Aspek Keselamatan Pada Aplikasi Reaktor Nuklir Suhu Tinggi Untuk Proses Steam Reforming Gas Alam

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 9

ASPEK KESELAMATAN PADA

APLIKASI REAKTOR NUKLIR SUHU TINGGI


UNTUK PROSES STEAM REFORMING GAS ALAM

Djati H. Salimy
Pusat Pengembangan Energi nuklir (PPEN-BATAN)

ABSTRACT
SAFETY ASPECT OF HIGH TEMPERATURE NUCLEAR REACTOR APPLICATION FOR
NATURAL GAS STEAM REFORMING. An assessment of the safety aspect of high temperature
nuclear reactor application for natural gas steam reforming has been carried out. The basic safety aspect
associated with nuclear coupling to chemical process is to prevent the release of radioactive materials to
the environment and or the chemical process. In utilizing nuclear heat for chemical process, intermediate
heat exchanger (IHX) is used as an interface that separates nuclear and non nuclear zones. IHX is helium-
helium heat exchanger in which the primary helium (905oC) coming out from the reactor, and transfer its
heat to the secondary helium gas (890oC). To prevent possible release of radioactive materials from nuclear
zone, balanced pressure is applied. The pressure of chemical process (4.5 MPa) is designed to be higher
than the pressure of secondary helium (4.1 MPa) or primary helium (4 MPa). The design of balance
pressure and the use of IHX cause some inferior condition of the nuclear heated reformer since the lower
temperature (~800oC) reaches catalyst tube of reformer. This condition gives impact on lower thermal
efficiency (~50%) compared to the fossil-fuelled plant (80-85%). Some modification in design and
operation, such as: selecting the bayonet type of reformer equipped with orifice baffle, and enhancing heat
utilization, can improve the lack of condition and are capable to increase the thermal efficiency of nuclear
heated natural gas steam reformer to reach about 78%.
Keywords:IHX, natural gas steam reforming, high temperature nuclear reactor

ABSTRAK
ASPEK KESELAMATAN PADA APLIKASI REAKTOR NUKLIR SUHU TINGGI UNTUK
PROSES STEAM REFORMING GAS ALAM. Telah dilakukan pengkajian aspek keselamatan pada
aplikasi reaktor nuklir suhu tinggi untuk proses steam reforming gas alam. Aspek keselamatan dasar pada
kopel reaktor nuklir dengan proses kimia adalah mencegah kemungkinan lepasnya bahan-bahan radioaktif
ke lingkungan dan atau ke zona proses kimia. Pada kopel nuklir untuk proses kimia, digunakan penukar
panas intermediate (IHX) sebagai interface yang memisahkan antara zona nuklir dengan zona proses
kimia. IHX adalah penukar panas helium-helium, dimana helium primer (905oC) mampu memindahkan
panasnya ke helium sekunder (890oC). Untuk menjaga agar tidak terjadi lepasan bahan-bahan radioaktif
dari zona nuklir, diterapkan sistem keseimbangan tekanan, yaitu tekanan proses kimia (4,5 MPa)
dirancang lebih besar dari tekanan helium sekunder (4,1 MPa) maupun helium primer (4,0 MPa).
Rancangan ini mengakibatkan kondisi operasi panas proses yang mampu disediakan oleh reaktor nuklir
menjadi tidak optimal yaitu hanya mencapai sekitar 800oC pada daerah tabung katalisator. Kondisi ini
mengakibatkan efisiensi termal steam reforming gas alam dengan panas nuklir hanya mencapai 50%, jauh
di bawah proses dengan sumber panas bahan bakar fosil (80-85%). Sejumlah modifikasi desain operasi,
seperti memanfaatkan reformer tipe bayonet yang dilengkapi dengan orifice baffle, dan peningkatan
efektivitas pemanfaatan panas, mampu meningkatkan efisiensi termal steam reforming gas alam dengan
panas nuklir menjadi sekitar 78%.
Kata kunci: IHX, steam reforming gas alam, reaktor nuklir suhu tinggi

