Laporan Tugas Pendidikan Konservasi Pembuatan Pupuk Kompos
Laporan Tugas Pendidikan Konservasi Pembuatan Pupuk Kompos
Laporan Tugas Pendidikan Konservasi Pembuatan Pupuk Kompos
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat,
hidayah dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Pembuatan
Pupuk Kompos”. Makalah ini berisi tentang bagaimana cara pembuatan pupuk kompos.
Pada kesempatan ini saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Dr. SRI
MURSITI, M. Si. Sebagai Dosen Pengampu yang telah bersedia memeberikan waktunya,
perhatian, serta bimbingannya dalam penyelesaian makalah ini. Saya juga mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuandan dukungannya hingga makalah ini
dapat diselesaikan.
Saya menyadari makalah ini masih banyak kekurangan, karena terbatasnya ilmu yang
dimiliki, untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk lebih
menyempurnakan makalah saya di masa yang akan datang. Akhir kata, saya berharap semoga
makalah ini dapat memberikan sumbangsih serta manfaat bagi kita semua.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sampah merupakan sisa-sisa aktivitas makhluk hidup yang indentik dengan bahan buangan
yang tidak memiliki nilai, kotor, kumuh, dan bau. Sampah organik seperti dedaunan yang berasal
dari taman, jerami, rerumputan, dan sisa sisa sayur, buah, yang berasal dari aktivitas rumah
tangga (sampah domestik) memang sering menimbulkan berbagai masalah. Baik itu masalah
keindahan dan kenyamanan maupun masalah kesehatan manusia, baik dalam lingkup individu,
keluarga, maupun masyarakat. Masalah-masalah seperti timbulnya bau tak sedap maupun
berbagai penyakit tentu membawa kerugian bagi manusia maupun lingkungan disekitarnya, baik
meteri maupun psikis. Melihat fakta tersebut, tentu perlu adanya suatu tindakan guna
meminimalkan dampak negatif yang timbul dan berupaya meningkatkan semaksimal mungkin
dampak positifnya.
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk meminimalkan dampak negatif yang
ditimbulkan sampah organik domestik adalah mengolah sampah tersebut dengan teknik
komposter tanpa penambahan aktivator pengomposan, disamping terdapat berbagai teknik
pengolahan lain (dengan penambahan aktivator pengomposan) menghasilkan produk yang
bernilai lebih, baik dari segi nilai ekonomi yaitu memiliki suplemen bagi tanaman. Meskipun
dalam metode ini tidak ditambahkan aktivator pengomposan,namun ke dalamnya ditambahkan
organik agen (serbuk gergaji dan kotoran hewan) yang berfungsi memacu pertumbuhan
mikroba dan manambah unsur hara dalam kompos.
B. Tujuan
1. Untuk menjelaskan pengertian kompos
2. Untuk mengetahui manfaat kompos
3. Untuk mengetahui bagaimana proses pembuatan kompos
4. Untuk mengetahui jenis jenis kompos
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan
organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam
kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik (Modifikasi dari J.H.
Crawford, 2003).
Pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis,
khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi.
B. Manfaat Pengomposan
Pengomposan memiliki banyak manfaat, diantaranya:
1. manfaat ekonomi
· Meningkatkan efisiensi biaya pengangkutan sampah disebabkan sampah yang diangkut ke
TPA ( Tempat Pembuangan Akhir) semakin berkurang. Selain itu dapat memperpanjang TPA
karena semakin sedikit sampah yang dikelola.
· Menghasilkan produk berupa kompos yang memiliki nilai tambah karena produk tersebut
memilik nilai jual.
2. manfaat terhadap lingkungan
· manfaat estetika. Adanya pengomposan, berarti adanya pengurangan terhadap sampah jenis
organik yang dapat merusak keindahan kota atau suatu tempat dan menimbulkan bau. Dengan
demikian keindahan dan kenyamanan tetap terjaga.
