Antiinfeksi Kelompok 5 Kelas C

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi adalah ketidak-mampuan organ-organ yang terlibat dalam
proses pencernakan untuk membuang zat-zat sisa melalui jalan yang normal
akibat masuknya zat asing ke dalam organ-organ pencernakan. Karenanya zat
sisa tersebut terbawa oleh darah, menembus jaringan, kemudian mengendap
pada lokasi yang tak menentu dari tubuh.
Kumpulan zat sisa tersebut mengundang kehadiran bakteri atau pun
virus. Kedua macam makhluk itu hidup dan berkembang biak dengan makan
tumpukan zat sisa itu. Mungkin mereka juga makan jaringan tubuh. Untuk
menghentikan perkembangan bakteri dan virus harus dilakukan dengan
membuang zat sisa dari tempat menumpuknya,hal ini merupakan salah satu
manfaat dari obat antiinfeksi. Obat antiinfeksi adalah senyawa yang
digunakan untuk pengobatan penyakit infeksi yang disebabkan oleh spesies
tertentu (serangga, metazoa, protozoa, bakteri, riketsia atau virus).
Selain manfaat yang telah dijelaskan diatas, manfaat lain dari obat
antiinfeksi yakni untuk mengatasi masalah perut, mengatasi masalah bakteri,
mengatasi masalah zat kimia.
Mengingat pentingnya antiinfeksi dalam kehidupan manusia, maka
dalam makalah ini akan dibahas mengenai anti infeksi yang meliputi anti
biotik, anti malaria, fungisida, sulfonamide dan antiinfektikum.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu antibiotik?
2. Bagaimana penggolongan antibiotik?
3. Bagaimana cara penggunaan antibiotik kombinasi?
4. Bagainana penjelasan mengenai macam- macam antibiotik
5. Apa itu malaria?
6. Bagaimana siklus hidup nyamuk malaria dan bentuk serangan
demamnya?
7. Apakah obat malaria itu? Dan bagaimana pengelompokan obat anti
malaria?

1
8. Apakah antifungi atau antijamur itu?
9. Jenis infeksi seperti apa yang diakibatkan oleh jamur?
10. Bagaimana penjelasan mengenai berbagai macam obat antijamur?
11. Apakah sulfonamid itu?
12. Bagaimana penjelasan mengenai obat-obat jenis sulfonamid?
13. Apakah antivirus itu?
14. Bagaimana penjelasan mengenai obat-obatan antivirus?

C. Tujuan

1. Menginformasikan dan menjadi ilmu pengetahuan bagi pembaca


mengenai apa itu antibiotik, mekanisme kerjanya dan penjelasan
mengenai berbagai macam jenisnya.
2. Menginformasikan dan menjadi ilmu pengetahuan bagi pembaca
mengenai apa itu antimalaria, mekanisme kerjanya dan penjelasan
mengenai berbagai macam jenisnya.
3. Menginformasikan dan menjadi ilmu pengetahuan bagi pembaca
mengenai apa itu antijamur, mekanisme kerjanya dan penjelasan
mengenai berbagai macam jenisnya.
4. Menginformasikan dan menjadi ilmu pengetahuan bagi pembaca
mengenai apa itu sulfonamid, mekanisme kerjanya dan penjelasan
mengenai berbagai macam jenisnya.
5. Menginformasikan dan menjadi ilmu pengetahuan bagi pembaca
mengenai apa itu antivirus, mekanisme kerjanya dan penjelasan mengenai
berbagai macam jenisnya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Antibiotik

1. Pengertian Antibiotik
Antibiotik digunakan dalam berbagai bentuk-masing-masing
menetapkan persyaratan manufaktur agak berbeda. Untuk infeksi bakteri
di permukaan kulit, mata, atau telinga, antibiotik dapat dite rapkan
sebagai salep atau krim. Jika infeksi internal, antibiotik dapat ditelan
ataudisuntikkan langsung ke dalam tubuh. Dalam kasus ini, antibiotik
dikirim seluruh tubuh dengan penyerapan ke dalam aliran darah.
Antibiotik berasal dari kata Yunani tua, yang merupakan gabungan
dari kata anti (lawan) dan bios (hidup). Kalau diterjemahkan bebas
menjadi "melawan sesuatu yang hidup". Antibiotika di dunia kedokteran
digunakan sebagai obat untuk memerangi infeksi yang disebabkan oleh
bakteri atau protozoa. Antibiotika adalah zat yang dihasilkan oleh suatu
mikroba, terutama fungi/jamur, yang dapat menghambat atau dapat
membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotika saat ini dibuat secara
semisintetik atau sintetik penuh. Namun dalam prakteknya antibiotika
sintetik tidak diturunkan dari produk mikroba.
Antibiotik yang digunakan untuk membasmi mikroba, khususnya
penyebab infeksi pada manusia, harus memiliki sifat toksisitas selektif
yang setinggi mungkin. Artinya, antibiotik tersebut haruslah bersifat
sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksik untuk inang/hospes
(Gan dan Setiabudy, 1987).
Usaha untuk mencari antibiotik yang dihasilkan oleh
mikroorganisme. Produk alami yang disentesis oleh mikroorganisme
menjadi sangat penting. Praduk antikoagulan, antidepresan, vasodilator,
herabisida, insektisida, hormon tanaman, enzim, dan inhibitor enzim telah
diisolasi dari mikroorganisme.

2. Penggolongan Antibiotik

3
a. Penggolongan Antibiotik berdasarkan mekanisme kerjanya :
a) Inhibitor sintesis dinding sel bakteri, mencakup golongan
Penicillin, Polypeptide dan Cephalosporin
b) Inhibitor transkripsi dan replikasi, mencakup golongan
Quinolone,
c) Inhibitor sintesis protein, mencakup banyak jenis antibiotik,
terutama dari golongan Macrolide, Aminoglycoside, dan
Tetracycline
d) Inhibitor fungsi membran sel, misalnya ionomycin,
valinomycin;
e) Inhibitor fungsi sel lainnya, seperti golongan sulfa atau
sulfonamida,
f) Antimetabolit, misalnya azaserine.

b. Penggolongan Antibiotik berdasarkan daya kerjanya :

a) Bakterisid
Antibiotika yang bakterisid secara aktif membasmi
kuman. Termasuk dalam golongan ini adalah penisilin,
sefalosporin, aminoglikosida (dosis besar), kotrimoksazol ,
polipeptida, rifampisin, isoniazid dll.

b) Bakteriostatik
Antibiotika bakteriostatik bekerja dengan mencegah atau
menghambat pertumbuhan kuman, tidak membunuhnya,
sehingga pembasmian kuman sangat tergantung pada daya tahan
tubuh. Termasuk dalam golongan ini adalah sulfonamida,
tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, trimetropim, linkomisin,
makrolida, klindamisin, asam paraaminosalisilat, dll.

Manfaat dari pembagian ini dalam pemilihan antibiotika mungkin


hanya terbatas, yakni pada kasus pembawa kuman (carrier), pada pasien-
pasien dengan kondisi yang sangat lemah (debilitated) atau pada kasus-
kasus dengan depresi imunologik tidak boleh memakai antibiotika
bakteriostatik, tetapi harus bakterisida.

4
c. Penggolongan antibiotik berdasarkan spektrum kerjanya :
a) Spektrum luas (aktivitas luas)
Antibiotik yang bersifat aktif bekerja terhadap banyak
jenis mikroba yaitu bakteri gram positif dan gram negative.
Contoh antibiotik dalam kelompok ini adalah sulfonamid,
ampisilin, sefalosforin, kloramfenikol, tetrasiklin, dan
rifampisin.
b) Spektrum sempit (aktivitas sempit)
Antibiotik yang bersifat aktif bekerja hanya terhadap
beberapa jenis mikroba saja, bakteri gram positif atau gram
negative saja. Contohnya eritromisin, klindamisin, kanamisin,
hanya bekerja terhadap mikroba gram-positif. Sedang
streptomisin, gentamisin, hanya bekerja terhadap kuman gram-
negatif.

3. Penggunaan Antibiotik kombinasi


a. Pada infeksi campuran, misalnya kombinasi obat-obat antikuman dan
antifungi atau, dua antibiotik dengan spektrum sempit (gram positif +
gram negatif) untuk memperluas aktifitas terapi : Basitrasin dan
polimiksin dalam sediaan topikal.
b. Untuk memperoleh potensial, misalnya sulfametoksazol dengan
trimetoprim (= kotrimoksazol) dan sefsulodin dengan gentamisin pada
infeksi pseudomonas. Multi drug therapy (AZT + 3TC + ritonavir )
terhadap AIDS juga menghasilkan efek sangat baik.
c. Untuk mengatasi resistensi, misalnya Amoksisilin + asam klavulanat
yang menginaktivir enzim penisilinase.
d. Untuk menghambat resistensi, khususnya pada infeksi menahun
seperti tuberkulosa (rifampisin + INH + pirazinamida ) dan kusta
(dapson + klofazimin dan /atau rifampisin).
e. Untuk mengurangi toksisitas, misalnya trisulfa dan sitostatika, karena
dosis masing-masing komponen dapat dikurangi.

