Aspek Keselamatan Pada Aplikasi Reaktor Nuklir Suhu Tinggi Untuk Proses Steam Reforming Gas Alam
Aspek Keselamatan Pada Aplikasi Reaktor Nuklir Suhu Tinggi Untuk Proses Steam Reforming Gas Alam
Aspek Keselamatan Pada Aplikasi Reaktor Nuklir Suhu Tinggi Untuk Proses Steam Reforming Gas Alam
Djati H. Salimy
Pusat Pengembangan Energi nuklir (PPEN-BATAN)
ABSTRACT
SAFETY ASPECT OF HIGH TEMPERATURE NUCLEAR REACTOR APPLICATION FOR
NATURAL GAS STEAM REFORMING. An assessment of the safety aspect of high temperature
nuclear reactor application for natural gas steam reforming has been carried out. The basic safety aspect
associated with nuclear coupling to chemical process is to prevent the release of radioactive materials to
the environment and or the chemical process. In utilizing nuclear heat for chemical process, intermediate
heat exchanger (IHX) is used as an interface that separates nuclear and non nuclear zones. IHX is helium-
helium heat exchanger in which the primary helium (905oC) coming out from the reactor, and transfer its
heat to the secondary helium gas (890oC). To prevent possible release of radioactive materials from nuclear
zone, balanced pressure is applied. The pressure of chemical process (4.5 MPa) is designed to be higher
than the pressure of secondary helium (4.1 MPa) or primary helium (4 MPa). The design of balance
pressure and the use of IHX cause some inferior condition of the nuclear heated reformer since the lower
temperature (~800oC) reaches catalyst tube of reformer. This condition gives impact on lower thermal
efficiency (~50%) compared to the fossil-fuelled plant (80-85%). Some modification in design and
operation, such as: selecting the bayonet type of reformer equipped with orifice baffle, and enhancing heat
utilization, can improve the lack of condition and are capable to increase the thermal efficiency of nuclear
heated natural gas steam reformer to reach about 78%.
Keywords:IHX, natural gas steam reforming, high temperature nuclear reactor
ABSTRAK
ASPEK KESELAMATAN PADA APLIKASI REAKTOR NUKLIR SUHU TINGGI UNTUK
PROSES STEAM REFORMING GAS ALAM. Telah dilakukan pengkajian aspek keselamatan pada
aplikasi reaktor nuklir suhu tinggi untuk proses steam reforming gas alam. Aspek keselamatan dasar pada
kopel reaktor nuklir dengan proses kimia adalah mencegah kemungkinan lepasnya bahan-bahan radioaktif
ke lingkungan dan atau ke zona proses kimia. Pada kopel nuklir untuk proses kimia, digunakan penukar
panas intermediate (IHX) sebagai interface yang memisahkan antara zona nuklir dengan zona proses
kimia. IHX adalah penukar panas helium-helium, dimana helium primer (905oC) mampu memindahkan
panasnya ke helium sekunder (890oC). Untuk menjaga agar tidak terjadi lepasan bahan-bahan radioaktif
dari zona nuklir, diterapkan sistem keseimbangan tekanan, yaitu tekanan proses kimia (4,5 MPa)
dirancang lebih besar dari tekanan helium sekunder (4,1 MPa) maupun helium primer (4,0 MPa).
Rancangan ini mengakibatkan kondisi operasi panas proses yang mampu disediakan oleh reaktor nuklir
menjadi tidak optimal yaitu hanya mencapai sekitar 800oC pada daerah tabung katalisator. Kondisi ini
mengakibatkan efisiensi termal steam reforming gas alam dengan panas nuklir hanya mencapai 50%, jauh
di bawah proses dengan sumber panas bahan bakar fosil (80-85%). Sejumlah modifikasi desain operasi,
seperti memanfaatkan reformer tipe bayonet yang dilengkapi dengan orifice baffle, dan peningkatan
efektivitas pemanfaatan panas, mampu meningkatkan efisiensi termal steam reforming gas alam dengan
panas nuklir menjadi sekitar 78%.