1
1. PENDAHULUAN

Kebijakan pemanfaatan energi nuklir guna pembangkitan listrik dan kogenerasi di


Indonesia adalah terwujudnya peran energi nuklir secara simbiotik dan sinergistik dengan
sumberdaya energi tak terbarukan maupun terbarukan untuk memenuhi kebutuhan energi
nasional guna mendukung pembangunan berkelanjutan[1]. Untuk itu, disamping mendorong
terwujudnya PLTN pertama di Indonesia pada tahun 2016, BATAN juga harus terus melakukan
berbagai kajian reaktor nuklir masa depan seperti: konsep reaktor kogenerasi produksi air
bersih (desalinasi), penggunaan panas proses untuk operasi industri suhu tinggi seperti
produksi hidrogen, gasifikasi batubara, dan lain-lain. Dalam forum internasional, terbentuknya
Nuclear Hydrogen Society pada tahun 2001 di Jepang[2], mendorong kerjasama yang semakin
intensif untuk mewujudkan terealisasinya sistem energi nuklir hidrogen, yaitu suatu sistem
produksi hidrogen berbasis energi panas dari reaktor nuklir.
Steam reforming gas alam adalah proses konversi gas alam dan kukus (steam) pada suhu
tinggi menghasilkan gas sintesis (campuran CO + H2) yang bisa diubah menjadi berbagai
macam produk, diantaranya hidrogen, metanol dan bahan-bahan kimia C1. Sampai sekarang,
proses ini merupakan proses paling penting dalam memproduksi hidrogen. Diperkirakan
sekitar 85% konsumsi hidrogen dunia, diproduksi dengan proses steam reforming gas alam.
Proses yang secara kimia mengikuti reaksi endotermis pada suhu tinggi, berimplikasi pada
dibutuhkannya panas dalam jumlah besar. Secara konvensional, kebutuhan panas dipasok
dengan membakar bahan bakar fosil. Ini berdampak pada makin cepatnya laju emisi CO 2 ke
lingkungan, dan semakin cepatnya laju pengurasan cadangan bahan bakar fosil. Seandainya
kebutuhan energi panas suhu tinggi bisa digantikan dengan energi panas reaktor nuklir,
diharapkan dapat dihemat pembakaran langsung bahan bakar fosil.
Reaktor suhu tinggi berpendingin gas (HTGR) adalah kandidat penting reaktor nuklir
yang bisa dimanfaatkan energi panasnya untuk berbagai proses kimia endotermis suhu tinggi.
Luaran panas HTGR yang dibawa oleh pendingin reaktor, yaitu gas helium, yang secara teoritis
suhunya bisa mencapai 1000oC[3], sangat potensial untuk dimanfaatkan pada berbagai proses
kimia. Kopling HTGR dengan steam reforming gas alam merupakan konsep yang paling maju
dari aplikasi panas nuklir suhu tinggi untuk proses kimia. Berbagai negara maju seperti
Amerika, Jepang, Jerman, Cina, dan Afrika Selatan melakukan studi kopel HTGR dengan proses
steam reforming gas alam. Di Jepang, studi kopel HTTR (HTGR versi Jepang) dengan proses
steam reforming gas alam untuk memproduksi hidrogen dan metanol telah dilakukan sejak 1970
an, dan telah memasuki tahap ujicoba implementasi proses. Direncanakan paling lambat tahun
2015, demonstration plant kopel HTTR dengan proses steam reforming gas alam telah beroperasi
penuh dan merupakan yang pertama di dunia.
Kopel HTTR dengan steam reforming gas alam dilakukan dengan interface penukar panas
intermediate (IHX) yang memisahkan antara zona nuklir dan zona proses kimia. IHX adalah
penukar panas helium-helium. Helium primer luaran HTTR pada suhu 905 oC diambil panasnya
dengan helium sekunder yang bebas kontaminasi radioaktf. Helium sekunder inilah yang
digunakan sebagai sumber energi panas untuk menjalankan proses. Pemanfaatan IHX penting
untuk alasan keselamatan, karena dengan IHX, kontaminasi zona proses dapat dieliminasi
sekecil mungkin. Tapi pemanfaatan IHX berdampak negatif pada proses kimia, karena dengan
adanya IHX suhu proses yang bisa dimanfaatkan menjadi rendah (karena penurunan suhu)
yang berdampak pada tidak optimumnya proses produksi hidrogen.