5
4. Macam- macam antibiotik
a. Penicilin
Penisilin merupakan kelompok antibiotika Beta Laktam yang
telah lama dikenal. Pada tahun 1928 di London, Alexander Fleming
menemukan antibiotika pertama yaitu Penisilin yang satu dekade
kemudian dikembangkan oleh Florey dari biakan Penicillium notatum
untuk penggunaan sistemik. Kemudian digunakan P. chrysogenum
yang menghasilkan Penisilin lebih banyak.Penisilin yang digunakan
dalam pengobatan terbagi dalam Penisilin alam dan Penisilin
semisintetik. Penisilin semisintetik diperoleh dengan cara mengubah
struktur kimia Penisilin alam atau dengan cara sintesis dari inti
Penisilin.
Beberapa Penisilin akan berkurang aktivitas mikrobanya
dalam suasana asam sehingga Penisilin kelompok ini harus diberikan
secara parenteral. Penisilin lain hilang aktivitasnya bila dipengaruhi
enzim Betalaktamase (Penisilinase) yang memecah cincin Betalaktam.

Sifat obat penisilin :


Pemberian : serbuk hablur renik, putih ,tidak berbau atau hampir tidak
berbau, rasa pahit.
Kelarutan : larut dalam 170 bagian air praktis tidak larut dalam etanol,
dalam klorofrom, dalam eter, dalam aseton dan dalam
minyak jamak.
Keasaman –kabasaan pH larutan 0,25 % b/v 3,5 sampai 5,5.
Kadar air tidak lebih dari 1,5 %.

6
Fermentasi pensilin sangat dipengaruhi oleh kondisi operasi
proses dan lingkungannya. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan
dalam proses pembuatan penisilin ini antara lain adalah : Temperatur,
pH, Sistem Aerasi, Sistem Pengadukan, Penggunaan zat anti busa, dan
upaya pencegahan kontaminasi pada medium.
Penisilin diproduksi secara komersial dengan menggunakan
bahan baku utama berupa glokosa, laktosa, dan cairan rendaman
jagung. Mineral-mineral yang digunakan adalah NaNO3, Na2SO4,
CaCO3, KH2PO4, MgSO4, 7 H2O, ZnSO4, dan MnSO4. Untuk
meningkatkan yield dan modifikasi tipe penisilin yang akan dihasilkan,
maka kedalam media fermentasi ditambahkan juga precursor, misalnya
phenylacetic acid yang digunakan untuk memproduksi penisilin G.

b. Sefalosporin
Sefalosporin termasuk golongan antibiotika Betalaktam.
Seperti antibiotika Betalaktam lain, mekanisme kerja antimikroba
Sefalosporin ialah dengan menghambat sintesis dinding sel mikroba,
yang dihambat adalah reaksi transpeptidase tahap ketiga dalam
rangkaian reaksi pembentukan dinding sel. Sefalosporin aktif terhadap
kuman gram positif maupun gram negatif, tetapi spektrum masing-
masing derivatebervariasi.

Modifikasi R¬1 pada posisi 7 cincin betalaktam


dihubungkan dengan aktivitas antimikrobanya, sedangkan substitusi
R¬2 pada posisi 3 cincin dihidrotiazin mempengaruhi metabolisme dan
farmakokinetiknya. Modifikasi R1 dan R2 berhubungan dengan
masing-masing jenis sefalosporinnya.

7
Daya kerja sefalosporin ialah bakterisida. Mekanisme kerja
antimikrobanya dengan menghambat sintesis dinding sel mikroba
(sintesis peptidoglikan yang diperlukan kuman untuk ketangguhan
dindingnya). Jadi yang dihambat ialah reaksi transpeptidase tahap
ketiga dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding sel. Spektrum kerja
sefalosporin luas dan meliputi banyak kuman Gram-positif dan gram-
negatif, termasuk E.coli, Klebsiella, dan Proteus.
Sebagian besar dari sefalosporin perlu diberikan parenteral dan
terutama digunakan di rumah sakit. Generasi I, digunakan per oral pada
infeksi saluran kemih ringan dan sebagai obat pilihan kedua pada
infeksi saluran napas dan kulit yang tidak begitu parah dan bila terdapat
alergi untuk penisilin.
Generasi II atau III, digunakan parenteral pada infeksi serius
yang resisten terhadap amoksisilin dan sefalosporin generasi I, juga
terkombinasi dengan aminoglikosida (gentamisin, tobramisin) untuk
memperluas dan memperkuat aktivitasnya. Begitu pula profilaksis pada
antara lain bedah jantung, usus dan ginekologi. Sefoksitin dan
sefuroksim (generasi ke II) digunakan pada gonore (kencing nanah)
akibat gonokok yang membentuk laktamase.
Generasi III, Seftriaxon dan sefotaksim kini sering dianggap
sebagai obat pilihan pertama untuk gonore, terutama bila telah timbul
resistensi terhadap senyawa fluorkuinon (siprofloksasin). Sefoksitin
digunakan pada infeksi bacteroides fragilis. Generasi IV, dapat
digunakan bila dibutuhkan efektivitas lebih besar pada infeksi dengan
kuman Gram-positif. Pembuatan senyawa turunan sefalosporin
biasanya dengan melakukan penyerangan menggunakan nukleofil
seperti alkolsida atau hidroksilamin.

8
c. Kloramfenikol
Kloramfenikol adalah antibiotik berspektrum luas yang
mempunyai aktifitas bakteriostatik, dan pada dosis tinggi bersifat
bakterisid. Kloramfenikol memiliki nama kimia 1- (pnitrofenil)-
dikloroasetamido-1,3-propandiol, rumus molekul C11H12Cl2N2O5dan
memiliki struktur:

Kloramfenikol merupakan senyawa fenil propan tersubstitusi


yang mempunyai dua unsur struktur tidak lazim untuk bahan alam yaitu
suatu gugus nitro aromatik dan residu diklor asetil. Gugus R pada
turunan kloramfenikol berpengaruh pada aktivitasnya sebagai anti
bakteri Staphylococcus aureus.
Kloramfenikol (R=NO2) mempunyai aktivitas antibakteri
terhadap Staphyllococcus aureus yang optimal. Untuk mendapatkan
senyawa turunan kloramfenikol baru dengan aktivitas optimal, harus
diperhatikan agar gugus R bersifat penarik elektron kuat dan mempunya
sifat lipofilik lemah. Turunan kloramfenikol yang mempunyai gugus
trifluoro lebih aktif daripada kloramfenikol terhadap E. coli. Turunan
yang gugus hidroksilnya pada C3 terdapat sebagai ester juga digunakan
dalam terapi.
Sifat Kloramfenikol
Pemerian :Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng
memanjang, putih hingga putih kelabu atau putih
kekuningan.
Kelarutan :Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etenol,
dalam propilena glikol.
Titik Lebur :Antara 1490 dan 1530 C.

9
pH :Antara 4,5 dan 7,5. Pengaruh Lingkungan
Stabilitas :Salah satu antibiotik yang secara kimiawi
diketahui paling stabil dalam segala pemakaian.
Stabilitas baik pada suhu kamar dan kisaran pH 2-
7, suhu 25oC dan pH mempunyai waktu paruh
hampir 3 tahun. Sangat tidak stabil dalam suasana
basa. Kloramfenikol dalam media air adalah
pemecahan hidrofilik pada lingkungan amida.
Stabil dalam basis minyak dalam air, basis adeps
lanae.

d. Tetrasiklin
Tetrasiklin pertama kali ditemukan oleh Lloyd Conover. Berita
tentang Tetrasiklin yang dipatenkan pertama kali tahun 1955.
Tetrasiklin merupakan antibiotika yang memberi harapan dan sudah
terbukti menjadi salah satu penemuan antibiotika penting. Antibiotik
golongan tetrasiklin yang pertama ditemukan adalah klortetrasiklin
yang dihasilkan oleh Streptomyces aureofaciens. Kemudian
ditemukan oksitetrasiklin dari Streptomyces rimosus.
Tetrasiklin sendiri dibuat secara semisintetik dari
klortetrasiklin, tetapi juga dapat diperoleh dari spesies Streptomyces
lain. Tetrasiklin merupakan agen antimikrobial hasil biosintesis yang
memiliki spektrum aktivitas luas. Mekanisme kerjanya yaitu blokade
terikatnya asam amino ke ribosom bakteri (sub unit 30S). Aksi yang
ditimbulkannya adalah bakteriostatik yang luas terhadap gram positif,
gram negatif, chlamydia, mycoplasma, bahkan rickettsia.
Tetrasiklin merupakan basa yang sukar larut dalam air, tetapi
bentuk garam natrium atau garam HCl-nya mudah larut. Dalam
keadaan kering, bentuk basa dan garam HCl tetrasiklin bersifat relatif
stabil.
Dalam larutan, kebanyakan tetrasiklin sangat labil sehingga
cepat berkurang potensinya. Golongan tetrasiklin adalah suatu
senyawa yang bersifat amfoter sehingga dapat membentuk garam baik

