Ii. Tinjauan Pustaka: A. Tanah
Ii. Tinjauan Pustaka: A. Tanah
Ii. Tinjauan Pustaka: A. Tanah
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanah
Tanah (soil) berasal dari kata latin solum yang berarti bagian teratas dari kerak bumi
yang dipengaruhi proses pembentukan tanah (Kalsim 1989). Menurut Hakim et al (1986),
tanah adalah tubuh alam (natural body) yang terbentuk dan berkembang sebagai akibat
bekerjanya gayagaya alam ( natural forces) terhadap bahanbahan alam ( natural material) di
permukaan bumi.
Tanah merupakan suatu sistem mekanik yang kompleks terdiri dari tiga fase yaitu
bahanbahan padatan, cairan, dan gas. Komposisi ket iga bahan penyusun tanah tergantung dari
jenis tanah dan kondisi lingkungannya, serta saling terkait antara fase yang satu dengan fase
yang lainnya. Hubungan ketiganya menunjukkan sifatsifat fisik tanah (Hillel 1980). Menurut
Hakim et al (1986) fase padatan dalam tanah menempati hampir 50% volume tanah yang
sebagian besar terdiri dari bahan mineral dan bahan organik. Menurut Hardjowigeno (1995)
komponen utama bahan penyusun tanah adalah mineral, bahan organik, air, dan udara.
Komposisi keempat bahan tersebut berbedabeda untuk setiap jenis dan lapisan tanah.
Tanah dalam pertanian didefinisikan lebih khusus, yaitu media tumbuhnya tanaman
darat yang mempunyai sifat baik misalnya mampu sebagai tempat bercokol. Perakaran
tanaman akan berkembang dengan leluasa dalam tanah yang baik tersebut (Hardjowigeno
1995).
Penentuan sifat fisik dan mekanik tanah memiliki peranan penting dalam bidang
pertanian karena keduanya tidak hanya berperan bagi pertumbuhan dan produktivitas
tanaman, melainkan juga dapat digunakan sebagai dasar perancangan dan pengaplikasian alat
alat dan mesin pertanian. Sifatsifat fisik tanah b ergantung pada jumlah, ukuran, bentuk,
susunan, dan komposisi mineral dari partikelpartik el tanah. Sifatsifat fisik tanah yang
umumnya digunakan sebagai parameter untuk menentukan kondisi tanah antara lain tekstur,
struktur, kerapatan (density), porositas, konsistensi, warna, dan suhu (Hakim et al 1986). Sifat
mekanik tanah menurut Braja (1993) adalah perilaku atau sifat tanah yang merupakan respon
tanah terhadap tegangan dan regangan yang dialami tanah dalam keadaan yang paling ideal.
1. Tekstur Tanah
Tanah terdiri atas butirbutir berbagai ukuran. Bag ian tanah yang berukuran lebih
dari 2 mm disebut sebagai bahan kasar (kerikil sampai batu). Bahanbahan tanah yang
lebih halus dapat dibedakan menjadi :
a. Pasir : 2 mm – 50 µm
b. Debu : 50 µm – 2 µm
c. Liat : kurang dari 2 µm
Tekstur tanah menunjukkan kasar atau halusnya tanah berdasarkan parbandingan
banyaknya butirbutir pasir, debu, dan liat. Pada s istem klasifikasi tanah (taksonomi
tanah) tingkat famili, kasar atau halusnya suatu tanah ditunjukkan oleh sebaran ukuran
butir (particle size distribution) yang merupakan penyederhanaan dari kelas tekstur tanah
dengan memperhatikan pula fraksi tanah yang lebih besar dari pasir (lebih dari 2 mm)
(Hardjowigeno 1995).
Tanah bertekstur pasir mempunyai luas permukan yang kecil sehingga sulit
menahan air dan unsur hara, sedangkan tanah yang bertekstur liat mempunyai luas
permukaan yang luas sehingga kemampuan tanah dalam menahan air dan menyediakan
unsur hara cukup tinggi. Tanah bertekstur halus lebih aktif dalam reaksi kimia daripada
tanah bertekstur kasar. Di lapangan, tanah ini dapat dicirikan dengan terasa berat, halus,
dan sangat lekat saat dipijitpijit serta mudah dib entuk menjadi bola dan mudah digulung
(Hardjowigeno 1995).