2
Pada makalah ini akan dibahas aspek keselamatan terkait aplikasi panas reaktor nuklir
suhu tinggi untuk proses steam reforming gas alam. Reaktor nuklir suhu tinggi yang diambil
sebagai contoh kasus adalah HTTR. Tujuan studi ini adalah untuk mempelajari aspek
keselamatan yang perlu diterapkan ketika dilakukan aplikasi panas nuklir suhu tinggi dengan
proses steam reforming gas alam. Diharapkan hasil studi bisa menjadi masukan guna
pengambilan keputusan dalam pengembangan program nuklir di Indonesia.

2. KOPEL HTTR DENGAN STEAM REFORMING GAS ALAM


2.1 Steam Reforming Gas Alam
Steam reforming gas alam adalah proses kimia suhu tinggi yang reaksinya bersifat
endotermis. Pemanfaatan energi panas nuklir menggantikan bahan bakar fosil diharapkan
cukup signifikan menghemat cadangan bahan bakar fosil, sekaligus menghambat laju emisi
CO2. Disamping itu, hidrogen sebagai produk proses, merupakan alternatif bahan bakar masa
depan yang bersih lingkungan, juga merupakan bahan baku penting untuk industri petrokimia
yang kebutuhannya terus meningkat.
Prinsip dasar reaksi steam reforming gas alam adalah reaksi endotermis yang
berlangsung pada suhu tinggi mengikuti persamaan reaksi sebagai berikut [3,4]:

CH4 + H2O = CO + 3H2 – 206.20 kJ/mol (1)


CH4 + 2H2O = CO2 + 4H2 – 165.03 kJ/mol (2)
CO + H2O = CO2 + H2 + 41.20 kJ/mol (3)

Reaksi 1 dan 2 disebut reaksi steam reforming yang merupakan reaksi endotermis dan
berlangsung pada suhu tinggi 800-950oC, menghasilkan gas sintesis (campuran CO dan H2),
CO2, dan CH4 tak terkonversi. Sedang reaksi 3 antara CO dengan kukus disebut reaksi water-gas
shift akan menambah produksi H2 dan CO2. Setelah melalui proses pemurnian akan diperoleh
hidrogen sebagai produk yang diinginkan. Komposisi gas hasil ditentukan oleh keseimbangan
reaksi 1, 2, dan 3. Sedangkan stoikiometri dari produk dikontrol dengan mengatur kondisi
operasi reaksi 3. Untuk mencapi komposisi produk yang ideal dalam memproduksi hidrogen
dengan steam reforming gas alam, kondisi operasi suhu 800-950oC dan tekanan 1-3 MPa adalah
yang paling ideal. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa penurunan suhu dan kenaikan
tekanan akan menurunkan konsentrasi hidrogen dalam keseimbangan campuran. Dengan kata
lain, jika tekanan lebih dari 1-3 MPa dan suhu kurang dari 800-950oC akan menurunkan
produktivitas hidrogen. Ini merupakan hal penting dalam kopel HTTR dengan proses steam
reforming gas alam. Aspek keselamatan memaksa proses kimia beroperasi pada tekanan yang
lebih tinggi dan suhu yang lebih rendah. Karena alasan keselamatan merupakan hal yang tak
bisa ditawar, alternatif yang mungkin dilakukan adalah melakukan modifikasi proses steam
reforming sehingga tetap bisa berlangsung pada kondisi operasi yang mampu disediakan oleh
HTTR.

3
Gambar 1. Skema Proses Steam Reforming Gas Alam[4]
Pada Gambar 1 ditunjukkan skema proses steam reforming gas alam. Dalam industri
kimia, steam reforming gas alam dikenal sebagai teknologi kunci dalam memproduksi gas
sintesis, hidrogen, metanol, maupun bahan bahan kimia rantai C 1. Proses ini menjadi unit plant
tersendiri pada industri-industri pupuk, maupun petrokimia[3].