Kata kunci: IHX, steam reforming gas alam, reaktor nuklir suhu tinggi
1
1. PENDAHULUAN
2
Pada makalah ini akan dibahas aspek keselamatan terkait aplikasi panas reaktor nuklir
suhu tinggi untuk proses steam reforming gas alam. Reaktor nuklir suhu tinggi yang diambil
sebagai contoh kasus adalah HTTR. Tujuan studi ini adalah untuk mempelajari aspek
keselamatan yang perlu diterapkan ketika dilakukan aplikasi panas nuklir suhu tinggi dengan
proses steam reforming gas alam. Diharapkan hasil studi bisa menjadi masukan guna
pengambilan keputusan dalam pengembangan program nuklir di Indonesia.
Reaksi 1 dan 2 disebut reaksi steam reforming yang merupakan reaksi endotermis dan
berlangsung pada suhu tinggi 800-950oC, menghasilkan gas sintesis (campuran CO dan H2),
CO2, dan CH4 tak terkonversi. Sedang reaksi 3 antara CO dengan kukus disebut reaksi water-gas
shift akan menambah produksi H2 dan CO2. Setelah melalui proses pemurnian akan diperoleh
hidrogen sebagai produk yang diinginkan. Komposisi gas hasil ditentukan oleh keseimbangan
reaksi 1, 2, dan 3. Sedangkan stoikiometri dari produk dikontrol dengan mengatur kondisi
operasi reaksi 3. Untuk mencapi komposisi produk yang ideal dalam memproduksi hidrogen
dengan steam reforming gas alam, kondisi operasi suhu 800-950oC dan tekanan 1-3 MPa adalah
yang paling ideal. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa penurunan suhu dan kenaikan
tekanan akan menurunkan konsentrasi hidrogen dalam keseimbangan campuran. Dengan kata
lain, jika tekanan lebih dari 1-3 MPa dan suhu kurang dari 800-950oC akan menurunkan
produktivitas hidrogen. Ini merupakan hal penting dalam kopel HTTR dengan proses steam
reforming gas alam. Aspek keselamatan memaksa proses kimia beroperasi pada tekanan yang
lebih tinggi dan suhu yang lebih rendah. Karena alasan keselamatan merupakan hal yang tak
bisa ditawar, alternatif yang mungkin dilakukan adalah melakukan modifikasi proses steam
reforming sehingga tetap bisa berlangsung pada kondisi operasi yang mampu disediakan oleh
HTTR.
3
Gambar 1. Skema Proses Steam Reforming Gas Alam[4]
Pada Gambar 1 ditunjukkan skema proses steam reforming gas alam. Dalam industri
kimia, steam reforming gas alam dikenal sebagai teknologi kunci dalam memproduksi gas
sintesis, hidrogen, metanol, maupun bahan bahan kimia rantai C 1. Proses ini menjadi unit plant
tersendiri pada industri-industri pupuk, maupun petrokimia[3].
4
zona nuklir dan zona proses kimia dipisahkan oleh alat penukar panas intermediate yang akan
dibahas lebih lanjut pada bab berikutnya.
Gambar 2. Kopel HTTR dengan Proses Steam Reforming Gas Alam [3]
3. ASPEK KESELAMATAN
Prinsip dasar aspek keselamatan yang perlu diterapkan dalam aplikasi suhu tinggi
reaktor nuklir untuk proses kimia, adalah menjaga agar tidak terjadi kemungkinan lepasan
bahan radioaktif baik ke lingkungan maupun ke instalasi proses kimia. Secara garis besarnya,
aspek keselamatan yang diterapkan meliputi hal-hal sebagai berikut[7].