· Produk hasil pengomposan bermanfaat bagi tanah dan tanaman, sebab dapat:
a) Menyuburkan tanah dan tanaman
b) Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
c) Meningkatkan kapasitas jerap air tanah
d) Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
e) Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
f) Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
g) Menekan pertumbuhan atau serangan penyakit tanaman
h) Meningkatkan retensi atau ketersediaan hara di dalam tanah
· Pengomposan berpotensi mengurangi pencemaran lingkungan, karena jumlah sampah yang
dibakar atau dibuang ke sungai menjadi berkurang. Selain itu aplikasi kompos pada lahan
pertanian berarti mencegah pencemaran karena berkurangnya kebutuhan pemakaian pupuk
buatan dan obat-obatan yang berlebihan.
· Membantu melestarikan sumber daya alam karena pemakaian kompos pada perkebunan akan
meningkatkan kemampuan lahan kebun dalam menahan sebagai media tanaman dapat digantikan
oleh kompos, sehingga eksploatasi humus hutan dapat dicegah.
3. Manfaat kesehatan
Dengan pengomposan, panas yang dihasilkan mencapai 60°C, sehingga dapat membunuh
organisme pathogen penyebab penyakit yang terdapat dalam sampah.
4. Manfaat dari segi sosial kemasyarakatan
Pengomposan dapat meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah.
C. Prinsip Pengomposan
Pada dasarnya proses pengomposan adalah suatu proses biologis. Hal ini berarti bahwa peran
mikroorganisme pengurai sangat besar. (Tchobanoglous et al.1993).
Prinsip-prinsip proses biologis yang terjadi pada proses pengomposan meliputi:
Kebutuhan Nutrisi
Untuk perkembangbiakan dan pertumbuhannya, mikroorganisme memerlukan sumber
energi, yaitu karbon untuk proses sintesa jaringan baru dan elemen-elemen anorganik seperti
nitrogen, fosfor, kapur, belerang dan magnesium sebagai bahan makanan untuk membentuk
sel-sel tubuhnya. Selain itu, untuk memacu pertumbuhannya, mikroorganisme juga memerlukan
nutrien organik yang tidak dapat disintesa dari sumber-sumber karbon lain. Nutrien organik
tersebut antara lain asam amino, purin/pirimidin, dan vitamin.
Mikroorganisme
Mikroorganisme pengurai dapat dibedakan antara lain berdasarkan kepada struktur dan
fungsi sel, yaitu:
1) Eucaryotes, termasuk dalam dekomposer adalah eucaryotes bersel tunggal, antara lain:
ganggang, jamur, protozoa.
2) Eubacteria, bersel tunggal dan tidak mempunyai membran inti, contoh: bakteri. Beberapa
hewan invertebrata (tidak bertulang belakang) seperti cacing tanah, kutu juga berperan dalam
pengurai sampah. Sesuai dengan peranannya dalam rantai makanan, mikroorganisme pengurai
dapat dibagi menjadi 3 (tiga)kelompok, yaitu :
a. Kelompok I (Konsumen tingkat I) yang mengkonsumsi langsung bahan organik dalam
sampah, yaitu : jamur, bakteri, actinomycetes.
b. Kelompok II (Konsumen tingkat II) mengkonsumsi jasad kelompok I, dan;
c. Kelompok III (Konsumen tingkat III), akan mengkonsumsi jasad kelompok I dan Kelompok
I. Kondisi Lingkungan Ideal Efektivitas proses pembuatan kompos sangat tergantung kepada
mikroorganisme pengurai.
Apabila mereka hidup dalam lingkungan yang ideal, maka mereka akan tumbuh dan
berkembang dengan baik pula. Kondisi lingkungan yang ideal mencakup :
a. Keseimbangan Nutrien (Rasio C/N).