2.2 Kopel HTTR dengan Steam Reforming Gas Alam[3]


Sampai saat ini, kebutuhan energi panas untuk menjalankan proses pada industri,
diperoleh dengan pembakaran langsung bahan bakar fosil. Semakin terbatasnya cadangan
bahan bakar fosil, dan semakin meningkatnya emisi CO2 ke lingkungan menyebabkan semakin
santernya isu pemanasan global. Hal ini mendorong para ahli nuklir untuk menyumbangkan
pemikiran mengganti energi panas pembakaran bahan bakar fosil dengan panas dari reaktor
nuklir. Teknologi nuklir saat ini telah menyumbang sekitar 17% kebutuhan listrik dunia, dengan
total PLTN sebanyak 435 unit dengan kapasitas pembangkit listrik mencapai 368 Gwe[5]. Hanya
sejumlah kecil produksi energi nuklir dimanfaatkan sebagai energi panas seperti: untuk
pemanas air, district heating, maupun proses desalinasi. Negara-negara yang telah
memanfaatkan energi nuklir untuk proses non listrik antara lain Jepang, Kanada, Cina,
Kazakhstan, Rusia, dan Ukraina. Total panas dari reaktor nuklir yang telah dimanfaatkan untuk
keperluan non listrik baru sekitar 5 Gwth.
Diantara berbagai reaktor nuklir yang dikembangkan di negara-negara maju, reaktor
suhu tinggi berpendingin gas (High Temperature Gas-cooled Reactor, HTGR) adalah jenis reaktor
paling menjanjikan untuk aplikasi industri suhu tinggi. Hal ini karena luaran suhu reaktor yang
dibawa oleh pendingin gas helium bisa mencapai 1000oC. Aplikasi suhu tinggi untuk industri
kimia yang banyak dikembangkan di negara-negara maju adalah untuk proses kimia suhu
tinggi yang reaksi kimianya endotermis. Hal ini karena reaksi seperti itu membutuhkan energi
panas dalam jumlah besar dan suhu tinggi yang jika dipasok dari pembakaran babahn bakar
fosil akan sangat memboroskan dan meningkatkan laju emisi CO2.
Pada Gambar 2 disajikan kopel HTTR (HTGR versi Jepang) dengan proses steam
reforming gas alam yang dikembangkan di Jepang[3,6]. Nampak pada gambar tersebut bahwa

4
zona nuklir dan zona proses kimia dipisahkan oleh alat penukar panas intermediate yang akan
dibahas lebih lanjut pada bab berikutnya.

Gambar 2. Kopel HTTR dengan Proses Steam Reforming Gas Alam [3]

3. ASPEK KESELAMATAN
Prinsip dasar aspek keselamatan yang perlu diterapkan dalam aplikasi suhu tinggi
reaktor nuklir untuk proses kimia, adalah menjaga agar tidak terjadi kemungkinan lepasan
bahan radioaktif baik ke lingkungan maupun ke instalasi proses kimia. Secara garis besarnya,
aspek keselamatan yang diterapkan meliputi hal-hal sebagai berikut[7].

Penghalang Ganda dan Ekstra (Multiple and Extra Barrier)


Reaktor nuklir suhu tinggi dirancang mempunyai penghalang ganda untuk mencegah
keluarnya produk fisi ke lingkungan. Penghalang ganda pada HTGR meliputi coating bahan
bakar, sistem pendingin reaktor, tangki pengungkung, dan gedung reaktor. Semua reaktor
HGTR memiliki penghalang ganda tersebut, kecuali tangki pengungkung yang melengkapi
sistem penghalang pada HTTR Jepang. Tangki pengungkung ini merupakan penghalang ekstra
untuk mengungkung produk fisi, dan untuk membatasi kemungkinan masuknya udara yang
memungkinkannya bereaksi dengan grafit pada reaktor ketika terjadi kecelakaan.
Pada HTTR, sistem pendingin harus mampu menghalangi kemungkinan terjadinya
pelepasan radioaktif ke lingkungan. Gas helium bertekanan digunakan sebagai pendingin
reaktor karena kinerja pendinginannya yang bagus dan karaketeristik kimia dan neutronik yang
bersifat inert. Pada IHX, tekanan helium sekunder dirancang sedikit lebih tinggi daripada
tekanan helium primer untuk mencegah kemungkinan mengalirnya kontaminasi radioaktif dari
sistem primer ke sekunder jika terjadi kebocoran sekecil apapun pada sistem pemipaan. Sistem
ini merupakan penghalang ekstra untuk zona proses kimia.