Kadar air tanah adalah jumlah air tanah yang tekandung dalam poripori tanah
dalam suatu massa tanah tertentu. Kadar air tanah dapat berubahubah pada tiap
kedalaman karena merupakan bagian tanah yang tidak stabil. Perubahan kadar air tanah
tersebut dapat menyebabkan perubahan nilai tahanan penetrasi dan densitas (bulk density)
tanah.
Menurut Hardjowigeno (1995), air di dalam tanah dibagi menjadi air gravitasi,
kapiler, dan higroskopis. Menurut Hakim et al (1986) cara yang biasa digunakan untuk
menyatakan kadar air dalam tanah adalah persentase terhadap bobot tanah kering. Bobot
tanah lembab tidak dipakai karena bergelonjak dengan kadar airnya. Kadar air juga dapat
dinyatakan dalam persen volume, yaitu persentase volume air terhadap volume tanah.
4
Cara penetapan kadar air tanah dapat digolongkan kedalam cara gravimetrik,
tegangan dan hisapan, hambatan listrik (blok tahanan), serta pembauran neutron (neutron
scattering). Cara gravimetrik merupakan cara yang paling umum dipakai. Pada cara
penentuan kadar air ini, sejumlah tanah basah dikeringkan dalam oven pada suhu antara
100 oC sampai 110 oC selama kurun waktu tertentu. Air yang hilang karena pengeringan
merupakan sejumlah air yang terkandung dalam tanah basah (Hakim et al 1986).
4. Konsistensi Tanah
Konsistensi tanah menunjukkan kekuatan daya kohesi butirbutir tanah atau daya
adhesi butirbutir tanah dengan benda lain. Hal ini ditunjukkan oleh daya tahan tanah
terhadap gaya yang akan mengubah bentuk tanah. Gayagaya tersebut misalnya
pencangkulan, pembajakan, dan sebagainya.
Menurut Plaster (1992), penentuan konsistensi tanah dapat dijadikan sebagai dasar
penentuan kondisi tanah yang sesuai untuk pengolahan tanah, kemungkinan erosi pada
tanah, dan penentuan jenis tekstur tanah. Menurut Pramuhadi dan Sembiring (2001),
pengetahuan konsistensi tanah juga dapat digunakan sebagai dasar penentuan landasan
atau tumpuan mobilitas alat dan mesin pertanian, dimana tanah harus memiliki
konsistensi yang baik sebagai landasan (ground) perlintasan alat dan mesin pertanian.
Pada keadaan kering, tanah dibedakan kedalam konsistensi lunak sampai keras.
Pada keadaan lembab, tanah dibedakan kedalam konsistensi gembur (mudah diolah)
sampai teguh (agak sulit dicangkul). Pada keadaan basah tanah dibedakan berdasarkan
plastisitasnya (plastis sampai tidak plastis) atau kelengketannya (tidak lekat sampai lekat).
5
Konsiste nsi tanah merupakan bagian dari ilm u yang mempelajari perubahan
perubahan bentuk (deformatio n) dan aliran suatu benda (flow) atau sering disebut
sebagai Ilm u Rheologi. Sifat sifat rh eologi tanah dipelajari dengan menen tukan angka
angka Atterberg, yaitu angka angka kadar air tanah pada beberapa ko ndisi tanah. Angka
Atterberg melip uti batas cair, batas plastis, dan batas melekat (Hardjo wigeno 1995) .
Batas batas yang sering digunaka n untuk menggambarkan konsistensi tanah ada
lah batas cair, batas plastis, dan batas melekat. Me nurut Wesle y (1973), batas cair ada
lah kadar air tanah pada batas antara keadaan cair dan keadaan plastis (batas atas dari
dae rah plastis), sedangkan batas plastis ada lah kadar air pada batas b awah daerah plastis.
Se cara skematik gambaran m engenai batas batas tersebut tersaji pada Gambar 2.
Jangka olah menunjukkan besarnya perbedaan kandungan air pada batas m elekat
da n batas plastis. Tanah yang jangka olahnya tinggi me rupakan tanah yang mudah untuk
diolah, sedangk an tanah yang jangka olahnya rendah m erupakan tanah yang sulit untuk
diolah. Apabila jangka olahn ya sama, maka tanah yang memiliki indeks plastisitas lebih
tinggi akan lebih sukar diolah dibandingka n tanah yang memiliki indeks plastisitas
rendah (Hardjowigeno 1 995).
5. K ekuatan Ta nah
Kekuatan tanah adalah kemampuan tanah untuk menahan beban tanpa mengalami
kerusakan, baik berupa perpecahan, perpisahan ataupun aliran. Secara kuantitatif ke
kuatan tanah dapat didefi nisikan sebag ai tegangan maksimal yang dapat dib erikan
ke pada tanah tertentu tanpa menyebabkan kerusakan pada tanah tersebut (Hillel 1980).