10
dengan asam maupun basa. Sifat basa tetrasiklin disebabkan oleh
adanya radikal dimetilamino yang terdapat didalam struktur kimia
tetrasiklin, sedangkan sifat asamnya disebabkan oleh adanya radikal
hidroksi fenolik.
Tetrasiklin diperolah denga cara deklorrinasi klortetrasiklina,
reduksi oksitetrasiklina, atau dengan fermentasi. Tetrasiklin yang
digunakan dalam terapi diperoleh secara mikrobiologik dari filtrat
biak jenis streptomyces atau dengan cara semisintetis. Pembuatan
rolitetrasiklin dimulai dari tetrasiklin yang dengan paraformaldehid
dan pirolidin akan teraminometilasi.
Tetrasiklin harus disimpan di tempat yang kering, terlindung
dari cahaya. Tetrasiklin apabila bereaksi dengan logam bervalensi 2
dan 3 (Ca, Mg, Fe ) maka akan membentuk kompleks yang inaktif
sehingga tetrasiklin tidak boleh diminum bersama dengan susu dan
obat-obat antasida.
e. Makrolid
Makrolida merupakan sekelompok obat (khususnya antibiotik)
yang aktivitasnya disebabkan karena keberadaan cincin makrolida,
cincin lakton besar yang berikatan dengan satu atau lebih gula deoksi,
biasanya cladinose dan desosamine. Cincin laktonnya biasanya
tersusun dari 14-, 15-, atau 16- atom.
Antibiotik makrolida digunakan untuk menyembuhkan infeksi
yang disebabkan oleh bakteri-bakteri Gram positif seperti
Streptococcus Pnemoniae dan Haemophilus influenzae.
Penggunaannya merupakan pilihan pertama pada infeksi paru-paru.
Digunakan untuk mengobati infeksi saluran nafas bagian atas seperti
infeksi tenggorokan dan infeksi telinga, infeksi saluran nafas bagian
bawah seperti pneumonia, untuk infeksi kulit dan jaringan lunak,
untuk sifilis, dan efektif untuk penyakit legionnaire (penyakit yang
ditularkan oleh serdadu sewaan). Sering pula digunakan untuk pasien
yang alergi terhadap penisilin. Spektrum antimicrobial makrolida
sedikit lebih luas dibandingkan penisilin. Sekarang ini antibiotika

11
Makrolida yang beredar di pasaran obat Indonesia adalah Eritomisin,
Spiramisin, Roksitromisin, Klaritromisin dan Azithromisin.
Makrolida mudah didegradasi di lingkungan sehingga tidak
berpotensi menjadi pencemar lingkungan. Secara umum, penerimaan
masyarakat terhadap senyawa alami juga lebih baik dibandingkan
dengan senyawa sintetik.
Antibiotik Makrolida dihasilkan oleh beberapa bakteri :
Eritromisin berasal dari Streptomyces erythreus, Saccharopolyspora
erythraea dan Sarcina lutea. Oleandomisin berasal dari Streptomyces
antibioticus, karbamisin berasal dari Streptomyces halstedii dan
Spiramisin berasal dari Streptomyces ambofaciens. Makrolida
menghambat ribosom 50S melalui proses salah pemasanganpada
proses pemanjangan peptida. Makrolida penting adalah eritromisin
yang menghambat bakteri grampositif seperti Haemophilus,
Mycoplasma, Chlamydia,dan Legionella. Makrolida baru dan lebih
kuataktivitas antibakteri daripada eritromisin adalah azitromisin dan
claritromisin. Linsinoid berperan samaseperti makrolida. Linsinoid
penting adalah clindamisin. Baik makrolida dan linsonoid merupakan
agen bakteriostatik dan hanya menghambat pembentukan rantai
peptida.
f. Aminoglikosida
Aminoglikosida adalah antibiotika dengan struktur kimia yang
bervariasi, mengandung basa deoksistreptamin atau streptidin dan
gula amino 3-aminoglukosa, 6-aminoglukosa, 2,6 diaminoglukosa,
garosamin, D-glukosamin,L-N-metilglukosamin, neosamin dan
purpurosamin. Pada umumnya merupakan senyawa bakterisiddapat
menghambat pertumbuhan bakteri Gram-positif dan Gram negative
serta efektif terhadap mikobakterri. Dalam bentuk garam sulfat untuk
hidroklorida bersifat mudah larut dalam air. Tidak diabsorbsi oleh
saluran cerna sehingga untuk pemakaian sistematik tidak dapat
diberikan secara oral dan harus diberikan secara parenterl. Biasanya
melalui njeksi intramuscular. Turunan aminoglikosida yang sering

12
digunakan antara lain adalah streptomisin, kanamisin, gentamisin,
neomisin, tobramisin, amikasin, netilmisin, dibekasin dan
spektinomisin.
Neomisin mempunyai gugus amino kationik, merupakan
aminogliksida yang sangat nefrotoksik, dibandingkan streptomisin,
dengan 3 gugus amino yang sedikit toksik. Gentamisin dan tobramisin
, dengan 5 gugus amino mempunyai toksisitas sedang dibandingkan
amikasin dan netilmisin, dengan 4 dan 3 gugus amino, yang biasanya
sedikit toksik. Pengikatan sel epitel tubular diikuti oleh transport
intraseluler dan konsentrasi dalam lisosom. Ikatan berikutnya dengan
fosfolipid menyebabkan terjadinya agregasi dan penghambatan
aktivitas fosfolipase.
Sekali diketahui urutan struktur gen mikroorganisme
penghasil-antibiotika, dengan teknik rekayasa genetika
memungkinkan pembuatan antibiotika baru. Cara utama dalam
menemukan antibiotika baru yaitu melalui ‘screening’. Dengan
pendekatan tersebut, sejumlah isolat yang kemungkinan
mikroorganisme penghasil-antibiotika yang diperoleh dari alam dalam
kultur murni, selanjutnya isolat tersebut diuji untuk produksi
antibiotika dengan bahan yang “diffusible” , yang menghambat
pertumbuhan bakteri uji. Bakteri yang digunakan untuk pengujian,
dipilih dari berbagai tipe, dan mewakili atau berhubungan dengan
bakteri patogen.
g. Polipeptida
Antibiotic polipeptida mempunyai struktur sangat kompleks,
mengandung polipeptida yang biasa membentuk suatu siklik. Sumber
utama turunan antibiotika ini adalah Bacillus sp. dan Strptomyces sp.
Polipeptida berasal dari Bacillus polymixa. Bersifat bakterisid
berdasarkan kemampuannya melekatkan diri pada membran sel
bakteri sehingga permeabilitas meningkat dan akhirnya sel meletus.

13
Meliputi: polimiksin B dan polimiksin E (colistin), basitrasin dan
gramisidin. Spektrumnya sempit polimiksin hanya aktif terhadap
bakteri gram negatif.
Sebaliknya basitrasin dan gramisidin aktif terhadap kuman
gram positif. Penggunaan: karena sangat toksis pada ginjal dan organ
pendengaran, maka penggunaan secara sistemik sudah digantikan
lebih banyak digunakan sebagai sediaan topikal (sebagai tetes telinga
yang berisi polimiksin sulfat, neomisin sulfat, salep mata, tetes mata
yang berisi basitrasin, neomisin.
Beberapa antibiotika polipetida, seperti tirotrisin, polimiksin B
dan kolistin, merupakan molekul yang amfifil, mengandung gugus-
gugus lifofil dan hidrofil yang terpisah. Bentuk siklik dan gugus yang
bersifat basa cukup berperan dalam menunjukan aktivitas antibakteri.
Antibiotika polipeptida dapat menyebabkan ketidakteraturan strutur
membrane sitoplasma dan kehilangan fungsinya sebagai rintangan
permeable struktur membrane sitoplasma dan kehilangan fungsinya
sebagai rintangan permeable, sehingga on-ion yang secara normalada
dalam sel akan ke luar dan menyebabkan bakteri mengalami
kematiaan.
Gramisidin, dapat membentuk saluran transmembran (“pori”),
dimana ion-ion keluar-masuk secara difusi melalui “pori” yang
berbeda sehingga membrane kehilangan fungsinya sebagai rintangan
yang permeable. Basitrsin, adalah bakterioststik hanya pada fase
pertumbuhan bakteri. Senyawa ini dapat mengambat secara langsung
enzim peptidoglikan sintetase dan menyebabkan hambatan
pembentukan dinding sel bakteri sehingga bakteri mengalami
kematian. Pada tingkat molekul basitrasin berinteraksi secar khas
dengan turunan pirofosfat dari undekaprenil alcohol tersebut
menyebabakan kerusakan membrane. Pada kadar tinggi basitran dapat
menimbulakn ketidak teraturaan membrane.