Parameter nutrien yang paling penting dalam proses pembuatan kompos adalah unsur
karbon dan nitrogen. Dalam proses pengurai terjadi reaksi antara karbon dan oksigen sehingga
menimbulkan panas (CO2). Nitrogen akan ditangkap oleh mikroorganisme sebagai sumber
makanan. Apabila mikroorganisme tersebut mati, maka nitrogen akan tetap tinggal dalam
kompos sebagai sumber nutrisi bagi makanan. Besarnya perbandingan antara unsur karbon
dengan nitrogen tergantung pada jenis sampah sebagai bahan baku. Perbandingan C dan N yang
ideal dalam proses pengomposan yang optimum berkisar antara 20 : 1 sampai dengan 40 : 1,
dengan rasio terbaik adalah 30 : 1.
b. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) ideal dalam proses pembuatan kompos secara aerobik berkisar pada
pH netral (6 – 8,5), sesuai dengan pH yang dibutuhkan tanaman. Pada proses awal, sejumlah
mikroorganisme akan mengubah sampah organik menjadi asam-asam organik, sehingga derajat
keasaman akan selalu menurun. Pada proses selanjutnya derajat keasaman akan meningkat
secara bertahap yaitu pada masa pematangan, karena beberapa jenis mikroorganisme memakan
asam-asam organik yang terbentuk tersebut.
Derajat keasaman dapat menjadi faktor penghambat dalam proses pembuatan kompos, yaitu
dapat terjadi apabila :
Ø pH terlalu tinggi (di atas 8) , unsur N akan menguap menjadi NH3. NH3 yang terbentuk akan
sangat mengganggu proses karena bau yang menyengat. Senyawa ini dalam kadar yang
berlebihan dapat memusnahkan mikroorganisme.
Ø pH terlalu rendah (di bawah 6), kondisi menjadi asam dan dapat menyebabkan kematian jasad
renik.
c. Suhu (Temperatur)
Proses biokimia dalam proses pengomposan menghasilkan panas yang sangat penting bagi
mengoptimumkan laju penguraian dan dalam menghasilkan produk yang secara
mikroorganisme aman digunakan. Pola perubahan temperature dalam tumpukan sampah
bervariasi sesuai dengan tipe dan jenis mikroorganisme.
· Pada awal pengomposan, temperatur mesofilik, yaitu antara 25 – 45 C akan terjadi dan segera
diikuti oleh temperatur termofilik antara 50 - 65 C. Temperatur termofilik dapat berfungsi
untuk : a) mematikan bakteri/bibit penyakit baik patogen maupun bibit vector penyakit seperti
lalat;
· mematikan bibit gulma. dan menunjukkan suhu dan waktu yang dibutuhkan untuk mematikan
beberapa organisme patogen dan parasit. Kondisi termofilik, kemudian berangsur-angsur akan
menurun mendekati tingkat ambien.
d. Ukuran Partikel Sampah
Ukuran partikel sampah yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan kompos harus
sekecil mungkin untuk mencapai efisiensi aerasi dan supaya lebih mudah dicerna atau diuraikan
oleh mikroorganisme. Semakin kecil partikel, semakin luas permukaan yang dicerna sehingga
pengurai dapat berlangsung dengan cepat.
e. Kelembaban Udara
Kandungan kelembaban udara optimum sangat diperlukan dalam proses pengomposan.
Kisaran kelembaban yang ideal adalah 40 – 60 % dengan nilai yang paling baik adalah 50 %.
Kelembaban yang optimum harus terus dijaga untuk memperoleh jumlah mikroorganisme yang
maksimal sehingga proses pengomposan dapat berjalan dengan cepat. Apabila kondisi tumpukan
terlalu lembab, tentu dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme karena molekul air akan
mengisi rongga udara sehingga terjadi kondisi anaerobik yang akan menimbulkan bau. Bila
tumpukan terlalu kering (kelembaban kurang dari 40%), dapat mengakibatkan berkurangnya
populasi mikroorganisme pengurai karena terbatasnya habitat yang ada.
f. Homogenitas Campuran Sampah
Komponen sampah organik sebagai bahan baku pembuatan kompos perlu dicampur menjadi
homogen atau seragam jenisnya, sehingga diperoleh pemerataan oksigen dan kelembaban. Oleh
karena itu kecepatan pengurai di setiap tumpukan akan berlangsung secara seragam.
