fungsi ini menyebabkan berbagai perubahan diantaranya peningkatan run off,
hilangnya alur-alur sungai, hilangnya beberapa situ alam, berubahnya saluran alam, serta
berubahnya fungsi saluran irigasi menjadi saluran pembuang. Berbagai perubahan tersebut,
mengakibatkan permasalahan banjir atau genangan yang sering terjadi, ditambahkan lagi
adanya perilaku masyarakat yang masih membuang sampah pada badan-badan air, seperti
sungai dan saluran. Hampir seluruh penanganan banjir saat ini masih mengandalkan upaya
struktural. Peran masarakat masih kurang optimal dalam proses perencanaan, pelaksanaan,
dan operasi pemeliharaan terhadap prasarana pengendali banjir
Polder Konsep dasar dari polder/ kolam retensi adalah menampung volume air ketika debit
maksimum di sungai datang, kemudian secara perlahan-lahan mengalirkannya ketika debit di
sungai sudah kembali normal. Secara spesifik polder akan memangkas besarnya puncak
banjir yang ada di sungai, sehingga potensi over topping yang mengakibatkan kegagalan
tanggul dan luapan sungai tereduksi.
Dam Penahan adalah bendungan kecil yang lolos air dengan konstruksi bronjong batu,
anyaman ranting atau trucuk bambu/kayu yang dibuat pada alur jurang dengan tinggi
maksimum 4 meter.
Bangunan sumur resapan air adalah salah satu rekayasa teknik konservasi air berupa
bangunan yang dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai bentuk sumur gali dengan
kedalaman tertentu Yang berfungsi sebagai tempat menampung air dan meresapkannya ke
dalam tanah. Tujuan membangun sumur resapan adalah untuk mengurangi aliran permukaan
dan mengisi air-tanah (groundwater) sebagai upaya untuk mengembalikan dan
mengoptimalkan fungsi komponen-komponen sistem tata air Daerah Aliran Sungai (DAS)
sesuai dengan kapasitasnya.
Pemanenan air hujan atau Rainwater Harvesting adalah teknik mengumpulkan dan
menyimpan air hujan yang jatuh di atas bangunan, jalan, maupun lapangan di waktu musim
hujan untuk dimanfaatkan lagi. Rainwater harvesting merupakan komponen penting dari
pengelolaan air perkotaan dengan teknologi inovatif sederhana. Sistem rainwater harvesting
memanfaatkan sumber daya air serta mengurangi limpasan perkotaan (urban runoff), dan
menghemat pengeluaran uang untuk penggunaan air serta dapat mengurangi penggunaan air
tanah.
Salah satu metode yang telah dikembangkan pusat Sumber Daya Air (Pusair) di tahun 2003
adalah digunakannya metode ABSAH untuk dapat menampung air hujan. Metode ABSAH
merupakan singkatan dari Akuifer Buatan Simpanan Air Hujan. Akuifer adalah lapisan
batuan di dalam tanah yang bisa menampung dan menyimpan air. Untuk beberapa wilayah
kering di Indonesia, lapisan akuifer ini terletak di kedalaman yang cukup jauh untuk
dijangkau bahkan oleh sumur artesis sekalipun karena bisa mencapai lebih dari 40 meter.
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
1. Diperlukan studi lebih lanjut mengenai cara penanganan banjir yang berintegrasi dari
skala nasional hingga desa.
2. Adanya sosialisasi tentang rencana kedepan mengenai kebijakan yang akan dibuat
kedepan.
DAFTAR PUSTAKA
BPDAS Ciliwung Citarum, (2016) : Paparan Kondisi Kerusakan Lahan DAS Citarum, Bandung BPS
Kabupaten Bandung, (2016): Kecamatan Bojongsoang Dalam Angka Tahun 2016, Kabupaten
Bandung BBWS Citarum, (2013): Pengendalian Banjir Komrehensif Dayeuhkolot. Bandung. BBWS
Citarum, (2017): Paparan Kondisi Sampah Dan Limbah Di Sungai Citarum, Bandung
http://bnpb.cloud/dibi/laporan4 ; 24 September 2018, 12.43 WIB
https://tafsirq.com/23-al-muminun/ayat-18 ; 23 September 2018, 22.00 WIB