14
Penemuan obat ini berkenaan dengan polipeptida anti-trombin
yang diisolasikan dari lintah Hirudinaria manillensis dan proses
pembuatannya. Polipeptida menurut penemuan ini dapat dimodifikasi
lewat cara pemanjangan asam amino pada salah satu atau setiap
ujungnya, dan dapat dikenakan modifikasi pasca-translasi. Polipeptida
anti-trombin tersebut dapat dibuat dengan mengisolasikannya dari
jaringan atau hasil sekresi lintah Hirudinaria manillensis tetapi dapat
juga disintesa melalui metode DNA rekombinan. Berdasarkan aspek
yang belakangan ini, maka penemuan ini memberikan rantai DNA,
vektor ekspresi serta deretan inang untuk pembuatan polipeptida
dengan metode rekombinan. Polipeptida anti-trombin menurut
penemuan ini ternyata bermanfaat untuk dipakai dalam perawatan
trombosis pembuiuh darah, oklusi shunt vaskuler dan koagulasi
intravaskuler hasil desiminasi yang diinduksi oleh thrombin.

B. Anti Malaria
1. Pengertian malaria
Malaria adalah infeksi oleh parasit Plasmodium yang ditularkan
dari satu manusia yang lain dengan gigitan nyamuk malaria yang dikenal
dengan nyamuk Anopheles. Penyakit ini paling banyak terjadi di daerah
tropis dan subtropis di mana parasit Plasmodium dapat berkembang baik
begitu pula dengan vektor nyamuk Anopheles. Pada manusia, parasit
tersebut bermigrasi ke hati di mana mereka melepaskan bentuk lain. Jika
ini terjadi, mereka dapat memasuki aliran darah dan menginfeksi sel-sel
darah merah.
Parasit sebagai penyebab penyakit malaria berkembang biak di
dalam sel darah merah, yang kemudian pecah dalam waktu 48 sampai 72
jam, menginfeksi sel darah merah.
Gejala pertama biasanya terjadi 10 hari sampai 4 minggu setelah
infeksi, meskipun mereka dapat muncul pada awal 8 hari atau selama
setahun kemudian. Kemudian gejala yang terjadi pada siklus 48 sampai
72 jam.

15
Mayoritas gejala disebabkan oleh rilis besar merozoit ke dalam
aliran darah, anemia akibat penghancuran sel darah merah, dan masalah
yang disebabkan oleh sejumlah besar hemoglobin bebas dilepaskan ke
sirkulasi setelah sel darah merah pecah. Malaria juga dapat menular sejak
lahir (dari ibu ke bayi yang dikandungnya) dan transfusi darah. Nyamuk
malaria yang menjadi vektor penyebab malaria dapat dibawa ke daerah
beriklim sedang, tetapi parasit hilang selama musim dingin.
Ada empat macam plasmodium yang menyebabkan penyakit
malaria :
a. Falciparum, penyebab penyakit malaria tropika. Jenis malaria ini
bisa menimbulkan kematian.
b. Vivax, penyebab penyakit malaria tersiana. Penyakit ini sukar
disembuhkan dan sulit kambuh.
c. Malariae, penyebab penyakit malaria quartana. Di Indonesia
penyakit ini tidak banyak ditemukan.
d. Ovale, penyebab penyakit malaria Ovale. Tidak terdapat di
Indonesia.

Kerja plasmodium adalah merusak sel-sel darah merah. Dengan


perantara nyamuk anopheles, plasodium masuk ke dalam darah
manusian dan berkembang biak dengan membelah diri.

2. Siklus Hidup Nyamuk Malaria dan Bentuk Serangan Demamnya


Dalam siklus hidupnya plasmodium peneyebab malaria
mempunyai dua hospes yaitu pada manusia dan nyamuk. Siklus aseksual
plasmodium yang berlangsung pada manusia disebut skizogoni dan siklus
seksual plasmodium yang membentuk sporozoit didalam nyamuk disebut
sporogoni.
a. Siklus Hidup Plasmodium, Siklus aseksual
Sporozoit infeksius dari kelenjar ludah nyamuk anopheles
betina dimasukkan kedalam darah manusia melalui tusukan nyamuk
tersebut. Dalam waktu tiga puluh menit jasad tersebut memasuki sel-
sel parenkim hati dan dimulai stadium eksoeritrositik dari pada daur

16
hidupnya. Didalam sel hati parasit tumbuh menjadi skizon dan
berkembang menjadi merozoit (10.000-30.000 merozoit, tergantung
spesiesnya) . Sel hati yang mengandung parasit pecah dan merozoit
keluar dengan bebas, sebagian di fagosit. Oleh karena prosesnya
terjadi sebelum memasuki eritrosit maka disebut stadium
preeritrositik atau eksoeritrositik yang berlangsung selama 2 minggu.
Pada P. Vivax dan Ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung
berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman
yang disebut hipnozoit. Hipnozoit dapat tinggal didalam hati sampai
bertahun-tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan
menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps (kekambuhan).
Siklus eritrositik dimulai saat merozoit memasuki sel-sel darah
merah. Parasit tampak sebagai kromatin kecil, dikelilingi oleh
sitoplasma yang membesar, bentuk tidak teratur dan mulai
membentuk tropozoit, tropozoit berkembang menjadi skizon muda,
kemudian berkembang menjadi skizon matang dan membelah
banyak menjadi merozoit. Dengan selesainya pembelahan tersebut
sel darah merah pecah dan merozoit, pigmen dan sisa sel keluar dan
memasuki plasma darah. Parasit memasuki sel darah merah lainnya
untuk mengulangi siklus skizogoni. Beberapa merozoit memasuki
eritrosit dan membentuk skizon dan lainnya membentuk gametosit
yaitu bentuk seksual (gametosit jantan dan betina) setelah melalui 2-
3 siklus skizogoni darah.
b. Siklus Hidup Plasmodium, Siklus seksual
Terjadi dalam tubuh nyamuk apabila nyamuk anopheles
betina menghisap darah yang mengandung gametosit.Gametosit
yang bersama darah tidak dicerna. Pada makrogamet (jantan)
kromatin membagi menjadi 6-8 inti yang bergerak kepinggir parasit.
Dipinggir ini beberapa filamen dibentuk seperti cambuk dan
bergerak aktif disebut mikrogamet.

17
Pembuahan terjadi karena masuknya mikrogamet kedalam
makrogamet untuk membentuk zigot. Zigot berubah bentuk seperti
cacing pendek disebut ookinet yang dapat menembus lapisan epitel
dan membran basal dinding lambung. Ditempat ini ookinet
membesar dan disebut ookista. Didalam ookista dibentuk ribuan
sporozoit dan beberapa sporozoit menembus kelenjar nyamuk dan
bila nyamuk menggigit/ menusuk manusia maka sporozoit masuk
kedalam darah dan mulailah siklus pre eritrositik.
c. Tindakan Pencegahan Umum
Tindakan pencegahan umum perlu diusahakan untuk
menghindari kontak antara manusia dan vektor (nyamuk Anopheles)
dengan cara membasmi larvanya.Pegitu pula dengan menghilangkan
penyebaran infeksi oleh manusia dengan pengobatan semua jenis
demam di daerah malaria dengan obat antimalaria.

Obat antimalaria yang ideal adalah obat yang efektif terhadap semua
jenis dan stadium parasit, menyembuhkan infeksi akut maupun laten, efek
samping ringan dan toksisitas rendah. Obat antimalaria dikelompokkan
menurut rumus kimia dan efek atau cara kerja obat pada stadium parasit.