Kekuatan geser tanah menu rut Hardiyatm o (1992) m erupakan gaya perlawanan yang
dilakukan oleh butir butir tan ah terhadap d esakan atau tarikan.
Kekuatan tanah tergan tung pada ga yagaya y an g bekerja dia ntara butir butirnya.
Kekuatan geser tanah adalah salah satu parameter kekuatan tanah yang merupakan fungsi
dari kohesi dan gesekan (ƒ(c, tan ө)). Koh esi tanah merupakan fungsi dari interaks i gaya
tarik menarik antara partikel liat. Kekuatan geser tanah dapat dianggap terdiri atas bagian
ya ng bersifat ko hesi yang tergantung pada jenis tanah, kepadatan butirnya, dan bagian
ya ng mempunyai sifat gesekan (frictional) yang seband ing dengan tegangan efektif yang
be kerja pada bidang geser (Wesley, 1973).
Menurut McKyes (1985), perancangan alat da n mesin pen golahan tanah yang
efektif dan efisi en dimulai dengan analisis dasar mengenai kekuatan geser tanah. Hal ini
bertujuan untuk memprediksikan kekuatan dan energi yang dibutuhkan alat dan mesin
6
tersebut untuk memotong tanah dengan e fektif dan ef isien. Proses pemotongan tanah
mengakibatkan keruntuhan material tanah. Keruntuhan mekanik ini biasanya tejad i pada
ba gian permukaan perpecahan dalam (internal rupture surface) tanah dan bagian tanah ya
ng bersentuhan dengan alat pemotong ta nah.
Gaya gay a yang menghasilkan keruntuhan tanah adalah gesekan dan kohesi yang
sesuai dengan h ukum Coulomb:
τ = c + σ tan ө
Kekuatan geser tanah dari benda uji yang diperiksa di laboratorium biasanya
dilakukan denga n besar beba n yang ditentukan terlebih dahulu dan dikerjakan dengan
menggunakan tipe peralatan khusus. Beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya ke
kuatan geser tanah yang diu ji di laboratorium adalah :
a. kandungan mineral dan butiran tanah
b. bentuk partikel
c. angka pori d an kadar air
d. cara pengujian
e. kecepatan pembebanan
f. tekanan air pori yang ditimbulkan
g. kriteria yan g diambil unt uk penentuan kuat gesernya
h. tegangan yang dibebankan sebelum pengujian
Menurut Hardiyatmo (1992) ada beberapa cara untuk menent ukan kekuatan geser
tanah, yaitu pen gujian kekuatan geser lan gsung (direct shear test), pengujian triaksial
(triaxial test), pengujian tek an bebas (unconfined co mpression te st), dan pen gujian
balingbaling ( vane shear test). Pada pen gukuran kekuatan geser tanah mengg unakan
metode uji geser langsung, contoh tanah ya ng akan diuji diberikan te gangan normal
yang ko nstan serta teg angan pori y ang selalu nol (Wesley 1973).
7
Menurut Hardiyatmo (1992) terdapat beberapa batasan ataupun kekurangan dalam
pengujian kekuatan geser langsung, yaitu:
a. Tanah benda uji dipaksa untuk mengalami keruntuhan (failure) pada bidang yang
telah ditentukan sebelumnya.
b. Distribusi tegangan pada bidang keruntuhan tidak seragam.
c. Tekanan air pori tidak dapat diukur.
d. Deformasi yang diterapkan pada benda uji hanya terbatas pada gerakan maksimum
sebesar alat geser langsung dapat digerakkan.
e. Pola tegangan pada kenyataannya adalah sangat kompleks dan arah dari bidang
bidang tegangan utama berotasi ketika regangan geser ditambah.
f. Drainase tidak dapat dikontrol.
g. Luas bidang kontak antara tanah di dalam kotak geser berkurang ketika pengujian
berlangsung. Akan tetapi, pengaruhnya sangat kecil pada hasil pengujian sehingga
dapat diabaikan.
Pupuk adalah zat hara yang ditambahkan pada tumbuhan agar berkembang dengan
baik sesuai genetis dan potensi produksinya. Pupuk dapat dibuat dari bahan organik ataupun
nonorganik (sintetis). Pupuk organik bisa dibuat d alam bermacammacam bentuk meliputi
cair, curah, tablet, pelet, briket, atau granul. Pemilihan bentuk ini tergantung pada
penggunaan, biaya, dan aspekaspek pemasaran lainny a (Isroi 2009).