Keseimbangan Tekanan
Dalam prinsip instalasi nuklir, selalu dirancang agar tekanan dari wilayah non
radioaktif lebih besar daripada tekanan pada wilayah radioaktif. Demikian juga pada aplikasi
kopel HTTR dengan steam reforming gas alam. Karena tekanan pendingin helium yang akan

5
dimanfaatkan panasnya adalah 4,1 MPa, maka harus dirancang bahwa tekanan operasi proses
steam reforming gas alam lebih besar dari 4,1 MPa. Pada desain sistem kopel HTTR dengan steam
reforming gas alam, tekanan proses dirancang 4,5 MPa dengan tujuan mencegah kemungkinan
aliran kontaminan radioaktif dari daerah radioaktif ke daerah proses kimia, jika terjadi
kebocoran sistem pemipaan pada IHX. Disamping itu, dari analisis desain, rancangan tekanan
ini juga akan menjamin integritas struktur tabung katalisator pada reaktor reformer pada suhu
tinggi.
Sayangnya tekanan yang tinggi ini sangat merugikan ditinjau dari sisi proses kimia,
karena tekanan ideal untuk operasi optimum proses steam reforming adalah pada kisaran harga
1-3 MPa. Tetapi karena tuntutan keselamatan lebih penting, dilakukan modifikasi sistem
produksi sedemikian rupa agar proses dapat beroperasi secara optimum pada tekanan 4,5 MPa

Intermediate Heat Exchanger


IHX merupakan interface antara zona nuklir dengan zona proses kimia. IHX yang
merupakan alat penukar panas helium-helium, diperlukan untuk menghindari sekecil mungkin
terjadinya kontaminasi radioaktif di zona proses kimia. Pada IHX, mengalir helium sekunder
yang murni bebas dari kontaminasi radioaktif, mengambil panas dari helium primer yang
keluar dari HTTR. Helium primer keluar dari HTTR pada suhu 905oC, dan mampu
memindahkan panasnya ke helium sekunder. Kemudian karena penurunan suhu sepanjang
pipa, helium sekunder pada suhu 890oC dimanfaatkan untuk menjalankan proses steam
reforming gas alam. Pemanfaatan IHX yang bertujuan menjamin aspek keselamatan, lagi-lagi
merugikan dari sisi suhu operasi. Dengan pemanas helium pada suhu 890 oC, karena
perpindahan panas yang terjadi adalah konveksi paksa, suhu maksimum yang bisa dicapai
pada daerah tabung katalisator hanya sekitar 800 oC, dengan fluks panas hanya sekitar 10.000-
20.000 W/m2. Sebagai perbandingan, pada proses konvensional yang sudah komersial, energi
panas pembakaran bahan bakar fosil masuk ke reformer pada suhu sekitar 950oC, dan karena
proses perpindahan panas yang terjadi antara sistem pemanas dengan daerah katalisator adalah
radiasi termal maka fluks panas yang dihasilkan bisa mencapai 50.000-80.000 W/m2, jauh lebih
besar dibanding proses dengan panas nuklir. Lagi-lagi sistem keselamatan dengan interface IHX
merugikan ditinjau dari sisi proses kimia.

Transfer Bahan Radioaktif ke Unit Proses


Transfer bahan radioaktif dari sistem zona nuklir ke zona proses kimia bisa terjadi
dengan dua cara:
- karena kebocoran sistem pemipaan pendingin primer yang mengakibatkan terlepasnya
bahan radioaktif ke sistem sekunder
- karena terjadinya permeasi tritium melalui dinding pipa perpindahan panas.
Pada desain HTTR, karena ada tekanan pendingin primer lebih rendah daripada
pendingin sekunder, tidak dimungkinkan adanya bahan radioaktif lepas ke zona proses kimia.
Bahkan jika terjadi penurunan tekanan pada sistem sekunder karena kebocoran kecil pada
sistem pemipaan, level aktivitas radioaktif masih hanya 1/5 nya lebih rendah daripada permeasi
tritium melalui dinding pipa perpindahan panas[7].
Permeasi tritium merupakan proses alamiah yang terjadi pada operasi suhu tinggi.
Pada aplikasi HTTR, permeasi tritium terjadi secara difusi melaui dinding pipa perpindahan
panas. Dalam operasi HTTR, tritium selalu ada dalam sistem pendingin primer sebagai produk

6
fisi yang keluar dari coating bahan bakar, dan produk reaksi penangkapan neutron terhadap
boron yang digunakan sebagai batang kendali ataupun racun dapat bakar.