3. Kelompok Obat Antimalaria


Berdasarkan titik kerjanya dalam tubuh (eritrosit atau hati), obat
malaria dapat dikelompokan menjadi :
a. Obat schizontisid darah,contohnya: kuinin, kloroquin, mefloquuin,
dan lain-lain. Berkasiat mematikan bentuk darah (schizont) dan
digunakan pada serangan demam, juga untuk pencegahan .
 Kuinin
Obat malaria tertua, terutama berkhasiat pada bentuk
eritrositer parasit malaria. Kuinin adalah alkaloid utama dari kulit
pohon kina, sejenis pohon yang ditemukan di Amerika Selatan.
Calancha, seorang Rahib dari Lima Peru pertama kali menulis
kegunaan pengobatan dengan tepung kina pada demam yang
berulang pada awal tahun 1633. Pada tahun 1820, Pelletier dan

18
Caventou memisahkan kuinin dan kinkonin dari cinchona. Hingga
sekarang kina diperoleh secara utuh dari sumber alam disebabkan
sulitnya mensintesa kompleks molekulnya.
Obat ini bekerja dengan menghambat hemepolimerase,
Obat ini bekerja dengan menghambat hemepolimerase, sehingga
mengakibatkan penumpukan zat sitotoksik yaitu heme.
Mekanisme kerja Obat memblok sintesis asam nukleat
dengan pembentukan kompleks DNA atau dengan kata lain
Menekan pengambilan oksigen dan metabolisme karbohidrat,
membentuk khelat dengan DNA, mengganggu duplikasi
dantranskripsi parasit, berfek terhadap distribusi kalsium dalam
jaringan otot dan menurunkan eksitabilitas pada akhir syaraf
motorik, efek terhadap kardiovaskular mirip dengan kuinidin.
Kuinin juga menghambat metabolisme karbohidrat.
Kuinin bersifat toksik terhadap berbagai bakteri dan
organisme bersel tunggal seperti tripanosoma, plasmodium dan
spermatozoa, serta mempunyai daya iritasi kuat.
Efek samping dari obat Kuinin antara lain : Sakit kepala,
telinga berdenging, gangguan keseimbangan, penglihatan kabur,
mual, muntah, ruam kulit, gangguan darah, karena diyakini
berkhasiat oksitosik maka banyak disalahgunakan untuk abortus,
juga berkhasiat analgetik-antipiretik.
b. Klorokuin
Suatu turunan 4-amonokuinolin adalah obat skizon darah
yang sangat kuat, dan selama tidak ada resistensi, merupakan obat
pilihan pertama pada serangan malaria akut. Senyawa ini adsorpsi
oleh usus dengan cepat dan sempurna dan disimpan dalam hati,
limpa, ginjal, paru-paru, leukosit, dan eritrosit. Klorokuin dengan
cepat mengakhiri demam dalam 24-48 jam.
Mekanisme Kerja Obat
Klorokuin berikatan pada DNA dan RNA sehingga
menghambat polimerase DNA dan RNA, mempengaruhi

19
metabolisme dan kerusakan haemoglobin oleh parasit,
menghambat efek prostaglandin, klorokuin mempengaruhi
keasaman cairan sel parasit dan menaikkan pH internal sehingga
menghambat pertumbuhan parasit, berpengaruh terhadap agregasi
feriprotoporpirin IX pada reseptor kloroquin sehingga merusak
membran parasit dan juga berpengaruh pada sintesis
nulkeoprotein.
c. Meflokuin
Strukturnya mirip kuinin. Sama seperti kuinin dan
klorokuin merupakan skizontisida darah yang kuat. Obat ini
dikembangkan untuk penanganan malaria tropika yang resisten
terhadap klorokuin.
Mekanisme kerja obat
Diperkirakan sama dengan efek kerjanya dengan klorokuin
yaitu berikatan pada DNA dan RNA sehingga menghambat
polimerase DNA dan RNA, mempengaruhi metabolisme dan
kerusakan haemoglobin oleh parasit, menghambat efek
prostaglandin.
d. Proguanil
Derivat biguanida ini adalah antagonis-folat, berkhasiat
mematikan bentuk EE-Primer P. falciparum tapi tidak begitu aktif
terhadap P. vivax. Juga tidak aktif terhadap bentuk EE Seuknder,
sehingga tidak dapat menghindarkan serangan “delayed” dari P.
vivax. Sebagai schizontisida darah, efeknya jauh lebih lemah
daripada kloroquin dan kinin sehingga kurang efektif terhadap
serangan malaria akut.
Mekanisme Kerja Obat :
Proguanil menghambat aktivitas enzim dihidrofolat-
reduktase,sehingga parasit tidak dapat mensintesa asam folat yang
merupakan unsur mutlat bagi asam nukleat(DNA/RNA),sehingga
pembelahan intinya terhenti.
e. Primakuin

20
Senyawa 8-aminokinon ini merupakan obat satu-satunya
yang berkhasiat mematikan bentuk EE-sekunder dari P. vivax
dengan demikian dapat menimbulkan penyembuhan radikal. Zat
ini juga aktif terhadap bentuk EE-primer terutama dari P.
Falciparum, tapi kerjanya terlalu lambat sehingga tidak layak
untuk terapi, selain itu bekerja gametosid pada semua jenis
plasmodium, sehingga dapat mencegah penyebaran infeksi dari
manusia ke nyamuk.
Mekanisme Kerja Obat : Bekerja gametosid pada semua jenis
plasmodium,sehingga dapat mencegah penyebaran infeksi dari
manusia ke nyamuk.

C. Antifungi dan Antijamur


Antifungi/antimikroba adalah suatu bahan yang dapat mengganggu
pertumbuhan dan metabolisme mikroorganisme. Pemakaian bahan
antimikroba merupakan suatu usaha untuk mengendalikan bakteri maupun
jamur, yaitu segala kegiatan yang dapat menghambat, membasmi, atau
menyingkirkan mikroorganisme. Tujuan utama pengendalian mikroorganisme
untuk mencegah penyebaran penyakit dan infeksi, membasmi
mikroorganisme pada inang yang terinfeksi, dan mencegah pembusukan dan
perusakan oleh mikroorganisme. Ada beberapa hal yang harus dipenuhi oleh
suatu bahan antimikroba, seperti mampu mematikan mikroorganisme, mudah
larut dan bersifat stabil, tidak bersifat racun bagi manusia dan hewan, tidak
bergabung dengan bahan organik, efektif pada suhu kamar dan suhu tubuh,
tidak menimbulkan karat dan warna, berkemampuan menghilangkan bau
yang kurang sedap, murah dan mudah didapat (Pelczar & Chan 1988).
Antimikroba menghambat pertumbuhan mikroba dengan cara
bakteriostatik atau bakterisida. Hambatan ini terjadi sebagai akibat gangguan
reaksi yang esensial untuk pertumbuhan. Reaksi tersebut merupakan satu-
satunya jalan untuk mensintesis makromolekul seperti protein atau asam
nukleat, sintesis struktur sel seperti dinding sel atau membran sel dan
sebagainya.

21
Antibiotik tertentu dapat menghambat beberapa reaksi, reaksi tersebut ada
yang esensial untuk pertumbuhan dan ada yang kurang esensial (Suwandi
1992).
1. Mekanisme Kerja Antifungi
Mekanisme antijamur dapat dikelompokkan sebagai gangguan pada
membran sel, gangguan ini terjadi karena adanya ergosterol dalam sel
jamur, ini adalah komponen sterol yang sangat penting sangat mudah
diserang oleh antibiotik turunan polien. Kompleks polien-ergosterol yang
terjadi dapat membentuk suatu pori dan melalui pori tersebut konstituen
essensial sel jamur seperti ion K, fosfat anorganik, asam karboksilat,
asam amino dan ester fosfat bocor keluar hingga menyebabkan kematian
sel jamur. Penghambatan biosintesis ergosterol dalam sel jamur,
mekanisme ini merupakan mekanisme yang disebabkan oleh senyawa
turunan imidazol karena mampu menimbulkan ketidakteraturan membran
sitoplasma jamur dengan cara mengubah permeabilitas membran dan
mengubah fungsi membran dalam proses pengangkutan senyawa –
senyawa essensial yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan
metabolik sehingga menghambat pertumbuhan atau menimbulkan
kematian sel jamur (Sholichah 2010).
Penghambatan sintesis asam nukleat dan protein jamur, merupakan
mekanisme yang disebabkan oleh senyawa turunan pirimidin. Efek
antijamur terjadi karena senyawa turunan pirimidin mampu mengalami
metabolisme dalam sel jamur menjadi suatu antimetabolit. Metabolik
antagonis tersebut kemudian bergabung dengan asam ribonukleat dan
kemudian menghambat sintesis asam nukleat dan protein jamur.
Penghambatan mitosis jamur, efek antijamur ini terjadi karena adanya
senyawa antibiotik griseofulvin yang mampu mengikat protein
mikrotubuli dalam sel, kemudian merusak struktur spindle mitotic dan
menghentikan metafasa pembelahan sel jamur (Sholichah 2010).

22
2. Infeksi Jamur
Secara umum infeksi jamur dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu
infeksi jamur sistemik dan infeksi jamur topikal.
a. Infeksi Jamur Sistemik
Infeksi ini terjadi apabila mikroorganisme menyebar ke bagian tubuh
yang lain dan menimbulkan kerusakan.
b. Infeksi Jamur Topikal
Infeksi jamur topikal adalah infeksi jamur yang terjadi pada kulit,
lecet, luka, atau goresan yang belum merambat ke bagian tubuh yang
lain. Pada infeksi ini tidak terjadi pembengkakan, kemerahan, atau
tanda-tanda infeksi sedang sampai berat.