METODE PRAKTIKUM
Bahan :
· Kotoran kambing/sapi
· Sisa makanan/ Limbah sayuran
· Kulit buah
· Air
C. Cara Kerja
· Potonglah kulit buah yang telah dikumpulkan menjadi bagian yang kecil-kecil.
· Kemudian campurkan dengan limbah sayur/sisa makanan, dan kotoran kambing.
· Aduk semua bahan yang digunakan tersebut.
· Percikkan air sedikit demi sedikit saat proses pengadukan tersebut.
· Masukkan bahan tersebut kedalam wadah/ember yang telah diberi lubang.
· Tutup wadah/ember tersebut.
BAB IV
A. Hasil
Proses pembuatan Kompos berlangsung selama 3 minggu.
Pemeriksaan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kelembaban
60 70 70 50 60 70 60 50 60
(%)
Suhu (°C) 34 32 37 34 32 32 31 31 30
Media yang digunakan, yaitu :
· Kotoran kambing/sapi
· Kulit Buah
· Sisa Makanan/sayuran busuk
B. Pembahasan
Proses pembuatan kompos yang dilakukan di rumah tersebut berlangsung selama 3
minggu. Proses tersebut sangat membutuhkan peran mikroba. Dimana mikroba itulah yang
memakan sampah dan hasil pencernaannya adalah kompos, semakin banyak mikroba maka
semakin baik proses komposting.
Pada wadah/keranjang yang digunakan harus diberi lubang udara karena proses
komposting tersebut bersifat aerob (membutuhkan udara). Aliran udara yang kurang baik dapat
menyebabkan mikroba jenis lain (yang tidak baik untuk komposting) yang lebih banyak hidup,
sehingga timbul bau menyengat dan pembentukan kompos tidak terjadi.
Selama proses berlangsung simpanlah wadah komposter pada tempat yang tidak terlalu
lembab karena apabila lembab maka udara akan terhambat masuk kedalam materi organik
sehingga mati karena kekurangan udara. Maka simpanlah ditempat yang cukup kering, namun
juga jangan terlalu kering karena mikroba membutuhkan air sebagai media hidupnya. Maka
siram atau percikkan air jika terlalu kering. Hal tersebut untuk menjaga kelembaban kompos.
Karena komposting hanya berlangsung optimal dalam kelembaban antara 50-70%, dan kisaran
suhu yang ideal untuk komposting adalah 45-70 °C.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembuatan kompos dilaksanakan sampai tahap pembalikan di minggu ketiga. Perubahan
yang terjadi pada timbunan kompos adalah perubahan fisik, suhu terjadi peningkatan di minggu
pertama, penurunan di minggu kedua dan ketiga. Penurunan juga terjadi pada ketinggian
timbunan kompos dan bau yang tidak enak.
B. Saran
Sebaiknya jika ingin membuat kompos, bahan-bahan baku yang digunakan dipilih dengan
tepat yaitu bahan baku yang lebih mudah untuk terurai oleh bakteri.
DAFTAR PUSTAKA
https://febriandhy.blogspot.com/2014/05/laporan-praktikum-kompos.html
https://www.slideshare.net/LaodeSyawalFapet/laporan-kompos-132811706
https://www.slideshare.net/RizkaPratiwiPunya/laporan-praktikum-pupuk-kompos
https://www.academia.edu/26062298/Laporan_Praktikum_Pembuatan_Kompos
https://repository.unja.ac.id/2296/8/BAB%201%20-%205.pdf
http://aprianiika.blogspot.com/2015/04/pembuatan-kompos.html