4. PEMBAHASAN
Telah disebutkan bahwa produksi optimal proses steam reforming gas alam dengan
sumber panas konvensional tercapai pada kondisi suhu 800-950oC dan tekanan 1-3 MPa.
Penerapan aspek keselamatan memaksa mengoperasikan reformer dengan suhu masukan
sekitar 890oC dan tekanan diatas 4,1 Mpa. Dengan masukan suhu pemanas helium 890oC,
karena perpindahan panas yang terjadi adalah konveksi paksa, reaksi pada zona katalisator
hanya mencapai suhu sekitar 800oC. Hal ini mengakibatkan menurunnya efisiensi termal proses
steam reforming gas alam dengan panas nuklir. Karena aspek keselamatan merupakan hal sangat
penting, maka perbaikan proses difokuskan pada modifikasi desain reformer. Berikut adalah
beberapa modifikasi yang dilakukan untuk memperbaiki proses [8,9]:

Keseimbangan tekanan. Aspek keselamatan dasar mengharuskan bahwa tekanan proses non
nuklir harus lebih tinggi daripada tekanan gas helium. Untuk itu dirancang keseimbangan
tekanan, yaitu dibuat tekanan operasi proses sedekat mungkin dengan tekanan gas helium, tapi
masih memungkinkan untuk proses kimia. Analisis desain menunjukkan bahwa tekanan 4,5
MPa cukup memadai, dalam arti aspek keselamatan bisa terpenuhi, tapi aspek proses kimia
juga tidak terlalu mengganggu.

Meningkatkan efektivitas pemanfaatan panas.


 Peningkatan input panas ke umpan gas. Gas helium keluar reformer dimanfaatkan untuk
memanaskan gas reforming yaitu umpan CH4 dan kukus sampai suhu 450oC. Dengan cara
ini diperoleh 2 keuntungan: ketika gas umpan mencapai zona tabung katalisator, suhunya
bisa naik mencapai 830oC. Sedangkan gas helium keluar dari reformer, karena
dimanfaatkan panasnya suhunya turun menjadi 600oC. Peningkatan beda suhu antara
helium masuk dan keluar akan meningkakan input panas ke tabung katalisator. Dengan
cara ini, total panas yang bisa mencapai tabung katalisator tidak saja berasal dari gas helium
yang masuk ke reformer tapi juga berasal dari gas helium yang keluar dari reformer.
 Peningkatan suhu reaksi pada tabung katalisator juga dilakukan dengan memperlama
waktu tinggal (residence time) gas helium di dalam reformer dengan memasang orifice baffle
dan wirenet. Ini sesuai dengan prinsip perpindahan panas, semakin lama waktu tinggal akan
semakin optimum proses perpindahan panas. Dengan cara ini tidak saja suhu operasi pada
tabung katalisator bisa mencapai 830oC, perpindahan panas pun bisa meningkat secara
optimum sehingga fluks panas pada zona tabung katalisator bisa mencapai 40.000 W/m2.
Peningkatan efektivitas pemanfaatan panas seperti disebutkan di atas, bisa dilakukan
dengan memanfaatkan reaktor reformer tipe bayonet sepeti terlihat pada Gambar 3.

7
Gambar 3. Reaktor Reformer tipe Bayonet dan prinsip peningkatan Efisiensi[8,9,10]

Sebagai hasil modifikasi proses, diperoleh total efisiensi termal yang lebih tinggi
mskipun masih lebih rendah daripada efisiensi termal proses dengan sumber panas
konvensional. Pada Tabel 1 disajikan perbandingan proses steam reforming gas alam.

Tabel 1. Perbandingan Kinerja Steam Reformer[3,9]


Reformer Konvensional HTTR HTTR modifikasi reformer
Tekanan Operasi 1 – 3 MPa >Tekanan Helium Keseimbangan Tekanan
Reformer 4.1 MPa (PHe)  4.5 MPa
Suhu Operasi, oC 850 – 900 800 830
Fluks panas, W/m 2 50.000 – 80.000 10.000 – 20.000 40.000
Efisiensi termal, % 80 ~ 85 ~50 78