3. Antijamur Untuk Infeksi Sistemik


a. Amfoterisin B

Asal dan Kimia : Amfoterisin B berasal dari hasil


fermentasi Streptomyces
nodosus. Antijamur ini berwarna
kuning jingga, tidak berbau dan
tidak berwarna dengan sifat
amfoter dan tidak larut dalam air.
Aktivitas : Dapat digunkan untuk
menghambat aktivitas
Histoplasma capsulatum,
Cryptococcus neoformans,
Coccidioides immitis, beberapa
spesies Candida, dll.
Mekanisme : amfoterisin B akan berikatan
dengan sterol yang terdapat pada
membran sel jamur. Ikatan ini
akan menyebabkan membran sel
bocor sehingga terjadi kehilangan
beberapa bahan intrasel dan

23
mengakibatkan kerusakan yang
tetap pada sel jamur.
Efek Samping : Menimbulkan kulit panas,
keringatan, sakit kepala, demam,
menggigil dan lesu, anoreksia,
nyeri otot, kejang dan penurunan
fungsi ginjal.
b. Flustosin

Aktivitas : efektif untuk pengobatan


kriptokokosis. Kandidosis,
kromomikosis, Torulopsis, dan
aspergilosis.
Mekanisme : Flustosin masuk kedalam sel
jamur dengan bantuan enzim
sitosin deaminase dan dalam
sitoplasma akan bergabung
dengan RNA dan akan
mempengaruhi sintesis DNA
jamur.
Farmakokinetik : diserap baik oleh pencernaan
Efek Samping : Kurang toksik dibanding
amfoterisin B namun dapat
menyebabkan anemia, mual,
muntah dan diare.
c. Ketokonazol

Aktivitas : Mempunyai aktivitas sistemik


maupun sistemik. Efektif
terhadap jamur Candida,
Coccidioides immitis,
Cryptococcus neoformans, H.
Capsulatum, B. Dermatitidis,
Aspergilus dan Sporothrix spp.
Efek Samping : Efek toksiknya rendah, sakit

24
kepala, vertigo, gusi berdarah, dll.

d. Itrakonazol

Aktivitas : Lebih efektif dibanding


ketokonazol dan efek sampingnya
lebih rendah. Obat ini
memberikan hasil yang
memuaskan untuk indikasi yang
sama pada ketokonazol antara lain
terhadap blastomikosis,
histoplasmosis, dll.
Efek Samping : Mual muntah, lesu, pusing,
e. Flukonazol

Aktivitas : untuk mencegah relaps


meningitis oleh Cryptococcus
pada penderita AIDS setelah
pengpbatan dengan amfoterisin
B. Dan juga efektif untuk
pengobatan kandadiasis mulut
dan tenggorokan pada penderita
AIDS.
Efek Samping : Gangguan pencernaan
4. Antijamur Untuk Infeksi Fermatofit dan Mukokutan (Antijamur Topikal)
a. Griseofulvin

Asal dan Kimia : Diisolasi dari Penicilium


jancxewski, berwarna krem pucat,
tidak berbau dan tidak berasa,
sukar larut dalam air.
Aktivitas : Efektif terhadap berbagai jamur
dermatofit, seperti Trichophyton,
Epidermophyton, dan
Microsporum.
Mekanisme : Obat ini bekerja dengan

25
menghambat mitosis jamur
dengan mengikat protein
mikrotubuler dalam sel jamur.
Efek Samping : Sakit kepala, insomnia, mual
muntah dan diare.
Indikasi : Obat ini efektif untuk jamur di
kulit, rambut dan kuku yang
disebabkan oleh jamur
Microsporum, Trychophyton, dan
Epidermophyton.

b. Mikodazol

Asal dan Kimia : turunan dari irnodazol sintetik.


Berbentuk kristal putih yang tidak
berbau dan tidak berasa.
Aktivitas : dapat menghambat aktivitas
jamur Trichophyton,
Epidermophyton, Microsporum,
Candida, dll/
Mekanisme : belum diketahui secara pasti,
tidak boleh dibubuhkan pada mata
Efek Samping : iritasi, rasa terbakar
c. Nistatin

Asal dan Kimia : Dihasilkan dari Streptomyces


noursel. Berbentuk bubuk
berwarna kuning kemerahan dan
berbau khas.
Aktivitas : menghambat pertumbuhan
berbagai jamur dan ragi.
Mekanisme : akan mengikat sterol pada
membran sel jamur dan akan
merubah sifat permeabilitas
membran sel jamur sehingga sel
akan kehilangan nutrisi.

26
Efek Samping : Mual muntah dan diare ringan
Indikasi : efektif untuk infeksi kandida
dikulit, selaput lendir dan saluran
cerna.

5. Antijamur Topikal Lainnya

Kandisidin : Berupa bubuk kuning kemerahan


yang berbau tajam. Obat ini hanya
dapat digunakan untuk kandidosis
vaginal.
Asam Benzoat dan Asam Salisilat : Kombonasi asam benzoat dan
asam salisilat dalam perbandingan
2:1 ini dikenal dengan salep
Whitefield. Asam benzoat memiliki
efek fungistatik dan asam
salisilatnya memiliki efek
keratolitik. Salep ini banyak
digunakan untuk mengobati tinea
pedis dan kadang-kadang
digunakan untuk tinea kapitis.
Haloprogin : berbentuk kristal putih
kenuningan yang memiliki efek
fungisidal. Obat ini digunakan
untuk mengobati tinea pedis dan
tinea versikolor.
Natamisin : Obat jamur untuk mata.
Siklopriroks Olamin : Obat ini digunakan untuk
matofitosis, kandadiasis, dan tinea
versikolor.

D. Sulfonamid
Sulfonamid merupakan kelompok zat antibakteri dengan rumus dasar
yang sama, yaitu H2N-C6H4-SO2NHR dan R adalah bermacam-macam
substituen. Pada prinsipnya, senyawa-senyawa ini digunakan untuk

27
menghadapi berbagai infeksi. Namun, setelah ditemukan zat-zat antibiotika,
sejak tahun 1980an indikasi dan penggunaannya semakin bekurang.
Meskipun demikian, dari sudut sejarah, senyawa-senyawa ini penting karena
merupakan kelompok obat pertama yang digunakan secara efektif terhadap
infeksi bakteri.
Selain sebagai kemoterapeutika, senyawa-senyawa sulfonamide
juga digunakan sebagai diuretika dan antidiabetika oral. Sulfonilamid
digunakan secara luas untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Gram positif dan Gram negatif tertentu, beberapa jamur dan protozoa.
Golongan ini efektif terhadap penyakit yang disebabkan oleh
mikroorganisme, seperti Actinomycetes sp, Basillus anthracis, Brucella sp,
Corinebacterium diphthriae, Calymmantobacterium granulomatis,
Chlamydia trachomatis, E.coli, Haemophylus influenza, Nocardia sp,
Proteus mirabilis, Pseudomonas pseudomallei, Streptococcus pneumonia, S.
pyogenes, dan Vibrio cholera.
1. Mekanisme Kerja
Mekanisme kerjanya berdasarkan pencegahan sintesis
(dihidro)folat dalam kuman dengan cara antagonis saingan dengan
PABA, suatu asam yang diperlukan untuk biosintesis koenzim asam
dihidropteroat dalam tubuh bakteri atau protozoa. Karena strukturnya
mirip asam para aminobenzoat (PABA), sulfonamida berkompetisi
dengan subsrat ini dalam proses biosintesis asam dihidropteroat, sehingga
melindungi sintesis asam folat dan pembentukan karbonnya yang
membawa kofaktor. Secara kimiawi sulfonamide merupakan analog-
analog dari asam p-aminobenzoat (PABA, H2N-C6H4-COOH). Banyak
jenis bakteri yang membutuhkan asam folat untuk membangun asam
intinya DNA dan RNA. Asam ini dibentuk sendiri dari bahan pangkal
PABA (= para-aminobenzoic acid) yang terdapat di mana-mana dalam
tubuh manusia. Bakteri salah menggunakan sulfa sebagai bahan untuk
mensintesa asam folatnya sehingga DNA/RNA tidak terbentuk lagi dan
pertumbuhan bakteri terhenti.