Keseimbangan Tekanan
Dalam prinsip instalasi nuklir, selalu dirancang agar tekanan dari wilayah non
radioaktif lebih besar daripada tekanan pada wilayah radioaktif. Demikian juga pada aplikasi
kopel HTTR dengan steam reforming gas alam. Karena tekanan pendingin helium yang akan
5
dimanfaatkan panasnya adalah 4,1 MPa, maka harus dirancang bahwa tekanan operasi proses
steam reforming gas alam lebih besar dari 4,1 MPa. Pada desain sistem kopel HTTR dengan steam
reforming gas alam, tekanan proses dirancang 4,5 MPa dengan tujuan mencegah kemungkinan
aliran kontaminan radioaktif dari daerah radioaktif ke daerah proses kimia, jika terjadi
kebocoran sistem pemipaan pada IHX. Disamping itu, dari analisis desain, rancangan tekanan
ini juga akan menjamin integritas struktur tabung katalisator pada reaktor reformer pada suhu
tinggi.
Sayangnya tekanan yang tinggi ini sangat merugikan ditinjau dari sisi proses kimia,
karena tekanan ideal untuk operasi optimum proses steam reforming adalah pada kisaran harga
1-3 MPa. Tetapi karena tuntutan keselamatan lebih penting, dilakukan modifikasi sistem
produksi sedemikian rupa agar proses dapat beroperasi secara optimum pada tekanan 4,5 MPa
6
fisi yang keluar dari coating bahan bakar, dan produk reaksi penangkapan neutron terhadap
boron yang digunakan sebagai batang kendali ataupun racun dapat bakar.
4. PEMBAHASAN
Telah disebutkan bahwa produksi optimal proses steam reforming gas alam dengan
sumber panas konvensional tercapai pada kondisi suhu 800-950oC dan tekanan 1-3 MPa.
Penerapan aspek keselamatan memaksa mengoperasikan reformer dengan suhu masukan
sekitar 890oC dan tekanan diatas 4,1 Mpa. Dengan masukan suhu pemanas helium 890oC,
karena perpindahan panas yang terjadi adalah konveksi paksa, reaksi pada zona katalisator
hanya mencapai suhu sekitar 800oC. Hal ini mengakibatkan menurunnya efisiensi termal proses
steam reforming gas alam dengan panas nuklir. Karena aspek keselamatan merupakan hal sangat
penting, maka perbaikan proses difokuskan pada modifikasi desain reformer. Berikut adalah
beberapa modifikasi yang dilakukan untuk memperbaiki proses [8,9]:
Keseimbangan tekanan. Aspek keselamatan dasar mengharuskan bahwa tekanan proses non
nuklir harus lebih tinggi daripada tekanan gas helium. Untuk itu dirancang keseimbangan
tekanan, yaitu dibuat tekanan operasi proses sedekat mungkin dengan tekanan gas helium, tapi
masih memungkinkan untuk proses kimia. Analisis desain menunjukkan bahwa tekanan 4,5
MPa cukup memadai, dalam arti aspek keselamatan bisa terpenuhi, tapi aspek proses kimia
juga tidak terlalu mengganggu.
7
Gambar 3. Reaktor Reformer tipe Bayonet dan prinsip peningkatan Efisiensi[8,9,10]
Sebagai hasil modifikasi proses, diperoleh total efisiensi termal yang lebih tinggi
mskipun masih lebih rendah daripada efisiensi termal proses dengan sumber panas
konvensional. Pada Tabel 1 disajikan perbandingan proses steam reforming gas alam.
Permeasi tritium merupakan proses alamiah yang terjadi pada operasi suhu tinggi.
Pada operasi reaktor suhu tinggi, permeasi tritium terjadi secara difusi melalui dinding pipa
perpindahan panas. Keberadaan tritium dalam sistem pendingin primer adalah produk fisi
yang lepas dari coating bahan bakar, dan produk reaksi penangkapan neutron terhadap boron
yang digunakan sebagai batang kendali dan racun dapat bakar. Studi di Amerika menunjukkan
bahwa pada kondisi terburuk, lepasan tritium yang mungkin bisa mencapai zona proses
diperkirakan hanya 90 Ci/th[11]. Studi kopel MH GTR-PH dengan proses produksi metanol
menunjukkan bahwa konsentrasi tritium pada produk metanol kurang dari 4x10 -11 Ci/cc. Harga
ini jauh lebih rendah dari ambang yang diijinkan untuk kontaminasi efluent larutan yaitu 3x10-9
Ci/cc. Studi di Rusia pada kopel HTGR untuk produksi pupuk amonia menunjukkan bahwa
aktivitas tritium pada produk akhir menyebabkan dosis radiasi ke publik sekitar 2-5
mikrorem/tahun.orang, atau hanya sekitar 1/3 – ½ lebih rendah dari radiasi latar[12].