Permeasi tritium merupakan proses alamiah yang terjadi pada operasi suhu tinggi.
Pada operasi reaktor suhu tinggi, permeasi tritium terjadi secara difusi melalui dinding pipa
perpindahan panas. Keberadaan tritium dalam sistem pendingin primer adalah produk fisi
yang lepas dari coating bahan bakar, dan produk reaksi penangkapan neutron terhadap boron
yang digunakan sebagai batang kendali dan racun dapat bakar. Studi di Amerika menunjukkan
bahwa pada kondisi terburuk, lepasan tritium yang mungkin bisa mencapai zona proses
diperkirakan hanya 90 Ci/th[11]. Studi kopel MH GTR-PH dengan proses produksi metanol
menunjukkan bahwa konsentrasi tritium pada produk metanol kurang dari 4x10 -11 Ci/cc. Harga
ini jauh lebih rendah dari ambang yang diijinkan untuk kontaminasi efluent larutan yaitu 3x10-9
Ci/cc. Studi di Rusia pada kopel HTGR untuk produksi pupuk amonia menunjukkan bahwa
aktivitas tritium pada produk akhir menyebabkan dosis radiasi ke publik sekitar 2-5
mikrorem/tahun.orang, atau hanya sekitar 1/3 – ½ lebih rendah dari radiasi latar[12].

8
5. KESIMPULAN
Dari studi dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
- Penukar panas intermediate (IHX) berperan penting dalam aplikasi reaktor nuklir suhu
tinggi untuk proses kimia. IHX berperan sebagai interface yang memisahkan antara zona
nuklir dengan zona proses kimia.
- Penerapan aspek keselamatan mengakibatkan kondisi operasi (tekanan dan suhu) energi
panas yang dipasok dari HTTR berada di luar range optimum proses steam reforming gas
alam. Perlu dilakukan modifikasi desain reformer untuk memenuhi kondisi tersebut.
- Prinsip keseimbangan tekanan antara helium primer, helium sekunder, dan proses kimia,
serta pemanfaatan energi panas secara efektif dapat meningkatkan efisiensi termal steam
reforming gas alam dengan panas nuklir.

PUSTAKA
1. SOENTONO, S., (2006), Peran BATAN dalam alih Teknologi Energi Nuklir di Indonesia,
Seminar Nasional ke-12 Keselamatan PLTN serta Fasilitas Nuklir, Yogyakarta
2. ______, (2001), Nuclear Hydrogen Society Established in Japan, International Journal of
Hydrogen Energy 26.
3. HADA, K., Fujimoto, N., Sudo, Y., (1992), Design of Steam Reforming Hydrogen and
Methanol Co-production System to be Connected to the HTTR, Technical Committee
Meeting on High Temperature Application of Nuclear Energy, Oarai, Japan.
4. ______, (2005) www.nyserda.org, Hydrogen Production – Steam Methane Reforming (SMR)
5. ____, Statistik Energi Nuklir 2007, PPEN BATAN, Jakarta, 2007.
6. MASAO, H. (2002), “Nuclear Hydrogen Activities in Japan”, Technical Workshoop on
Large Scale Production of Hydrogen from Nuclear Power, San Diego, USA.
7. FUJIMOTO, N., SAIKUSA, A., HADA, K., SUDO, Y., (1992), Safety Analysis and
Considerations for HTTR Stam Reforming Hydrogen/Methanol Co-production System,
Technical Committee Meeting on High Temperature Application of Nuclear Energy, Oarai,
Japan.
8. IAEA TECDOC 1085, (1999), Hydrogen as an Energy Carrier and Its Production by Nuclear
Power, IAEA Publication, Vienna.
9. MASAO, H., SHIOZAWA, S., (2005), “Research and Development for nuclear production of
hydrogen in Japan”, OECD/NEA 3rd Information Exchange Meeting on the Nuclear
Production of Hydrogen, Oarai.
10. FUJIMOTO, N., FUJIKAWA, S., HAYASHI, H., NAKAZAWA, T., IYOKU, T., KAWASAKI,
K., (2005), Present Status of HTTR Project, Achievement of 950C of Reactor Outlet Cooolant
Temperature, GTHTR300C for Hydrogehn Cogeneration, OECD/NEA 3rd Information
Exchange Meeting on the Nuclear Production of Hydrogen, Oarai.
11. SCHLEICHER, R.W., KENNEDY, A.J., (1992), Potential Application of High Temperature
Helium, Proceeding of the 2nd JAERI Symposium on HTGR Technologies, Oarai.
12. GREBENNIK, V.N., (1992), Possible Application and Characteristics of HTGR used for
Industrial Cogeneration, Proceeding of the 2nd JAERI Symposium on HTGR Technologies,
Oarai.

Anda mungkin juga menyukai