28
Manusia dan beberapa jenis bakteri (misal Streptooccus faecalis
dan Enterococci lainnya)
tidak membuat asam folat
sendiri tetapi
menerimanya dalam
bentuk jadi dari bahan makanan, sehingga tidak mengalami gangguan
pada metabolismenya. Dalam nanah terdapat banyak PABA maka
sulfonamida tidak dapat bekerja di lingkungan ini. Begitu pula sulfa tidak
boleh diberikan serentak dengan obat-obat lain yang rumusnya mirip
PABA, misal prokain, prokain-penisilin, benzokain, PAS, dan
sebagainya.
2. Struktur Umum Sulfonamida
Banyak jenis sulfonamida yang berbeda misalnya dalam
sifat klinisnya, toksisitasnya, dll.Sebagian besar turunan memiliki
penyusun nitrogen dari grup sulfonamida (NH 2.C6H4.SO2.NHR).
Substitusi grup p-amino menghasilkan hilangnya aktifitas anti bakterial,
namun turunan demikian dapat dihidrolisa in vivo menjadi turunan yang
aktif. Sebagai contoh, p-Nsuccunylsulfatiazol dan fitalilsulfatiazol tidak
aktif dan sulit diserap perut, namun mereka terhidrolisa pada usus bawah
untuk melepaskan komponen aktif sulfatiazol, obat ini telah digunakan
misalnya pada saat sebelum dan sesudah bedah perut.
3. Penggolongan Sulfonamid
Berdasarkan penggunaan terapetik sulfonamida dibagi menjadi
6 kelompok yaitu sulfonamida untuk infeksi sistemik, untuk infeksi usus,
infeksi mata, infesi saluran seni, untuk pengobatan luka bakar dan untuk
penggunaan lain.
a. Sulfonamida untuk infeksi sistemik
Berdasarkan masa kerjanya sulfonamida sistemik dibagi
menjadi 3 kelompok yaitu sulfonamida dengan masa kerja pendek,
mas kerja sedang, dan masa kerja yang panjang.
 Sulfonamida dengan masa kerja pendek (waktu paro lebih
kecil dari 10 jam), contoh : sulfaitidol, sulamerazin,

29
sulfametazin (sulfadimidin), sulfatiazol, sulfasomidin,
sulfisoksazol, Sulfametizol,derivat –isokzasol (Sulpafurazol,
-Metoksazol),derivate –oksazol(Sulpamoksol) dan derivat-
pirimidin (sulfadiazine, -merazin, -mezatin dan –somidin).
 Sulfonamida dengan masa kerja sedang (waktu paro 10-24
jam), contoh : sulfadiazine, sulfametoksazol dan sulfafenazol.
 Sulfonamida dengan masa kerja panjang (waktu paro lebih
besar dari 24 jam), contoh : sulfadoksin, sulfalen dan
sulfametoksipiridazin.
b. Sulfonamid Untuk Infeksi Usus
Obat golongan ini dirancang agar sedikit diabsorbsii
dalam saluran cerna, yaitu dengan memasukan gugus yang bersifat
hidrofil kuat seperti ptalil, suksinil atau guanil, membentuk turunan
sulfonamida yang lebih polar. Dari usus besar, senyawa dihidrolisis
oleh bakteri usus, melepaskan secara perlahan-lahan sulfonamida
induk aktif. Contoh : ptalilsulfatiazol, suksinil sulfatiazol,
sulfaguanidin dan sulfasalazin.
Obat-obat ini hanya sedikit sekali (5-10%) diserap oleh
usus sehingga menghasilkan konsentrasi obat yang tinggi didalam
usus besar. Sulfaguanidin ternyata lebih baik absorbsinya samapai
lebih-kurang 50% dan sebaiknya jangan digunakan untuk
pengobatan infeksi khusus berhubung efek sistemisnya. Dahulu sulfa
ini banyak digunakan untuk mensteilkan usus sebelum pembedahan
tetapi untuk maksud ini sudah terdesak tuntas oleh antibiotika
bakterisid seperti neomisin dan basitrasin yang juga tidak diserap
usus. Sulfaguanidin, ftalil-dan suksinil-sulfatiazol dahulu banyak
dimasukkan dalam sediaan kombinasin anti diare, tetapi kini praktis
tidak digunakan lagi.
 Ptalilsulfatiazol (ptalazol), dosis : 1g setiap 4 jam, sampai
infeksi terkendali.
 Sulfaguanidin, dosis awal : 1g, diikuti 0,5g setiap 4 jam,
sampai infeksi terkendali.

30
c. Sulfonamida untuk infeksi mata
Obat golongan ini digunakan secara setempat untuk
pengobatan konjungtivitis, infeksi mata superfisial lain dan trakom.
Contoh : sulfasetamid natrium dan sulfisoksazol diolamin.
Sulfasetamid Na, digunakan untuk pengobatan
konjungtifitis yang disebabkan oleh haemophylus aegyptius,
streptococcus pneumonia dan streptococcus aureus. Sulfasetamid
sering pula digunakan untuk infeksi pada kulit dan membrane
mukosa. Waktu paronya ± 10 jam. Dosis setempat untuk
konjungtisifitis, larutan atau salep mata ±20%, 0,1 ml 3 dd.
Sulfisoksazol diolamin ( gantrisin), dosis setempat untuk
konjungtisifitis, larutan atau salep mata 4%, 0,1 ml 3 dd.
d. Sulfonamida untuk infeksi saluran seni.
Golongan ini digunakan untuk pengobatan infeksi saluran
seni karena cepat diabsorbsii dalam saluran cerna sedang eksresi
melalui ginjal lambat sehingga kadar obat di ginjal cukup tinggi.
Contoh : sulfasetamid, sulfadiazine, sulfaetidol, sulfameter,
sulfametazin, sulfametoksazol, sulfasomidin dan sulfisoksazol.
Sulfameter, absorbsi dalam saluran cerna cepat tetapi
eksresinya sangat lambat, kadar serum tertinggi dicapai 4-8 jam
setelah pemberian secara oral, dengan waktu paro plasma ± 48 jam.
Kadar obat dalam darah yang tidak terasetilasi ± 90%. Dosis awal :
1,5g diikuti 0,5 g /hari.
e. Sulfonamida untuk pengobatan luka bakar.
Golongan ini pada umumnya digunakan pada luka bakar
yang terinfeksi oleh Pseudomonas sp. Atau Clostridium welchii.
Contoh : mafenid asetat dan perak sulfadiazine.
f. Sulfonamida untuk Penggunaan Lain-Lain.
 Untuk infeksi membran mukosa dan kulit, contohnya :
sulfabenzamid dan sulfasetamid Na.
 Untuk pengobatan dermatitis herpetiformis, contonya :
sulfapiridin.

31
 Untuk infeksi telinga, contohnya : sulfasuksinamid.
 Untuk infeksi mulut, contohnya : sulfatolamid.
 Untuk infeksi jamur, contohnya : sulfadiazin,
sulfadimetoksin dan sulfadimetoksin-piridazin.
 Untuk pengobatan malaria yang disebabkan oleh
Plasmodium falciparum yang sudah kebal terhadap
klorokuin, contohnya : sulfadoksin dan sulfadiazin.
Berdasarkan kecepatan absorpsi dan ekskresinya, sulfonamid
dibagi dalam tiga golongan besar, yaitu :
a. Sulfonamid dengan ekskresi cepat, antara lain sulfadiazin dan
sulfisoksazol.
b. Sulfonamid yang hanya diabsorpsi sedikit bila diberikan per oral dan
karena itu kerjanya dalam lumen usus, antara lain sulfasalazin dan
sulfaguanidin.
c. Sulfonamid yang terutama digunakan untuk pembrian topikal, antara
lain sulfasetamid, mafenid, dan Ag-sulfadiazin
4. Indikasi Sulfonamida
Sejak tahun 1980-an penggunaannya sebagai anibiotik sudah
banyak sekali berkurang karena banyak jenis kuman sudah menjadi
resisten dan telah ditemukannya berbagai antibiotika baru dengan efek
bakterisid yang lebih efektif dan lebih aman. Dewasa ini masih terdapat
sejumlah indikasi untuk penggunaan oral dari sulfonamide dan senyawa
kombinasinya, yakni :
a. Infeksi saluran kemih : sulfametizol, sulfafurazol, dan kotrimoksazol,
sering digunakan sebagai desinfektans infeksi saluran kemih bagian
atas yang menahun. Juga digunakan untuk mengobati cystitis.
b. Infeksi mata : sulfasetamida, sulfadikramida, dan sulfametizol
digunakan topical terhadap infeksi mata yang disebabkan oleh kuman
yang peka terhadap sulfonamida. Secara sistemis zat ini juga
digunakan untuk penyakit mata berbahaya trachoma, yang merupakan
sebab utama dari kebutaan di dunia ketiga.

32
c. Radang usus : sulfasalazin khusus digunakan untuk penyakit radang
usus kronis Crohn dan colitis.
d. Malaria tropika : Fansidar
e. Radang otak (meningitis) : berkat daya penetrasinya yang baik ke
dalam CCS obat-obat sulfa sampai beberapa tahun lalu dianggap
sebagai obat terbaik untuk mengobati atau mencegah meningitis,
terutama sulfadiazin. Timbulnya banyak resistensi dengan pesat
menyebabkan obat ini telah diganti dengan ampisilin atau rifampisin.
f. Infeksi lain : silversulfadiazin banyak digunakan untuk pengobatan
luka bakar. Kotrimoksazol sama efektifnya dengan ampisilin pada
tifus perut, infeksi saluran nafas bagian atas, radang paru-paru (pada
pasien AIDS) serta penyakit kelamin gonore. Secara
rectal(suppositoria) sulfonamide tidak digunakan karena resorpsinya
tidak sempurna (antara 10-70%) dan kurang teratur.