Pupuk organik granul (POG) merupakan salah satu jenis pupuk organik. Pupuk organik
menurut Permentan No.2/Pert/Hk.060/2/2006 adalah pupuk yang sebagian besar atau
seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah
melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk menyuplai
bahan organik, memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Simanungkalit et al 2006).
Pembuatan pupuk dalam bentuk granul dilakukan untuk memudahkan aplikasi.
Pengaplikasian pupuk di perkebunan besar, seperti perkebunan tebu lahan kering, sering
menggunakan aplikator pupuk. Bentuk yang baik untuk aplikator pupuk adalah bentuk granul.
Bentuk granul juga dibuat untuk memudahkan transportasi pupuk. Massa pupuk bebentuk
granul lebih ringan daripada pupuk berbentuk curah, sehingga memudahkan dan mengurangi
biaya tranportasi. Pupuk bebentuk granul juga lebih mudah ditaburkan daripada bentuk curah
(Isroi 2009).
Bahan baku utama pembuatan pupuk organik granul adalah bahan organik, seperti
kompos atau pupuk kandang. Bahan lain yang cukup penting adalah perekat, supaya pupuk
organik dapat dibuat granul. Hanya dengan dua macam bahan ini saja sebenarnya sudah bisa
dibuat pupuk organik granul. Akan tetapi, pada pembuatan pupuk organik granul sering
ditambahkan beberapa bahan. Bahanbahan yang sering ditambahkan dalam pembuatan pupuk
organik granul adalah gambut, fosfat alam, dolomit, kapur pertanian, zeolit, abu atau arang, dll
(Isroi 2009).
8
D. Pengaruh Bahan Organik Terhadap Sifat Tanah
Bahan organik merupakan bahan yang penting dalam menciptakan kesuburan tanah,
baik secara fisika, kimia ataupun biologi tanah. Menurut Hakim et al (1986) keberadaan bahan
organik dalam tanah mempunyai fungsi sebagai bahan pemantap agregat tanah yang paling
baik. Selain itu, bahan organik juga merupakan sumber hara tanaman, sumber energi sebagian
besar organisme tanah, dan sumber terbesar (± 50%) kapasitas tukar kation (KTK) tanah.
Sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, sisa panen
(jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, dan sabut kelapa), limbah ternak, limbah
industri yang menggunakan bahan pertanian, dan limbah kota. Kompos merupakan produk
pembusukan dari limbah tanaman dan hewan hasil perombakan oleh fungi, aktinomiset, dan
cacing tanah (Simanungkalit et al 2006).
Bahan organik yang dikomposkan dengan baik bukan hanya dapat memperkaya unsur
hara untuk tanaman saja, tetapi juga berperan besar terhadap perbaikan sifatsifat tanah.
Perbaikan sifatsifat tanah tersebut adalah dengan memperbesar daya ikat tanah yang berpasir
sehingga struktur tanah akan menjadi baik, memperbaiki struktur tanah berlempung sehingga
tanah yang semula berat akan menjadi ringan, serta mempertinggi daya ikat tanah terhadap zat
hara, sehingga tidak mudah larut oleh air pengairan air hujan. Selain pengaruh yang telah
disebutkan di atas, bahan organik juga dapat memperbaiki drainase dan tata udara tanah,
terutama pada tanah berat (Moerbandono 1998).
Poerwowidodo (1987) menyatakan bahwa Koloid organik akan bersaing dengan
molekulmolekul air untuk menempati ruangan pada pe rmukaan koloid liat, mengurangi
pembasahan, dan pengembangan serta meningkatkan kemampuan agregat tanah.
Penelitian yang dilakukan oleh Yusuf (2000) disimpulkan bahwa penambahan bahan
organik pada saat pengolahan tanah dapat memperbaiki sifat fisik tanah, khususnya nilai
tahanan penetrasi, bulk density, dan konsistensi tanah. Adanya bahan organik di dalam tanah
dapat menurunkan nilai tahanan penetrasi dan bulk density tanah karena bahan organik
membuat tanah menjadi gembur. Disamping itu, bahan organik juga dapat menurunkan nilai
konsistensi tanah. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Cahyani (2003),
disimpulkan bahwa penambahan bahan organik menyebabkan nilai indeks plastisitas, kohesi
dan sudut geser dalam tanah menjadi turun.