8
5. KESIMPULAN
Dari studi dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
- Penukar panas intermediate (IHX) berperan penting dalam aplikasi reaktor nuklir suhu
tinggi untuk proses kimia. IHX berperan sebagai interface yang memisahkan antara zona
nuklir dengan zona proses kimia.
- Penerapan aspek keselamatan mengakibatkan kondisi operasi (tekanan dan suhu) energi
panas yang dipasok dari HTTR berada di luar range optimum proses steam reforming gas
alam. Perlu dilakukan modifikasi desain reformer untuk memenuhi kondisi tersebut.
- Prinsip keseimbangan tekanan antara helium primer, helium sekunder, dan proses kimia,
serta pemanfaatan energi panas secara efektif dapat meningkatkan efisiensi termal steam
reforming gas alam dengan panas nuklir.
PUSTAKA
1. SOENTONO, S., (2006), Peran BATAN dalam alih Teknologi Energi Nuklir di Indonesia,
Seminar Nasional ke-12 Keselamatan PLTN serta Fasilitas Nuklir, Yogyakarta
2. ______, (2001), Nuclear Hydrogen Society Established in Japan, International Journal of
Hydrogen Energy 26.
3. HADA, K., Fujimoto, N., Sudo, Y., (1992), Design of Steam Reforming Hydrogen and
Methanol Co-production System to be Connected to the HTTR, Technical Committee
Meeting on High Temperature Application of Nuclear Energy, Oarai, Japan.
4. ______, (2005) www.nyserda.org, Hydrogen Production – Steam Methane Reforming (SMR)
5. ____, Statistik Energi Nuklir 2007, PPEN BATAN, Jakarta, 2007.
6. MASAO, H. (2002), “Nuclear Hydrogen Activities in Japan”, Technical Workshoop on
Large Scale Production of Hydrogen from Nuclear Power, San Diego, USA.
7. FUJIMOTO, N., SAIKUSA, A., HADA, K., SUDO, Y., (1992), Safety Analysis and
Considerations for HTTR Stam Reforming Hydrogen/Methanol Co-production System,
Technical Committee Meeting on High Temperature Application of Nuclear Energy, Oarai,
Japan.
8. IAEA TECDOC 1085, (1999), Hydrogen as an Energy Carrier and Its Production by Nuclear
Power, IAEA Publication, Vienna.
9. MASAO, H., SHIOZAWA, S., (2005), “Research and Development for nuclear production of
hydrogen in Japan”, OECD/NEA 3rd Information Exchange Meeting on the Nuclear
Production of Hydrogen, Oarai.
10. FUJIMOTO, N., FUJIKAWA, S., HAYASHI, H., NAKAZAWA, T., IYOKU, T., KAWASAKI,
K., (2005), Present Status of HTTR Project, Achievement of 950C of Reactor Outlet Cooolant
Temperature, GTHTR300C for Hydrogehn Cogeneration, OECD/NEA 3rd Information
Exchange Meeting on the Nuclear Production of Hydrogen, Oarai.
11. SCHLEICHER, R.W., KENNEDY, A.J., (1992), Potential Application of High Temperature
Helium, Proceeding of the 2nd JAERI Symposium on HTGR Technologies, Oarai.
12. GREBENNIK, V.N., (1992), Possible Application and Characteristics of HTGR used for
Industrial Cogeneration, Proceeding of the 2nd JAERI Symposium on HTGR Technologies,
Oarai.