5. Famakokinetika Sulfonamida
a. Absorpsi
Absorpsi melalui saluran cerna mudah dan cepat, kecuali
beberapa macam sulfonamid yang khusus digunakan untuk infeksi
lokal pada usus. Kira-kira 70-100% dosis oral sulfonamid diabsorpsi
melalui saluran cerna dan dapat ditemukan dalam urin 30 menit setelah
pemberian. Absorpsi terutama terjadi pada usus halus, tetapi beberapa
jenis sulfa dapat diabsorpsi melalui lambung. Absorpsi melalui tempat-
tempat lain, misalnya vagina, saluran napas, kulit yang terluka, pada
umumnya kurang baik, tetapi cukup menyebabkan reaksi toksik atau
reaksi hipersensitivitas.
b. Distribusi
Semua sulfonamid terikat pada protein plasma terutama
albumin dalam derajat yang berbeda-beda. Obat ini tersebar ke seluruh
jaringan tubuh, karena itu berguna untuk infeksi sistemik. Dalam
cairan tubuh kadar obat bentuk bebas mencapai 50-80% kadar dalam
darah. Pemberian sulfadiazin dan sulfisoksazol secara sistemik dengan

33
dosis adekuat dapat mencapai kadar efektif dalamCSS (cairan
serebrospinal otak). Kadar taraf mantap di dalam CSS mencapai 10-
80% dari kadarnya dalam darah; pada meningitis kadar ini lebih tinggi
lagi. Namun, oleh karena timbulnya resistensi mikroba terhadap
sulfonamid, obat ini jarang lagi digunakan untuk pengobatan
meningitis. Obat dapat melalui sawar uri dan menimbulkan efek anti
mikroba dan efek toksik pada janin.

c. Metabolisme
Dalam tubuh, sulfa mengalami asetilasi dan oksidasi. Hasil
oksidasi inilah yang sering menyebabkan reaksi toksik sistemik berupa
lesi pada kulit dan gejala hipersensitivitas, sedangkan hasil asetilasi
menyebabkan hilangnya aktivitas obat.
6. Efek Samping
Efek samping yang terpenting adalah kerusakan pada sel-sel
darah yang berupa agranulositosis, anemia aplastis dan hemolitik. Efek
samping yang lain ialah reaksi alergi dan gangguan pada saluran kemih
dengan terjadinya kristal uria yaitu menghablurnya sulfa di dalam tubuli
ginjal. Untuk menghindari terjadinya kristal uria, pada pengobatan dengan
sulfa perlu :
 Penambahan Na. bicarbonat untuk melarutkan senyawa yang
mengkristal.
 Minum air yang banyak (minimum 1,5 liter / hari)
 Dengan membuat preparat kombinasi (trisufa) yang terdiri dari
sulfadiazin, sulfamerazin, sulfamezatin.
Berdasarkan efek yang dihasilkan sulfonamida dibagi menjadi 2,
yaitu :
 Efek sistemis, contohnya kotrimoksazol, trisulfa
 Efek lokal, contohnya sulfacetamid

E. Antivirus
1. Pengertian Antivirus

34
Pengembangan obat anti-virus baik sebagai profilaksis ataupun
terapi belum mencapai hasil seperti apa yang diinginkan oleh umat
manusia. Berbeda dengan anti-mikroba lainnya, antiviral yang dapat
menghambat atau membunuh virus juga akan dapat merusak sel hospes
dimana virus itu berada. Ini karena replikasi RNA dan DNA virus
berlangsung dalam sel hospes dan membutuhkan enzim dan bahan lain
dari hospes. Tantangan bagi penelitian adalah bagaimana menemukan
suatu obat yang dapat menghambat secara spesifik salah satu proses
replikasi virus, seperti ; pelekatan, uncoating, dan replikasi. Analisis
biokimiawi dari proses sintesis virus telah membuka tabir bagi terapi yang
efektif untuk beberapa infeksi seperti : virus herpes, beberapa virus
saluran nafas, dan Human immunodeficiency virus (HIV).
2. Obat Antivirus
a. Amantadin

Kimia : Larut dalam air


Mekanisme : diduga bekerja menghambat
fase ujung dari proses perakitan
virus influenza A, tapi
mekanisme secara rincinya
belum diketahui secara pasti.
Efek samping : gelisah, kejang, bingung
Indikasi : efektif untuk mengobati
influenza A dan mencegah
komplikasinya
b. Asiklovir

Mekanisme : menghambat DNA virus yang


memanjang dan mengakibatkan
rusaknya struktur DNA virus.
Efek Samping : mual, muntah, dan pusing
Indikasi : efektif terhadap virus herpes
simpleks (HSV) tipe 1 dan 2,
termasuk herpes mukokutaneus
jenis kronis, virus VZV

35
(Varicella-zoster).
c. Gansiklovir

Mekanisme : mengganggu replikasi Virus


karena masuk kedalam DNA
virus sehingga replikasinya
terhenti.
Efek Samping : anemia, gangguan pencernaan,
bercak merah dikulit, halusinasi,
gangguan hati, perubahan mental.
Indikasi : karena toksisitas yang tinggi,
obat ini hanya diindikasikan
utnuk kasus retinitis karena
infeksi CMV (Cytomrgalovirus)
yang mengancam jiwa atau
penglihatan pasien. Biasanya hal
ini terdapat pada pasien penerima
transpalasi organ atau sumsung
tulang dan pasien HIV/AIDS.
d. Ribavirin

Mekanisme : menghambat pertumbuhan


virus dengan dengan jalan
menghambat pembentukan
enzim virus untuk replikasi.
Efek Samping : anemia, dan dalam jangka
panjang akan menimbulkan
gangguan susunan saraf pusat
dan saluran cerna.
Indikasi : untuk infeksi demam-Lassa
yang mengancam jiwa, untuk
terapi pneumonia karena RSV
(Respiratory syncytical virus).

e. Zidovudin

36
Mekanisme : bekerja dengan menjadi
inhibitor kompetitif untuk enzim
transkripsi dari HIV sehingga
proses sintesis DNA nya
terhenti.
Efek Samping : anemia (pasien harus
melakukan pemeriksaan darah
selama pengobatan dan
mendapat transfusi darah), nyeri
kepala, insomnia
Indikasi : untuk pengobatan infeksi HIV
untuk pasien dengan gejala
pneumonia akibat pneumocystis
carinii, atau penderita HIV
dengan jumlah limfosit rendah.
f. Idoksuridin

Mekanisme : menghambat dan


menghentikan pertumbuhan
virus dengan cara masuk
kedalam DNA virus sehingga
hanya efektif terhadap virus
DNA.
Indikasi : infeksi herpes simpleks
Efek Samping : iritasi, nyeri dan rasa gatal, dan
fotofobia
g. Interferon

Mekanisme : interferon mengikat/melekat


pada permukaan sel virus
kemudian reaksinya menghambat
atau mengganggu proses
uncoating, RNA transcription,
protein synthesis¸ dan
menghenttikan pertumbuhan

37
virus.
Efek Samping : demam, rasa lelah, pemakaian
jangka panjang dapat
mengakibatkan rambut rontok.
Indikasi : digunakan untuk hairy-cell
leukimia, AIDS-related Kaposi’s
Sarcoma, hepatitis B dan C.

BAB III

PENUTUP

38
III.1. kesimpulan

1. Infeksi adalah ketidak-mampuan organ-organ yang terlibat dalam proses


pencernakan untuk membuang zat-zat sisa melalui jalan yang normal akibat
masuknya zat asing ke dalam organ-organ pencernakan.
2. Obat antiinfeksi adalah senyawa yang digunakan untuk pengobatan penyakit
infeksi yang disebabkan oleh spesies tertentu (serangga, metazoa, protozoa,
bakteri, riketsia atau virus)
3. Antibiotika adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama
fungi/jamur, yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis
lain.
4. Malaria adalah infeksi oleh parasit Plasmodium yang ditularkan dari satu
manusia yang lain dengan gigitan nyamuk malaria yang dikenal dengan
nyamuk Anopheles. Jadi, antimalaria adalah suatu obat yang dapat
menghentikan laju pertumbuhan nyamuk malarianyaa.
5. Antifungi/antimikroba adalah suatu bahan yang dapat mengganggu
pertumbuhan dan metabolisme mikroorganisme.
6. Sulfonamid merupakan kelompok zat antibakteri dengan rumus dasar yang
sama, yaitu H2N-C6H4-SO2NHR dan R adalah bermacam-macam substituen.
Pada prinsipnya, senyawa-senyawa ini digunakan untuk menghadapi berbagai
infeksi. Selain sebagai kemoterapeutika, senyawa-senyawa sulfonamide juga
digunakan sebagai diuretika dan antidiabetika oral.
7. Antiviral atau antivirus adalah obat yang dapat menghambat atau membunuh
virus juga akan dapat merusak sel hospes dimana virus itu berada.

DAFTAR PUSTAKA

39

Anda mungkin juga menyukai